Sabtu, 24 September 2022

Sejarah Bangka Belitung (6): Kota Muntok Pelabuhan Tua Pantai Barat Pulau Bangka; Navigasi Pelayaran Perdagangan Era VOC


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Muntok adalah salah satu kota tua di pulau Bangka (bahkan jauh sebelum Pangkal Pinang menjadi kota). Pada masa lampau, sebelum nama Muntok, dikenal sebagai nama Monopin, suatu nama tempat di pulau kecil di utara pulau Bangka. Dalam perkembangannya pulau Monopin ini menyatu dengan daratan pulau Bangka dimana terbentuk kampong/kota Muntok. Sebagai kota tua, sejak era VOC/Belanda kota Muntok terus berkembang, terutama pada era Hindia Belanda. Sungai Pangkal Pinang ini di hilir bermuara ke sungai Batoeroesa.


Muntok adalah ibukota Kabupaten Bangka Barat. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kota Muntok salah satu kecamatan di kabupaten Bangka Barat. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, Kota Muntok pernah menjadi ibukota Karesidenan Bangka, sekaligus sebagai pusat administrasi penambangan Timah (Hoofdbureau Bankatinwinning) (1816-1907). Kota Mentok berdiri sejak 7 September 1734 Masehi atas perintah Sultan Mahmud Badaruddin Jayawikrama (1721-1756) kepada Wan Akup yang kemudian membangun 7 bubung rumah di daratan sebuah tanjung di kaki bukit Menumbing. Pada masa itulah, Kota Muntok ditetapkan sebagai pusat Pemerintahan sekaligus pusat urusan penambangan timah di Pulau Bangka, yang berlanjut ketika Pemerintah Hindia Belanda menguasai wilayah ini, dan juga menjadikan Kota Muntok sebagai pusat pemerintahan di Bangka sekaligus pusat administrasi penambangan timah. Kota ini kemudian semakin tumbuh berkembang menjadi kota bandar utama pusat perdagangan timah dan lada putih (Muntok White Pepper), dimana timah dan lada putih diangkut lalu dikirim ke negara-negara Eropa melalui Pelabuhan Muntok. Pelabuhan ini pun semakin ramai dengan arus pendatang yang hilir mudik datang dan pergi, apalagi mengingat hasil penambangan yang sangat menjanjikan, semakin banyak didatangkan orang-orang dari Cina, Siam, Kamboja, dan Siantan yang berada di Johor yang ahli dalam urusan timah. Muntok adalah kota tua yang didirikan oleh Abang Pahang, mertua Sultan Palembang Darusssalam Mahmud Badaruddin I (1720-1755) pada tahun 1722 dan menjadi ibukota Karesidenan Bangka, sebelum dipindahkan oleh Residen J. Englenberg ke Pangkal Pinang pada tahun 1907. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Kota Muntok pelabuhan utama di pantai barat pulau Bangka? Seperti disebut di atas, nama Muntok adalah kota tua yang eksis hingga sekarang. Kota Muntok diduga bekermbang sejak era navigasi pelayaran perdagangan zaman VOC/Belanda. Lalu bagaimana sejarah Kota Muntok pelabuhan utama di pantai barat pulau Bangka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kota Muntok Pelabuhan Utama di Pantai Barat Pulau Bangka; Navigasi Pelayaran Perdagangan Era VOC/Belanda

Muntok, adalah kota baru, nama baru, bukan nama kuno seperti Bangka, Nama Muntok diduga kuat bermula ketika kehadiran Inggris (setelah Inggris menduduki Jawa pada tahun 1811). Sebelumnya telah terjadi kerusuhan di Palembang yang dilancarkan oleh Pangeran Palembang yang menyebabkan residen (Pemerintah Hindia Belanda) terbunuh. Kehadiran Inggris di Palembang dalam rangka pengambilalihan kekusaan Pemerintah Hindia Belanda kepada Inggris, namun yang ditemukan adalah residen terbunuh.


Pada Peta 1845 di pulau Bangka di ujung barat laut diidentifikasi nama (benteng) Mintow. Pada Peta 1849 di kawasan dimana sebelumnya diidientifikasi nama benteng Mintow disebut nama bukit Manopin. Nama Manopin sendiri  sudah diidentifikasi pada peta-peta Portugis. Dalam peta-peta nama Manopin mengindikasikan pulau (pulau) kecil di utara pulau Bangka. Pada peta-peta VOC dan Pemerintah Hindia Belanda, nama Manopin mengidentifikasi nama wilayah dimana kemudian terdapat nama (benteng) Mintow. Besar dugaan, secara geomorfologis, pulau-pulau Manopin yang dulu diidentifikasi pada peta-peta Portugis yelah menyatu dengan daratan (menjadi wilayah Manopin).

Pada saat kehadiran Inggris di Palembang yang dipimpin oleh Kolonel Gillespie, diterapkan hukum, akibat terbunuhnya Residen (Pemerintah Hindia Belanda) hak Sultan dihilangkan (lihat Java government gazette, 04-07-1812). Pada saat inilah pasukan Inggris mulai membangunan benteng di pulau Bangka di suatu area ketinggian yang disebut Minto.


Dalam laporan ini disebutkan bahwa barang dagangan di Palembang adalah lada, rotan, gambir, kapas, danmar, gading, mata kucing, belerang, garam, lilin, beras, benzoin, nila, tembakau, pinang, kerbau dan emas, tapi barang yang paling penting adalah timah Banca. Dalam laporan ini juga disebutkan kepemilikan pulau Banca dan Biliiton, telah diserahkan kepada Pemerintah Inggris oleh Sultan baru, sebagai hal sangat penting. Juga disebutkan benteng sekarang dibangun di Banca, terletak di dataran tinggi dekat kota kecil yang disebut Minto.

Besar dugaan nama Minto diberikan pada area/benteng tersebut sebagai penghormatan kepada Gubernur Jenderal Inggris yang berkedudukan di Calcutta (India). Nama Minto inilah yang kemudian diidentifikasi pada Peta 1845 nama (benteng) Mintow. Hal serupa ini juga sudah pernah terjadi pada era VOC dengan memberi nama benteng (kasteel) Batavia yang menjadi nama kota Batavia. Seperti kita lihat nanti juga ada nama benteng/kota Fort de Kock dan nama benteng/kota Fort van der Capellen.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Navigasi Pelayaran Perdagangan Era VOC/Belanda: Hubungan Perdagangan Palembang dan VOC/Belanda

Pulau Sumatra sudah sejak lama, di zaman kuno terdapat navigasi pelayaran perdagangan. Dari barat dan timur. Catatan Eropa mengindikasiakn bahwa jauh sebelum era Ptolomeus. Catatan Tiongkok juga pada abad ke-2 melaporkan kedatangan utusan dari tanah selatan menemua Kaisar Tiongkok. Pada abad ke-7, catatan Tiongkok terkait dengan kehadiran I’tsing di wilayah (kerajaan) Sriwijaya. Demikian seterusnya hingga era Kerajaan Aru yang kemudian era Portugis pada awal abad ke-16. Pada era Portugis inilah catatan sejarah terdokumentasi dengan baik dan berlangsung secara intens baik dalam bentuk laporan-laporan dan peta-peta.


Seperti disebut di atas, pada peta-peta Portugis satu nama penting yang telah didientifikasi terkait dengan kota Muntok adalah nama (pulau-pulau) Manopin yang terletak di utara pulaua Bangka. Dalam peta ini di pesisir pantai utara pulau Bangka diidentifikasi gosong, suatu Kawasan pasir yang dangkal yang berbahasa dalam navigasi. Gosong ini semakin meluas sehingga mencapau pulau-pulau Manopin yang kemudian menjadi menyatu satu sama lain (Kawasan kota Muntok yang sekarang). Pulau-pulau Manopin inilah yang diduga menjadi bukit-bukit yang berada di wilayah Muntok yang sekarang. Pada Peta 1845 ada tiga bukit yang didientifikasi salah satu Namanya Manombing Hill (bukit Monopin?).

Dalam catatan Inggris seperti disebut di atas, pulau Bangka salah satu menjadi sarang bajak laut yang kerap menggangu navigasi pelayaran perdagangan di sekitar. Hal itulah yang mendorong Inggris pada tahun 1812 segera membangun benteng Minto di pantai barat pulau Bangka (sebelah barat laut). Inggris yang sudah berkuasa ingin menjamin navigasi pelayaran perdagangan di seputra pulau Bangka aman. Sejak inilah wilayahy Bangka dan Belitung menjadi wilayah yang penting.


Pendudukan Inggris tidak lama berlangsung. Pada tahun 1816 Inggris mengembalikan seluruh eks Pemerintah Hindia Belanda kepada kerajaan Belanda. Pemerintah Hindia Belanda kembali diselenggarakan. Tidak banyak yang diketahui perubahan selama era pendudukan Inggris (1811-1816) di Palembang dan Bangka, kecuali suda ada benteng di pulau Bangka yang disebut benteng Minto yang kemudian didientifikasi sebagai nama tempat yang baru. Kehadiran kembali Pemerintah Hindia Belanda disambut dengan dingin dan terjadi perselisihan dengan para pangeran Palembang. Wilayah Bangka juga menarik perhatian Pemerintah Hindia Belanda dengan membentuk cabang pemerintahan sebagaimana di Palembang.

Setelah kembalinya Pemerintah Hindia Belanda, cabang pemerintahan segera dibukan di Palembang dan juga di Bangka Belitung. Setelah penempatan seorang Residen di Palembang, lalu kemudian disusul penempatan seorang Residen di Bangka yang berkedudukan di Muntok. Salah satu pejbat Pemerintah Hindia Belanda di pulau Bangka yang ditempatkan di Djebioes sebagai pengawas pertambangan timah, pada tahun 1821 dipromosikan menjadi Residen Riau (lihat Bataviasche courant, 10-02-1821). Disebutkan untuk Residen di Riau LC van Ranzow, inspektur pertambangan timah di Jeboes (kini Bangka barat di pantau utara pulau Bangka).


Struktur pemerintahan di Residentie Bangka berdasarkan Almanak 1827 adalah Residen dan sekretatris yang berkedudukan di Muntok. Di (pulau) Belitung ditempatkan seorang Asisten Residen. Fungsi jabatan lain di Muntok adalah ontvanger, pakhuismeester dan havenmeester, boekhouder dan kommies. Meski masih ramping tetapi struktur pemerintahan di (residentie) Bangka sudah cukup lengkap (kurang lebih sama dengan di Palembang).

Penentuan pusat pemerintahan di (residentie) Bangka yang berada di Muntok menjadi pemicu kota Muntok menjadi cepat berkembang. Lebih-lebih di kota Muntik telah dibangun dermaga pelayaran yang memadai apalhi ditunjang dengan kehadiran fungsi ontvanger dan havenmeester. Pada Peta 1845 benteng Minto/w masih eksis. Benteng ini dipertahankan diduga karena masih dimungkinan ada ancaman sewaktu-waktu dari serangan bajak laut.


Pada tahun 1833 pusat bajak laut diketahui berada di hilir sungai Batanghari. Pada tahun 1833 ini Sultan Jambi, yang wilayahanya masih indepenen, mendapat tekanan dari para bajak laut, lalu meminta bantuan kepada Pemerintahan Hindia Belanda di Palembang. Militer Pemerintah Hindia Belanda berhasil mengusir para bajak laut. Konsekuensi ini antara Sultan Jambi dengan Pemerintah Hindia Belanda membuat perjanjian, dimana salah satu isi perjanjian bahwa Pemerintahan Hindia Belanda menempatkan perjabatnya dengan fungsi onvanger yang berkedudukan di Moera Kompeh. Dalam Peta 1846 teridentifikasi bahwa wilayah hilir Kota Jambi dimasukkan ke wilayah administrative Residentie Palembang. Wilayah kesulatan Jambi yang masih independent semakin berkurang. Dengan terjaminnya keamanan di daerah aliran sungai Batanghari navigasi pelayaran perdagangan di selat Bangka semakin ramai lagi. Ini berarti kota Muntok mendapat dampak positifnya.

Hubungan navigasi pelayaran perdagangan antara pedagang-pedangang Belanda dengan Kesultanan Palembang dan Kesultanan Jambi sudah terbentuk sejak era VOC. Namun setelah melemahnya VOC dan dibubarkan pada tahun 1799 yang kemudian digantikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, hubungan perdagangan antara Batavia dengan Palembang dan Jambi menjadi terputus. Hubungan itu baru dimulai pada tahun 1809, namun seperti disebut di atas Residen Palembang terbnunu dalam kerusuhan yang terjadi pada tahun 1811. Hubungan Batvia via Palembang dengan Jambi baru muncul pada tahun 1833.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar