Selasa, 03 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (56): Bahasa Enggano Pulau Enggano di Barat Bengkulu; Tentang Bahasa Punah - Upaya Penyusunan Kamus Enggano


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Enggano adalah sebuah kelompok etnis terasing di Indonesia yang mendiami Pulau Enggano, provinsi Bengkulu dekat barat daya lepas pantai pulau Sumatra. Populasi suku ini berjumlah sekitar 1.000 orang pada tahun 1999 dan terus menurun. Belum lama ini di Bengkulu sudah ada upaya ke arah penyusunan kamus bahasa Enggano (lihat https://www.kemdikbud.go.id/ 15 Oktober 20211.600 Lema dan Sublema Bahasa Enggano Ditranskripsikan dalam Penyusunan Kamus Bahasa Enggano).


Bahasa Enggano adalah bahasa yang digunakan suku Enggano yang persebarannya hanya di pulau Enggano dan empat pulau kecil di sekitarnya. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia, meskipun ada yang menganggapnya sebagai bahasa isolat yang meminjam rumpun bahasa Austronesia. Jumlah penutur bahasa ini kini semakin menurun. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Enggano di pulau Enggano di barat Bengkulu? Seperti disebut di atas, bahasa Enggano dituturkan di orang Enggano di pulau Enggano, namun jumlah penuturnya semakin menurun. Soal bahasa punah dan upaya penyusunan kamus bahasa Enggano. Lalu bagaimana sejarah bahasa Enggano di pulau Enggano di barat Bengkulu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (55): Bahasa Melayu Pulau Cocos dan Pulau Natal di Selatan Jawa; Asli Berada di Nusantara Kini Masuk Australia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Di pulau-pulau di selatan Jawa ada penutur bahasa Melayu, terutama di kepulauan Cocos (Keeling) dan pulau Natal, pulau-pulau yang diatur pemerintahannya oleh Australia. Iklimnya merupakan iklim tropis. Pulau ini berada di Samudra Hindia terletak 2.600 kilometer (1.600 mil) dari arah barat laut kota Perth, Australia Barat, 500 km (310 mil) dari arah selatan Jakarta, Indonesia dan 975 km (606 mil) dari Kepulauan Cocos (Keeling). Pulau Natal memiliki populasi sebesar 1.402 warga dan di Kepulauan Cocos sekitar 500 warga.


Bahasa Melayu Cocos (Bahasa Inggris: Cocos Islands Malay) atau Melayu Cocos adalah sebuah dialek dari Bahasa Melayu yang dituturkan oleh masyarakat Melayu yang mayoritas mendiami wilayah Kepulauan Cocos (Keeling) dan Pulau Natal yang merupakan wilayah bagian/teritori dari negara Australia. Selain di Australia, Bahasa ini juga dituturkan oleh diaspora masyarakat keturunan Melayu Cocos di Sabah, Malaysia. Jumlah penutur Bahasa ini mencapai sekitar 5.100 jiwa dengan 1.100 jiwa penutur pada tahun 1987 di Australia khususnya di Kepulauan Cocos & Pulau Natal/Pulau Christmas, sedangkan di Sabah, Malaysia jumlah penutur Bahasa ini memiliki populasi sekitar 4.000 jiwa pada tahun 2000. Secara linguistik, Bahasa Melayu Cocos dihasilkan dari kreol yang bersumber dari Bahasa Melayu Baku dengan beberapa kosakata tambahan/pengaruh Bahasa Jawa dan Bahasa Betawi, hal ini tidak terlepas dari sejarah penduduk Kepulauan Cocos (Keeling). Bahasa ini digunakan sebagai bahasa pengantar kedua di sekolah setelah Bahasa Inggris. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa di kepulauan Kalapa (Cocos) dan pulau Natal di selatan Jawa? Seperti disebut di atas, populasi di kepulauan Cocos dan pulau Natal berbahasa Melayu. Asal-usul Nusantara masuk wilayah Australia. Lalu bagaimana sejarah bahasa di kepulauan Kalapa (Cocos) dan pulau Natal di selatan Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 02 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (54): Bahasa Badui Bahasa Sunda di Banten Wilayah Pasundan; Bahasa Sunda, Antara Bahasa Badui dan Banten


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Badui alias Sunda Badui terkadang ditulis secara tidak baku sebagai Baduy) merupakan sekelompok masyarakat adat Sunda di wilayah pedalaman Lebak, Banten. Salah satu kelompok masyarakat menutup diri mereka dari dunia luar, memiliki keyakinan tabu untuk didokumentasikan, khususnya penduduk wilayah Badui Dalam. Suku Badui termasuk sub-suku Sunda.


Bahasa Badui atau bahasa Sunda dialek Badui adalah nama yang diberikan bagi sebuah bahasa dalam rumpun bahasa Austronesia yang umumnya dituturkan oleh suku Badui di sebagian wilayah Banten. Penuturnya tersebar di wilayah sekitar Gunung Kendeng, kabupaten Lebak. Bahasa Badui memiliki sekitar 11.620 penutur jati pada tahun 2015. Sama seperti bahasa Sunda baku, bahasa Badui berdasarkan tipologi linguistiknya adalah bahasa yang urutan unsur struktur kalimatnya berjenis subjek-predikat-objek. Sebagai bahasa aglutinatif, bahasa Badui memiliki beragam afiks yang masih produktif. Verba dapat dibedakan menjadi bentuk transitif dan intransitif, serta bentuk aktif dan pasif. Posisi bahasa Badui dalam rumpun bahasa Melayu-Sumbawa berdasarkan pengklasifikasian pada situs web klasifikasi bahasa Glottolog 4.1 yang dirilis tahun 2019. Dari segi linguistik, bahasa Badui masih termasuk ke dalam bahasa Sunda. Beberapa sumber rujukan menggolongkan bahasa Badui sebagai bagian dari bahasa Sunda dialek Banten. Bahasa Badui hanya mendapatkan sedikit pengaruh dari bahasa lainnya dan masih mempertahankan beberapa unsur-unsur kebahasaan dari bahasa Sunda kuno sebagai pendahulunya/ (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Badui bahasa Sunda di Banten wilayah Pasundan? Seperti disebut di atas, bahasa Badui dituturkan oleh orang Badui di wilayah Banten. Bahasa Sunda, antara bahasa Badui dan bahasa Banten. Lalu bagaimana sejarah bahasa Badui bahasa Sunda di Banten wilayah Pasundan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (53): Bahasa Banten, Dialek Bahasa Sunda di Banten; Bahasa Banten, Antara Bahasa Jawa dan Bahasa Lampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Banten atau Suku Sunda Banten adalah orang berbahasa Sunda mendiami bekas wilayah Kesultanan Banten. Orang Banten bertutur menggunakan dialek dari bahasa Sunda disebut sebagai bahasa Sunda Banten. Kata "Banten" muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini digunakan untuk menamai sebuah sungai dan daerah sekelilingnya, yaitu Cibanten atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah berbahasa Sunda Kuno Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama tempat di Banten dan sekitarnya.


Bahasa Sunda Banten atau bahasa Sunda dialek Barat adalah variasi geografis bahasa Sunda dipertuturkan oleh masyarakat di hampir seluruh wilayah Provinsi Banten, bagian barat Kabupaten Sukabumi dan bagian barat Kabupaten Bogor serta beberapa wilayah di provinsi Lampung. Bahasa ini dilestarikan salah satunya dipakai sebagai standar pengajaran bahasa Sunda di wilayah provinsi Banten. Bahasa Sunda Banten merupakan salah satu turunan langsung dari bahasa Sunda Kuno, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya kosakata dari bahasa Sunda Kuno yang masih tetap dipertahankan, hal ini juga yang menyebabkan adanya beberapa perbedaan leksikon dengan bahasa Sunda dialek Priangan yang lebih banyak berevolusi. Secara praktiknya, bahasa Sunda Banten digolongkan sebagai bahasa Sunda dialek Barat. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Banten, dialek bahasa Sunda di Banten? Seperti disebut di atas, bahasa Banten adalah bahasa dialek bahasa Sunda di bagian barat pulau Jawa. Bahasa Banten, antara bahasa Jawa dan bahasa Lampung. Lalu bagaimana sejarah bahasa Banten, bahasa Sunda dialek Banten? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 01 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (52): Bahasa Betawi Bahasa Batavia Sejak Era VOC dan Bahasa Melayu Pengaruh Bali; Betawi Ora dan Betawi ‘Ori’


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Pada masa lampau bahasa Melayu adalah lingua franca dalam perdagangan anatar pulau. Lingua franca di wilayah daratan Jawa antara lain bahasa Jawa. Bahasa Melayu bermetamorfosis menjadi bahasa Indonesia sebagai lingua franca masa kini. Bahasa Melayu di Batavia yang memiliki pengaruh kuat bahasa Bali kemudian terbentuk bahasa Betawi yang dianggap sebagai bahasa daerah. Ada dua dialek umum bahasa Betawi: dialek Ora dan dialek bukan Ora (‘Ori’).


Bahasa Betawi, Basé Betawi, Melayu Betawi adalah bahasa kreol dituturkan suku Betawi mendiami daerah Jakarta dan sekitarnya. Bahasa Betawi merupakan bahasa Melayu Pasar yang bercampur dengan bahasa asing, seperti; Belanda, Portugis, Arab, Persia, Hokkien, dan juga bahasa pribumi Sunda, Jawa, dan Bali; imbas imigran multietnis didatangkan dari berbagai tempat ke Batavia oleh VOC sejak abad ke-16. Pada masa ini bahasa Betawi menjadi dasar atas bahasa gaul (ragam bahasa Indonesia non-baku), yang digunakan oleh orang-orang di Jabodetabek. Laras ini memiliki ciri khas, yaitu adanya sebagian kosakata dengan fonem /a/ pada suku akhir tertutup berubah menjadi /ə/ [e pepet], dan akhiran /-in/ untuk mengganti sufiks /-i/, /-kan/ dan /-lah/ pada bahasa Indonesia. Betawi Pinggiran atau Betawi Ora berbeda dengan dialek Betawi Tengahan. Betawi Pinggiran lebih kentara dan dekat dalam penyerapan kosakata asingnya (umumnya dari bahasa Sunda, Bahasa Jawa dan bahasa-bahasa lainnya) yang menyebabkan kosakatanya lebih beragam dibanding dialek Betawi Tengahan. Dalam pelafalan kata juga dialek ini berakhiran "a" berbeda dengan Betawi Tengahan yang berakhiran "è". (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Betawi bahasa Batavia sejak Era VOC dan pengaruh Bali dan Malayu? Seperti disebut di atas bahasa Betawi dulunya disebut bahasa di Batavia suatu bahasa Melayu yang awalnya dipengaruhi bahasa Bali. Kini ada dialek Betawi Ora dan dialek Betawi ‘Ori’. Lalu bagaimana sejarah bahasa Betawi bahasa Batavia sejak Era VOC dan pengaruh Bali dan Malayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (51): Bahasa Tegal Bahasa Jepara Subdialek Bahasa; Brebes, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Batang hingga Jepara


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah bahasa, ada bahasa yang promosi dan ada bahasa yang degradasi. Tentu saja ada bahasa yang terbentuk baru dan ada bahasa yang punah. Bahasa. Dalam hal ini kita sedang membicarakan peta bahasa. Ibarat peta topografi suatu pulau, tidak seluruhnya datar, ada pegunungan dan ada lembah. Ada bervegetasi lebat dan tentu saja ada yang berair (danai atau rawa). Kandungan permukaan tanahnya juga dapat beragam.


Bahasa Jawa Tegal atau Dialek Tegalan adalah dialek bahasa Jawa dituturkan di pesisir utara Jawa Tengah di wilayah Tegal, Brebes dan Pemalang. Dialek bahasa Tegal beda dengan daerah lainnya. Pengucapan kata dan kalimat agak kental. Kosakata relatif sama dengan bahasa Jawa Banyumasan, pengguna dialek Tegal tidak mau disebut ngapak karena perbedaan intonasi, pengucapan, dan makna kata. Selain intonasinya, dialek Tegal memiliki ciri khas pengucapan setiap frasanya, apa yang terucap sama dengan yang tertulis seperti padha dalam dialek Tegal tetap diucapkan 'pada', seperti pengucapan bahasa Indonesia, tidak seperti bahasa Jawa wéṭanan (Yogyakarta, Surakarta, dan sekitarnya) yang mengucapkan pådhå. Sementara itu, bahasa dialek Pekalongan adalah yang dituturkan di pesisir utara wilayah Pekanpetang, sebagian barat Kendal dan sebagian selatan pegunungan Kendeng. Dialek Pekalongan sederhana namun komunikatif, berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya. Orang Surakarta dan Yogyakarta sulit mengerti dan orang Tegal anggap dialek Pekalongan berkerabat hanya saja menggunakan logat bandek. Sedangkan dialek Jepara, Jeporonan umumnya dituturkan di kecamatan Jepara sebagai bahasa sehari-hari (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Tegal dan bahasa Jepara subdialek bahasa? Sepderti disebut di atas bahasa dialek Tegal dan dialek Jepara ditemukan di pantai utara Jawa. Garis bahasa di wilayah pantai mulai dari Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang hingga Jepara. Lalu bagaimana sejarah bahasa Tegal dan bahasa Jepara subdialek bahasa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.