Pada tanggal 22 Maret 1905 di Padang, pasangan Haroen Al Rasjid dan Alimatoe’ Saadiah sangat berbahagia. Putri pertama mereka lahir. Putri mereka yang cantik itu diberi nama Ida Loemongga. Keluarga muda ini kemudian pindah ke Sibolga, karena Haroen Al Rasjid yang dokter lulusan Docter Djawa School tahun 1902 ini dipindahkan dari Padang ke Sibolga. Setelah beberapa tahun di Tapanoeli dan masa dinas berakhir, Haroen Al Rasjid meminta pension dan akan membuka dokter praktek di Telok Betong, Lampong. Pada tahun 1918, Ida Loemongga diterima sebagai siswa di Prins Hendrik-school di Batavia.
Ida Loemongga, saat sidang terbuka di Amsterdam, 1932 |
Pada tahun 1922 Ida Loemongga lulus
afdeeling-B (IPA) di Prins Hendrik School, lantas diterima ujian masuk di
STOVIA. Namun karena Ida Loemongga tergolong cerdas, maka Ida Loemongga
termasuk yang direkomendasikan langsung untuk melanjutkan pendidikan ke Negeri
Belanda. Keluarga Ida Loemongga tidak keberatan dan sangat mendukung. Ida
Loemongga yang diterima di Universiteit Utrecht didukung semua keluarga besar.
Ida Loemongga lantas berangkat sendiri pada tahun 1923.
Ida Loemongga kemudian berhasil memperoleh gelar sarjana
kedokteran pada tahun 1927 di Universiteit Utrecht. Setelah dipromosikan
menjadi dokter di universitas tersebut, Ida Loemongga pada tahun berikutnya
mengambil dokter spesialis di Universiteit Lieden. De Tijd
:godsdienstig-staatkundigdagblad, 21-03-1929: 'Mij. I. Rasjid kelahiran Padang
Sidempoean (tercetak, seharusnya Padang) dinyatakan lulus dan berhak sebagai
dokter. Lantas kemudian, Ida Loemongga ternyata diminati oleh banyak institute.
Setelah beberapa waktu sebagai asisten Dr. Caroline Lang, Ida Loemongga
meneruskan pendidikan doktoral di Universiteit Amsterdam.
De Indische courant, 20-04-1932. |
Pada tahun-tahun ini juga di koran-koran
Belanda, nama Padang Sidempoean beberapa kali disebut. De Tijd:
godsdienstig-staatkundig dagblad, 08-05-1931 memberitakan bahwa Aminoedin Pohan
(lahir di Sipirok) dipromosikan menjadi dokter (spesialis) dengan judul tesis:
‘Abortus, voorkomen en deproefshrift’ (Aborsi, pencegahan dan pengobatan’.
Dalam beberapa bulan kemudian Algemeen Handelsblad, 17-12-1931 memberitakan
bahwa di Leiden, dipromosikan menjadi dokter (spesialis), Diapari Siregar
(lahir di Sipirok). Bataviaasch nieuwsblad (edisi 18-12-1931) memberitakan Parlindoengan
Loebis (lahir di Batangtoroe) diterima sebagai mahasiswa dalam bidang
kedokteran di Universiteit Leiden.
Het nieuws van den dag voor NI, 27-11-1902 |
Siswa-siswa asal Padang Sidempoean (afdeeling Mandailing
en Angkola), sesungguhnya sudah sejak dari doeloe menjadi langganan sekolah
kedokteran. Ini dimulai tahun 1854 dua siswa asal Mandailing en Angkola
diterima di Docter Djawa School di Batavia (yang merupakan siswa-siswa pertama
yang diterima dari luar Jawa). Dua tahun berikutnya menyusul dua siswa asal
Mandailing en Angkola diterima. Demikian seterusnya, secara berkala siswa-siswa
asal padang Sidempuan diterima di Docter Djawa School. Ada yang sekelas dengan
Dr, Wahidin, ada yang sekelas dengan Dr. Tjipto (Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 27-11-1902).
Het nieuws van den dag voor NI, 29-11-1902 |
Haroen Al Rasjid (ayah Ida Loemongga) dan Mohamad
Hamzah (Harahap) lulus Docter Djawa School tahun 1902. Pada tahun ini jumlah
siswa asal Kota Padang Sidempoean di Docter Djawa School yang terbanyak dari semua
kota-kota. Bahkan kuota tahun 1899 sempat kuota Padang Sidempoean habis lalu
kekosongan kuota di Kota Padang diisi oleh siswa asal Padang Sidempoean,
sehingga jumlah siswa asal Kota Padang Sidempoean di Docter Djawa School
berjumlah tiga orang dalam satu kelas yang sama (Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 29-11-1902).
Perempuan
Indonesia Pertama Bergelar Doktor
Gelar doktor pertama diraih oleh Hussein
Djajadiningrat di Universiteit Leiden pada Mei 1913 di bidang sastra (De
Telegraaf, 31-12-1934). Desertasi Djajadiningrat berjudul ‘Critische
beschouwingen van di Sadjarah Banten’. Orang kedua yang mendapat gelar doktor
adalah Mr. Gondokoesoemo pada tahun 1922. Judul desertasinya adalah
‘Vernietiging van Desabeslissingen in Indie’. Dr. Mr. Gondokoesoeno adalah yang
pertama pribumi di bidang hukum meraih gelar doktor. Pada tahun ini juga,
dilaporkan Mr Li Tjoan Kiat meraih gelar doktor di bidang kedokteran dengan predikat
cumlaude, anak seorang Letnan Cina di Djombang (De Sumatra post, 28-08-1922),
Namun Li Tjoan Kiat tidak kembali ke tanah air, dan lebih memilih berkarir di
Eropa.
Orang ketiga bergelar doktor adalah Radja Enda Boemi.
Anak Batang Toroe, Padang Sidempoean ini memperoleh gelar doctor (PhD) di
bidang hukum di Leiden 1925 dengan desertasi berjudul: ‘Het grondenrecht in de
Bataklanden: Tapanoeli, Simeloengoen en het Karoland’. Alinoedin Siregar gelar
Radja Enda Boemi adalah sarjana (ahli) hukum pertama dari Tanah Batak dan kedua
dari Sumatra dan salah satu dari delapan ahli hukum pribumi yang ada di
Nederlancsh-Indie kala itu. Orang keempat adalah DJ Apituley di Amsterdam
dengan desertasi berjudul: 'Onderzoekingen over de histiogenese van émail en
mambraan van Nasmyth' (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad,
10-07-1925). Orang kelima adalah Poerbatjaraka pada bidang sastra di
Universiteit Leiden dengan desertasi berjudul 'Agastya in den Archipel' (lihat
Rotterdamsch nieuwsblad, 11-06-1926).
Orang keenam yang meraih gelar doktor adalah
Ida Loemongga. Pada tahun 1931, Ida Loemongga dipromosikan sebagai doktor di
bidang kedokteran dengan desertasi berjudul ‘Diagnose en prognose van
aangeboren hartgebreken’ (Bataviaasch nieuwsblad, 20-01-1931). Ida Loemongga Nasution
kelahiran Padang, anak dari Dr. Harun Al Rasjid adalah perempuan Indonesia
pertama yang bergelar doktor. Sidang terbuka Ida Loemongga digelar pada tahun
1932 di Amsterdam (lihat foto di atas).
Pada tahun 1934 Ida Loemongga pulang ke tanah air dan setelah mendapat
lisensi dari pemerintah membuka praktek di Batavia.
Orang ketujuh Indonesia yang meraih gelar doktor seperti
telah disebut di atas adalah Soetan Goenoeng Moelia dalam bidang sastra dan
filsafat di Universiteit Leiden dengan desertasi berjudul: ‘Het primitieve
denken in de moderne wetenschap', Mr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng
Moelia, lahir di Padang Sidempoean (Algemeen Handelsblad, 09-12-1933). Soetan
Goenoeng Moelia setelah lulus sarjana pulang ke tanah air dan beberapa tahun
berkarir jadi guru di berbagai tempat, kembali ke Belanda untuk melanjutkan
studi ke tingkat doktoral.
Ida Loemongga Nasution adalah perempuan
Indonesia pertama bergelar doktor (Ph.D). Dari tujuh orang Indonesia pertama
bergelar doktor tampaknya tiga orang berasal dari afdeeling Padang Sidempoean (nama
sebelumnya: Afdeeling Mandailing en Angkola): Alinoedin Siregar gelar Radja
Enda Boemi; Ida Loemongga Nasution dan Todoeng Harahap
gelar Soetan Goenoeng Moelia.
Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, anak
seorang guru di Padang Sidempoean yang berangkat ke Belanda tahun 1911 untuk
studi (pendidikan sarjana). Soetan Goenoeng Moelia aktif sebagai pengurus
Perhimpunan Indonesia (Indisch Vereeniging) dan salah satu pendiri Sumatranen
Bond di Belanda tahun 1917. Soetan Goenoeng Moelia pernah sebagai anggota
Volksraad dan Menteri Pendidikan RI yang kedua (setelah Ki Hadjar Dewantara).
Ida Loemongga dan Alimatoe Saadiah: Like Mother, Like
Girl
Alimatoe Saadiah bisa diklaim sebagai
perempuan pribumi yang pertama yang mengecap pendidikan ala Eropa di Padang dan
Fort de Kock. Ayahnya adalah seorang paling terkenal di Padang. Pada tahun 1903
Alimatoe Saadiah menikah dengan seorang dokter lulusan Docter Djawa School di
Batavia, Dr. Haroen Al Rasjid. Putri mereka kelahiran Padang pada tahun 1930
meraih gelar doktor (PhD) di bidang kedokteran di Universiteit Leiden, yang
menjadikan dirinya sebagai perempuan pribumi pertama di Indonesia yang bergelar
doktor (PhD).
Leeuwarder courant, 22-06-1903 |
Setelah menikah, Alimatoe Saadiah tersita
banyak waktunya untuk mengurus keluarga dan terutama untuk membesarkan dan
mendidik anak-anaknya. Waktunya semakin berkurang untuk kegiatan di luar rumah,
karena Alimatoe Saadiah setia mendampingi suaminya yang bertugas
berpindah-pindah tempat: dari Padang, pindah ke Sibolga dan kemudian setelah
pension keluarga Alimatoe Saadiah pindah dan menetap di Lampoeng. Baru setelah
di Tandjong Karang, Alimatoe Saadiah terlibat bidang pekerjaan untuk membantu
suami ketika mereka membuka klinik kesehatan. Klinik kesehatan ini tidak hanya
ditujukan untuk orang-orang Eropa tetapi juga untuk penduduk pribumi.
Diantara kesibukan ikut membantu suami dalam pengembangan
klinik kesehatan di Tandjong Karang dan Bandar Lampoeng, Alimatoe Saadiah tidak
lupa untuk mempersiapkan pendidikan anak-anaknya. Putrinya yang pertama
dimasukkan ke ELS Tandjong Karang. Lalu pendidikan putrinya dilanjutkan ke
Batavia, di Prins Hendrik School (afdeeling-B/IPA). Setelah lulus tahun 1922,
putrinya melanjutkan studi kedokteran ke Belanda (hingga meraih gelar PhD tahun
1931). Ida Loemongga tampaknya dididik dengan baik oleh seorang perempuan yang
juga berpendidikan yang baik (like mother, like girl).
Konon, di Tapanoeli, para ibulah yang mendorong putra-putrinya
untuk bersekolah sekalipun itu jauh. Mereka beranggapan bahwa putra-putrinya
adalah permata baginya: ‘anakkon hi do hamoraon di ahu’ (anakku adalah
kekayaanku). Semangat para ibu ini telah diteliti dengan sangat teliti oleh
Masdoelhak dalam desertasinya yang berjudul ‘De plaats van de vrouw in de
Bataksche Maatschappij’ (Tempat perempuan dalam masyarakat Batak). Masdoelhak
Nasoetion, asal Padang Sidempoean meraih gelar doktor di Utrecht
(Rijksuniversiteit) dengan predikat suma cumlaude pada tahun 1943 (Friesche
courant, 27-03-1943).
Friesche courant, 27-03-1943 |
Alimatoe Saadiah adalah seorang istri yang
setia terhadap suaminya dan berhasil mendidik anak-anaknya hingga sekolah
tinggi, setinggi-tingginya. Alimatoe Saadiah adalah anak seorang mantan guru
yang menjadi editor surat kabar dan pemilik percetakan dan toko buku dan
sekolah swasta di Padang. Ayahnya
bernama Hadji Dja Endar Moeda. Ayah Alimatoe Saadiah dan suaminya Dr. Haroen Al
Rasjid sama-sama lahir di afdeeling Padang Sidempoean, Residentie Tapanoeli,
Province Sumatra’s Westkust. Ayahnya, Saleh Harahap gelar (Mangara)Dja Endar
Moeda alumni Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1884.
Alimatoe Saadiah juga berhasil mendidik putranya yang bernama Gele, yang lahir di Sibolga menyelesaikan sarjana hukum di Universiteit Leiden (1936). Gele Harun, yang juga saudara sekandung Ida Loemongga ini adalah Residen pertama Lampung. Itulah Alimatoe Saadiah boru Harahap, seorang pribumi pertama berpendidikan Eropa (jauh mendahului RA Kartini) yang berhasil membesarkan dan mendidik Ida Loemongga menjadi perempuan Indonesia pertama bergelar doktor.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap
berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada
‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku
hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar