*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Satu sejarah penting di Jakarta pada masa lampau adalah keberadaan benteng (fort) Noordwijk. Di area sekitar benteng ini banyak hal yang dapat diceritakan. Pertama, lokasi benteng Noordwijk berada di hulu sungai Tjiliwong di sisi seblah barat. Dari sinilah sungai Tjiliwong disodet membentuk kanal ke arah barat (sepanjang Jalan Juanda/Veteran yang sekarang) dan kemudian disodet lagi membentuk kanal ke arah timur (Pasar Baru yang sekarang). Akibat penyodetan sungai Tjiliwong tersebut, sungai Tjiliwong ke arah hilir tamat. Eks sungai Tjiliwong ke hilir ini kelak di atasnya dibangun rel kereta api, yaitu ruas rel kereta api antara stasion Juanda dan stasion Mangga Dua yang sekarang.
Satu sejarah penting di Jakarta pada masa lampau adalah keberadaan benteng (fort) Noordwijk. Di area sekitar benteng ini banyak hal yang dapat diceritakan. Pertama, lokasi benteng Noordwijk berada di hulu sungai Tjiliwong di sisi seblah barat. Dari sinilah sungai Tjiliwong disodet membentuk kanal ke arah barat (sepanjang Jalan Juanda/Veteran yang sekarang) dan kemudian disodet lagi membentuk kanal ke arah timur (Pasar Baru yang sekarang). Akibat penyodetan sungai Tjiliwong tersebut, sungai Tjiliwong ke arah hilir tamat. Eks sungai Tjiliwong ke hilir ini kelak di atasnya dibangun rel kereta api, yaitu ruas rel kereta api antara stasion Juanda dan stasion Mangga Dua yang sekarang.
Fort Noordwijk (Peta 1740) |
Bagaimana kisah-kisah
ini berlangsung tentub masih menarik untuk diperhatikan. Ini diawali dengan
pembangunan benteng (fort) Noordwijk dan kemudian diakhiri dengan membangun
masjid besar Istiqlal. Bagaimana detail ceritanya? Mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.
Benteng (Fort) Noordwijk
Bayangkan sungai Tjiliwong pada masa lampau. Di sisi
sebelah barat sungai Tjiliwong dimana sekarang terdapat masjid Istiqlal
dibangun benteng (fort) Noordwijk. Benteng ini dibangun sekitar tahun 1650.
Benteng Noordwijk, di selatan stad (koa) Batavia ini dibangun bersamaan dengan benteng Risjwijk
(di barat) dan benteng Jacatra (di timur). Benteng Jacatra ini berada di hilir benteng
Noordwijk di sisi barat sungai Tjiliwong. Posisi benteng Jacatra ini kira-kira
di Mangga Dua yang sekarang. Beberapa puluh tahun kemudian, untuk mengatasi
banjir di stad (kota) Batavia sungai Tjiliwong disodet di hulu benteng Noordwijk
dengan membangun kanal mengitari benteng dan menarik garis lusrus ke sebelah barat menuju sungai Kroekoet di sekitar benteng
Risjwijk (kanal selatan). Kanal ini adalah kali yang berada diantara jalan
Juanda dan jalan Veteran yang sekarang.
Lukisan Jacatra, 1675 |
Pembangunan kanal selatan tetap menyisakan persoalan
banjir di stad (kota) Batavia. Untuk mengatasinya, sungai Tjiliwong disodet
kembali di hilir benteng Noordwijk dengan membangun kanal baru
ke timur. Kanal ini kini adalah kali di pasar Baru dan kali di sisi jalan
gunung Sahari. Aliran ini langsung diteruskan ke pantai di Antjol (kanal timur).
Untuk mengatur debit air kanal timur ini terlebih dahulu dibangun bendungan yang
kini dikenal sebagai Pintu Air. Pada Peta 1740 kanal timur belum ada.
Sungai Tjiliwong (Peta 1825) |
Dalam perkembangannya, sungai
Tjiliwong ke arah kota (stad) Batavia ditutup (mulai dari sekitar bendungan air
(Pintu Air) hingga sekitar Mangga Dua. Kanal utara seakan menjadi pengganti
sungai yang ditutup. Dengan kata lain sungai Tjiliwong antara benteng (fort)
Noordwijk dan Mangga Dua yang sekarang dihilangkan (ditutup sama sekali). Oleh
karenanya sungai Tjiliwong yang asli hanya sampai di benteng (fort) Noordwijk
atau masjid Istiqlal yang sekarang. Pada Peta 1825 eks sungai Tjiliwong hanya
disebut Oud Tjiliwong. Besar dugaan penutupan sungai Tjiliwong ini terjadi
antara tahun 1740 dan tahun 1825. Pada tahun 1870 di atas eks sungai Tjiliwong
ini dibangun rel kereta api (kini rel kereta api ruas stasion Juanda dan
stasion Mangga Dua).
Fort Noordwijk Dipugar dengan Nama Baru Fort (Citadel) Frederik Hendrik
Pada era Pemerintahan Hindia Belanda mulai diadakan
pembangunan kota-kota secara terintegrasi dan pembangunan jalan-jalan baru
sesuai rencana pembangunan Gubernur Jenderal Daendels. Beberapa persil lahan
swasta mulai dibeli pemerintah. Sejumlah kawasan (area) ditingkatkan. Salah
satu area yang ditata adalah kawasan benteng (fort) Noordwijk.
Program ini sempat terhenti karena pendudukan Inggris (1811-1816).
Pemerintah Inggris dibawah Letnan Gubernur Raffless lebih memilih ibukota di
Semarang dan Buitenzorg. Praktis pembangunan di Batavia sedikit melambat.
Setelah kembalinya Belanda berkuasa, banyak persoalan pemerintah Hindia
Belanda, selain perdagangan yang melambat juga terjadinya berbagai perang di
berbagai wilayah, termasuk Perang Jawa (1825-1830).
Pasca Perang Jawa, pada era Gubernur Jenderal Johannes
van den Bosch (1830-1833) pembangunan ekonomi pertanian dipaksakan dengan
menerapkan sistem stelsel (kultuur/koffie). Untuk memperkuat militer dalam
mendukung sisten stelsel, tata pertahanan mulai dirapihkan. Pembangunan
kampement militer di Batavia dilakukan. Rumah sakit militer dibangun. Kawasan
Weltevreden menjadi pusat militer. Pada saat inilah kawasan (area) Fort
Noordwijk dikembangkan menjadi taman yang disebut Wilhelmina Park.
Cidatel Frederik Hendrik (Peta 1897) |
Wilhelmina Park atau Taman Widjaja Koesoema Menjadi Masjid Istiqlal
Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, pada
tahun 1950 sejumlah nama tempat yang berasosiasi Belanda diganti. Yang pertama
ibukota RIS dari nama Batavia diganti dan ditetapkan dengan Djakarta dan nama
Buitenzorg menjadi Bogor. Selain itu nama-nama jalan juga diubah dengan
nama-nama Indonesia.
Monumen Atjeh di Wilhelmina Park (1914) |
Pada tahun 1951 muncul gagasan untuk membangun masjid yang besar di Djakarta. Sejumlah nama disurvei yang mana salah satunya adalah kebun binatang di Tjikini. Namun dalam perkembangannya lokasi Tjikini tidak sesuai. Dalam diskusi yang dilakukan panitia pembangunan masjid dengan Presiden Soekarno diputuskan lokasi masjid dibangun di Taman Widjaja Koesoema.
Foto udara Cidatel Frederik Hendrik di Wilhelmina Park (1943) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar