Rabu, 17 Maret 2021

Sejarah Papua (28): Burung Cendrawasih dan Kasuari, Burung Cantik Indah Endemik Papua; Perdagangan Burung Tempo Doeloe

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini 

Burung-burung dari Papua sangat indah seperti Cendrawasih dan Kasuari. Oleh karena itu sangat diminati di manca negara atau pasar internasional, bahkan itu sudah terjadi sejak lama di era Portugis. Cendrawasih dan Kasuari menjadi sangat terkenal di Eropa, karena itu para pedagang-pedagang Eropa juga mulai terlibat perburuan burung-burung indah tersebut. Lalu akhirnya para peneliti flora dan fauna juga datang menyambangi Papua.

Barung-burung indah sejak tempo doeloe adalah salah satu mata dagangan dari Papua. Burung-burung dari Papua tidak hanya diekspor dalam keadaan hidup juga dalam bentuk spesimen (karena warna bulunyalah yang menjadi daya tariknya). Selain burung, produk yang diperdagangkan dari Papua banyak macamnya seperti tripang, pinang, kulit kayu putih dan mutiara. Cendrawasih dan Kasuari terbilang burung endemik Papua. Burung endemik di Papua lainnya antara lain adalah burung Nuri Sayap Hitam, Sikatan Biak, Robin Salju, Maleo Waigeo, Maleo Kamur, Perling Papua, Kehicap Biak dan Bondol Arfak.

Bagaimana sejarah (perdagangan) burung di Papua? Tentu saja belum terinforasikan dengan baik dan karena itu tidak ada yang pernah menulisnya. Lantas apa pentingnya perdagangan burung di Papua? Seperti disebut di atas, burung-burung asal Papua sangat khas, sangat cantik seperti cendrawasih dan kasuari dan setiap orang membicarakannya, namun tidak seorang pun mengenal sejarahnya. Hal itulah mengapa sejarahnya perlu ditulis. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Perdagangan Burung Tempo Doeloe: Cendrawasih dan Kasuari

Tunggu deskripsi lengkapnya

Burung Endemik Papua

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar