*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Karel Satsuit Tubun (KS Tubun), lebih tepatnya Karel Sadsuitubun (K Sadsuitubun) adalah Pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional tanggal 05 Oktober 1965 (era Soekarno). Seperti halnya Kapten PA Tendean yang mengawal Jenderal Abdoel Haris Nasution, Inspektur Polisi K Sadsuitubun yang mengawal Dr Johannes Leimena K Sadsuitubun, adalah dua diantara yang terbunuh dalam peristiwa G 30 S/PKI 1965. Mereka yang trerbunuh dalam peristiwa tersebut dikenal sebagai Pahlawan Revolusi.
Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Karel Sadsuitubun? Seperti disebut di atas, Karel Sadsuitubun adalah salah satu Paglawan Revolusi, yang terbunuh dalam peristiwa G 30 S/PKI 1965. Mengapa terbunuh? Inspektur Polisi K Sadsuitubun adalah pengawal Wakil Perdana Menteri II Kabinet Dwikora I (27 Agustus 1964-22 Februari 1966). Lalu bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Karel Sadsuitubun kelahiran Tual? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Pahlawan Nasional K Sadsuitubun dan Pahlawan Nasional J Leimena
Nama Karel Sadsuitubun dikenal haruslah dihubungkan dengan nama besar Dr Johannes Leimena. Nama Leimena sudah sejak lama diketahui sebagai mahasiswa STOVIA di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-05-1925). yang menjadi salah satu anggota panitia Kongres Pemuda yang kedua yang diadakan di Batavia tahun 1928. Pada tahun 1965, Dr J Leimena adalah Wakil Perdana Menteri II dalam Kabinet Dwikora I (27 Agustus 1964 sampai 22 Februari 1966).
Panitia Kongres Pemuda 1928 terdiri dari Soegondo (ketua), Mohamad Jamin (sekretaris) dan Amir Sjarifoeddin Harahap (bendahara). Ketiganya mahasiswa fakultas hukum Rechthoogeschool di Batavia. Leimena adalah salah satu anggota panitia (mahasiswa sekolah kedokteran STOVIA). Pada permulaan era Republik Indonesia Three Founding Fathers adalah Ir Soekarno (presiden). Drs Mohamad Hatta (wakil presiden) dan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap (menteri penerangan yang secara degacto merangkap menteri pertahanan/BKR). Ketiganya berasal dari tiga keahlian berbeda (teknik, ekonomi dan hukum). Dalam perkembangannya kabinet presidensial dibububarkan dengan mengubah menjadi kabinet parlementer yang mana ditunjuk Soetan Sjahrir oleh Presiden Soekarno untuk membentuk kabinet. Mr Amir Sjarifoeddin Harahap tetap pada posisinya (menteri penerangan/menteri BKR)dan satu-satunya yang masih bertahan dari kabinet sebelumnya atau kabinet pertama (2 September 1945-14 November 1945). Pada kabinet kedua Soetan Sjahrir (12 Maret 1946-2 Oktober 1946) Dr J Leimena diangkat sebagai Menteri Muda Kesehatan (ini mengindikasikan untuk kali pertama dua pentolan Kongres Pemuda 1928 duduk bersama dalam kabinet). Soetan Sjahrir mengundurkan diri Mr Amir Sjarifoeddin Harahap terpilih sebagai Perdana Menteri. Dalam Kabinet Amir (3 Juli 1947-11 November 1947) Dr J Leimena promosi menjadi Menteri Kesehatan (jabatan yang cukup lama hingga pada akhirnya Dr J Leimena menjadi Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Dwikora I).
Nama Karel Sadsuitubun diberitakan tahun 1965. Inspektur Polisi Karel Sadsuitubun termasuk salah satu yang terbunuh dalam peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 (gerakan 30 September 1965). Inspektur Polisi Karel Sadsuitubun saat itu bertugas sebagai pengawal Wakil Perdana Menteri Dr J Leimena. Ada sepuluh yang terbunuh dalam peristiwa G 30 S/PKI. Mereka itu telah dinaikkan pangkatnya sebagai anumerta (lihat Gereformeerd gezinsblad / hoofdred. P. Jongeling, 20-08-1966) adalah Jenderal Achmad Jani, Letnan Jenderal R Soeprapto, Letnan Jenderal MT Harjono, Letnan Jenderal. S Parman, Mayor Jenderal DI Pandjaitan, Mayor Jenderal Soetojo Siswomihordjo, Brigadir Jenderal Katamso, Kolonel Soegijono, Kapten P Tendean dan adj. Inspektur Polisi K Satsuit Toeboen.
Dalam berita pada masa itu, nama Karel Sadsuitubun ditulis K Satsuit Toeboen. Pada masa kini, pihak keluarga ingin mengoreksi nama yang seharusnya adalah Karel Sadsuitubun atau disingkat K Sadsuitubun. Iya, memang nama tidak bisa diubah, namun penulisan nama yang salah dapat diperbaiki. Nama Sadsuitubun yang diduga sebagai nama marga sudah pernah diberitakan pada tahun 1960 (lihat potongan berita Nieuw Guinea koerier: de groene : onafhankelijk dagblad voor Ned. Nieuw Guinea, 29-07-1960).
Kapten (Geni) Pierre Andries Tendean (21 Februari 1939-1 Oktober 1965) yang terbunuh dalam peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 adalah sebagai ajudan Kepalad Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Abdoel Haris Nasoetion (yang belum lama menggantikan Kapten (Kavelary) Adolf Goestaf Manoellang. Sebagai Wakil KASAD saat itu adalah Letnan Jenderal Achmad Jani.
Sejak bulan Mei 1957, Leimena menjadi anggota Dewan Nasional dan masih di tahun itu ia ditunjuk sebagai anggota Panitia 7 orang yang bertugas untuk menangani permasalahan dalam TNI Angkatan Darat beserta Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta, Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja, Kasad TNI AD Jenderal Abdul Haris Nasution (merangkap Menko Hankam), Sultan Hamengkubuwono IX (Menteri/Ketua BPK), dan Abdul Azis Saleh (Menko Perindustrian Rakyat), Pada saat peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965, yang menjadi sasaran tembak Jenderal Abdoel Haris Nasoetion yang rumahnya berdekatan, Saat terjadi tembak menembak Inspektur Polisi K Satsuit yang mengawal rumah j Leimena terbunuh dan demikian juga dengan ajudan Abdul Haris Nasution yakni PA Tendean. Abdul Haris Nasution setelah kejadian sempat melarikan diri namun potrinyaa Ade Irma Soerjani terkena peluru dan meninggal dunia.
Pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1966 keluarga para Pahlawan Revolusi diudang ke istana (lihat Gereformeerd gezinsblad / hoofdred. P. Jongeling, 20-08-1966). Disebutkan undangan itu setelah Presiden Soekarno menyampaikan pidato pada acara peringatan. Saat inilah Presiden Soekarno memberikan penghormatan anumerta (pemberian kenaikan pangkat) kepada para pahlawan revolusi Indonesia dengan menyematkan medali pada janda sepuluh pahlawan revolusi. Beberapa bulan kemudian sebagai penghargaan tamabahn gambar 10 pahlawan revolusi tersebut diterbitkan berupa enam prangko (lihat Tubantia, 21-01-1967).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Karet Sadsuitubun lahir di Tual, Maluku Tenggara: Sejarah Pembebasan Irian Barat, 1963
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar