Kamis, 08 Juni 2023

Sejarah Banyuwangi (30): Pendidikan di Banyuwangi, Bagaimana Bermula? Sekolah Eropa/Belanda vs Sekolah untuk Pribumi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya bidang kesehatan, pada awal Pemerintah Hindia Belanda juga mendapat perhatian. Hanya saja, penyelenggaraan Pendidikan bagi anak-anak Eropa/Belanda yang berkembang. Bagaimana dengan sekolah untuk pribumi? Mari kita telusuri.


Pendidikan dan Pergerakan Nasional: Banyuwangi Awal Abad 20. Bahagio Raharjo. Jurnal Handep: Sejarah dan Budaya Volume 5, No. 2, June 2022. Abstract. Modern education in Banyuwangi, which was established by the government, firstly appeared in 1819 in the form of the Europeesche Lagere School (ELS), approximately two years after the first school has founded in the Dutch East Indies. The existence of this school is inseparable from the interests and needs of the government to prepare skilled government employees. The existing schools were not well developed even though the need for modern schools increased. The enactment of the ethical policy provided an opportunity for non-government parties. Subsequently, schools established by Indo-European, Arab, and Chinese entrepreneurs, and national movement organization. This paper studies the dynamics of their roles in founding a modern school in Banyuwangi during the era of ethical policy. This study used historical methods to explain the education and policies that encouraged the nongovernment sector’s efforts at that time in actively establishing schools for their respective groups. The study found that ethical policy opened opportunities and strengthened the existence of parties outside the government to establish schools in Banyuwangi and develop modern education. The changes were in the strengthening of plantation companies that promoted the opening of new areas, the economic crisis, and the politics of segregation demanded the availability of schools for all groups. (https://handep.kemdikbud.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah pendidikan di Banyuwangi, bagaimana bermula? Seperti disebut di atas, pendidikan di wilayah Banyuwangi awalnya hanya sukses bagi anak-anak Eropa/Belanda. Untuk itu ada baiknya memperhatikan sekolah Eropa/Belanda vs sekolah untuk pribumi. Lalu bagaimana sejarah pendidikan di Banyuwangi, bagaimana bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pendidikan di Banyuwangi, Bagaimana Bermula? Sekolah Eropa/Belanda vs Sekolah untuk Pribumi

Setelah pemulihan Pemerintah Hindia Belanda, untuk pertama kali pemerintah mendirikan sekolah di Weltevreden pada tahun 1817. Setahun berikutnya sekolah pemerintah didirikan di Semarang (lihat Bataviasche courant, 21-11-1818). Dalam perkembangannya diketahui sudah ada ada sekolah di Gresik, Soerabaja dan di Banjoewangi. Di Banjoewangi yang menjadi guru adalah Scholten (lihat Bataviasche courant, 11-03-1820).


Sejauh ini sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah adalah sekolah dasar. Sekolah-sekolah yang ada berada di kota-kota pantai. Untuk kota-kota lain seperti Japara, Rembang dan Soerakarta masih dalam rencana. Selain itu, sejak awal sudah ada sekolah militer di Semarang. Sekolah-sekolah swasta sejak masa pendudukan Inggris sudah ada di Batavia dan Semarang, kemudian disusul di Soerabaja. Untuk sekolah pemerintah guru-guru juga didatangkan dari Belanda. Sejauh ini belum ada sekolah pemerintah untuk pribumi.

Berdasarkan Almanak 1827, di Banjoewangi yang menjadi guru masih tetap JF Scholten. Sekolah pemerintah, selain yang disebut di atas, sudah ada di Buitenzorg, Cheribon, Soeracarta, Djogjacarta, Rembang, Japara dan Soemanap.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sekolah Eropa/Belanda vs Sekolah untuk Pribumi: Mengapa Telat Pendidikan Pribumi di Banjoewangi?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar