Minggu, 29 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (108): Bahasa Tidung di Pantai Timur Kalimantan-Borneo; Kerajaan Tidoeng dan Dialek-Dialek Bahasa Tidung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Tidung merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara Pulau Kalimantan (Kalimantan Utara). Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah, jadi merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (negeri Sabah). Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung. Tetapi akhirnya punah.


Bahasa Tidung atau Tidong adalah dipertuturkan oleh suku Tidung di Kalimantan Utara, dan juga di Sabah, Malaysia. Di Indonesia, bahasa Tidung dituturkan di Kabupaten Bulungan, Malinau, Nunukan, Tana Tidung, dan Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara. Sementara di Malaysia, bahasa Tidung dituturkan di Sabah. Di sebar tutur bahasa Tidung, penuturnya juga berkonta dengan penutur bahasa lain seperti bahasa Melayu, Punan, Tenggalan, dan bahasa-bahasa lainnya di Sabah. Bahasa Tidung memiliki beberapa dialek: Nunukan, Penchangan, Sedalir (Salalir, Sadalir, Saralir, Selalir) Tidung, Tarakan (Terakan), Sesayap, Sebuku. Sementara menurut Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada tiga dialek, antara lain: Dialek Berusu, Dialek Sesayap, dan Dialek Tagul. Bahasa Tidung memiliki perbedaan dengan bahasa-bahasa lainnya di Kalimantan Utara. Pada penghitungan dialektrometri, bahasa Tidung memiliki perbedaan 90%—92% dengan bahasa-bahasa tersebut, antara lain bahasa Tidung dengan bahasa Long Pulung sebesar 90%; bahasa Lundayeh sebesar 91%; serta bahasa Tenggalan sebesar 92%. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Tidung di pantai timur Kalimantan-Borneo? Seperti disebut di atas bahasa Tidoeng memiliki beberapa dialek bahasa. Bagaimana kerajaan Tidoeng tempo doeloe dan dialek-dialek bahasa Tidung? Lalu bagaimana sejarah bahasa Tidung di pantai timur Kalimantan-Borneo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Tidung di Pantai Timur Kalimantan-Borneo; Kerajaan Tidoeng dan Dialek-Dialek Bahasa Tidung   

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kerajaan Tidoeng dan Dialek-Dialek Bahasa Tidung: Bahasa Melayu vs Bahasa Tidoeng

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar