*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Buru adalah sebuah kelompok etnis yang tinggal di pulau Buru, Indonesia, serta
pada beberapa Kepulauan Maluku lainnya. Mereka juga menyebut diri Gebfuka atau
Gebemliar yang secara harfiah berarti "orang dunia" atau "orang
tanah". Orang Buru terkait dengan kelompok antropologi Indonesia Timur dan
dari titik etnografis pandang yang sama dengan masyarakat adat lain dari pulau
Buru. Mereka berbicara dalam bahasa Buru.
Bahasa Buru merupakan sebuah bahasa Austronesia yang dituturkan di Pulau Buru, Maluku. Bahasa Buru termasuk ke dalam rumpun bahasa Maluku Tengah yang juga mencakup sebagian besar bahasa-bahasa Austronesia di Kepulauan Maluku. Di antara bahasa-bahasa Maluku Tengah, bahasa Buru paling dekat hubungannya dengan bahasa-bahasa di kepulauan Sula dan Taliabu, membentuk subkelompok Buru-Sula-Taliabu dalam rumpun Maluku Tengah. Rumpun bahasa Maluku Tengah sendiri termasuk dalam kelompok Melayu-Polinesia (cabang Tengah-Timur) dari keluarga Austronesia. Bahasa Buru memiliki lima dialek, yaitu Masarete, Wae Sama, Rana, Lisela, dan Fogi. Di antara kelima dialek bahasa Buru, dialek Lisela merupakan dialek yang paling berbeda secara kosakata. Namun, dalam hal struktur, dialek Lisela hampir persis sama dengan dialek Masarete dan Rana. Perbedaan antar dialek juga tidak menghalangi usaha untuk berkomunikasi satu sama lainnya. Ditambah lagi, masyarakat Buru menganggap bahwa kelima dialek ini merupakan satu kesatuan dan bukannya bahasa-bahasa berbeda. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Buru orang Buru di pulau Buru di wilayah Maluku? Seperti disebut di atas bahasa Buru dituturkan oleh orang Buru di pulau Buru; Pulau Seram di timur dan pulau Sula di utara. Lalu bagaimana sejarah bahasa Buru orang Buru di pulau Buru di wilayah Maluku? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Buru Orang Buru di Pulau Buru di Wilayah Maluku; Pulau Seram di Timur dan Pulau Sula di Utara
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pulau Seram di Timur dan Pulau Sula di Utara: Navigasi Pelayaran Zaman Kuno di Pulau Buru
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar