*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia ada satu hari dalam satu tahun diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Berdasarkan Keputusan Presiden tanggal 16 Desember 1959, ditetapkan Hari Pendidikan pada tanggal 25 November. Namun dalam perkembangannya, tanggal tersebut dianulir dan kemudian diganti menjadi tanggal 2 Mei (Keputusan Presiden No. 67 tanggal 17 Februari 1961). Apa yang sedang terjadi? Apakah dalam menentukan hari pendidikan nasional begitu sepele atau sangat rumit?
Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional. Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era kolonialisme Belanda, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan. Hari nasional ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda, dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia. Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani ("di belakang memberi dorongan"), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April 1959. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah Hari Pendidikan 25 November menjadi 2 Mei? Seperti disebut di atas, awalnya hari pendidikan nasional selama ini jatuh pada tanggal 25 November yang kemudian ditetapkan pemerintah pada tahun 1959, tetapi kemudian diubah menjadi tanggal 2 Mei pada tahun 1961. Dalam hal ini hari kelahiran organisasi guru menjadi hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Lalu bagaimana sejarah Hari Pendidikan 25 November menjadi 2 Mei? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung
(pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis)
dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Hari Pendidikan 25 November Menjadi 2 Mei; Hari Guru Menjadi Hari Kelahiran Ki Hadjar Dewantara
Dalam awal perkembangan pendidikan pribumi, peran guru sangat penting dan strategis. Guru tidak hanya mengasuh murid di kelas, juga menyusun kurikulum sendiri dan bahkan menulis buku-buku pelajaran. Itu yang sudah dilakukan oleh guru Willem Iskander pada tahun 1862 dan murid-muridnya yang menjadi guru. Setelah hampir setengah abad guru-guru pribumi di Hindia Belanda sudah sangat banyak dan telah membentuk perhimpunan guru pribumi (Vereeniging Inlandsch Onderwijs=VIO). Organisasi guru-guru pribumi ini didirikan di Bandoeng pada tanggal 20 Juli 1911 dengan tujuan untuk meningkatkan pendidikan pribumi pribumi terutama pendidikan pribumi menengah di sekolah-sekolah guru (kweekschool) dan memajukan kepentingan para guru yang bekerja di sekolah guru (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 12-09-1911).
Sementara itu, nun jauh di Belanda, Soetan Casajangan diundang oleh
Vereeniging Moederland en Kolonien (Organisasi para ahli/pakar bangsa Belanda
di negeri Belanda dan di Hindia Belanda) untuk berpidato dihadapan para
anggotanya. Dalam forum yang diadakan pada bulan Oktober 1911, Soetan Casajangan,
berdiri dengan sangat percaya diri dengan makalah 18 halaman yang berjudul:
'Verbeterd Inlandsch Onderwijs' (peningkatan pendidikan pribumi): Berikut
beberapa petikan penting isi pidatonya:
Geachte Dames en Heeren! (Dear Ladies and Gentlemen).
...saya selalu berpikir tentang pendidikan bangsa saya...cinta saya
kepada ibu pertiwi tidak pernah luntur...dalam memenuhi permintaan ini saya
sangat senang untuk langsung mengemukakan yang seharusnya…saya ingin bertanya
kepada tuan-tuan (yang hadir dalam forum ini). Mengapa produk pendidikan yang
indah ini tidak juga berlaku untuk saya dan juga untuk rekan-rekan saya yang
berada di negeri kami yang indah. Bukan hanya ribuan, tetapi jutaan dari mereka
yang merindukan pendidikan yang lebih tinggi...hak yang sama bagi
semua...sesungguhnya dalam berpidato ini ada konflik antara 'coklat' dan
'putih' dalam perasaan saya (melihat ketidakadilan dalam pendidikan
pribumi).
Pada bulan Januari 1912 di Megelang dibentuk Perserikatan Goeroe-Goeroe Hindia Belanda yang disingkat PGHB (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-02-1912). PGHB ini menjadi suksesi organisasi sebelumnya (VIO). Boleh jadi PGHB ini dibentuk karena telah membaca pidato guru Soetan Casajangan di Belanda. Catatan: Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan adalah guru pribumi yang telah meraih gelar sarjana pendidikan.
Serikat PGHB ini tumbuh dengan cepat ukurannya. Menurut surat kabar di
Bandoeng „Express’ tidak hanya sebagian besar guru Jawa tetapi juga banyak guru
Sumatera dan dari wilayah lainnya telah menyatakan dukungan mereka terhadap
upaya serikat (lihat De avondpost, 17-07-1912). Perlu ditambahkan disini juga
telah terbentuk perserikatan dokter pribumi di Weltevreden (lihat De
Preanger-bode, 02-10-1911). Disebutkan statuta Vereeniging van Inlandsche
geneeskundigen (Asosiasi Dokter Pribumi) di Weltevreden telah disetujui
pemerintah. Catatan: sekolah kedokteran Batavia (Docter Djawa School/STOVIA)
dan sekolah-sekolah guru (kweekschool)—di berbagai tempat seperti di Bandoeng,
Magelang, Makasar. Jogjakarta, Probolinggo, Makassar, Ambon dan Fort de Kock— adalah
jenjang sekolah tertinggi di Hindia yang khusus bagi pribumi.
Pada tahun 1912 ini pengurus organisasi kebangsaan Boedi Oetoemo (yang berkedudukan di Jogjakarta) telah mengirim satu guru muda, yang baru lulus di kweekschool Jogjakarta, Sjamsi Widagda ke Belanda untuk meningkatkan pendidikan. Sebagaimana diketahui salah satu program utama Boedi Oetomo dalam pengurusan ini adalah peningkatan mutu guru dan penerbitan majalah pendidikan Goeroe Desa. Di Belanda, Mas Samsi dititipkan sepenuhnya kepada Soetan Casajangan, seorang mantan guru pribumi dari negeri Batak, yang telah lulus ujian guru Belanda (MO, sarjana pendidikan setara lulusan IKIP pada masa ini) 1.5 tahun yang lalu dan saat ini menjabat sebagai guru (bahasa Melayu) di Handelschool di Haarlem. Catatan: Samsi Sastrawidagda lahir di Solo tanggal 13 Maret 1894.
De expres, 04-06-1912: De expres, 04-06-1912: ‘Asosiasi untuk Promosi Pendidikan Netral telah mengambil alih banyak aktivitas manajemen pusat Boedi Oetomo. Tidak dapat diragukan lagi bahwa asosiasi di bawah Boedi Oetomo ini akan berbuat banyak untuk kepentingan pendidikan, dilihat dari aktivitas dan kualitas para pengelola. Calon guru Mas Samsi, yang telah dikirim ke Belanda oleh Boedi Oetomo yang sedang melanjutkan studi di sebuah perguruan tinggi swasta di Den Haag, langsung diterima di kelas 3 disana. Meski baru tiga bulan di kelas ini, ada peluang baginya untuk naik kelas ke kelas yang lebih tinggi di bulan ini, sehingga ia berharap bisa siap pada tahun 1913. Di Belanda, Mas Samsi dititipkan sepenuhnya pada Soetan Gasajangan, seorang mantan guru pribumi dari negeri Batak, yang telah lulus ujian guru Belanda 1.5 tahun yang lalu dan saat ini menjabat sebagai guru di Handelschool di Haarlem’.
Sjamsi Widagda lulus ujian akta guru LO pada bulan
Mei tahun 1913 (lihat Het vaderland, 02-06-1913). Tampaknya Sjamsi Widagda
belum segera pulang ke tanah air. Sjamsi Widagda akan melanjutkan pendidikan ke
yang lebih tinggi (MO). Sementara itu pada tahun 1913 Tan Malaka, guru muda
lulusan kweekschool Fort de Kock tiba di Belanda untuk melanjutkan pendidikan guru.
Dalam hal ini Tan Malaka dan Sjamsi Widagda adalah estafet Soetan Casajangan
sebagai guru-guru pribumi di Belanda.
Pada tahun 1913 ini Soetan Casajangan harus segera ke tanah air. Hal itu
karena telah turun beslit dari Menteri Koloni yang menyatakan Soetan Casajangan
diangkat sebagai direktur sekolah guru Kweekschool di Fort de Kock. Soetan
Casajangan berangkat ke tanah air pada bulan Juli 1913. Soetan Casajangan, guru
di Padang Sidempoean, lulusan sekolah guru (Kweekschool) Padang Sidempoean
sendiri memulai pendidikan guru di Haarlem pada tahun 1905. Pada tahun 1907
Soetan Casajangan lulus akta LO. Pada tahun 1908 setelah ada sekitar 20 pelajar/mahasiswa
pribumi di Belanda, Soetan Casajangan menginisiasi organisasi pelajar/mahasiswa
pribumi di Belanda yang diberi nama Indische Vereeniging dan secara aklamasi diangkat
sebagai ketua. Soetan Casajangan lulus akta MO pada tahun 1909 dan kemudian
diangkat sebagau guru di Handelschool di Amsterdam. Pada tahun 1911 Soetan Casajangan
sebagai ketua Indische Vereeniging digantikan oleh Noto Soeroto. Pada tahun 1911
ini Soetan Casajangan mendirikan Studiefond, untuk menggalang dana yang akan
dibutuhkan pelajar/mahasiswa yang membutuhkan baik yang tengah studi maupun
yang akan tiba di Belanda.
Pada saat Soetan Casajangan dalam pelayaran dari Belanda pulang ke tanah air, di Bandoeng terjadi satu kehebohan. Para anggota Komite Boemi Poetra yang akan menyelenggarakan rapat umum ditangkap (lihat De Preanger-bode, 30-07-1913). Para anggota Komite Boemi Poetra telah dipenjara, termasuk ketua Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (sekretaris-bendahara). Penangkapan ini terkait dengan pembuatan selebaran. ‘Als ik een Nederlander was’ (Jika saya seorang Belanda, saya pertama-tama akan memberi kebebasan kepada orang-orang yang diperbudak, dan kemudian pertama-tama memperingati kebebasan kita sendiri!). Pamflet ini diketahui telah beredar di Solo, Chirebon dan Batavia (lihat De Preanger-bode, 31-07-1913). Dalam perkembangan terbaru Abdul Moeis dan Wirnjadisastra ditangkap namun kemudian keduanya dibebaskan (lihat De Preanger-bode, 01-08-1913). Dr Tjipto dan Soewardi tetap ditahan.
Dr Tjipto Mangoenkoesoemo lulus sekolah kedokteran Batavia (Docter Djawa
School) pada tahun 1905 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
07-11-1905). Setelah ditugaskan di beberapa tempat kemudian menetap di
Bandoeng. Raden Mas Soewardi pada bulan November 1904 dinyatakan lulus kelas 1
tingkat persiapan di Docter Djawa School. Teman satu kelas antara lain
Raden Angka dan JB Sitanala. Di atas mereka setahun antara lain M Goenawan,
Raden Soetomo, Raden Goembrek dan Raden Slamet. Pada kelas tertinggi yang lulus
kelas 5 medik naik ke kelas 6 terdapat 10 orang antara lain Abdul Hakim
Nasoetion, Abdul Karim Harahap dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Raden Mas Soewardi kemudian
diketahui gagal di Docter Djawa School ke tingkat medik. Raden Mas Soewardi
kemudian diketahui mengikuti sekolah Ambtenaren (OSVIA) di Bandoeng. Raden Mas
Soewardi dinyatakan lulus pada tahun 1910 (lihat De Preanger-bode, 14-09-1910).
Pada tahun 1912 Raden Mas Soewardi berhenti sebagai pegawai pos dan telegraf di
Bandoeng terhitung sejak tanggal 17 Mei 1912 (lihat De Preanger-bode, 06-09-1912).
Tidak diketahui apa yang menjadi alasan berhentinya Raden Mas Soewardi. Yang
jelas dalam pada saat dilakukan pertemuan publik IP [Indisch Partij] di
Bandoeng, Raden Mas Soewardi turut hadir (lihat De Preanger-bode, 17-01-1913). Tidak lama setelah pertemuan
publik diberitakan bahwa di Bandoeng didirikan cabang Sarikat Islam (SI) pada
tanggal 9 Februari 1913 di aloon-aloon yang dihadiri 400 orang (lihat De
Preanger-bode, 10-02-1913). Disebutkan Presiden sementara RM Soewardi. SI
sendiri berpusat di Soerabaja yang dipimpin Tjokroaminoto. Dalam pertemuan umum
Boesi Oetomo cabang Bandoeng berhasil menyusun pengurus baru (lihat De
Preanger-bode, 07-07-1913). Dalam susunan pengurus baru Raden Mas Soewardi
duduk sebagai Sekretaris pertama. Raden Mas Soewardi keluar
dari Sarikat Islam (lihat De Preanger-bode, 18-07-1913). Disebutkan dalam rapat
dewan Sarikat Islam yang diadakan semalam, RM Soewardi dan Abdul Moeis,
masing-masing sebagai ketua dan sekretaris, mengajukan pengunduran diri karena
keadaan yang mendesak. Apa yang menjadi alasan mendesak Raden Mas Soewardi
mengundurkan diri dari kepengurusan SI cabang Bandoeng tidak diketahui secara
jelas. Padahal Raden Mas Soewardi adalah pendiri SI Bandoeng dan SI Bandoeng
sendiri bahkan masih belum mapan sebagai organisasi cabang yang belum lama
didirikan, Apakah Raden Mas Soewardi telah menemukan haluan baru? Beberapa hari
kemudian di Bandoeng nama Raden Mas Soewardi yang telah sering ditulis sebagai
Soewardi Soerjaningrat diketahui telah terlibat dalam penyebaran pamflet (lihat
De Preanger-bode, 26-07-1913). Disebutkan dalam pamflet tersebut bahwa komite
penduduk pribumi akan melakukan peringatan pembebasan dari Belanda dan akan mengirim
telegram kepada Ratu pada hari peringatan tersebut. dan juga ingin meminta
pembentukan segera parlemen Hindia. Pamflet ini telah dikeluarkan Komite brosur
pertama tertanggal 12 Juli 1913. Pamflet yang diedarkan, sebelum diadakan
pertemuan publik IP yang menjadi sebab ketua Tjipto Mangoenkoesoemo dan
Soewardi Soerjaningrat (sekretaris-bendahara) ditangkap. Catatan: Komite Boemi
Poetra ini pada masa ini disebut sebagai Indische Partij (Partai Hindia).
Indische Partij didirikan pada tanggal 25 Desember 1912. Para pendiri adalah Dr.
Tjipto Mangoenkoesoemo, EFE Douwes Dekker dan Raden Mas Soewardi.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Hari Guru Menjadi Hari Kelahiran Ki Hadjar Dewantara: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa
Setelah melalui sidang di Batavia, akhirnya tiga tokoh tersebut diputuskan untuk diasingkan ke tempat yang berbeda. EFE Douwes Dekker ke Koepang, Dr. Tjipto ke Banda dan RM Soewardi ke Bangka (lihat Arnhemsche courant, 19-08-1913). Sebelum diberangkatkan ke pengasingan mereka diberi kesempatan selama 30 hari untuk menyelesaikan sesuatu dengan tetap di bawah pengawasan polisi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-08-1913).
Selama persiapan pengasingan untuk tiga tokoh revolusioner tersebut
muncul rumor bahwa Tjipto diasingkan tidak ke Banda tetapi ke Eropa (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1913). Rumor itu telah menjadi
terang. De Preanger-bode, 05-09-1913 melaporkan bahwa besok Tjipto dan Soewardi
berangkat dari Bandoeng di bawah pengawasan polisi menuju Batavia kemudian ke
Singapoera dan akan bergabung dengan EFE Douwes Dekker. Berita ini diperkuat
oleh coresponden surat kabar Belanda di Batavia bahwa hari ini (Sabtu) Douwes
Dekker, Tjipto dan Soewardi telah berangkat ke Eropa dengan kapal laut Jerman
(lihat Algemeen Handelsblad, 07-09-1913).
Douwes Dekker, Tjipto dan Soewardi akhirnya diasingkan ke Eropa. Sebelum berangkat ke Eropa, EFE Douwes Dekker di penjara Weltevreden masih sempat menulis surat terbuka untuk orang-orang Eropa/Belanda (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-09-1913). Di dalam surat terbuka Douwes Dekker meminta orang-orang Belanda untuk pulih dari ketidakadilan yang dilakukan terhadapnya dan sesama temannya Tjipto dan Soewardi. Disebutkan surat itu ditulis di penjara di Weltevreden.
Indische Partij paling tidak dihubungan dengan tiga tokoh utama: Dr,
Tipto Mangoenkoesoemo; EFE Douewes Dekker dan RM Soewardi Soejaningrat. Dalam
hal ini Dr. Tjipto tidak pernah terhubung dengan Boedi Oetomo maupun SI. Dr.
Tjipto mengusung visi nasional secara keseluruhan. Sebaliknya RM Soewardi
terhubung dangan Boedi Oetomo dan SI. Sedangkan EFE Douwes Dekker, seperti
halnya Dr. Tjipto tidak terhubung dengan Boedi Oetomo dan SI, tetapi EFE Douwes
Dekker terhubung dengan Indische Bond yang didirikan tahun 1898 oleh Zaalberg
(editor Bataviaasch nieuwsblad), suatu perhimpunan orang-orang Indo di Hindia
yang memperjuangkan pemisahan Hindia dari Belanda. Indische Partij dalam hal
ini dapat dikatakan perluasan Indische Bond diantara pendukung pemisahan Hindia
dari Belanda (Insulinde).
Tiga revolusioner tersebut telah tiba di Belanda (lihat Bredasche courant, 03-10-1913). Disebutkan Para interniran di Den Haag. Douwes Dekker, Tjipto dan Soewardi tiba di Den Haag kemarin, ditemani oleh istri mereka dengan kereta api. Di stasion mereka diterima oleh sekitar 30 anggota partai dengan musik yang dibawakan SP-marsch. Mereka ini diduga adalah orang Belanda (ASDP?) dan pelajar/mahasiswa pribumi di Belanda yang mendukung gerakan Bandoeng.
Di kalangan pribumi muncul dari Dt. Radjiman, yang cenderung merendahkan
dua revolusioner pribumi yang sedang diasingkan di Belanda (lihat Het nieuws
van den dag voor Nederlandsch-Indie, 25-10-1913). Disebutkan Dt. Radjiman, seorang dokter
kraton Solo dalam ceramahnya di Semarang hari ini tentang Sarikat Islam Klaim
yang dibuat oleh kedua pria ini pasti ditiup dari luar, mereka mungkin tidak
terpikir oleh mereka sendiri. Begitulah cara berpikir seorang pribumi yang maju
yang tahu tentang tuan-tuan (papegaaien). Pendapat ini boleh benar dan juga
bisa salah.
Sementara itu di tanah air, pada tahun 1914 di Batavia Dr. Soetomo baru pulang berdinas dari Deli. Dr. Soetomo tiba di Batavia hatinya pilu dan sedikit marah. Dr. Soetomo merasa perlu berbicara di tengah anggota Boedi Oetomo. Satu-satunya cabang Boedi Oetomo yang dipimpin oleh orang muda adalah Boedi Oetomo cabang Batavia yang dipimpin oleh alumni STOVIA yakni Sardjito (kelak lebih dikenal sebagai Rektor UGM yang pertama). Lalu Boedi Oetomo cabang Batavia mengadakan rapat umum (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-07-1914). Rapat publik ini diadakan di gedung Boedi Oetomo di Gang Kwinie 3 yang mana tema yang dibicarakan Dr. Soetomo tentang kontrak kuli di Deli.
Dalam rapat publik di Boedi Oetomo cabang Batavia Dr. Soetomo dalam
pidatonya berapi-api. Dr. Soetomo menyatakan: ‘Kita tidak bisa hidup sendiri’.
Dr. Soetomo melanjutkan, ‘Kita tidak bisa hidup sendiri, bangsa kita Jawa tidak
bisa terkungkung, kuli-kuli asal Jawa sangat menderita di Deli atas perlakukan
yang tidak adil dari para planter pengusaha perkebunan asing’. Dr. Soetomo
melanjutkan: ‘Banyak orang Tapanoeli yang pintar, mereka ada dimana-mana...kita
tidak bisa hidup sendiri lagi’.
Di Belanda, tiga serangkai telah terrpencar. EFE Douwes Dekker telah menetap di Geneva. Paling tidak keterangan ini diketahui pada pertengah Juni 1914 (lihat De Maasbode, 27-06-1914). Dalam berita ini disebutkan bahwa Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo sedang sakit dan tengah dirawat di sebuah klinik swasta. Dr. Tjipto menederita kelumpuhan. Pada bulan Maret 1914 Pemerintah Hindia pernah mengirimkan tawaran kepada Dr. Tjipto untuk menandatangani perjanjian tidak membuat agitasi dan diizinkan kembali ke Hindia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-07-1914). Hal ini karena keahliannya (sebagai dokter) dibutuhkan di Hindia. Dalam perkembangannya diketahui permintaan Dr. Tjipto kepada Menteri Koloni dikabulkan tanggal 24 Juli unruk kembali ke tanah air karena alasan kesehatan (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 29-07-1914).
Bagaimana dengan Soewardi? Disebutkan bahwa Soewardi akan mengikuti studi untuk mendapatkan akte guru. Setibanya Dr. Tjipto di tanah air, berita tentang Douwes Dekker dan Soewardi juga muncul (De Sumatra post, 19-10-1914). Disebutkan atas permintaan Ratu, Dekker dan Soewardi juga untuk dibebaskan sebagai interniran dan dikembalikan ke Hindia. Beberapa bulan kemudian diberitakan RM S Soerjaningrat lulus ujian saringan masuk untuk berpartisipasi untuk mendapatkan akte guru hulp acte (lihat Haagsche courant, 18-06-1915). Ujian saringan itu dilakukan Sabtu malam.
Pada tahun ini Dahlan Abdoellah dan Samsi dinyatakan
lulus ujian akte guru (LO) di ‘sGravenhage (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
27-12-1915). Disebutkan Dahlan Abdoellah lulus untuk bahasa Melayu dan
etnografi dan Samsi lulus untuk bahasa Jawa. Dalam perkembangannnya diketahui RM
Soewardi Soerjaningrat telah berhasil mendapat akte guru. Ini mengindikasikan
sudah mulai banyak guru pribumi yang lulusan Belanda. RM Soewardi Soerjaningrat mulai intens
terlibat di Indische Vereeniging, paling tidak aktivitasnya terlihat di majalah
Hindia Poetra, organ Indische Vereeniging.
Pada tahun 1919 Dr. Soetomo melanjutkan studi ke Belanda. Seperti hlanya
tahun 1913 tiga mahasiswa berangkat studi ke Belanda yakni Sorip Tagor Harahap (dokter
hewan) dan dua guru muda Dahlan Abdoellah dan Tan Malaka. Pada tahun ini (1919)
saat yang bersamaan berangkat tiga pemuda yang sama-sama dokter untuk
melanjutkan studi ke Belanda yakni Dr. Soetomo dokter yang bertugas di
Palembang, Dr. Sardjito dokter yang bertugas di Batavia dan Dr. Sjaaf yang
bertugas di Medan dan merangkap sebagai anggota dewan kota (gemeenteraad)
Medan.
Dengan akta guru LO, RM Soewardi Soerjaningrat kembali ke tanah air (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-08-1919). Disebutkan Soewardti dengan kapal uap ss Wilis meninggalkan Belanda dan mungkin akan tiba di Tandjong Priok pada awal September.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar