Jumat, 16 Mei 2025

Sejarah Pendidikan (19): Medan Perdamaian di Padang, Budi Utomo di Batavia, Indische Vereeniging di Leiden; Kebangkitan Bangsa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel sebelum ini tentang Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Artikel ini tentang Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 ditetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Pendidikan Nasional dan tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Namun pada tahun 1961 tanggal Hari Pendidikan Nasional diubah menjadi 2 Mei. Apakah dalam hal ini tanggal Hari Kebangkitan Nasional juga diubah?


Sejarah Singkat Hari Kebangkitan Nasional. Hari Kebangkitan Nasional diperingati setiap tanggal 20 Mei, sama dengan tanggal lahirnya organisasi Boedi Oetomo. Organisasi ini diprakarsai oleh para mahasiswa School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputra atas dorongan dari Dr. Wahidin Sudirohusodo (1857-1917), seorang dokter alumninya. Boedi Oetomo menginspirasi organisasi lainnya, salah satunya Sarekat Islam yang telah berdiri sejak 1911. Sarekat Islam, yang aktif di luar Jawa dan bahkan di luar Hindia Belanda, kemudian melebarkan sayap dan memperjuangkan kemerdekaan. Di tahun yang sama, Indische Partij didirikan sebagai organisasi pertama yang secara tegas menuntut kemerdekaan Hindia. Abad ke-20 menjadi momen penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pada masa ini, muncul kesadaran akan jati diri sebagai satu bangsa dalam pengertian modern. Rasa kebangsaan ini merupakan hasil persebaran semangat kebangkitan nasional yang dimulai sejak masa pergerakan Boedi Oetomo
(https://www.detik.com/edu).

Lantas bagaimana sejarah kebangkitan bangsa? Seperti disebut di atas, pada masa ini tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Sebutan nasional dalam hal ini penting karena dibedakan dengan kebangkitan daerah. Tanggal 20 Mei sebagai tanggal pendirian Boedi Oetomo di Batavia di jadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Organisasi Boedi Oetomo sendiri adalah organisasi bersifat kedaerahan, sedangkan organisasi Medan Perdamaian di Padang dan organisasi Perhimpoenan Hindia (Indische Vereeniging) di Leiden bersifat nasional. Lalu bagaimana sejarah kebangkitan bangsa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kebangkitan Bangsa; Medan Perdamaian di Padang, Boedi Oetomo di Batavia dan Indische Vereeniging di Leiden

Api tu kebangkitan bangsa? Apa itu kebangkitan nasional? Tiga kata (bangkit, bangsa, nasional) yang dapat dibedakan satu sama lain. Pengertian praktis kata ‘nasional’ di satu sisi untuk membedakan ikatan yang lebih tinggi (kenasionalan) daripada ikatan yang lebih rendah (kedaerahan) dan di sisi lain mempertentangkan antara nasional dan asing. Dalam hal ini ‘nasional’ bersifat kebangsaan yakni berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri (dari dalam) yang dibedakan dari luar (bangsa asing).  


Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): bangkit/bang·kit/ v 1 bangun (dari tidur, duduk) lalu berdiri; 2 bangun (hidup) kembali; 3 timbul atau terbit (tentang marah). Kebangkitan/ke·bang·kit·an/ n 1 kebangunan (menjadi sadar). Bangsa/bang·sa/ n 1 kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Nasional/na·si·o·nal/ a bersifat kebangsaan; berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa. Oleh karena itu kebangkitaan bangsa dan kebangkitan nasional saling dipertukarkan tetapi dibedakan pada tingkat yang lebih tinggi (nasional) dengan tingkat yang lebih rendah (daerah/wilayah).

Lantas sejak kapan munculnya kebangkitan bangsa? Jika kebangkitan bangsa yang dimaksud adalah kebangkitan nasional (Indonesia), itu haruslah dihubungkan dengan kebangunan (menjadi sadar) sebagai suatu bangsa yang bersifat nasional untuk membedakan diri dengan orang luar (asing). Kebangkitan untuk memupuk ikatan nasional (dari berbagai suku/bangsa di berbagai daerah) untuk bersaing/mengentaskan hal yang bersifat asing dari tanah sendiri. Dengan demikian, kebangkitan bangsa/nasional dimulai ketika ada orang yang berbicara tidak lagi mengatasnamakan suku/bangsa (daerah) sendiri untuk memperjuangkan kepentingan bangsa yang lebih luas (nasional) dalam konteks keberadaan orang luar di tanah air sendiri (orang asing: Belanda).


Dja Endar Moeda lulus sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean tahun 1884. Setelah mengabdi sebagai guru pemerintah di berbagai tempat, pada tahun 1893 di Singkil Dja Endar Moeda meminta pensiun dini lalu berangkat haji ke Mekkah. Sepulang dari Mekah memilih tinggal di kota Padang untuk membuka sekolah swasta. Pada tahun 1895 surat kabar baru Pertja Barat meminta Dja Endar Moeda menjadi (kepala) editornya. Dja Endar Moeda tidak menolak. Dja Endar Moeda berpendapat, megatakan sekolah (pendidikan) dan media (jurnalistik/pers) sama pentingnya: sama-sama mencerdaskan bangsa. 

Apa yang pernah dikatakan Dja Endar Moeda di Padang bahwa pendidikan dan pers sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa ada benarnya dan ada baiknya. Pers dapat mencerdaskan bangsa juga sebagaimana pendidikan di sekolah pribumi. Pers dapat menjangkau lebih luas (berbagai kelompok usia pembaca dan berbagai wilayah). Dalam konteks inilah Dja Endar Moeda, seorang pensiunan guru di Padang, memahami betul arti pentingnya pers bagi orang pribumi.


Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 30-12-1897: ‘Pertja Barat (Dja Endar Moeda) meminta rakyat berhenti meratapi kemerosotan dan kesulitan untuk menemukan mata pencaharian bagi penduduk. Guru ini berteriak untuk mengolah sumber daya yang lebih baik agar dapat menemukan nafkah’. Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 25-03-1898: ‘Dja Endar Moeda mengusulkan dan menginginkan agar di sekolah pribumi, bahasa pengantarnya adalah bahasa Melayu, bukan bahasa Belanda. Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 11-07-1898: ‘Dja Endar Moeda dari Pertja Barat mendorong partisipasi penduduk untuk membantu korban gempa di Bengkoelen’. Algemeen Handelsblad, 02-11-1898: ‘Dalam suatu pengadilan di Padang, terdakwa pribumi tidak diwakili. Mr. Dja Endar Moeda, editor Pertja-Barat, tertarik dan mengusulkan dirinya menjadi di belakang terdakwa. Permintaan ini dikabulkan (terdakwa menjadi lebih ringan) dijatuhi hukuman kerja paksa satu tahun karena yang bersangkutan membantu narapidana melarikan diri dari penjara’. Dja Endar Moeda dari surat kabar Pertja Barat edisi 10-11-1898: ‘pemotongan anggaran pendidikan yang telah diputuskan pusat (Batavia) akan lebih merepotkan dan membuat lebih buruk lagi pendidikan bagi pribumi’. Ketika Menteri Koloni ditanya terhadap usul Dja Endar Moeda tentang bahasa Melayu. Menteri menjawab: ‘Jangan sampai terjadi, nanti tidak ada ajaran yang lebih mengikat seperti sebelumnya yang terjadi di sekolah guru’. Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 15-11-1898: ‘Dja Endar Moeda mengkritisi penghematan dan pemotongan anggaran pendidikan untuk sekolah-sekolah pribumi (termasuk kweekschool). Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 15-12-1899: ‘Dja Endar Moeda, Editor sini muncul lembar Melayu Pertja-Barat, baru ini menunjukkan yang pasti tidak hangat dan tidak tulus mengeluarkan hati simpati untuk Transvaal. Dja Endar Moeda mangatakan bagaimana terpuji itu, bantuan (kepada Transvaal di Afrika Selatan) untuk diberikan penghasilan sementara di sini terancam, di sini miskin dan juga terlihat di sekitar. Yang susah payah uang dari Timur dikirim, sedangkan tempat kami tinggal masih begitu banyak kemiskinan dan banyak air mata terlalu kering.

Dja Endar Moeda telah muncul ke permukaan sebagai orang pribumi yang memiliki portofolio tinggi: cerdas, pemilik modal dan berani. Lulusan sekolah guru (1884); editor majalah Soeloeh Pengadjar (1887); pernah ke Mekkah, pemilik sekolah swasta di Padang, penulis buku-buku pelajaran dan pengarang buku-buku umum termasuk novel; pemilik toko buku dan editor surat kabar Perja Barat di Padang. Seperti ditunjukkan di atas, opininya menyentil kebijakan pemerintah dan sikap orang Belanda yang tidak pro penduduk pribumi. Dja Endar Moeda yang berasal dari Tapanoeli di Padang (di tenagh tengah orang Melayu dan Minangkabau) mengayomi semua (suku) bangsa: mencerdaskan bangsa (pendidikan dan pers); produksi dan hukum.


Pada tahun 1899 Dja Endar Moeda mengakuisisi surat kabar Pertja Barat beserta percetakannya. Meski demikian, Dja Endar Moeda tetap menjadi editor Pertja Barat. Dalam hal ini percetakan dan surat kabar di tangan satu orang pribumi, Dja Endar Moeda semakin bebas untuk memproduksi barang cetakan dan untuk menyuarakan kepentingan pribumi. Untuk memperluas jangkauan pers ke wilayah Tapanoeli, Dja Enar Moeda pada tahun 1900 menerbitkan surat kabar baru (berbahasa Melayu dan Batak) yang diberi nama Tapian Na Oeli.

Dja Endar Moeda di Padang mulai membangkitkan bangsa melalui upaya persatuan (mempersatukan berbagai suku bangsa) dengan menginisiasi pembentukan organisasi kebangsaan Medan Perdamaian di Padang pada tahun 1900. Sebagaimana pepatah lama bersatu kita teguh, bercerai berai kita rubuh. Dja Endar Moeda telah menyadari betul arti penting persatuan untuk memperbesar massa untuk bangkitnya bangsa (penduduk pribumi) dari keterpurukan di bawah rezim Pemerintah Hindia Belanda. Dja Endar Moeda sendiri secara aklamasi diangkat sebagai presiden Medan Perdamaian, suatu organisasi kebangsaan (Indonesia) yang pertama. Pada tahun 1901 Dja Endar Moeda mendirikan majalah pendidikan dan pembangunan Insulinde sebagai organ dari Medan Perdamaian.


De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 25-03-1901: ‘Seseorang menulis di Locomotive, yang dimulai pada 1 April akan muncul sebuah majalah dengan nama Insulinde (Kepulauan Nusantara/Malay Archipelago), yang akan bertindak sebagai editor Dja Endar Moeda, sekarang editor koran berbahasa Melayu, Pertja Barat. Majalah ini cukup mahal, biaya langganan yaitu f6 per tahun untuk 12 nomor’. De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 02-05-1901: ‘Pernyataan Dja Endar Moeda bahwa diperlukan banyak media bagi bangsa pribumi untuk memberikan atau pengetahuan pembacanya ide yang lebih baik untuk berkenalan dengan isu-isu yang berbeda, tidak melulu dalam hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari semata’.

Dja Endar Moeda tidak menolak sistem pendidikan Eropa, ketidakadilan yang ditentangnya. Dja Endar Moeda mendorong pribumi sekolah di sekolah-sekolah sistem Eropa mulai dari sekolah dasar (ELS) hingga universitas (di Belanda), tetapi Dja Endar Moeda menolak bahasa Belanda dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah pribumi (termasuk sekolah guru). Dja Endar Moeda sendiri juga ada anaknya yang disekolahkan di sekolah Eropa (ELS) di Padang seperti Alimatoe’ Saadiah yang kemudian melanjutkan Pendidikan ke sekolah guru (pribumi) di Fort de Kock.


De Sumatra post, 27-01-1903: ‘Pendapat Dja Endar Moeda bahwa pendidikan dasar anak pribumi harus diperluas, kurikulumnya disesuaikan dengan sekolah-sekolah Belanda/Eropa. Anak-anak pribumi juga memerlukan kemahiran berbahasa Inggris dan Matematika’. Catatan: pada bulan April 1903 Alimatoe’ Saadiah menikah dengan Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion di Padang (alumni Docter Djawa School di Batavia).

Pada akhir tahun 1903 Dja Endar Moeda membawa dua guru pribumi untuk melanjutkan studi ke Belanda. Kedua guru itu adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan guru di Padang Sidempoean, alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean dan Baginda Djamaloedin, alumni kweekschool Fort de Kock yang juga menjadi asisten redaktur Dja Endar Moeda di majalah Insulinde di Padang. Di Belanda sendiri baru ada dua pribumi yang kuliah yakni Raden Kartono dan Abdoel Rivai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Medan Perdamaian di Padang, Boedi Oetomo di Batavia dan Indische Vereeniging di Leiden: Visi Kenasionalan vs Visi Kedaerahan

Di Belanda, pada tahun 1905, Soetan Casajangan memiliki pemikiran untuk mendirikan organisasi kebangsaan Indonesia. Namun itu haru ditunda karena Soetan Casajangan sangat sibuk dengan studinya. Lantas mengapa Soetan Casajangan ingin mendirikan organisasi orang pribumi (pelajar/mahasiswa dan lainnya) di Belanda? Tentu saja karena komunitas orang pribumi sudah ada di Belanda. Tentu saja itu juga ada hubungannya dengan telah berdirinya organisasi kebangsaan di Padang tahun 1900 yang diinisiasi oleh Dja Endar Moeda di Padang (Medan Perdamaian). Perlu diingat bahwa Soetan Casajangan dan Dja Endar sama-sama alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean. Lalu bagaimana dengan terbentuknya organiasi kebangsaan Boedi Oetomo di Batavia pada tahun 1908?


Het koloniaal weekblad; orgaan der Vereeniging Oost en West, jrg 8, 1908, no. 52: ‘Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia). Kita telah lama mengetahui bahwa sebuah asosiasi pelajar Hindia di negara ini sedang dibentuk. Ketika kita membaca berita tentang hal ini di surat kabar besar akhir-akhir ini, kita bertanya kepada saudara Radjioen Soetan Casajangan tentang hal ini dan menerima jawaban berikut: Leiden, 22 Desember 1908. "Menanggapi surat Anda kemarin, dengan sopan saya sampaikan hal berikut: Tiga tahun yang lalu (1905, pen), saya sudah berencana untuk mendirikan perkumpulan bagi orang Hindia di negeri ini. Karena saya terlalu sibuk pada saat itu, saya tidak dapat melaksanakan rencana saya. Pada bulan Juni tahun ini, JH Abendanon datang menemui saya dan bertanya apakah saya pernah berpikir untuk mendirikan perkumpulan bagi orang Hindia. Saya menjawab pertanyaan ini dengan tegas dan kemudian dia mendorong saya untuk melanjutkan rencana yang bermanfaat ini. Kemudian saya memilih salah satu orang Hindia sebagai rekan kerja saya, yaitu saudara RM Soemitro. Kami lalu mengirim surat kepada semua orang Hindia yang sedang belajar di Belanda. Tanggal untuk menghadiri pertemuan dilakukan pada tanggal 25 Oktober yang lalu pukul 2, kami sebanyak 15 orang Hindia, berkumpul di rumah saya di Hoogewoerd 49 Leiden, dan pertemuan pertama diadakan. Saya meminta saudara Soemitro untuk memimpin rapat; R Hoesein Djajadiningrat menjabat sebagai sekretaris sementara. Setelah pidato pembukaan oleh ketua sementara, rancangan anggaran dasar dan peraturan rumah dibacakan. AD/ART sementara tersebut pada prinsipnya disetujui dengan suara bulat dan disetujui untuk pembentukan "Indische Vereeniging". Lalu, kami lanjut ke pemilihan pengurus. Berikut ini terpilih sebagai ketua perhimpunan: Radjioen Soetan Casajangan Soripada. RM Soemitro diangkat menjadi sekretaris dan bendahara. Atas nama perhimpunan, ketua sementara mengucapkan terima kasih kepada R Soetan CS atas inisiatifnya dan mendoakan agar kedua orang tersebut beruntung dalam pelantikannya. Suatu panitia yang terdiri dari R Soetan CS, RM Soemitro, RMP Sosro Kartono dan R Hoesain Djajadiningrat, ditunjuk untuk menyusun lebih lanjut anggaran dasar dan peraturan-peraturan. Pada tanggal 15 November yang lalu diadakan pertemuan ke-2 di Den Haag. Ketua membuka pertemuan, panitia membahas anggaran dasar dan peraturan-peraturan; pasal-pasal ditinjau dan ditetapkan satu per satu dan kemudian diadopsi melalui pemungutan suara umum. Ketua mengucapkan terima kasih kepada panitia, anggota perkumpulan, dll., dan menutup pertemuan. Ini adalah sejarah “Indische Vereeniging.” Jika Anda bermaksud untuk membagikan ini di majalah mingguan Anda, juga sebagai insentif untuk bergabung sebagai donatur, dll., maka saya sangat bersimpati. Pada saat yang sama saya juga akan mengirimkan salinan anggaran dasar dan peraturan kepada Anda”. Dari AD/ART ini (yang juga tersedia untuk dibaca di meja bacaan di Heuïstraat 17) kami akan mengutip beberapa pasal: Pasal-1. Perhimpunan ini bernama "Indische Vereeniging" dan didirikan di Den Haag. Pasal-2. Tujuan perhimpunan ini adalah untuk memajukan kepentingan bersama orang-orang Hindia di Belanda dan untuk memelihara kontak dengan Hindia. Yang kami maksud dengan orang Hindia adalah penduduk asli Hindia. Pasal-3. Perhimpunan ini berusaha mencapai maksud dan tujuan tersebut dengan cara: (a) Mempromosikan hubungan antara orang Hindia di Belanda. (b) Mendorong warga Hindia untuk datang dan belajar di Belanda. Untuk menjelaskan hal terakhir, lihat Pasal-2 rumah tangga. Peraturan: Perhimpunan bertujuan untuk mendorong mereka yang ingin datang dan belajar di Belanda, dapat melakukannya dengan: a. memberikan informasi tentang studi dan masa tinggal mereka di Belanda; b. dengan membantu orang Hindia yang baru tiba. c. dengan memberikan semua informasi yang mungkin tentang Belanda berdasarkan permintaan. Lebih lanjut, Pasal-5 Anggaran Dasar menyatakan: Perhimpunan ini terdiri atas: a. Anggota biasa, b. Anggota kehormatan. c. Donor. Pasal- 6. Hanya orang Hindia yang tinggal di Belanda yang dapat menjadi anggota biasa. Pasal-7. Anggota Kehormatan dapat berupa mereka yang telah memberikan jasa istimewa kepada perhimpunan. Mereka ditunjuk atas usul dewan atau tiga anggota, dengan setidaknya 3/4 suara sah yang diberikan. Pasal-8. Donatur adalah mereka yang membayar iuran tahunan paling sedikit f3, atau menyetorkan sejumlah uang sekaligus paling sedikit f15. Kami tidak perlu menambahkan bahwa kami sangat menyarankan para pembaca kami untuk mendukung perhimpunan yang bermanfaat ini sebagai tanda minat dengan menjadi sponsor. Hal ini tidak perlu dijelaskan lagi’.

Pada tanggal 20 Mei 1908 di Batavia, sejumlah mahasiswa asal Jawa mendeklarasikan pembentukan organisasi kebangsaan yang diberi nama Boedi Oetomo (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-07-1908). Para deklator ini antara lain R Soetomo, Goenawan Mengoenkoesoemo dan R Slamet. Disebutkan organisasi kebangsaan Boedi Oetomo akan melaksanakan kongres pertama pada bulan Oktober di Djogjakarta.


Dalam kongres Boedi Oetomo yang diadakan di Djogjakarta tanggal 4,5 dan 6 Oktober 1908 disepakati bahwa visi Boedi Oetomo (hanya) terbatas di Jawa dan Madoera. Para golongan muda seperti Goenawan dan Soetomo yang bervisi nasional (dari Sabang hingga Merauke) tidak bisa berbuat banyak karena kongres telah terkooptasi oleh para senior (yang bervisi kedaerahan) yang dipimpin Dr Soediro Hoesodo dkk.

Dalam kongres Boedi Oetomo di Jogjakarta turut hadir beberapa pejabat Belanda. Dalam pidatonya seorang pejabat mengatakan bahwa organisasi sejenis Boedi Oetomo sudah lama ada di Padang. Ini mengindikasikan bahwa para peserta kongres dan para pejabat Belanda yang hadir sudah mengetahui organisasi kebangsaan Medan Perdamaian di Padang yang digagas oleh Dja Endar Moeda. Dengan demikian, Boedi Oetomo bukanlah organisasi kebangsaan yang pertama.


Soerabaijasch handelsblad, 20-10-1908: ‘Pada pertemuan asosiasi Boedi Oetomo, yang diselenggarakan di Djokdjakarta 3 Oktober 1908 (Kongres pertama Boedi Oetiomo, red) pemerintah menanggapi pertanyaan dari Bupati Temanggoeng bahwa di luar Djawa sudah ada asosiasi sejenis, (seperti cabang) Medan Perdamaian di Fort de Kock yang didirikan 17 Oktober 1907. Organisasi Medan Perdamaian (sebagaimanai) diketahui bertujuan untuk mewakili kepentingan anggota dan populasi dalam satu kata: kemajuan. Untuk mencapai tujuan, organisasi Medan Perdamaian telah diputuskan menerbitkan majalah (maandelijksch) yang akan dicetak dan diterbitkan oleh penerbit pribumi Dja Endar Moeda di Padang yang akan berisi ilmu sehari-hari yang berguna dan yang diperlukan di bidang pertanian, peternakan, industri, pendidikan, kesehatan di kampung, keadilan, dll. Organisasi (cabang) Fort de Kock ini sudah memiliki anggota 700 orang.

Boleh jadi desas-desus sebelumnya yang terdengar hingga ke Belanda, bahwa Boedi Oetomo yang telah didirikan para mahasiswa di Batavia yang bersifat nasional telah bergeser menjadi bersifat kedaerahan, menyadarkan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan di Belanda untuk segera merealisasikan organisasi kebangsaan yang telah dipikirkannya sejak 1905. Seperti disebut di atas, Soetan Casajangan meminta Raden Soemitro mengirim undangan kepada semua mahasiswa pribumi di Belanda untuk berkumpul di kediamannya di Leiden pada tanggal 25 Oktober 1908. Lalu terbentuklah organisasi kebangsaan di Belanda yang besifat nasional yang diberi nama Perhimpoenan Hindia (Indisch Vereeniging). Lalu dipilih dewan pengurus dimana secara aklamasi mengangkat Soetan Casajangan sebagai presiden. Untuk komite penyusunan statuta (AD/ART) disepakati terdiri dari empat orang, Soetan Casajangan, Raden Kartono (abang RA Kartini), Hoesein Djajadingrat dan Raden Soemitro.


Hingga akhir tahun 1908, paling tidak sudah terbentuk organisasi kebangsaan pribumi yakni Medan Perdamaian di Padang (1900), Boedi Oetomo di Batavia (Mei 1908) dan Perhimpoenan Hindia (Indisch Vereeniging) di Leiden (Oktober 1908). Dalam hal ini Medan Perdamaian dan Indisch Vereeniging kedunya sama-sama bersifat nasional (lintas suku bangsa Indonesia).

Sebagaimana disebut di atas, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 ditetapkan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Lantas mengapa hari terbentuknya organisasi kebangsaan Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 dijadikan sebagai hari Kebangkitan Nasional? Fakta bahwa hingga akhir tahun 1908 organisasi kebangsaan yang bersifat nasional hanya Medan Perdamaian (sejak 1900) dan Indisch Vereeniging.


Salah satu program utama organisasi kebangsaan Boedi Oetomo adalah peningkatan guru. Program tersebut direalisasikan antara lain pengiriman guru muda untuk meningkatkan studi ke Belanda dan penerbitan majalah pendidikan Goeroe Desa.

Pada tahun 1912 pengurus organisasi kebangsaan Boedi Oetoemo (yang berkedudukan di Jogjakarta) mengirim satu guru muda, yang baru lulus di kweekschool Jogjakarta, Sjamsi Widagda ke Belanda untuk meningkatkan pendidikannya. Di Belanda, Mas Samsi dititipkan sepenuhnya kepada Soetan Casajangan, seorang mantan guru pribumi dari negeri Batak, yang telah lulus ujian guru Belanda (MO, sarjana pendidikan setara lulusan IKIP pada masa ini) 1.5 tahun yang lalu dan saat ini menjabat sebagai guru (bahasa Melayu) di Handelschool di Haarlem. Samsi Sastrawidagda lahir di Solo tanggal 13 Maret 1894 dan Soetan Casajangan adalah pendiri ketua yang pertama dari organisasi kebangsaan Indisch Vereeniging di Belanda.

 

De expres, 04-06-1912: De expres, 04-06-1912: ‘Asosiasi untuk Promosi Pendidikan Netral telah mengambil alih banyak aktivitas manajemen pusat Boedi Oetomo. Tidak dapat diragukan lagi bahwa asosiasi di bawah Boedi Oetomo ini akan berbuat banyak untuk kepentingan pendidikan, dilihat dari aktivitas dan kualitas para pengelola. Calon guru Mas Samsi, yang telah dikirim ke Belanda oleh Boedi Oetomo yang sedang melanjutkan studi di sebuah perguruan tinggi swasta di Den Haag, langsung diterima di kelas 3 disana. Meski baru tiga bulan di kelas ini, ada peluang baginya untuk naik kelas ke kelas yang lebih tinggi di bulan ini, sehingga ia berharap bisa siap pada tahun 1913. Di Belanda, Mas Samsi dititipkan sepenuhnya pada Soetan Gasajangan, seorang mantan guru pribumi dari negeri Batak, yang telah lulus ujian guru Belanda 1.5 tahun yang lalu dan saat ini menjabat sebagai guru di Handelschool di Haarlem’.

Tunggu deskripsi lengkapnya



 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar