Selasa, 03 Juni 2025

Sejarah Pendidikan (21): Asrama Mahasiswa Jalan Pegangsaan Timoer No 17 di Batavia; Gedong Repoeblik di Pegangsaan Timoer 56


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Hotel DoubleTree di jalan Pegangsaan Timur No.17 Cikini awalnya adalah suatu asrama yang ditujukan untuk mahasiswa. Itu bermula pada tahun 1927. Masih di jalan yang sama dengan nomor 56 adalah Gedong Repoeblik yang menjadi tempat dimana Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dua tempat ini tentu saja masih menarik untuk diperhatikan.


Ramai Faradj Martak, Ini Dokumentasi Rumah Proklamasi Dibeli Pemerintah RI. Rakhmad Hidayatulloh Permana – detikNews. Kamis, 18 Agu 2022. Jakarta: Ustaz Adi Hidayat (UAH) mengklaim rumah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 yang menjadi lokasi pembacaan proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan hibah dari Faradj Martak. Padahal rumah tersebut dibeli oleh pemerintah Indonesia dari pemilik orang Belanda. Sebagaimana diketahui, narasi berbeda dari sejarah nasional pada umumnya ini dibagikan oleh akun @ly***. Akun tersebut mengunggah video Ustaz Adi Hidayat (UAH) yang berbicara tentang andil pengusaha keturunan Yaman bernama Syekh Faradj Martak dalam detik-detik proklamasi. Faradj Martak diklaim sebagai pemilik rumah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 itu. UAH mengklaim Faradj Martak menghibahkan rumah tersebut demi kepentingan kemerdekaan Indonesia. Namun klaim ini terbantahkan oleh pemberitaan pada tahun-tahun itu. Sejarawan Ravando Lie memiliki koleksi potongan berita koran Sin Po yang mendokumentasikan riwayat kepemilikan rumah ini. Koran tersebut bertitimangsa 5 Juli 1948. "Itu Sin Po 5 Juli 1948 untuk tanggal pastinya," ujar Ravando kepada detikcom (https://news.detik.com/)

Lantas bagaimana sejarah Asrama Mahasiswa di jalan Pegangsaan Timoer No 17 di Batavia? Seperti disebut di atas, asrama masa ke masa tersebut kini telah menjadi Hotel DoubleTree. Tentu saja juga menarik memperhatikan Gedong Repoeblik jalan Pegangsaan Timoer 56. Lalu bagaimana sejarah Asrama Mahasiswa di jalan Pegangsaan Timoer No 17 di Batavia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Asrama Mahasiswa di Jalan Pegangsaan Timoer No 17 di Batavia; Gedong Repoeblik Jalan Pegangsaan Timoer 56

Perguruan tinggi setara di Eropa/Belanda di Indonesia (baca: Hindia Belanda) baru dimulai dengan didirikannya perguruan tinggi teknik di Bandoeng (Technische Hoogeschool te Bandoeng=THS) pada tahun 1920. Lulusan THS Bandoeng adalah insiyur (Ir). Empat tahun kemudian di Batavia (baca: Jakarta) didirikan perguruan tinggi hukum (Rechthoogeschool=RHS) pada tahun 1924.


Yang diterima di THS dan RHS adalah lulusan HBS dan AMS atau sederajat (kurikulum Eropa/Belanda). Meski sudah ada THS dan HBS, pelajar Indonesia (pribumi dan Cina) yang lulus HBS atau AMS masih banyak yang berangkat studi ke Belanda. Juga ada pelajar Indonesia, lulusan sekolah dasar (ELS atau HIS) yang melanjutkan HBS ke Belanda untuk selanjutnya mendaftar di universitas-universitas di Belanda. Salah satu lulusan ELS yang berangkat ke Belanda adalah Amir Sjarifoeddin Harahap. Ini bermula tahun 1921 dimana Amir Sjarifoeddin Harahap lulusan ELS di Sibolga lulus ujian masuk HBS di sekolah PHS di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-05-1921). Pada tahun 1921 ini di PHS, Mohamad Hatta lulus ujian akhir HBS (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 06-05-1921). Namun Amir Sjarifoeddin Harahap berangkat ke Belanda dengan menumpang kapal Pieter Zooncoon (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-07-1921). Pada tahun 1927 Amir Sjarifoeddin Harahap lulus ujian akhir HBS di Haarlem (lihat De Maasbode, 10-07-1927). Mohamad Hatta kemungkinan besar berangkat dari Padang (lihat De locomotief, 01-08-1921). Disebutkan kapal ss Tambora pada tangga 8 Agustus dari Tandjoeng Priok denngan tujuan akhir Rotterdam dan singgah di Padang.

Pada bulan Agustus 1927, perguruan tinggi kedokteran di Batavia (Geneeskundige Hoogeschool te Batavia) dibuka. Dengan demikian di Batavia sudah ada dua perguruan tinggi. Pada saat inilah muncul program Pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan asrama mahasiswa di Batavia.


De koerier, 21-10-1927: ‘Pendirian Asrama Pegangsaan. Dalam penjelasan Pasal-525A anggaran tahun anggaran 1928, telah disebutkan maksud Pemerintah untuk menetapkan seluruh kompleks gedung perguruan tinggi hukum (Rechthoogeschool=RHS) sebagai tempat tinggal bagi mahasiswa dari dua perguruan tinggi (hoogeschool) di Batavia dan mempercayakan pengelolaan asrama tersebut kepada Perkumpulan "Asrama Mahasiswa Batavia" dengan syarat-syarat yang akan disetujui. Perundingan yang dilakukan dengan pengurus perkumpulan tersebut telah menghasilkan rencana sebagai berikut. Dukungan yang akan diberikan oleh Negara adalah: (a) pemindahan secara cuma-cuma dengan pinjaman, dengan jangka waktu pemberitahuan yang dipatuhi bersama selama satu tahun, atas kompleks gedung perguruan tinggi hukum beserta rumah susunnya, yang pemeliharaannya akan ditanggung oleh Negara; (b) pemindahan secara cuma-cuma dengan pinjaman atas inventaris asrama yang ada di perguruan tinggi hukum tersebut, yang selanjutnya akan ditambah dan dipelihara dengan biaya Perkumpulan; (c) penyediaan dana yang diperlukan untuk gaji seorang yang berpendidikan akademis sebagai pengurus rumah susun. Direktur ini akan diberi gaji sesuai dengan peraturan dalam BBL 1925 Skala C22, kolom I (f400-f1100). Apabila direktur tersebut di atas, dengan persetujuan pengurus perkumpulan, ditugaskan untuk melakukan tugas apa pun dalam pelayanan negara di samping tugasnya di asrama, maka kompensasi yang harus dibayarkan untuk tugas ini akan dipotong dari dana yang disebutkan di atas yang akan disediakan. Perkumpulan, pada bagiannya, berjanji untuk mengoperasikan "Asrama Pegangsaan" saat ini sebagai rumah siswa, dimana, selain siswa, murid-murid dari sekolah yang ditutup secara bertahap untuk pelatihan dokter Hindia (STOVIA) juga akan diterima selama diperlukan. Perkumpulan akan menyerahkan laporan keuangan tahunan dan pernyataan rekening serta anggaran, yang, serta tarif asrama dan penginapan yang akan dihitung, akan tunduk pada persetujuan Direktur Pendidikan dan Ibadah. Selanjutnya, pengawasan pemerintah akan dilakukan terhadap jalannya urusan, yang juga dapat mencakup pemeriksaan administrasi keuangan oleh akuntan pemerintah, sementara pengaturan lebih lanjut akan dibuat untuk membuat pengawasan dan kontak dengan perkumpulan tersebut semaksimal mungkin. Perkumpulan, yang juga akan dapat mengandalkan dukungan keuangan untuk pekerjaannya dari JP Coenstichting dan yang lainnya, harus dapat menggunakan dana dari kas Negara untuk operasinya selama paruh kedua tahun 1928 untuk kepentingan: (a) gaji direktur asrama selama 6 bulan; (b) perumahan, makanan, dll. bagi para mahasiswa Stovia yang akan diterima di asrama, yang tarifnya berlaku, sebagaimana yang disetujui oleh Direktur Pendidikan dan Ibadah, ditentukan untuk siswa secara umum. Perkiraan global sebesar f19.500 dianggap cukup untuk tujuan ini dan juga akan memberikan kesempatan untuk menutupi kemungkinan defisit pada rekening operasional untuk tahun 1928, sejauh ini mungkin masih diperlukan setelah dukungan yang diharapkan dari pihak ketiga. Perkiraan yang lebih rinci belum dapat diberikan. Selain itu, pengurangan sebesar f12.800 harus diharapkan dalam pos sumber daya Pasal-532A, tetapi ini diimbangi dengan pengurangan pengeluaran sebesar f32.300, asalkan angka akhir anggaran tidak diubah oleh usulan ini’.

Pada tahun 1928 terinformasikan Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai mahasiswa RHS (Rechthoogeschool) di Batavia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 10-07-1928), Disebutkan di Rechtshoogeschool di Batavia, Amir Sjarifoeddin Harahap lulus ujian kandidat bagian pertama. Ini mengindikasikan Amir Sjarifoeddin Harahap setelah lulus HBS di Haarlem tidak melanjutkan studi di Belanda, tetapi kembali ke tanah air (dan diterima di Rechtshoogeschool Batavia). Amir Sjarifoeddin Harahap adalah salah satu penghuni pertama Asrama Mahasiswa Batavia di jalan Pegangsaan Timoer (Pegangsaan Oost) 17 yang terinformasikan.


Jong Batak, Juli 1928, No. 3 (organ Jong Batak Bond). Pengumuman perubahan dalam dewan utama dibuat: karena keadaan studi, bendahara serikat Darwin Nasoetion harus mengundurkan diri dan digantikan sementara oleh GMC Tobing, Asrama Mahasiswa Pegangsaan 17, Weltevreden, tempat sekretaris Amir Sjarifoeddin Harahap, juga telah pindah, sehingga sekarang seluruh dewan utama dan staf redaksi organ tersebut bertempat di tempat (asrama) yang sama. Sebagai pengganti sekretaris yang telah meninggal Ali Akbar Siregar adalah L Sipahoetar yang telah bergabung dengan dewan departemen Batavia (alamat di AMS di Hospitaalweg). Menurut "Pengumuman Dewan Pusat" orang tidak dapat terlalu antusias dengan periode Februari-Juli 1928 (sejak kepemimpinan pengurus pusat yang baru); di sana-sini, bahkan di Tapanoeli, masih ada kesalahpahaman bahwa serikat itu adalah perkumpulan politik, meskipun prinsip HB (Dewan Pusat). untuk menjauhkan serikat dari politik; untuk itu ada politisi dan orang-orang surat kabar. (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1928, 01-01-1928, Deel: II).

Amir Sjarifoeddin Harahap meski masih mahasiwa tingkat satu, tetapi sudah menjadi sekretaris organisasi pemuda. Amir Sjarifoeddin Harahap juga bertindak sebagai pemimpin redaksi majalah Jong Batak. Asrama Mahasiswa Batavia menjadi tempat dewan utama dan staf redaksi (majalah) Jong Batak.


Perhimpunan Jong Batak (Jong Batak Bond) sendiri didirikan pada tahun 1925 di Batavia (lihat De locomotief, 11-12-1925). Disebutkan salah satu pendiri adalah Sanoesi Pane. Dalam pendirian ini juga turut dihadir Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (anggota Volksraad). Organisasi pemuda yang sudah ada antara lain Jong Java (1915) dan Jong Sumatranen Bond (1917).

Pada tahun 1928 ini di Batavia adakan diadakan Kongres Pemoeda. Panitia yang telah dibentuk pada bulan Juli 1928 adalah: ketua Soegondo, sekretaris Mohamad Jamin dan bendahara Amir Sjarifoeddin Harahap. Lagi-lagi meski Amir Sjarifoeddin Harahap masih mahasiswa tingkat satu sudah memiliki posisi strategis diantara para pemuda: sekretarik Jong Batak Bond, pemimpin redaksi majalah Jong Batak dan bendahara Panitia Kongres Pemoeda.


Fadjar Asia, 5 September 1928, No 204: Kongres Pemoeda Indonesia. Menurut pengumuman kongres pemuda Indonesia akan diadakan di Weltevreden pada bulan Oktober, sesuai dengan tanggal 3 Mei dan 12 Agustus yang lalu keputusan diambil di Gedung Pertemoean Indonesia di Weltevreden oleh para delegasi dari Ikatan Pemoeda Islam, Ikatan Pemoeda Indonesia, Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Batak, Kaoem Pemoeda Betawi, Jong Sumatranen Bond, dan PPPI. Maksud dan tujuan diskusi adalah untuk menyalurkan aspirasi seluruh perkumpulan pemuda Indonesia, guna mempererat rasa kebangsaan Indonesia dan persatuan Indonesia. Yang telah ditunjuk sebagai pimpinan adalah: Soegondo, mahasiswa hukum dan ketua PPPI., Djokomarsaid, mahasiswa hukum, anggota Jong Java (wakil ketua), Moehammad Jamin, mahasiswa hukum, ketua Jong Sumatranen Bond (sekretaris), Amir Sjarifoedin Harahap, mahasiswa hukum dan anggota Jong-Batak (bendahara). Anggota adalah Djohan Moehammad Tjaja, mahasiswa hukum, anggota JIB, Kotjosoengkono dari Pemoeda Indonesia, Senduk dari Jong-Celebes (Stovia), J. Laimena dari Jong-Ambon dan Rohjani dari Pemoeda Kaoem Betawi (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1928, Deel: II).

Dalam Kongres Pemoeda yang berakhir tanggal 28 Oktober1928 keputusan yang dibuat adalah: satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa: Indonesia. Sejak inilah nama Bahasa Indonesia secara resmi diakui oleh orang Indonesia di Hindia Belanda. Lalu bagaimana situasi dan kondisi di Asrama Mahasiswa Batavi? Yang jelas menuru surat kabar harian Bintang Timoer yang dipimpin Parada Harahap, bahwa di asrama tersebut telah diangkat dua wakil direktur (sebagai perpanjangan tangan pemerintah) yakni Dr Kluyver dan Noto Soeroto.


Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 09-12-1929: ‘Bintang Timoer mengetahui bahwa Dr Kluyver, mantan ketua Perhimpunan Pemuda Indonesia-Belanda dan mantan ketua perkumpulan mahasiswa pribumi (Indische Vereeniging) di Belanda Raden Mas Noto Soeroto, kini telah menjadi wakil direktur Asrama Mahasiswa di Pegangsaan, Weltevreden. Sebelumnya, menurut majalah itu, ketika asrama itu penuh sesak dengan para siswa, mereka tidak melihat perlunya seorang wakil direktur, tetapi sekarang karena semangat para siswa telah menjadi agak "liar", Dr Kluyver, yang mirip dengan Notosoeroto, harus ditempatkan di sana secara khusus sebagai wakil direktur’.

Noto Soeroto saat ini masih berada di Eropa/Belanda. Demikian juga dengan Dr Kluyver. Lantas mengapa pemerintah mengusulkan Noto Soeroto untuk menjadi wakil direktur Asrama Mahasiswa Batavia? Satu yang jelas, Noto Soeroto pernah menjadi ketua perhimpunan pelajar/mahasiswa pribumi di Belanda (Indische Vereeniging). Noto Soeroto diantara orang Indonesia di Belanda terbilang cukup kontroversi.


Noto Soeroto lulus HBS Semarang pada tahun 1906. Dengan kapal uap ss Ophir untuk tujuan akhir Amsterdam pada bulan Juli 1906 Noto Soeroto berangkat dari Semarang (lihat De locomotief, 20-07-1906). Raden Mas Noto Soeroto di Belanda lulus ujian persiapan untuk ujian masuk perguruan tinggi ((lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 18-08-1908). Pada tahun 1908 mahasiswa senior, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan menginisiasi pembentuk organisasi pelajar-mahasiswa pribumi di Leiden. Raden Soemitro yang belum lama menjadi mahasiswa Indologi (di Leiden) diminta Soetan Casajangan untuk mengirim undangan untuk pertemuan di tempatnya dalam pembentukan organisasi. Jumlah mahasiswa sebanyak 15 orang. Pada tanggal 25 Oktober di rumah Soetan Casajangan dibentuk organisasi mahasiswa yang diberi nama Indische Vereeniging. Secara aklamasi ketua terpilih Soetan Casajangan dan sekretaris Raden Soemitro (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-01-1909). Dalam pertemuaan ini turut hadir Raden Noto Soeroto. RM Notosoeroto diketahui studi (fakultas) hukum di Leiden (lihat De Maasbode, 01-04-1909). Pada tahun 1910 ini dikabarkan RM Notosoeroto berminat bergabung dengan kadet cadangan militer Belanda (lihat Bredasche courant, 30-07-1910). Inilah awal kontroversi Noto Soeroto. Pada tahun 1911, setelah Soetan Casajangan lulus dan mendapat gelar sarjana pendidikan, kepungurusan Indische Vereeniging dilanjutkan oleh Noto Soeroto dkk. Raden Noto Soeroto lulus ujian kandidat hukum di Universiteit te Leiden (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 19-06-1911). Dalam perkembangannya diberitakan di Belanda, tak lama lagi diharapkan akan muncul seorang perwira kavaleri pribumi di Belanda, bernama Raden Mas Notosoeroto. Orang pribumi yang mulia ini mengenyam pendidikan di Eropa dan belajar di KMA untuk petugas cavalerie. Tahun ini dia akan menerima pangkat letnan dua (lihat De Preanger-bode, 18-10-1912). Pada bulan Juli 1913 Soetan Casajangan kembali ke tanah air setelah Studiefond yang didirikan Soetan Casajangan tahun 1911 diintegrasikan ke Indische Vereeniging. Singkatnya, pada tahun 1925 Perhimpunan Indonesia mengeluarkan Noto Soeroto karena menghormati kenangan Van Heutsz, menyemangati para pengungsi Hindia Belanda di Batavia, dan memperjuangkan penyatuan orang Belanda dan Indonesia (lihat De Indische courant, 23-01-1925). Inilah kontroversi Noto Soeroto berikutnya. Sebagaimana diketahui pengurus Indische Vereeniging yang telah diganti namanya menjadi Perhimpoenan Indonesia pada tahun 1925 ini adalah Mohamad Hatta dkk. Sementara itu Dr A Kluyver adalah guru besar di Groningen. Apakah ini ada indikasikan Dr A Kluyver akan ditempatkan di salah satu perguruan tinggi di Batavia? Lantas siapa A Kluyver? Pada tahun 1917 di Belanda diadakan Kongres Hindia (Indisch Congres) yang dipimpin HJ van Mook, mahasiswa Indologi di Leiden. Kongres ini dihadiri oleh berbagai organisasi mahasiswa asal Hindia di Belanda seperti Indisch Vereeniging, Chung Hwa Hui, Vereeniging Indologisc dan lain sebagainya. Yang berbicara di kongres ini yang mewakili Indisch Vereeniging antara lain Sorip Tagor Harahap, Dahlan Abdoellah dan Goenawan Mangoenkosoemo. Pihak Indisch Vereeniging mengusulkan nama Indisch digunakan nama Indonesia. Semua peserta mengadopsi nama Indonesia. Sejak itu nama Indonesia banyak digunakan terutama oleh orang Indonesia di Hindia. Pada kongres tahun berikutnya tahun 1918 nama kongres sudah disebut Indonesich Congres. Dalam konteks inilah kemudian muncul perhimpunan mahasiswa asal Hindia yang didalamnya adalah orang Belanda, orang Cina dan orang pribumi dengan nama Indonesich Verbond. Seperti disebut di atas, A Kluyver pernah menjadi ketua Indonesich Verbond van Studeerenden di Belanda. Lalu dalam perkembangannya terbentuk Nederlandsch-Indonesisch Verbond dimana Noto Soeroto aktif. Pada tahun 1927 Nederlandsch-Indonesich Verbond van Jongerenorganisaties mengadakan rampat umum di Belanda (lihat De Nederlander, 02-02-1927). Disebutkan Dr Bernard Sitanala memberikan kuliah umum tentang pertarungan kusta di Indonesia. Pada tahun 1928 Nederland-Indonesia kembali mengadakan kongres (rapat umum) di Arhem (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 18-07-1928). Disebutkan pada hari kedua kongres di Arnhem dari Nederlandsch-Indonesisch Verbond, Noto Soeroto memberikan kuliah umum.

Tampaknya usulan agar Dr Kluyver dan Noto Soeroto menjadi wakil direktur Asrama Mahasiswa Batavia tidak terealisasi. Yang terinformasikan adalah direktur tunggal bernama Dr. A. Schillings (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-08-1930). Disebutkan Dr André Schillings, Direktur Asrama Mahasiswa di Weltevreden, diangkat sebagai Officier d'Académie oleh Konsul Jenderal Prancis di Batavia. Sementara itu terinformasikan jumlah kamar di Asrama Mahasiswa Weltevreden (lihat Sumatra-bode, 10-04-1931). Disebutkan pada pembentukan Vereniging Studentenhuis Batavia dimana asosiasi ini mengoperasikan asrama mahasiswa “Pegangsaan”, yang memiliki lebih dari 100 kamar, ruang makan, fasilitas belajar dan olahraga.


Bataviaasch nieuwsblad, 03-07-1931: ‘Pada hari terakhir tahun 1930 jumlah mahasiswa seluruhnya adalah 204 orang, termasuk 18 orang mahasiswi. Dibagi menurut kewarganegaraan, tercatat 111 orang pribumi, 39 orang Tionghoa, dan 51 orang Eropa. Angka-angka yang disebutkan tidak termasuk dua puluh kandidat doktor dalam hukum Belanda, yang atas perintah Direktur Kehakiman, akan mengikuti ujian susulan pada bulan Agustus 1931 untuk memperoleh, sebagai tambahan gelar master dari negara asalnya, gelar doctorandus (master) dalam hukum Belanda-Indonesia. Ruang kuliah tempat kuliah untuk tahun pertama studi diberikan, tidak memuat lebih dari 70 kursi, dan harus menampung 120 orang. Di asrama mahasiswa di Pegangsaan, yang dioperasikan oleh Vereniging Studentenhuis Batavia, rata-rata 128 orang ditampung pada tahun 1930, termasuk 25 mahasiswa Bechtshoogeschool. Dewan Asosiasi ini dan Komite Pengawas mencakup dua anggota Fakultas.

Asrama Mahasiswa Pegangsaan sebagai asrama yang dibangun oleh pemerintah (anggaran negara) digunakan oleh mahasiswa pribumi, mhasiswa Cina dan mahasiswa Belanda. Seperti disebut di atas salah satu penghuni asrama tahun 1928 adalah Amir Sjarifoeddin Harahap.


Setelah Ir Soekarno ditangkap dan dipenjara di Bandoeng, PNI hancur. Partai ini secara resmi dibubarkan (pada saat Kongres kedua PNI 25 April 1931). Sebagai gantinya didirikan Partai Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Sartono. Parada Harahap sebagai kepala kantor PPPKI tentu sangat menyesalkan tindakan Sartono sementara Soekarno berada di penjara. Parada Harahap lalu mengajak Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin membicarakan soal nasib PNI. Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1931 melaporkan PPPI melakukan pertemuan publik di Gedoeng Permoefakatan (PPPKI) di gang Kenari dengan tema ‘beschouwingen betreffende het PNI vonnis (Pertimbangan Mengenai Keputusan PNI). Salah satu pembicara adalah Parada Harahap. Namun kenyataannya tidak semua eks anggota PNI setuju pembubaran PNI (Soekarno) dan juga tidak mengikuti partai baru yang didirikan Mr Sartono dengan nama Partai Indonesia (Partindo). Mereka ini menyebut diri sebagai ‘golongan merdeka’. Golongan ini kemudian yang diinisiasi oleh Sjahrir dan kawan-kawan dengan membentuk partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI). Ini terjadi pada tanggal 25-27 Desember 1931 dalam sebuah konferensi yang diadakan di Jogjakarta dengan Soekemi sebagai ketuanya. Dalam kepengurusan Partindo, Amir Sjarifoeddin Harahap menjadi ketua Partindo cabang Batavia dan Mohamad Jamin sebagai ketua cabang Soerabaja. Keduanya masih mahasiswa di Rechthoogeschool. Namun tidak terinformasikan apakah Amir Sjarifoeddin Harahap masih tinggal di asrama mahasiswa Pegangsaan Oost No. 17. Dalam perkembangannya hukuman Ir Soekarno benar-benar dikurangi dan Ir Soekarno dibebaskan pada 31 Desember 1931.

Meski Ir Soekarno telah bergabung dengan Partindo, tetapi sempat tidak terdengar nama Ir Soekarno. Parada Harahap lalu kemudian ‘memanggil’ kembali Ir Soekarno di surat kabarnya Bintang Timoer. Inilah ‘panggilan’ kedua Parada Harahap kepada Soekarno, Panggilan pertama adalah ketika Soekarno di Algemeene Studieclub untuk membentuk organisasi kebangsaan: Perserikatan Nasional Indonesia. Pada pemanggilan kedua ini Ir Soekarno cepat meresponnya.


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-04-1932: Ir. Soekarno en zijn Wederoptreden. “Tunggu tindakan saya’. Ini pernyataan tokoh pribumi Ir. Soekarno yang telah secara khusus meminta untuk meluangkan waktu belajar tentang partai yang nantinya apakah akan memilih atau apakah harus tetap di belakang layar, sebagaimana dikonfirmasinya di Bintang Timoer. Ir. Soekarno telah menulis surat kepada editor Bintang Timoer yang diterbitkan kemarin, yang menunjukkan bahwa Ir Soekarno tengah mempelajari ‘teori gerakan rakyat’. Saya perlu untuk belajar teori, karena saya ingin mengambil tindakan. Selanjutnya Ir Soekarno menulis: "Ketika saya lagi kemauan politik yang aktif? Aku tahu itu saja. Aku hanya pada jawaban rakyat. Segera itu akan terlihat bahwa orang itu sendiri, yang sekarang aku ekspor. Saya tidak ingin bermain. Dengan nasib rakyat, politik bagi saya adalah bukan olahraga tapi masalah serius, yang membuat saya hidup. Ir. Soekarno meminta kepada Mr Parada Harahap, editor Bintang Timoer komentar, ‘Ir. Soekarno bukan seseorang yang berasal untuk Rakyat?’.

Lalu Ir Soekarno menetapkan tanggal 1 Juli untuk batas penentuan baginya untuk memilih partai, yakni Partai Indonesia (PI) atau Pendidikan Nasional Indonesia (lihat De Indische courant, 20-06-1932). Ini adalah hari yang ditentukan oleh Ir Soekarno untuk memutuskan masuknya ke dalam beberapa organisasi politik pribumi. Beberapa media memprediksi Soekarno akan memilih PI, bukan PNI. Jika Soekarno memilih PI, diharapkan bahwa PNI akan hancur berantakan, karena kemudian para pendukung Ir. Soekarno akan meluap ke Partai Indonesia.


Bataviaasch nieuwsblad, 19-10-1932: ‘Di Batavia, atas prakarsa para pemimpin gerakan politik pribumi, sebuah perusahaan baru (sebuah kantor percetakan) akan dibentuk, yang akan disebut ‘Oesaha Kita’. Ini adalah niat dari para organisator untuk mencetak dan menerbitkan surat kabar harian nasionalis radikal mereka sendiri. Nama yang akan diberikan adalah ‘Indonesia Berdjoeang’...Redaksi adalah Ir. Soekarno, Abdul Manaf dan Mohammad Jamin....dan para pendukung adalah Amir Sjaifoeddin, Dr. Samsi, Mr, Ali Sastroamidjojo dan lainnya’

Dalam perkembangannya diketahui bahwa Ir Soekarno telah bergabung dengan Partindo yang dipimpin oleh Sartono, Amir Sjarifoeddin Harahap, Mohamad Jamin dkk, Sementara itu, Mohamad Hatta yang belum lama kembali ke tanah air diketahui telah bergabung dengan partai Pendidikan Nasional Indonesia. Sejak inilah awal adanya dua matahari di Indonesia. Lalu bagaimana status tempat tinggal Amir Sjarifoeddin Harahap di asrama mahasiswa Peganggsaan tidak terinformasikan. Yang jelas pada tahun 1932 direktur asrama masih dijabat oleh Dr Schillings (lihat De koerier, 24-06-1932). Disebutkan diangkat sebagai guru pada jurusan AMS-B di Batavia, Dr AJMH Schillings, saat ini bertugas di asosiasi asrama mahasiswa di Batavia.


Asrama mahasiswa Peganggasaan selama libur sekolah, banyak kamar yang kosong. Kamar-kamar kosong tampanya telah dimanfaatkan untuk para tamu tertentu seperti pelajar/mahasiswa dari daerah (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 23-12-1932). Disebutkan para mahasiswa MOSVIA yang semuanya berasal dari Jawa Timur, Madura, dan Bali dan selama tinggal di ibu kota ditampung di asrama Mahasiswa di Pegangsaan dimana saat mengawali perjalanan pulang ke Oosthoek dengan penuh rasa puas. 

Nama Ir. Soekarno mulai mengemuka kembali setelah masuk Partai Indonesia. Juga nama Amir Sjarifoeddin mulai menonjol dalam bidang politik. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 27-12-1932: ‘Pertemuan publik Partai Indonesia. Melawan Wilde-Scholen-Ordonnantie, kenaikan harga garam, dll. Minggu pagi, 25 di Gedong Permoefakatan, Gang Kenari, ada rapat umum Partindo untuk memprotes berbagai langkah Pemerintah. Pertemuan dibuka oleh ketua Partindo Batavia, D. Winoto, yang lalu para peserta menyanyikan lagu Indonesia Raja...dari pertemuan ini oleh Dewan Pusat Partindo untuk mengirim delegasi ke Buitenbezitten untuk melakukan protes. Delegasi yang telah ditunjuk adalah Ir. Sukarno dan Amir Sjarifoedin. Dalam pertemuan ini Amir Sjarifoeddin yang mendapat giliran setelah istirahat berbicara (yang intinya) sebagai berikut (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 27-12-1932):


'Amir Sjarifuddin memprotes pajak lahan (landrente) yang tinggi. Dia mulai mengurai tentang sejarah kepentingan tanah di Hindia, di mana dia membahas masalah hak milik tanah. Tidak hanya di Djokja dan Solo, menurut Amir ‘tanah bukan milik raja, tetapi oleh desa; di seluruh Indonesia itu terjadi...bahwa bunga tanah tidak harus dikurangi dengan 20 persen, seperti yang telah diusulkan, tetapi setidaknya 40 persen...penduduk menderita semakin banyak dan berbagai jenis pajak langsung dan tidak langsung. Hal ini tidak dapat diselesaikan dengan memenangkan kursi di majelis tinggi atau majelis rendah, dan oleh karena itu menurut Amir mendesak diperjuangan oleh rakyat dan untuk rakyat...’.

Ir Soekarno dan Amir Sjarifoeddin Harahap kembali berbicara dan bergetar tetapi di sisi lain menjadi perhatian serius intel/polisi Belanda. Menurut surat kabar Bintang Timoer bahwa Soekarno telah menjadi target dan dalam daftar tunggu menyusul nama Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin. Parada Harahap mengisyaratkan wait and see.


De Sumatra post, 24-02-1933 memberitakan bahwa di Tjilentah [Bandoeng] Ir. Soekarno ikut berbicara di dalam suatu pertemuan publik Partai Indonesia yang dihadiri 3.000 orang. Dalam pembukaan pertemuan itu lebih dahulu dinyanyikan lagu Indonesia Raja. Setelah dibuka oleh ketua PI dilanjutkan dengan orasi para pembicara. Pembicara kedua tampil Amir Sjarifoeddin (ketua PI Batavia) Menurut Amir imperialisme adalah bahan bakar dari gerakan nasional. Tentu saja kebijakan Nasionalisme dan imperialisme tidak bisa bekerja bersama, jadi non-cooperative juga harus menjadi pondasi perjuangan. Non-cooperative, bagaimanapun, tidak berarti duduk kosong, karena PI berusaha untuk membangkitkan kesadaran nasional. Kebebasan hanya dapat diperoleh oleh orang-orang, itulah sebabnya aksi massa diperlukan. Pembicara terakhir adalah Ir. Soekarno. Menurut Soekarno imperialisme dan kapitalisme adalah lagu lama. Kebebasan adalah jembatan mencapai kesejahteraan. PI mengedepankan demokrasi dalam politik dan ekonomi. Gerakan nasional adalah bersumber dari perut orang-orang yang berderak-derak. Mengenai aksi massa, bahwa PI akan dapat menghadirkan 60 juta orang ke Indonesia Merdika. Pertemuaan berakhir pada pukul 12 sesuai batasan polisi.

Amir Sjarifoeddin, meski masih tergolong mahasiswa tetapi bukan lagi anggota Indonesia Moeda (organisasi tunggal pemuda Indonesia setelah dilakukan fusi pasca Kongres Pemuda 1928), Amir Sjarifoeddin sudah menjadi anggota Partai Indonesia. Lalu apakah Amir Sjarifoeddin Harahap masih tinggal di asrama mahasiswa Pegangsaan Oost 17?


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-03-1933: ‘Politie Sluit Vergadering van ‘Indonesia Moeda’. Derde Jaars-herdenking- De Politie treedt Streng op. Pada hari Minggu, tanggal 26, di Gedong Permoefakatan di GangKenari, sebuah pertemuan publik diadakan untuk memperingati ulang tahun ketiga dari kelompok pemuda ‘Indonesia Moeda’. Pertemuan ini dihadiri oleh 1000 orang remaja laki-laki dan perempuan, yang mana manajemen berada di tangan ketua dewan setempat, Abdoe1 Wahab. Dalam pidato pembukaannya, ketua menyatakan bahwa peringatan tiga tahun keberadaan serikat berlangsung tanpa perayaan atau hiburan, karena ada ribuan warga negara yang sakit di luar sana. Pembicara sekali lagi percaya untuk dapat menetapkan bahwa IM adalah persatuan murid dari setiap jenis sekolah, dari tinggi ke rendah, yang karenanya menahan diri dari politik. Namun, ini tidak boleh dipahami dengan mengatakan bahwa IM tidak tertarik pada isu-isu politik. Ini adalah tulang punggung dari gerakan rakyat pada umumnya, dan anggotanya adalah penerus yang terdekat dari para pemimpin saat ini. Namun, pertanyaan-pertanyaan politik akan ditelaah dari sudut pandang ilmiah, sehingga para anggota dapat, di masa depan, diperlengkapi secara memadai, dalam gerakan politik. (Polisi melarang pembicara berbicara tentang politik)...(setelah mahasiswa Mokoginta dan mahasiswa S Roekmi berbicara) Amir Sarifoeddin berbicara, salah satu mantan pendiri IM, sekarang anggota HB van (pengurus) Partai Indonesia, mahasiswa dalam bidang hukum Amir Sjarifoeddin memulai pembicaraan bahwa dalam pertemuan publik ini, untuk memperingati ulang tahun serikat yang berumur tiga tahun, dia ingin memberikan laporan yang lebih rinci dan rinci tentang ‘Nasionalisme dan Demokrasi’ Pembicaraan oleh pembicara diselingi dengan politik, dari awal hingga akhir. Dia berbicara tentang ‘Badai di Atas Asia’yang juga telah menyulitkan Hindia Belanda, dan mengatakan bahwa Nasionalisme hanya dapat diekspresikan jika seluruh bangsa menunjukkan satu kehendak, dan ensemble vouloir d'être harus bersifat umum, karena itu mengarah pada praktik praktis nasionalisme dan pembentukan kewarganegaraan. IM telah menyebar, menyebar dan dengan hati-hati menumbuhkan kehendak ini, dan pembicara sangat senang dengan itu. Nasionalisme akan membuat orang-orang dari negara yang diserang merengkuh senjata sebagai satu orang...(Di sini pembicara harus memutuskan pidatonya, karena polisi berpikir sudah waktunya untuk memisahkan diri dari perkumpulan komunitas murid ini, ini bukan untuk lagi pembelajaran politik, tetapi telah mengganggu untuk berbicara tentang perampasan senjata).Pertemuan itu hanya berlangsung satu jam karena telah dibatasi’.

Isi pidato Soekarno dan Amir Sjarifoeddin Harahap makin hari makin bergetar. Sementara intel/polisi Belanda terus memperhatikan gerak-gerik para revolusioner. Menurut Parada Harahap dari surat kabar Bintang Timoer bahwa Soekarno telah menjadi target dan dalam daftar tunggu menyusul nama Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin. Parada Harahap mengisyaratkan wait and see.


Seperti yang dikhawatirkan surat kabar Bintang Timoer, akhirnya tak terelakkan dan Soekarno pada bulan Agustus 1933 ditangkap kembali yang dianggap pemerintah sebagai tokoh yang berbahsya di Partai Indonesia. Dalam kasus kedua Soekarno ini pemerintah langsung membuat resolusi untuk kemudian mengasingkan Soekarno (ke Ende, Flores).

Parada Harahap tidak berdaya untuk menghalangi/meringankan hukuman Soekarno. Parada Harahap akhirnya kehilangan Soekarno (karena akan dibuang ke Flores). Namun demikian, Parada Harahap tidak mau kehilangan lebih banyak. Amir Sjarifoeddin yang masuk dalam daftar tunggu harus diselamatkan. Parada Harahap berteriak kembali.


De Gooi- en Eemlander: nieuws- en advertentieblad, 18-08-1933: ‘Het optreden tegen de PI. ‘Djangan boeang!’. Surat kabar ‘Bintang Timoer’ berisi editorial dengan judul ‘Djangan boeang!’ (‘Jangan diasingkan!’), Dimana permohonan dibuat untuk kepentingan Mr. Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin mengikuti berita bahwa pengasingan juga dianggap bagi dua pemimpin PI ini. Setelah mengetahui majalah itu, tentang pengasingan Ir. Soekarno hampir tidak diragukan lagi bahwa dia 99% yakin dan dilakukan setelah penyelidikan, yang sekarang dilakukan oleh Mr. PHC Jongmans. Mr. Mohamad Jamin baru-baru ini selesai dalam studinya [di Rechts Hoogeschool]. Mahasiswa Amir Sjarifoeddin hanya menyelesaikan bagian kedua dari program gelar doktornya dan akan mendapatkan gelar master (Mr) bulan ini. Yang terakhir berasal dari keluarga pegawai negeri sipil di Tapanoeli. Amir juga sepupu Mr. [Soetan] Goenoeng Moelia, mantan anggota Volksraad yang kini tengah studi doctoral di Belanda.  Surat kabar ‘Bintang Timoer’ memberi argumen bahwa dua pemuda dari pemimpin PI, berbeda dengan pembuangan yang dimaksud untuk Ir. Soekarno dan surat kabar ini juga mengacu pada pendapat almarhum Prof. Mr. Treub, yang mengatakan bahwa mereka ini (Amir dan Jamin) masih muda belum agak merah dan mereka ini baru di kemudian hari menjadi pemimpin akan datang ke kedepan. Surat kabar kemudian menyoroti pengasingan akan sulit bagi dua orang muda seperti Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin yang hidup sebenarnya harus dipotong bahkan sebelum mereka memasuki kehidupan nyata’.

Parada Harahap sangat piawai dalam soal argumentasi. Itu karena Parada Harahap sudah berpengalaman banyak berurusan dengan intel/polisi dan pemerintahan Belanda. Dari ratusan kali dimejahijaukan kerap lolos dan jika tidak lolos berani bayar denda dan kemudian bertarung lagi dengan intel/polisi. Parada Harahap sudah seakan ahli hukum, bagaikan jaksa, yang kerap membantu pihak lain dalam argumen hukum. Namun dalam soal Ir. Soekarno, Parada Harahap melihat pemerintah sudah melampaui batas sehubungan dengan rumor pengasingan Ir. Soekarno. Parada Harahap lalu membuat rencana akan ke Jepang.


De Sumatra post, 16-10-1933: ‘Pada 16 Oct. (Aneta). Pemimpin Bintang Timoer, Parada Harahap berangkat 7 November disertai sejumlah guru pribumi dan pengusaha pribumi ke Jepang. Rombongan akan kembali melalui Manila’. Surat kabar Bataviaasch nieuwsblad, 24-10-1933 memberitakan ‘Jumlah yang berangkat ke Jepang sebanyak tujuh orang. Tiga wartawan, satu orang guru, satu orang kartunis, dua pengusaha (Batavia da Solo). Tiga orang diantaranya dari pulau-pulau luar (Jawa).

Dalam situasi ini Parada Harahap semakin geram. Parada Harahap berpikir sudah waktunya untuk mencari negara lain untuk berkolaborasi. Kunjungan Parada Harahap ke Jepang adalah semacam perlawan bentuk lain kepada Pemerintahan Hindia Belanda. Parada Harahap akan memimpin tujuh revolusioner Indonesia ke Jepang. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 17-11-1933 melaporkan: ‘…Inlanders naar Japan telah meninggalkan Priok dengan kapal Jepang, Nagoya Maru yang dipimpin Parada Harahap, editor dari Bintang Timoer’.


Jepang berutang kepada Parada Harahap. Pada tahun 1918 Parada Harahap membongkar ksus prostitusi wanita Jepang di hotel kelas-kelas mewah di Medan yang dilakukan para germo di Singapoera. Wanita-wanita Jepang ini menjadi penghibur para pejabat Belanda dan para planter. Keberanian Parada Harahap ini diapresiasi oleh konsulat Jepang di Medan. Sejak itu, Parada Harahap di Batavia boleh dikatakan sangat dekat dengan konsulat Jepang. Siapa yang akan diajak Parada Harahap ke Jepang adalah para revolusioner, yakni: Abdoellah Lubis, pemimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan. Editor Pewarta Deli adalah Adinegoro, abang dari Mr. Mohammad Jamin (sebelum ke Pewarta Deli, Adinegoro adalah editor surat kabar Bintang Timoer di Batavia, milik Parada Harahap); Drs. Mohammad Hatta yang baru selesai studi di Belanda dan telah kembali ke tanah air (yang kini menjadi pengurus partai Pendidikan Nasional Indonesia); Dr Samsi Sastrawidagda, doktor ekonomi lulus di Rotterdam tahun 1925, guru di Bandoeng, pendiri Partai Nasional Indonesia sebelum dibubarkan oleh Mr. Sartono saat Ir. Soekarno dipenjarakan di Bandoeng; Panangian Harahap redaktur Bintang Timoer yang juga merupakan adik Parada Harahap.

Sementara Parada Harahap ke Jepang, Ir Soekarno sebelum berangkat ke pengasingan telah meminta di PI diadakan reorganisasi. Amir Sjarifoeddin diangkat menjadi wakil ketua PI. Keberangkatan Parada Harahap dan kawan-kawan revolusioner ke Jepang dan keberangkatan Ir. Soekarno ke tempat pengasingan serta perubahan pengurus di PI dimana Amir Sjarifoeddin sebagai Wakil Ketua bukanlah berjalan sendiri-sendiri, melainkan strategi perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda yang dilakukan secara kolektif. Parada Harahap dalam ini menjadi semacam sutradara aktif.


Bataviaasch nieuwsblad, 21-11-1933: ‘Soekarno pergi! Berputar kembali pada politik. Manajemen pusat Partai Indonesia mengumumkan bahwa telah menerima surat dari Ir. Soekarno yang menyatakan bahwa Soekarno menarik diri dari gerakan politik. Sehubungan dengan hal tersebut, dan pengunduran diri Mr Gatot sebagai anggota dewan (dia tetap anggota partai), struktur pengurus PI diubah sebagai berikut: Ketua, Mr. Sartono, Wakil Ketua I, Amir Sjarifoeddin, Wakil Ketua II merangkap bendahara, Soewirjo, Sekretaris I, Njonoprawoto, Sekretaris II, Soleman, Komisaris: Sidik, Djojosoekarto, Djauhari, Salim dan Toembel.

Parada Harahap dan rombongan tiba di Kobe tanggal 4 Desember (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 05-12-1933). Sementara itu, Amir Sjarifoeddin di Batavia tengah berada di pengadilan.


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-12-1933: ‘Kasus terhadap Amir Sjarifoeddin. Melawan kejahatan ‘Banteng’. Ratusan orang yang tertarik, kata Aneta, memadati hari-pagi untuk pintu masuk aula kecil di gedung negara di Molenvliet sehubungan dengan sidang editor ‘Banteng’, organ dari Partai Indonesia, Amir Sjarifoeddan bin Baginda Soripada, yang dituduh telah memberikan pernyataan publik atas perasaan permusuhan terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Presiden pengadilan, Mr. Dutry van Haeften sangat cemas karena banyaknya pengunjung yang hadir meski polisi lekaukan pengawalan yang ketat di sekitar gedung pengadilan. Ratusan orang berada di luar menunggu, dan sebagai di dalam mengikuti persidangan. Terdakwa dibela oleh Mr. Soerjadi. Presiden bertanya dalam bahasa Melayu menurut nama dan profesi. Panitera membacakan tindakan tuduhan, dimana bagian-bagian dari sebuah artikel di ‘Banteng’ yang menyebabkan penuntutan disertakan. Menguraikan perlunya aksi massa dan berpendapat perlu dicatat bahwa imperialis masih dalam mobil bagus, duduk di rumah-rumah besar dan itu hanya mungkin untuk mengakhiri dengan membawa massa bergerak. Dalam generasi ke aksi massa juga ditentukan, yang di bawah ‘musuh’ harus dipahami. Pembela: ‘Apakah terdakwa, sebagaimana telah dinyatakan, menyuarakan permusuhan publik sebagaimana dalam Banteng 30 Maret tahun ini’. Presiden: Lihat isi dakwaan Pembela: Mengerti, tapi menganggap dirinya bersalah dengan cara apapun. Presiden: Harus dilihat semua selama tiga bulan sebagai pemimpin redaksi ‘Banteng’. Majalah ini merupakan publikasi komite pers ‘Partindo’. Orang bisa membelinya karena dijual dalam jumlah besar. Sirkulasi sebanyak 3000 eksemplar. Pembela: Selalu semua hasilnya diperiksa oleh panitia pers, baru mengirim dokumen ke percetakan, kemudian semuanya kembali ke panitia pers sebelum didistribusikan. Presiden: Apakah Anda, dengan demikian, memiliki hak untuk mencari tahu dokumen yang memenuhi syarat untuk penempatan?’. ‘Ya’. Presiden: ‘Kamu sendiri?’. Pembela: ‘Tidak, bahkan anggota komite pers kadang-kadang menulis’. Presiden: ‘Tapi pengeditan terakhir, penyusunan dokumen dan tata letak adalah yang dipegang oleh terdakwa? Kemudian beberapa salinan ‘Banteng’ diperlihatkan kepada terdakwa. Artikel ‘Aksi Massa’ diterima dari luar. Presiden: Apakah Anda membacanya dulu? Pembala: Ya, saya membacanya dulu. Menurut saya, itu cocok karena tidak ada apa pun di dalamnya yang bertentangan dengan kepentingan umum. Presiden: Siapakah penulisnya? Pembela: Saya tidak ingin memanggilnya. Presiden: Keberatan apa yang ada melawan? Pembela: Penulis tidak ingin namanya terungkap. Itu sebabnya artikel itu hanya ditandatangani dengan beberapa huruf saja. Presiden: Apakah penulis mungkin sudah merasa bahwa dia bisa dianiaya? Pembela: Tidak, dia tidak memiliki kecurigaan itu. Presiden: Sebagian besar waktu, penulis masih ingin menyebutkan nama mereka. Pembela: Tersenyum. Setelah ini, artikel dianggap secara keseluruhan dalam bahasa Melayu. Ini menunjukkan bahwa pembaca sangat antusias tentang hal itu untuk mencapai ‘titik didih politik’. Selama ini tidak tercapai, lokomotif dapat gerakan tidak berlanjut, dan selama penjajah akan memiliki perasaan yang nyaman untuk duduk di sebuah sedan, dll. Kemudian, terjemahan untuk saksi diadakan. Jadi kata ‘kaki belaka’ diterjemahkan ‘untuk ditarik’. Menurut lukisan, ini harus diterjemahkan ‘menaklukkan’. Dengan demikian, kalimat: ‘Kebebasan Indonesia harus dibaca: ‘kebebasan Indonesia harus ditaklukkan’. Presiden percaya bahwa ‘mereboet’ diterjemahkan baik memang. Terdakwa berpendapat bahwa ‘model belaka’ atau dengan benda-benda sebagai ‘merebut’ bisa menerjemahkan, tapi tidak dalam hubungan digunakan hadir. Selanjutnya, terdakwa masih keberatan dengan terjemahan dari kata ‘segenap’ (benar-benar), yang kata ‘setiap’ digunakan memiliki tanda kutip juga pergi. beberapa hal tidak makna dasar. Terdakwa juga keberatan dengan terjemahan dari kata ‘moesoeh’ oleh musuh. Artinya: lawan politik. Presiden ‘Tapi Terdakwa mengakui bahwa itu terjemahan normal’.

Persidangan Amir Sjarifoeddin belum berakhir, pengadilan belum menemukan bukti bersalah. Selama proses penyidikan Amir Sjarifoeddin tetap mengikuti kuliah. De Indische courant, 08-12-1933 memberitakan bahwa Amir Sjarifoeddin lulus untuk bagian kedua dari ujian master (geslaag is voor het doctoraal examen tweede gedeelte). Amir Sjarifoeddin sambil kuliah juga adalah pendiri dan guru di sekolah Pergoeroean Ra’jat yang beralamat di Gedong Permoefakatan di Gang Kenari No.15 (lihat Haagsche courant, 18-12-1933).


Apa yang membuat Amir Sjarifoeddin mengalami hal tersebut? Parada Harahap melalui surat kabar Bintang Timoer terus menerus mempengaruhi pemerintah. Boleh jadi Parada Harahap telah meminta Prof. Husein Djajadingrat di Rechts Hoogeschool agar Amir Sjarifoeddin mendapat dispensasi. Tentu saja Parada Harahap meminta para anggota Volksraad, seperti Dr. Abdoel Rasjid Siregar (dari dapil Tapanoeli), Mr. Mangaradja Soeangkoepon Siregar (dari dapil Oostkust Sumatra) dan MH Thamrin dari dari dapil Batavia. Belum selesai kasus yang satu lalu muncul lagi tuduhan intel/polisi kepada Amir Sjarifoeddin dan kawan-kawan tentang artikel-artikel di majalah Indonesia Raja yang diterbitkan sebanyak 350 eksemplar (Algemeen Handelsblad, 02-01-1934).

Setelah cukup lama di Jepang, Parada Harahap dkk kembali dari Jepang dan tiba di tanah air. Rombongan tidak langsung ke Tandjong Priok, Batavia tetapi turun di Tandjong Perak, Soerabaja. Diduga karena khawatir ditangkap intel/polisi Belanda, Pilihan turun di Tandjong Perak, Soerabaja karena ada dua tokoh revolusioner yakni Dr. Soetomo dan Radjamin Nasution (pendiri Partai Bangsa Indonesia/PBI). Saat ini, Radjamin Nasution selain anggota dewan kota (gemeenteraad) Soerabaja adalah pimpinan sarikat buruh pelabuhan Tandjong Perak. Cukup aman sambil menunggu perkembangan di Batavia. Sebab di Batavia dalam situasi panas jelang pengasingan Ir. Soekarno. Parada Harahap dan kawan-kawan telah menjadi target intel/polisi Belanda.


Soerabaijasch handelsblad, 11-01-1934 (De Javasche Perskoning. Keert terug.): ‘Dengan kapal ‘Panama Maru, yang hari Sabtu kapal diharapkan merapat di Tandjong Perak, akan kembali Parada Harahap, Editori Chief dari Bintang Timoer, yang selama tinggal di Jepang memiliki kesan menjadi poster sebagai tokoh jurnalieme Hindia Belanda. Kapal meninggalkan hari berikutnya ke Batavia, belum diketahui apakah di sini The King of Java Press Parada Harahap akan pergi ke darat dengan Panama Matu akan terus berlanjut ke Batavia’. De Indische courant, 13-01-1934 (Parada Harahap. Kembali dari Jepang. Wawancara): ‘Wartawan pribumi Parada Harahap telah tiba disini pagi ini dengan Panama Maru dari Osaka Shosen Khaisa. Dia tinggal di sini (baca: Soerabaja) selama beberapa hari, dan kemudian ke Batavia...’.

Di Batavia, Ir. Soekarno diberangkatkan ke tempat pengasingan di Flores pada tanggal 14 Januari 1934. Tidak diketahui secara jelas mengapa Soekarno diberangkatkan sehari setelah dipastikan Parada Harahap dan rombongan telah mendarat di Soerabaja. Apakah dimaksudkan untuk segera menyelesaikan Soekarno dan segera membuka tuntutan baru terhadap Parada Harahap dan kawan-kawan?


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 16-01-1934: ‘Dilarang Menayangkan Film. Di Gedung Nasionalis. Kemarin malam, atas prakarsa Dokter Moewardi dari Hindia, sebuah ceramah disampaikan di "Gedoeng Permoefakatan", Gang Kenari Salemba, dengan menggunakan film yang disediakan oleh DVG, yang disebut film propaganda medis, seperti yang sering ditayangkan oleh dinas tersebut untuk kepentingan penduduk pribumi. Pemutaran ini dapat berlangsung tanpa hambatan, setidaknya tidak ada keberatan yang diajukan oleh polisi. Kami menyebutkan hal ini karena film yang sama dilarang oleh polisi Minggu malam lalu. Larangan ini tidak didasarkan pada sifat film tersebut, tetapi semata-mata pada keadaan berikut. Pengurus yang disebut "Pergoeroean Rajat", sebuah yayasan Partindo, atau lebih tepatnya bekas PNI, telah mengundang para orang tua dan murid sekolah itu untuk "malam orang tua" pada malam yang dimaksud, di mana dokter Moewardi dari Hindia akan memberikan ceramah. Diperkirakan sekitar 200 tamu hadir di aula besar itu, termasuk polisi, untuk mengawasi jalannya sidang. Menjelang waktu dimulai, seorang mahasiswa Fakultas Hukum menyampaikan pidato pembukaan sebagai pimpinan sidang. Bertentangan dengan maksud malam itu, ia berbicara tentang pokok bahasan politik yang, bagaimanapun, tidak memberi alasan bagi polisi untuk campur tangan, tetapi ia baru saja sampai pada pokok bahasan "Pelarangan Pendidikan bagi Kaum Nasionalis", di mana ia menyebutkan, antara lain, bahwa Amir Sjarifoedin dihukum oleh Landraad karena penghasutan telah menjadi korban dan sekarang mendekam di penjara, ketika polisi yang hadir segera menyela dan, tanpa peringatan lebih lanjut, memberi perintah untuk menutup seluruh sidang, termasuk pemutaran film. Dr. Moewardi kemudian meminta polisi untuk mengizinkan pemutaran film, yang menurutnya tidak ada hubungannya dengan politik. Permintaan ini juga ditolak. Namun, polisi akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan kepala PID, yang dilakukan melalui telepon. Jawabannya singkat dan padat: "Tidak". Tidak ada alasan yang kuat untuk itu, sehingga rapat harus ditutup’.

Tidak lama setelah di Batavia Parada Harahap dan kawan-kawan ditangkap. Parada Harahap berhasil lolos karena tidak terbukti tuduhan setelah Konsulat Jepang memberikan kesaksian. Sementara Mohammad Hatta tidak bisa lolos karena intel/polisi melancarkan tuduhan lain (soal politik). Mohammad Hatta ditangkap pada 25 Februari1934 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-02-1934). Mohammad Hatta ditangkap di tempat tinggalnya di Gang Kebon Djeroek No 37 Sawah Besar. Penggeledahan djuga dilakukan di Gang Lontar, Kramat dimana kantor Partai Nasional Indonesia cabang Batavia. Ditempat ini tinggal Ketua Cabang Batavia, Abdul Moerad dan tempat ini juga kantor media Daulat Ra’jat. Namun karena Abdul Moerad Loebis bukan pengurus pusat setelah ditangkap kemudian dilepas. Pada waktu yang sama di tempat lain Amir Sjarifoeddin Harahap ditangkap (kasusnya kurang lebih sama dengan kasus Ir Soekarno dan Drs Mohamad Hatta tentang agitasi). Selama proses pengadilan Amir Sjarifoeddin masih dapat menyelesaikan tesisnya di bidang hukum dan telah mendapat gelar Mr.


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13-04-1934: ‘Penulis Nasionalis. Mr Amir Sjarifoedin. Kaum nasionalis pribumi, yang harus menjalani hukuman di penjara, mengisi waktu dengan menulis buku. Kami telah melaporkan bahwa Mohamad Hatta sedang sibuk di penjara Glodok menyusun buku berjudul: "Krisis Dunia". Sahabat karibnya, Amir Sjarifoedin, yang saat ini dikurung di penjara Struyswijk (baca: Salemba) sambil menunggu keputusan Pengadilan Tinggi, yang harus menyelidiki lebih lanjut hukumannya oleh Landraad di sini, seperti yang kami ketahui, sedang sibuk menulis buku tentang "Konflik Shanghai".

Mohamad Hatta dan Amir Sjarifoeddin Harahap tengah berada di tempat tahanan yang berbeda. Meski demikian adanya, keduanya mengisi waktu dengan menulis buku. Memang keduanya juga terbilang rajin menulis.


Bataviaasch nieuwsblad, 03-05-1934: ‘Vonis Amir Sjariffoedin Landraad dikukuhkan. Sebagaimana yang kami pahami, pengadilan di Batavia telah mengukuhkan dalam revisi putusan Landraad di Batavia, di mana Mr Amir Sjariffoedin dijatuhi hukuman satu setengah tahun penjara karena memuat sebuah artikel yang menghasut kebencian terhadap pemerintah di "Banteng", di mana ia adalah pemimpin redaksi yang bertanggung jawab. Perlu diingat bahwa salah seorang anggota dewan rakyat pedalaman dari pemerintah telah mengajukan pertanyaan tertulis tentang putusan ini, di mana, antara lain, dibuat hubungan antara keyakinan politik Mr Dutry van Haeften, ketua Landraad Batavia, dengan putusan tersebut’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-05-1934: ‘Anggota Partai Indonesia Sjarifoedin. Berangkat ke Soekamiskin. Pemimpin Partindo yang terkenal, Mr Amir Sjarifoedin, yang sebelumnya dijatuhi hukuman oleh Landraad selama 1.5 tahun penjara karena penghasutan, dan sehubungan dengan ini ditempatkan dalam tahanan sementara di penjara Struyswijk, telah dipindahkan ke Soekamiskin (Bandung) untuk menjalani hukumannya. Hukumannya, seperti diketahui, dikukuhkan oleh Raad van Justie di sini dalam revisi’. 

Sementara belum terinformasikan Drs Mohamad Hatta, Mr Amir Sjarifoeddin akhirnya dipindahkan dari penjara Salemba ke penjara Soekamiskin di Bandoeng. Penjara di Bandoeng ini merupakan tempat tahanan Ir Soekarno sebelum diasingkan ke Flores. Lalu apakah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap akan mendapatkan kenyamanan di penjara Soekamiskin dibandingkan dengan kenyamanan yang terdapat di asarama mahasiswa Peganggsaan Oost No 17?

 

Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 29-09-1934: ‘Kolam renang untuk mahasiswa. Rencana sedang disusun. Dalam rapat yang diadakan pada hari Selasa oleh mahasiswa asrama mahasiswa Pagangsaan di Batavia, menurut "Bat. Nwsbld.", dibahas rencana pembangunan kolam renang di belakang asrama mahasiswa. Dana untuk pembangunan kolam renang ini belum tersedia, tetapi diharapkan dapat diperoleh dengan menerbitkan buku yang dapat dibeli oleh orang tua dan teman-teman mahasiswa. Biaya pembangunan kolam renang diperkirakan mencapai 8000 gulden’. 

Apa yang telah terjadi di tanah air juga terus dipantau oleh orang-orang Indonesia di Belanda yang tergabung dalam Perhimpoenan Indonesia. Petisi telah dilancarkan Perhimpoenan Indonesia kepada DPR Belanda (Tweede Kamer). Apakah petisi orang Indonesia akan digubris?


Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 20-09-1934: ‘Petisi kepada Tweede Kamer (DPR di Belanda). Dari Perhimpoenan Indonesia. Perhimpoenan Indonesia, perkumpulan nasionalis revolusioner mahasiswa Indonesia di Belanda, yang pada waktu itu menyuarakan pendapatnya dalam persidangan pemimpinnya saat itu, Mohamad Hatta, dan yang termasuk dalam perkumpulan yang keanggotaannya dilarang bagi pegawai negeri di Belanda dan Hindia, telah menyampaikan petisi kepada Tweede Kamer. Dalam petisi tersebut, setelah argumen yang menyatakan bahwa penderitaan penduduk asli disebabkan oleh tindakan Pemerintah, yang berbicara tentang penindasan pergerakan awak kapal Belanda dan Indonesia di "De Zeven Provinciën", dan yang memprotes "atas nama rakyat Indonesia" terhadap tindakan diplomatik berupa negosiasi dan perjanjian rahasia, khususnya dengan imperialisme Inggris, Perhimpoenan Indonesia menyampaikan permintaan berikut kepada Tweede Kamer: Untuk hak tak terbatas bagi perkumpulan untuk berkumpul. Untuk hak berdemonstrasi. Untuk hak kebebasan berekspresi dan pencabutan peraturan yang memuat larangan pers dan Pasal-153 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda (Penghasutan). Pencabutan Pasal-16l KUHP Hindia Belanda (yang berisi larangan mogok kerja). Amnesti bagi semua tahanan politik dan tahanan, seperti Koesoema Soemantri, Tjipto Mangoenkoesoemo, Soekarno, Hatta, Amir Sjarifoedin dkk. Penghapusan hak-hak Gubernur Jenderal yang berlebihan yang tercantum dalam Pasal-36 dan Pasal-37 Undang-Undang Dasar Hindia Belanda! Pembubaran kamp Digoel segera. Amnesti bagi awak kapal "De Zeven Provinciën". Pengurangan beban pajak secara drastis bagi para pekerja dan petani Indonesia. Penghapusan kekuasaan bangsawan dan layanan desa. Pembatalan utang petani miskin kepada pinjaman pertanian dan bank desa. Skema dukungan hukum bagi pekerja yang menganggur. Penghapusan pengeluaran untuk tentara dan angkatan laut. Menentang pembongkaran pendidikan, layanan kesehatan publik, dan lembaga budaya, antara lain, yang menguntungkan massa pekerja. Pencabutan ketentuan usia 18 tahun untuk partisipasi dalam perkumpulan politik oleh pemuda. Untuk kebebasan hati nurani dan kebebasan partisipasi politik bagi mahasiswa Indonesia di perguruan tinggi dan sekolah menengah di Indonesia dan pencabutan ketentuan dalam peraturan perguruan tinggi yang diubah yang bertentangan dengan ketentuan ini’. 

Mohammad Hatta dan sejumlah pengurus partai Pendidikan Nasional Indonesia berdasarkan resolusi tanggal 16 November 1934 harus diasingkan. Mohamamd Hatta diberangkatkan ke Boven Digoel pada bulan Januari 1935. Selanjutnya dalam sidang yang dijalani Abdul Moerad hanya dikenakan hukuman sembilan bulan penjara. Sementara itu Ir Soekarno sudah beberapa lama di pengasingan di Flores. Dalam perkembangannya muncul rumor yang bertentang dimana di satu pihak Amir Sjarifoeddin akan mendapat pengurangan hukuman dan di pihak lain Amir Sjarifoeddin akan diasingkan (seperti Ir Soekarno). Yang justru menjadi viral di Hindia dan Belanda adalah Amir Sjarifoeddin akan dikirim ke Digoel. Lalu bagaimana dengan Mohamad Hatta? Mohamad Hatta masih di penjara. Hukuman Amir Sjarifoeddin sendiri pada dasarnya di penjara telah melebihi 1.5 tahun.

 

De Indische courant, 15-04-1935: ‘Mr Amir Sjarifoedin. Kembali bebas. Tokoh Partindo yang terkenal, Mr Amir Sjarifoedin, yang seperti diketahui, dijatuhi hukuman satu setengah tahun penjara oleh Landraad di Batavia pada tahun 1933 karena penghasutan, menurut N. v. d. D., akan dibebaskan pada pertengahan April. Saat ini ia mendekam di penjara Soekamiskin. Tampaknya perilakunya yang baik di penjara menjadi motif untuk memberinya remisi beberapa bulan atas hukumannya’. Soerabaijasch handelsblad, 23-04-1935: ‘Calon ke Digoel. Menurut Aneta dari Batavia, Mr Amir Sjarifoedin dipertimbangkan untuk diinternir (diasingkan). Sjarifoedin baru-baru ini dijatuhi hukuman penjara 1.5 tahun oleh Landraad di Batavia’. 

Pada bulan Juni 1935 muncul berita dari Bandoeng bahwa Amir Sjarifoeddin akan dibebaskan (lihat De Indische courant, 06-06-1935). Disebutkan Mr Amir Sjarifoedin. Bandung, 6 Juni (Aneta). Mr Amir Sjarifoedin, mantan anggota dewan eksekutif Partai Indonesia, yang dikurung di penjara Soekamiskin selama delapan belas bulan karena menerbitkan dokumen yang menghasut, kini telah dibebaskan dari penjara. Menurut _AID ia harus segera menghadap Residen, yang memperingatkannya bahwa penahanannya tergantung pada sikap yang akan diambilnya dalam waktu dekat.


De Sumatra post, 24-07-1935: ‘Kembali ke Jawa. Mr Amir Sjarifoedin, salah seorang pimpinan Partindo, yang datang ke sini (Sumatra Utara) beberapa waktu lalu, sore ini akan kembali ke Jawa. Kabarnya, Mr Sjarifoedin akan segera menetap di Pematang Siantar untuk praktik hukum di sana. Dua orang pengacara yang sudah ditempatkan di lokasi tersebut’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Gedong Repoeblik Jalan Pegangsaan Timoer 56: Tempat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Dibacakan 17 Agustus 1945

Tunggu deskripsi lengkapnya



 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar