*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Sejarah
adalah narasi fakta dan data. Lalu mengapa muncul beragam pendapat tentang hal
sejarah? Permasalahan senderhana karena ketidaktahuan (data). Permasalahan
rumitnya pada tingkat pertama adalah kesalahan interpretasi dan pada tingkat
paling buru mengubah fakta dan data serta mengkonstruk data. Saya menemukan
banyak kasus dalam hal ini. Seperti disebut di atas, sejarah adalah narasi
fakta dan data, oleh karena sejarah adalah ilmu pengehuan maka hanya satu fakta
dan data yang sebenarnya dan setiap beragam pertanyaan dalam sejarah hanya membutuhkan
jawaban tunggal. Lalu mengapa narasi sejarah di Indonesia berbeda-beda?
Ilmu dan pengetahuan adalah dua hal yang berbeda.
Pengetahuan dicerna berdasarkan panca indra (mata, hidung, telinga, kult dan
lidah). Sedangkan ilmu adalah cara atau metode (yang dipilih) untuk mengetahui
dan untuk menghasilkan pengetahuan. Dalam hubungan ini, di laman Wikipedia
disebutkan: Ahli-ahli sejarah terkemuka
yang membantu mengembangkan metode kajian sejarah antara lain: Leopold von
Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey Rudolf Elton, G. M. Trevelyan, dan A.
J. P. Taylor. Pada tahun 1960an, para ahli sejarah mulai meninggalkan narasi
sejarah yang bersifat epik nasionalistik, dan memilih menggunakan narasi
kronologis yang lebih realistik. Ahli sejarah dari Prancis memperkenalkan
metode sejarah kuantitatif. Metode ini menggunakan sejumlah besar data dan
informasi untuk menelusuri kehidupan orang-orang dalam sejarah. Ahli sejarah
dari Amerika, terutama mereka yang terilhami zaman gerakan hak asasi dan sipil,
berusaha untuk lebih mengikutsertakan kelompok-kelompok etnis, suku, ras, serta
kelompok sosial dan ekonomi dalam kajian sejarahnya. Dalam beberapa tahun
kebelakangan ini, ilmuwan posmodernisme dengan keras mempertanyakan keabsahan
dan perlu tidaknya dilakukan kajian sejarah. Menurut mereka, sejarah
semata-mata hanyalah interpretasi pribadi dan subjektif atas sumber-sumber
sejarah yang ada. Dalam bukunya yang berjudul In Defense of History (terj:
Pembelaan akan Sejarah), Richard J. Evans, seorang profesor bidang sejarah
modern dari Universitas Cambridge di Inggris, membela pentingnya pengkajian
sejarah untuk masyarakat. (Wikipedia)
Lantas
bagaimana sejarah beragam pendapat sejarah karena soal ketidaktahuan dan ilmu pengetahuan
hanya butuh jawaban Tunggal? Seperti disebut di atas, pengetahuan sejarah
semakin dibutuhkan, namun yang kerap bermasalah adalah soal narasi sejarah.
Metode atau ilmu sejarah semakin ditingkatkan. Lalu bagaimana sejarah beragam pendapat
sejarah karena soal ketidaktahuan dan ilmu pengetahuan hanya butuh jawaban
Tunggal? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe..