Rabu, 02 Juli 2025

Sejarah Indonesia Jilid 4-1: Laut Indonesia dan Era Kelautan dalam Navigasi Pelayaran Nusantara; Peta Laut P Melvill van Carnbee


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini

Hari ini, 2 Juli adalah hari kelautan nasional Indonesia. Selama ini, disebutkan hari itu didasarkan melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1972 yang menetapkan tanggal 2 Juli sebagai Hari Kelautan Nasional. Namun (di internet) Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1972 tentang Pembentukan Panitia Urusan Pupuk dengan Susunan Keanggotaan Menteri Pertaniaan sebagai Ketua Merangkap Anggota. Akan tetapi sumber lain menyebut Hari Kelautan Nasional melalui Keppres No. 33 Tahun 2003 (https://pendidikan-sains.fmipa.unesa.ac.id/).Bagaimana bisa dan apa yang salah? Itu satu hal. Hal lain adalah tentang kelautan dan laut Indonesia sendiri.


Sejarah Hari Kelautan Nasional yang Dicanangkan oleh Presiden Soeharto. 2 Juli 2023. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dan memiliki garis pantai yang panjang mencapai lebih dari 54.000 kilometer. Peranan laut yang penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia menjadi salah satu alasan munculnya peringatan Hari Kelautan Nasional di Indonesia pada tahun 1972 melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1972 yang menetapkan tanggal 2 Juli sebagai Hari Kelautan Nasional. Tanggal 2 Juli 1972 pun menjadi peringatan pertama dari Hari Kelautan Nasional di Indonesia. Terdapat berbagai kegiatan yang biasanya dilakukan dalam peringatan Hari Kelautan Nasional, meliputi penegakan hukum maritim, pengawasan terhadap aktivitas perikanan ilegal, serta kampanye pengurangan polusi laut. Peringatan Hari Kelautan Nasional pun kini menjadi salah satu momentum untuk mempromosikan pariwisata bahari dan potensi ekonomi kelautan di Indonesia. Selain itu, peringatan ini juga menjadi ajang untuk memperkuat kerjasama internasional dalam bidang kelautan serta mengukuhkan posiis Indonesia sebagai negara maritim yang berperan aktif di tingkat global (https://kumparan.com/) 

Lantas bagaimana sejarah kelautan dan laut Indonesia dalam navigasi pelayaran perdagangan Nusantara? Seperti disebut di atas, kelautan di Indonesia menjadi penting karena itu diperingati setiap tanggal 2 Juli. Sejarah laut nusantara adalah bagian dari navigasi pelayaran perdagangan Nusantara dan peta-peta laut sejak P. Melvill van Caranbee menjadi sejarah laut Indonesia. Lalu bagaimana sejarah kelautan dan laut Nusantara dalam navigasi pelayaran perdagangan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Kelautan dan Laut Indonesia dalam Navigasi Pelayaran Perdagangan Nusantara; Peta-Peta Laut P Melvill van Cararbee

Tidak pernah ditemukan peta dalam prasasti. Apalagi peta laut. Hanya teks saja di dalam prasasti. Dalam teks prasasti Kedoekan Boekit (682) di pantai timur Sumatra disebutkan ‘Dapunta Hiyang naik di sampan mengambil siddhayātra. pada hari ke tujuh paro-terang bulan Jyestha, Dapunta Hyang marlapas dari Miṉāṅgā tamwāṉ membawa bala dua laksa dengan lengkap perbekalan dua ratus cara/peti di sampan’. Inilah informasi kelautan (maritime) tertua di nusantara.


Namun bagaimana bentuk sampan (baca: kapal) di dalam prsasasti tidak terinformasikan. Bentuk kapal baru ditemukan pada abad ke-9 yang digambarkan di dalam relief candi Borobudur di Jawa bagian pedalaman. Kemaritiman dan penggunaan kapal sesungguhnya gambaran nusantara itu sendiri. Nusa dalam bahasa Austronesia (bahasa Yunani: nesos) adalah pulau/kepulauan. Oleh karena itu nusantara artinya kepulauan diantara dua daratan luas (Asia dan Australia).

Pada awal abad ke-7 sudah terinformasikan lalu lintas pelayaran internasional. Kapal-kapal Arab dari Laut Merah sudah sampai ke pantai timur Tiongkok, yang diduga melalui nusantara (selat Malaka atau selat Sunda/Karimata). Pada akhir abad ke-7 seorang Boedha, I’tsing melakukan pelayaran dari Canton melalui Bodja ke pantai timur Sumatra (melalui selat Batam/Bintan). Dari Sumatra, I’tsing melanjutkan pelayaran ke Nalanda (India). Gambaran pada abad ke-7 ini, nusantara sudah menjadi salah satu hub navigasi pelayaran perdagangan dunia. Lantas bagaimana selanjutnya?


Sejak I’tsing, ada sejumlah catatan yang terinformasi tentang navigasi pelayaran di nusantara. Pada awal abad ke-11, kerajaan Chola di pantai timur India menyerang pantai timur Sumatra (prasasti Tanjore 1030). Marco Polo, seorang Venesia, menjelajah sekitar tahun 1269; mencapai Peking, ibu kota Tiongkok. Sepulangnya Marco Polo melewari Pentam (Bintan/Batam?) untuk menuju Ferlec (Perlak?). Setengah abad kemudian seorang Moor dari Mauritania/Marocco Ibnu Batutah melakukan perjalanan ke timur hingga ke Tiongkok. Ibnu Batutah sempat bermukim di (kerajaan) Samudra pada tahun 1345 (lihat Rihlah oleh Ibnu Batutah, 1355). Ekspedisi Tiongkok (Cheng Ho) yang dilakukan tahun 1405 pertama menuju Jawa (Semarang?) kemudian ke Fa-lim-fong (Palembang), Man-lai-ka (Malaka), A-lu (Aru), Su-men-ta-la (Sungai Karang) dan Lam-li (Lamuri). Peta: salah replika bentuk lain pulau Jawa (Peta 1521) (lihat Bordon, Benedetto, 1450-1530).

Pelaut-pelaut Portugis mengikuti rute perdagangan orang-orang Moor. Pada abad ke-16 sumber peta di Eropa hanya terbatas pada peta Ptolomeus abad ke-2 yang mulai dikembangkan. Navigasi pelayaran Spanyol dan Portugis adalah awal kehadiran Eropa di nusantara. Dalam hal ini Portugis dan Spanyol menjadi awal kemajuan orang Eropa. Orang Moor sendiri dapat dikatakan pendahulu (predecessor) orang-orang Portugis mencapai Hindia. Pada tahuh 1511 Portugis yang berbasis di Goa (pantai barat India) menduduki pelabuhan Malaka (Kerajaam Malaka tamat).


Tiga kapal Portugis berangkat ke Maluku Antonio d’Abreu, Francisco SerrAo dan Simao Affonso Bisigudo masing-masing dipimpin Goncalo d'Oliveira, Luys Botim dan Francisco Rodriguez. Kapal Antonio d’Abreu pada bulan Desember 1511, tiba di Grissée (Agacimum, Agacai, Agasy). Francisco Rodriguez membuat peta bertahun 1512 berdasarkan laporan Antonio d’Abreu. Kapal Joam Lopez Alvim tiba di Maluku pada tahun 1513. Kartografer Pedro Reinel, menyusun peta yang diterbitkan pada tahun 1517 yang merupakan hasil pelayaran pada tahun-tahun 1511-1513. Pada peta No 18 diidentifikasi Rio de mellaa (Melaqua), Muar, Rio Fermosso, Samgepura, Ilha de Bumambas" (kepulauan Anambas). Pada peta No 19 esta he a firn da Ilha de camatara (Sumatra), Palembam, Nucapare, Ilha de Bamca, Compeco da Ilha de Maquater (pangkal pulau Makasser), Compeco da Ilha de Iaaoa (Jawa), esta Parasem se chama Ssumda (Sunda). Pada peta No 21 A gramde Ilha de Maquacer, Borney, Lloutam, C. Tanhumbagubari, Tanhumpura, Pamgun (Poeloe Laoet?), Agaci (Grissee), Ssurubaia, da Ilha de Jaoa, Ilha de Madura, Bilarain (Bali?), homde sse perdeo a ssabaia (Sapoedi?), Savoye, Lamboquo, Ssimbaua, Aramaram. Pada peta No 20 diidentifikasi Ilha de Sollor, Cabo das Frolles (Cabo das Flores?), Batutara (Komba atau P Kambing), Ilha de Timor Homde Nace Ssamdollo (pulau Timor), Ilhas de Bainda Homde, Buro (kepulauan Aroe), I dos Papagaios, Gulligulle, Ceiram tem Bouro (Boeroe), eslas quatro Ilhas Azurs(i) ssam as de malluquo, homde nace ho crauo eilanden zijn die van Molukken, waar groeit de kruidnagel), Ilha do (?) dama ó° tem ssamdollo, Ilha de Papoia. Catatan: banyak diantara nama-nama tersebut ditemukan dalam teks Negarakertgama (1365). 

Pada tahun 1516 satu kapal Portugis menuju Canton, namun pada tahun 1519 diusir oleh kerajaan Tiongkok. Pada tahun 1521 satu kapal Portugis menuju Broenai. Sementara itu, kapal Antonio de Brito pada tahun 1521 tiba di Agacim. De Brito pertama-tama berlayar ke pelabuhan Toeban, kemudian ke Grissee. Dari Grissee mengirim sekoci ke Madoera. Pada tahun ini juga pelaut-pelaut Spanyol mengikuti rute jalur barat melalui celah Amerika Selatan melalui lautan Pasifik hingga tiba di Zebu (Filipina) pada tahun 1521. Kapal-kapal Spanyol menuju Maluku pada tahun 1522.


Pelaut-pelaut Portugis adalah kontributor pertama dan utama dalam navigasi pelayaran di nusantara. Tidak ada sumber lain yang ditemukan, kecuali latar belakang peta dari peta-peta Ptolomeus. Pada Peta 1561 nama-nama yang diidentifikasi di pulau Jawa adalah Iapara, Mandalica (di tengah), Toebam (di timur) dan Agachi (Gresik di selatan?). Empat nama di sebelah barat Japara sulit dipahami, yakni nama-nama Aurbam (Ambarawa?), Carba (Cirebon?), Agoadadaluyan (Karawang?), Pariebapor (Soekapoera?) dan Antropophagy. Peta yang diterbitkan tahun 1561 ini diduga peta yang disusun oleh pada kartografer Eropa berdasarkan akumulasi laporan pelaut-pelaut Portugis di Nusantara. Para kartografer di Eropa (termasuk Jerman dan Italia) percaya bahwa pulau Taprobana versi Ptolomeus dalah pulau Sumatra (lihat Peta 1565 yang dibuat oleh seorang Italia Giovanni Battista Ramusio) dan peta yang dibuat seorang Jerman Sebastian Munster. 

Seiring dengan kehadiran pelaut-pelaut Portugis di Nusantara, dalam perkembangannya menyusul kehadiran para misionaris. Di Jawa dilaporkan pada tahun 1555 seorang misionaris (Katolik) membuka stasion di lerang gunung Raung (dekat Banyuwangi yang sekarang). Tampaknya kurang berhasil. Pada tahun 1575 misionaris membuka stasion di Solor (pulau dimana terdapat komunitas pedagang Makassar yang telah mengusahakan perdagangan kayu gaharu—dalam perdagangan ke Canton).


Lalu lintas pelayaran orang Portugis sudah sangat tinggi di Hindia Timur (baca: nusantara). Ini dapat dibaca dalam laporan orang-orang Portugis antara lain Tome Pires (1512-1515), Mendes Pinto (1537-1539) dan buku yang ditulis oleh penulis sejarah Portugal, Joao de Barros (pada era Gubernur Portugis di Hindia Don Sampayo). Singkatnya, peta-peta navigasi pelayaran (perdagangan) semakin baik dari waktu ke waktu. Hanya beberapa nama yang tersisa dari nama-nama tempat yang diidentifikasi pada peta Ptolomeus yang mirip dengan peta-peta baru pada era Portugis ini. Tentu saja identifikasi peta-peta masih terbatasa di wilayah pesisir. Hal itulah mengapa pelaut-pelaut Portugis meyakini bahwa pulau Jawa terdiri dari dua bagian yang dibelas oleh perairan/selat sempit (lihat Peta).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Peta-Peta Laut P Melvill van Carnbee: Laut Indonesia dari Masa ke Masa

Belum lama ini heboh di Tiktok tentang lomba pacu jalur ketika seorang anak laki-laki remaja memandu perahu di haluan. Ini bermula di Kuantan Singingi, Riau dibuka Event Festival Pacu Jalur Tradisional Kabupaten Kuantan Singingi Jumat tanggal 13 Juni (lihat https://kuansing.go.id/id/). Ini menjadi bagian sejarah laut dan perairan Indonesia masa ke masa.


Perahu-perahu kecil dengan nama yang berbeda-beda: kano, prau, sampan dan sebagainya termasuk jalur. Nama Djaloer sudah ada yang menggunakan sebagai nama perahu sejak dulu (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 18-04-1863). Disebutkan tiba di Padang, perahu Djaloer dikemudian Mara Moge yang membawa dua doz peralatan/perlengakapan Eropa dan satu doz mangkok teh. Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 19-09-1863 memberitakan praauw Djaloer, dikemudian Lebe Amat van Tampattoean membawa 6 pic sepoeloetrijst, 6 pic rijst, 3 pic assam belimbing, 1 pic katoembar, 1 pic tangoelie. Dalam hal ini jalur (djaloer) sendiri adalah perahu/kapal kecil (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-03-1880). Disebutkan di Atjeh ‘dat geen enkele djaloer (klein vaartuig) naar het stoomschip mocht gaan [tidak ada djaloer (kapal kecil) yang diizinkan pergi ke kapal uap itu]. Sebutan kapal dan kan’o berasal dari India (lihat Verklarend handwoordenboek der Nederlandsche taal (tevens vreemde-woordentolk), vooral ten dienste van het onderwijs, 1923). Sedangkan dari Tiongkok disebut jonk.

Nama perahu kecil dengan sebutan djaloer sangat luas digunakan di Sumatra. Sebutan kano atau kanoe sudah lama terinformasikan dan yang lebih tua lagi adalah sampan dan perahu (bahasa Batak dan bahasa Jawa). Juga ada sebutan bidoek dalam bahasa Melayu/Minangkabau/Palembang. Nama lainnya seperti kora-kora lihat Scheepstermen en kommando's in de Hollandsche en Maleische talen door John Buechler (1849). Lantas bagaimana dengan sebutan patjoe? Sebutan pacu (patjoe) juga sudah dikenal (sporen) yang umumnya dikaitkan dengan kuda (lihat Philippus Pieter Roorda van Eysinga, 1825). Sebutan pacu diduga kuat berasal dari bahasa Batak sebagai rennen v.e. paard (lihat Enggink, 1936). Bedakan dengan sebutan pangkoer dalam bahasa Batak, patjoel dalam bahasa Jawa (cangkul). Sebutan djaloer/djoeloer adalah sebutan nama ubi rambat dalam bahasa Batak, tetapi kuda terbaik saat itu dari Sumatra berasal dari Tanah Batak (diekspor). Jadi, bagaimana sebutan patjoe dan djaloer bertemu? Sebutan djaloer dalam bahasa Minangkabau adalah djadjar (lihat Muzahar Thaib, 1935). Patjoe dalam bahasa Minangkabau adalah besi jang ditokok membenamkan pakoe kedalam kajoe sampai hilang kepalanja.


Bataviaasch nieuwsblad, 07-05-1904: ‘Soengei Mengatal yang berada di dekat perbatasan dengan Indragiri. Akibat campur tangan sang Controleur saat menyusuri hulu sungai Soemaai, penduduk kembali dalam waktu delapan bulan, seperti halnya di daerah Sekalo. Menurut laporan yang diterima dari berbagai sumber, Taha pergi ke Moeara Taboen di hulu sungai Batang Hari. Dari sana, ia, hanya ditemani oleh empat orang yang setia, seperti petani biasa, menyusuri sungai Batang Hari dengan djaloer (sampan kecil). Jejaknya dapat dilacak hingga ke sungai Panapalan, yang di sekitarnya kemungkinan ia bersembunyi, meskipun tampaknya telah tersebar kabar atas perintahnya bahwa ia telah turun ke dataran rendah Djambi’. Foto: Kanorace op de Inderagiri (Batang Koeantan) te Taloek, 1927.

Sebutan djaloer untuk perahu diduga berasal dari Atjeh. Djaloer dalam bahasa Batak dan bahasa Minangkabau diartikan berbeda. Patjoe ditemukan dalam bahasa Batak dan bahasa Melayu. Oleh karena patjoe dikaitkan dengan koeda, sebutan patjoe diduga kuat berasal dari bahasa Batak (sebagai pengekspor kuda terbaik). Kuda terbaik lainnya berasal dari Boegis dan Makassar, tetapi tidak ditemukan sebutan patjoe untuk kuda. Lantas bagaimana dengan sebutan patjoe dajloer? Sejauh ini tidak ditemukan sebutan itu pada era Hindia Belanda.


Seperti disebut di atas sebutan kano berasal dari India (Sanskrit?) yang kemudian masuk ke dalam bahasa Eropa seperti bahasa Inggris. Perlombaan kano (canorace) telah menjadi satu sendiri yang diperlombakan dalam even olahraga. Seseorang telah berkunjung ke Indragiri pada tahun 1927. Salah satu foto mengindikasikan suatu perlombaan kano (kanorace) di sungai Batang Koeantan di Taloek.

Berdasarkan buku Scheepstermen en kommando's in de Hollandsche en Maleische talen yang disusun oleh John Buechler tahun 1849 mengindikasikan pemahaman laut dana pelayaran oleh orang-orang pribumi. Pada fase inilah kemudian mulai dilakukan pemetaan laut di Indonesia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

 *Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar