Minggu, 20 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (13): Ternak Besar dan Pacuan Kuda di Soekaboemi; Kesehatan Hewan dan Kebutuhan Dokter Hewan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Penggunaan ternak besar sebagai pengganti tenaga kerja manusia sudah sejak lama disadari oleh penduduk di Soekaboemi. Ternak besar seperti kerbai digunakan untuk membajak sawah dan menarik pedati. Demikian juga ternak besar yang sangat lincah yakni kuda digunakan sebagai kuda tunggangan untuk perjalanan jarak jauh. Orang-orang Eropa/Belanda juga menggunakan kuda sebagai alat transportasi yang tidak hanya ditunggangi tetapi kuda juga dijadikan sebagai penarik kereta. Dalam perkembangannya, kuda juga dijadikan aset penting,  juga diikutsertkan dalam lomba pacuan kuda.

Arena pacuan kuda di Soekaboemi (1890)
Pacuan kuda tidak hanya sekadar lomba, Tetapi pacuan kuda juga menjadi simbol gengsi para pemilik kuda, pacuan kuda menjadi sarana hiburan massal yang murah dan tentu saja secara diam-diam di dalam tribun muncul praktek judi. Pacuan kuda adalah satu hal, dan penggunaan tenaga kerbau di pertanian dan perdagangan adalah hal lain lagi. Namun dua hal tersebut menjadi permasalahan ternak besar secara umum yang satu sama lain terkait.

Ternak besar (terutama kerbau dan kuda) yang menjadi aset dan faktor penting dalam pembangunan ekonomi (perdagangan dan pertanian) menjadi salah satu perhatian pemerintah. Munculnya penyakit ternak menjadi persoalan penting bagi pemerintah. Oleh karenanya ternak besar selalu menjadi perhatian. Namun yang menjadi tantangan bagi pemerintah adalah bangaimana menjaga kesehatan ternak besar dan bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengisolasi wilayah jika terjadi wabah penyakit. Ketiadaan dokter hewan menyebabkan perihal ternak besar selalu dihantui oleh bayang-bayang ketakutan.

Sejarah Sukabumi (12): Societeit (Klub) Soekamanah di Soekaboemi; Societeit Jadi Sumber Inspirasi Pribumi Berorganisasi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Hanya ada organisasi pemerintah di Soekaboemi. Namun dibukanya jalur kereta api Buitenzorg-Soekaboemi pada tahun 1882, banyak hal yang muncul baru di Soekaboemi. Pembangunan hote mulai marak. Para pengusaha pertanian (planter) mulai menyatukan diri dengan membentuk asosiasi. Asosiasi yang disebut Vereeniging van Beheerders van Laadbouwondernemingen te Soekaboemi disahkan pemerintah pusat pada bulan Novemver 1882 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-11-1882). Asosiasi inilah yang kemudian memicu didirikannya societeit (klub) sisial di Soekaboemi yang disebut Societeit Soekamanah.

Societeit Soekamanah di Soekaboemi (1908)
Societeit sudah sejak lama didirikan di Batavia. Keberadaannya bahkan sudah diketahui sejak 1683. Pada era pendudukan Inggris (1811-1816) keberadaan societeit juga tetap dipertahankan. Pada tahun 1834 muncul societeit pertama di luar Batavia yang didirikan di kota Padang. Pendirian societeit kemudian meluas ke berbagai kota-kota. Di Batavia dalam perkembangannya tidak hanya satu buah societeit tetapi telah bertambah menjadi tiga buah. Di Bandoeng, dibentuk societeit yang disebut Societeit Concordia yang disahkan oleh pemerintah pada tahun 1879 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 05-07-1879). Pendirian societeit di Bandoeng didahului oleh pendirian societeit di Buitenzorg (yang keberadaannya paling tidak sudah diketahui pada tahun 1872).     

Societeit Soekamanah di Soekaboemi dicetuskan pada akhir tahun 1882. Awalnya tempat societeit ini berada di samping rumah/kantor Asisten Residen. Namun dalam pertemuan yang diadakan pada awal Januaru 1883, tempat societeit akan dipindahkan ke tempat lain dengan membangun gedung baru (lihat De locomotief, 05-01-1883). Lantas dimana lokasi gedung societeit di Soekaboemi ini? Keberadaan Societeit Soekamanah menjadi penting karena menjadi pemicu bagi warga pribumi untuk membentuk hal sejenis. Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 19 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (11): Sejarah Pendidikan di Sukabumi dan Kweekschool Bandoeng 1866; Sekolah Pertanian dan Sekolah Polisi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Pendidikan modern (aksara Latin) pada dasarnya baru dimulai pada era kolonial Belanda. Seperti di berbagai tempat, pemerintah kolonial Belanda juga menintroduksi pendidikan modern di Soekaboemi. Dalam hal ini, pemerintah selain menyediakan fasilitas pendidikan bagi orang Eropa/Belanda, pemerintah juga menyelenggarakan pendidikan bagi penduduk (pribumi). Pemerintah mendatangkan guru-guru dan juga membangun prasarana pendidikan seperti bangunan sekolah.

Sekolah Polisi di Soekaboemi (1927)
Kota Soekaboemi memiliki dua sekolah khusus, yakni sekolah pertanian dan sekolah polisi. Sekolah pertanian di Soekaboemi hanya berlangsung pada era kolonial Belanda. Sekolah polisi yang mulai diselenggarakan di Kota Soekaboemi pada tahun 1927, dapat dianggap memiliki garis continuum dengan penyelenggaran Sekolah Calon Perwira (SECAPA) Sukabumi (kini diubah dan disebut Sekolah Pembentukan Perwira/STUKPA).   

Lantas sejak kapan introduksi pendidikan modern dimulai di Sukabumi? Lalu seperti apa perkembangan selanjutnya hingga menemukan wujudnya seperti yang sekarang. Lalu mengapa di Soekaboemi diadakan sekolah pertanian dan sekolah polisi? Meski pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja tidaklah terlalu penting, tetapi untuk mengetahuinya tentu saja tidak ada salahnya. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.  

Rabu, 16 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (10): Sejarah Jampang Kulon; Perjuangan oleh RA Eekhout dan Pengakuan Dunia pada Geopark Tjiletoeh


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Nama Ciletuh yang sudah dikenal tempo doeloe--pada saat mulai pembentukan pemerintahan di onderafdeeling Soekaboemi yang lalu kemudian ditempatkan Controleur di Soekaboemi tahun 1846--kini menjadi ikon utama ibu kota baru Kabupaten Sukabumi. Ketika Presiden Soekarno membangun hotel internasional di Pelabuhan Ratu pada tahun 1960 yang diberi nama keren Samudra Beach Hotel, nama Pelabuhan Ratu tetap tak menggetarkan warga Kota Sukabumi maupun warga Kota Jakarta. Baru setelah UNESCO tahun 2015 mengakui nama (daerah aliran sungai) Ciletuh sebagai inti Geopark di pantai selatan Jawa (Samudra Beach) nama Pelabuhan Ratu terangkat kembali. Padahal Pelabuhan Ratu sendiri sudah sejak tahun 2000 ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Sukabumi. Nama Tjiletoeh sudah sejak satu abad yang lalu dipromosikan oleh RA Eekhout.

Pelabuhan Ratu (Peta 1886); Tjiwaroe dan Tjiletoeh masa kini
A Eekhout, pemilik lahan pertanian di Baros tanpa henti memperjuangkan pembangunan di wilayah bagian selatan Sukabumi. Ini bermula tidak lama setelah jalur kerata api Buitenzorg-Bandoeng dioperasikan pada tahun 1883, pemerintah pusat di Batavia menutup pelabuhan ratu sebagai pusat perdagangan dan juga menutup Pelabuhan sebagai pelabuhan internasional. Menyadari bahwa protesnya tidak digubris pemerintah, RA Eekhout pada tahun 1888 coba mengambil inisiatif untuk membangun jalur kereta api dari Soekaboemi ke Pelabuhan Ratu via Tjibadak. Konsesi yang sudah didapatkan ini kemudian ditolak oleh pemerintah. Tidak berhenti sampai disitu, RA Eekhout merintis jalur kereta api dari Sagaranten ke Leuwiliang via Tjikembar. Lagi-lagi ditolak pemerintah. Semua itu diperjuangkan RA Eekhout demi untuk kue pembangunan dapat menyentuh wilayah Jampang Kulon. Perjuangan tanpa henti RA Eekhout akhirnya baru direspon pemerintah pusat pada tahun 1901 dengan membuka jalur pelayaran pemerintah Batavia-Pelaboehan Ratoe.     

Lantas bagaimana sejarah Jampang Kulon secara keseluruhan? Nah, itulah yang ingin kita kedepankan. Sebab selama ini, sejarah Jampang Kulon kurang terperhatikan selama ini. Dengan ditetapkannya kampong Tjiletoeh sebagai warisan dunia sebagai Geopark (taman bumi) di District Djampang Koelon, maka sudah sepatutnya sejarah Jampang Kulon dinarasikan secara lengkap. Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 15 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (9): Sejarah Selabintana dan Selabatu; Dari Sanatorium di Tjikole Menjadi Hotel dan Air Terjun Tjibeureum


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Asal muasal terbentuknya hotel di Selabintana bermula di Selabatoe, kampong Tjikole. Pada masa lampau kampong Tjikole adalah ‘downtown’ Soekaboemi. Hal ini bermula dimana planter membangun homebase, lalu menjadi munculnya perkampongan orang-orang Tionghoa. Sebagai ‘pusat kota’ lalu Militaire Department membangun rumah sakit militer yang dipimpin oleh Dr. L Weiss. Namun dalam perkembangannya persoalan muncul.

Selabatoe tempo doeloe (Peta 1899); Selabintana masa kini
Sehubungan dengan dibukanya jalur kereta api Buitenzorg-Bandoeng dan beroperasinya ruas Buitenzorg-Soekaboemi pada tahun 1882 kota Soekaboemi yang berpusat di kampong Tjikole tumbuh berkembang secara pesat. Setelah adanya persoalan antara militer dengan penduduk tahun 1890, dalam perkembangannya rumah sakit itu berubah status kepemilikan yang kemudian disewa oleh E Lenne dan menjadikannya sanatorium dan kemudian diintegrasikan dengan hotel: ‘Sanatorium en Hotel Selabatoe’.

E Lenne kemudian melakuan ekspansi usaha dengan membangun baru hotel yang lebih baik di Selabintana. Hotel Selabinta yang mengintegrasikan dengan keindahan alam yang eksotik dimana terdapat air terjun menjadi pesaing utama dalam usaha akomodasi dengan dua hotel terdahulu: Hotel Ploem dan Hotel Voctoria. Itulah sekilas sejarah awal kehadiran Hotel Selabinta yang tidak terpisahkan dari Sanatorium Selabatoe. Tapi tentu itu tidak cukup. Untuk itu mari kita telusuri lembih lanjut sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Sukabumi (8): Sejarah Hotel di Sukabumi; Ploem dan Victoria, Sebelumnya Hotel Tak Dikenal Jadi Hotel yang Dicari


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Tempo doeloe, Sukabumi adalah surga. Tidak hanya untuk orang sehat, tetapi juga surga buat orang sakit. Oleh karena itulah, seorang dokter merekomendasikan untuk membangun hotel di Sukabumi. Lalu muncul hotel Ploem dan hotel Victoria. Dua hotel yang terbilang terawal di Sukabumi. Dua hotel ini pada awalnya tidak dikenal, tetapi kemudian menjadi hotel-hotel yang sangat dicari. Mengapa?

Hotel Ploem (1882) dan Hotel Victoria (1883)
Pada masa ini nama hotel Ploem dan hotel Victoria tentu saja tidak ditemukan lagi, Namun situs dua hotel ini masih ada. Gedung Juang Sukabumi yang sekarang adalah hotel Victoria pada masa lampau. Dimana posisi GPS hotel Ploem? Yang jelas dalam perkembangannya muncul nama-nama hotel baru: hotel Selabatoe dan hotel Selabintana.

Dari semua hotel tempo doeloe ini hanya hotel Selabintana yang tetap eksis hingga ini hari. Alasan dibangunnya hotel Selabintana juga karena alasan yang sama: hotel yang dicari. Apakah pembangunan hotel di Sukabumi pada masa ini karena pertimbangan seperti masa lalu? Tentu tidak. Semua tielah berubah. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doelloe.

Sabtu, 12 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (7): Situ Gunung, Danau Kecil Tapi Indah di Lereng Gunung Gede Pangrango; Dikenal Sedari Doeloe (1888)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Banyak situ (danau) di Sukabumi, tetapi danau Situ Gunung disitu Gunung Gede Pangrango menawarkan suatu alam yang berbeda (eksotik). Situs ini pernah saya kunjungi tahun 1984 mengikuti rombongan wisata Imatapsel Bogor ketika saya masih kuliah di tahun kedua. Ketua rombongan kami adalah mahasiswa yang tahun sebelumnya pernah KKN di desa dimana situ berada. Wisata alam ini kami adakan hari Sabtu-Minggu dengan membawa tenda besar dipinjam dari Zeni-Bogor (semacam persamilah). Sejak itu, baru ketika menulis artikel ini saya merecall kembali memori tentang alam indah Situ Gunung.

Situ Gunung dan jembatan gantung (Peta 1899)
Danau Situ Gunung berada di desa Gede Pangrango, kecamatan Kadudampit, kabupaten Sukabumi. Nama desa Gede Pangrango adalah baru, seingat saya dulu bukan itu nama desa dimana situ berada (tetapi masuk desa Sukamantri, coba cek Pak Camat Cisaat). Nama kecamatan Kadudampit juga baru, saat itu situ masih termasuk kecamatan Cisaat. Menurut versi Eropa/Belanda sebelum saya ke Situ Gunung, satu abad di masa lampau (1888) danau (meer) Sitoe Goenoeng berada di district Tjimahi. Disebutkan bahwa kampong terdekat dari situ ini pada saat itu adalah kampong Tjibonar (baca: Cibunar).

Namun bukan kunjungan kami itu yang ingin ditulis tetapi adalah kesan para wisatawan Eropa yang mengunjungi Sitoe Goenoeng pada tahun 1888. Boleh dikatakan dari situlah (sejak 1888) sejarah Situ Gunung dimulai. Pada masa ini, berdasarkan informasi di internet, Situ Gunung kini sudah sangat heboh. Bahkan di kampong Pasanggrahan di dekat situ terdapat situs modern yakni jembatan gantung yang tidak kalah eksotiknya dengan situ. Jembatan suspensi Situ Gunung ini panjangnya 250 meter di atas ketinggian 150 meter dari dasar ngarai. Situs wisata ini berada di bawah Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Mari kita kunjungi! Akan tetapi sebelum ke sana mari kita tinjau lebih dahulu sejarahnya berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Sukabumi (6): Sejarah Parung Kuda di District Tjitjoeroek; Jan Pieter van der Hucht dan Onderneming Parakan Salak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Ibarat roda kereta kuda, kota Parung Kuda adalah poros (as atau sumbu) di District Tjitjoereok pada masa lampau. Lokasi wilayah Parung Kuda yang berada di tengah (strategis) menyebabkan Parung Kuda memiliki dinamikanya sendiri. Dinamika tersebut yang mana kota Parung Kuda berkembang seiring dengan perkembangan perkebunan (onderneming) di Parakan Salak. Oleh karena itu sejarah Parung Kuda tidak bisa dipisahkan dengan sejarah Parakan Salak. Sejarah Parung Kuda dan sejarah Parakan Salak ibarat roda kereta kuda antara yang kiri dan yang kanan (jika beroda dua); atau ibarat roda belakang dan roda depan (jika beroda empat).

Parakan Salak dan Paroeng Koeda (Peta 1899)
Keutamaan sejarah Parung Kuda tidak hanya karena terhubung dengan perkebunan (onderneming) Parakan Salak, tetapi juga menjadi faktor penting dalam pembangunan jalur kereta api antara Buitenzorg (Bogor) dan Soekaboemi tahun 1881. Pada era perang kemerdekaan (1945-1949) Parung Kuda terkenal karena pertempuran di Bodjong Kokosan. Pada masa ini, adanya halte/stasion kereta api di Parung Kuda juga menjadi faktor penting pengembangan wisata alam di Parakan Salak.
  
Lantas seperti apa awal mula sejarah Parung Kuda? Itu harus kita mulai dari Parakan Salak. Banyak tokoh penting muncul dari Parakan Salak. Yang pertama adalah sang pionier Jan Pieter van der Hucht yang membuka laha Parakan Salak pada tahun 1844. Lalu muncul AW Holle dan G Mundt. Paralel dengan sejarah Parakan Salah dan para tokoh-tokoh tersebut, sejarah Parung Kuda berlangsung. Untuk memahami lebih lanjut mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 10 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (5): Sejarah Pelabuhan Ratu, Ibu Kota Baru Kabupaten Sukabumi; Wijnkoopsbaai, Scipio, de Wilde, Eekhout


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Pada tahun 1890 RA Eekhout memiliki konsesi untuk membangun jalur rel kereta api (listrik atau uap) dari Cibadak ke Pelabuhan Ratoe. Pemerintah pusat telah membuat kebijakan baru menutup pelabuhan Wijnkoopsbaai dari segala aktivitas perdagangan pemerintah dan perdagangan luar negeri. Ini sehubungan dengan beroperasinya jalur kereta api ruas Buitenzorg-Bandoeng via Soekabomi dan Tjiandjoer. RA Eekhout ingin menyelamatkan Wijnkoopsbaai (Palaboehan Ratoe) dan terus mengembangkannya.

Pelabuhan Ratu (Wijnkoopsbaai) kali pertama dikunjungi oleh orang Eropa/Belanda tahun 1687 ketika dilakukan ekspedisi yang dipimpin oleh Sersan Scipio yang diawali dari muara sungai Tjimandiri (rivier van Gekrok) menuju pedalaman hingga ke gunung Guruh (Sukabumi) dan kembali melalui punggung gunung Salak-Pangrango hingga ke titik singgung terdekat sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane dengan membangun benteng (fort) yang disebut benteng Padjadjaran. Dari benteng tim ekspedisi kembali ke Batavia melalui sisi timur sungai Tjiliwong. Kelak de Wilde (di era pendudukan Inggris (1811-1816) membuka usaha pertanian di sekitar gunung Guruh (yang menjadi cikal bakal Kota Sukabumi).    

Kini, ibu kota Kabupaten Sukabumi telah dipindahkan dari Kota Sukabumi ke kota Pelabuhan Ratu. Jika Kota Sukabumi diawali oleh de Wilde maka Pelabuhan Ratoe ingin direvitalisasi oleh RA Eekhout. Namun gagasan Eekhout ditolak banyak pihak. Lantas apakah berhasil pemindahan ibu kota kabupaten Sukabumi ke Pelabuhan Ratu akan cepat berkembang Sukabumi bagian selatan? Belajar sejarah Pelabuhan Ratu ada bainya karena dapat memberi perspektif dalam arah perjalanan sejarah kota ke masa depan. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 08 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (4): Sejarah Benteng dan Warudoyong, Area Pemukiman Pribumi; Mengapa Ada Bunker di Dalam Kota?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Pertanyaan penting pada masa ini mengapa ada terowongan bawah tanah di dalam Kota Sukabumi. Besar dugaan terowongan itu bukan dibangun di era pendudukan Jepang. Cikal bakal terowongan tersebut diduga dibuat pada era VOC/Belanda. Terowongan tersebut menjadi semacam bunker, tempat persembunyian (escape) jika benteng tidak mampu menahan serangan dari musuh. Keberadaan benteng inilah diduga kemudian muncul nama kampong Benteng.

Benteng Goenoeng Poejoeh dan Kopeng (Peta 1899)
Tidak jauh dari kampong Benteng muncul nama kampong Warudoyong. Suatu perkampungan baru yang terbentuk kemudian. Nama kampong Warudoyong bukanlah nama asli seperti nama kampong asli Cikole, Gunung Puyuh, Gunung Parang dan Cimahi. Nama kampong Warudoyong diduga perkampungan yang terbentuk oleh eks para pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda yang tidak kembali ke daerahnya. Meski para pasukan militer VOC/Belanda ini berasal dari tempat yang berbeda-beda tetapi dalam berbahasa resmi kedua digunakan bahasa Melayu. Nama kampong Kopeng, kampong Baros dan bahkan nama kampong Soekaboemi dan kampong Soekaradja diduga kuat juga bukan nama asli. Kata ‘goenoeng’ padanannya adalah pasir (gunung) dan Pasir Poejoeh dan Pasir Parang diduga telah bergeser menjadi Goenoeng Poejoeh dan Goenoeng Parang. Nama Benteng juga diduga bukan asli tetapi terminologi yang dipertukarkan dengan fort (benteng). Idem dito dengan nama Gudang.

Dimana posisi GPS benteng VOC/Belanda tersebut tempo doeloe diduga berada di jalan Sriwijaya yang sekarang. Sementara yang disebut bunker tersebut berada di jalan Kopeng, terusan jalan Sriwijaya (melalui jalan Bhayangkara). Lantas bagaimana asal-usul dibangunnya benteng tersebut? Inilah awal pemicu mengapa terbentuk kota Sukabumi. Untuk memahami itu semua, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.    

Senin, 07 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (3): RA Eekhout Jr, Pengusaha Pertanian di Baros; Penggagas Jalur Kereta Api Sagaranten-Leuwiliang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Jika ada orang yang ingin merintis jalur pendek dan cepat antara Sukabumi bagian selatan dengan Bogor bagian barat, RA Eekhout Jr adalah orangnya. RA Eekhout Jr juga menggagas jalur kereta api rute kota Sukabumi dan Pelabuhan Ratu. Dengan adanya jalur kereta api yang menghubungkan berbagai tempat di wilayah Sukabumi bagian selatan, RA Eekhout Jr yakin akan bertumbuh dan berkembang lebih cepat. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah selatan Sukabumi ini akan lebih optimal jika dihubungkan dengan wilayah-wilayah selatan gunung Salak di Bogor bagian barat. Visi konektivitas Sagaranten (Sukabumi bagian selatan) dan Leuwiliang (Bogor bagian barat) ini telah digagas dan diperjuangkan oleh RA Eekhout Jr lebih dari satu abad yang lalu.

Sagaranten, Cikembar, Parakan Salak dan Leuwiliang
Memang gagasan RA Eekhout Jr tidak terlaksana, karena banyak yang menentang dan menolak, padahal biaya pembangunan jalur kereta api Sagaranten-Leuwiliang berasal dari uangnya sendiri. Setali tiga uang, visi brilian RA Eekhout Jr di era modern sekarang juga dihadapi oleh para penggagas pemindahan ibukota Kabupaten Sukabumi ke kota Pelabuhan Ratu dan pemisahan wilayah bagian barat Kabupaten Bogor dengan pembentukan kabupaten baru Kabupaten Bogor Barat. Mengapa begitu berat memberi kesempatan wilayah selatan Sukabumi dan wilayah barat Bogor untuk berkembang? Itulah PR yang tidak pernah tuntas dikerjakan dari tempo doeloe hingga ini hari.   

Siapa sesungguhnya RA Eekhout Jr? Jika wilayah barat Bogor terdapat nama beken dari kelaurga van Motman, maka wilayah selatan Sukabumi, RA Eekhout Jr tiada duanya. RA Eekhout Jr adalah orang pertama yang sangat serius untuk mengembangkan wilayah selatan Sukabumi. RA Eekhout Jr memulainya di Baros. RA Eekhout Jr  sebelum ‘berlabuh’ di Baros adalah perwira muda angkatan laut yang mengundurkan diri dan tidak puas dengan pejabat yang korup. Sejak di Baros, RA Eekhout Jr terus mengkritisi pemerintah baik melalui tulisannya di media maupun di berbagai forum. RA Eekhout Jr  adalah ‘pahlawan’ dari Baros dalam memperjuangkan kemakmuran Sukabumi selatan. Untuk memahami RA Eekhout Jr lebih lanjut mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Sabtu, 05 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (2): Sejarah Rumah Sakit di Sukabumi; Rumah Sakit Bunut, Kini Namanya Menjadi RSUD Mr. R Syamsudin


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Dulu ada namanya rumah sakit Bunut di Kota Sukabumi, tetapi kemudian kini namanya dikenal dengan nama Rumah Sakit (RS) R Syamsudin. Disebut Bunut karena tempo doeloe berada di kampong Boenoet. Rumah sakit ini terbilang rumah sakit tua. Rumah sakit di Boenoet ini mulai dibuka untuk umum pada tahun 1923. Namanya saat itu disebut Gementee Ziekenhuis (Rumah Sakit Kota) karena rumah sakit ini diusulkan oleh para anggota Dewan Kota (Gemeenteraad) Soekaboemi.

Rumah Sakit Sukabumi: Tempo doeloe dan NOW
Sebelum adanya rumah sakit Gementee Ziekenhuis, di Kota Soekabomei sudah ada rumah sakit Juliana Ziekenhuis. Rumah sakit ini dikelola oleh swasta dan umumnya ditujukan untuk orang-orang Eropa/Belanda. Dalam hal ini, rumah sakit Gementee Ziekenhuis diusulkan untuk umum apakah orang Eropa/Belanda, Tionghoa atau pribumi. Usulan pendirian rumah sakit umum Gementee Ziekenhuis diduga karena rumah sakit sejenis telah dilakukan di Tasikmalaja, Garoet dan Tjiandjoer.    .

Namun usulan pendirian rumah sakit Gementee Ziekenhuis ini tidak mudah diterima, bukan karena sudah ada Juliana Ziekenhuis tetapi karena soal harga bahan dan peralatan yang meningkat tajam. Setelah usulan diterima juga tidak mudah direalisasikan karena anggaran yang disediakan pemerintah hanya 15 persen. Setelah rumah sakit dibuka tahun 1923, pengelolaannya selalu rugi bukan karena nilai pemasukan yang kecil tetapi karena ditemukan ada manipulasi dalam pembukuan. Anggota Dewan Kota tak kuasa, RK Missie mengajukan penawaran dengan harga tinggi. Gementee Ziekenhuis tamat. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.  

Rabu, 02 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (1): Asal Usul Kota Sukabumi; Tanah Partikelir (land), Raffles, Engelhardt, de Wilde dan van der Capellen


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Kota/Kabupaten Sukabumi belumlah lama. Namun nama kampong Soekaboemi sudah sejak lama ada di kota Batavia, bahkan sudah ada sejak era VOC. Tidak ada nama kampong Soekaboemi di Sukabumi. Yang ada adalah nama-nama kampong Karang Tengah, Kabandoengan, Tjibatoe, Benteng, Tjikole, Waroedoejong dan Goenoeng Parang. Nama kampong Benteng sendiri diduga merupakan nama yang muncul karena keberadaan benteng (fort) VOC/Belanda (posisi GPS benteng tersebut pada masa ini di sekitar jalan Sriwijaya, Sukabumi).

Soekaboemi: Peta 1724 (atas) Peta 1860 (bawah)
Pada era VOC/Belanda sudah terbentuk sejumlah tanah partikelir (land) di Residentie Batavia. Salah satu land di dekat kota Batavia adalah land Soekaboemi. Nama land Soekaboemi sudah terbentuk sebelum nama land Buitenzorg muncul pada tahun 1745. Pada tahun 1799 VOC dibubarkan dan kemudian diakuisisi Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Pada era Gubernur Jenderal Daendels (1808-1911) sejumlah land dibeli pemerintah tetapi di sisi lain Daendels menjual lahan dan membentuk land baru. Pada era pendudukan Inggris (1811-1816) Letnan Gubernur Jenderal Raffles menjual lahan di selatan Buitenzorg yang termasuk wilayah Residentie Preanger. Pembelinya adalah Engelhardt. Namun kemudian land tersebut dibeli oleh Andries de Wilde. Pada tahun 1819 de Wilde kembali ke Belanda. Pada tahun 1823 Gubernur Jenderal van der Capellen mengakuisisi land tersebut menjadi milik pemerintah kembali. Eks tanah partikelir di Residentie Preanger tersebut kemudian dikenal dengan nama Soekaboemi. Ibu kota Preanger sendiri saat itu masih berada di Tjiandjoer.
.
Lantas apakah nama Soekaboemi berasal dari nama kampong (land) Soekaboemi di Batavia? Pertanyaan yang lebih penting adalah mengapa land Soekaboemi (Goenoeng Parang) harus dibebaskan dan kemudian diakuisisi Pemerintah Hindia Belanda. Pertanyaan yang lebih penting lagi bagaimana sejarah awal terbentuknya Soekaboemi hingga menjadi sebuah Kota (Gemeente)? Pertanyaan-pertanyaan ini tampaknya kurang mendapat perhatian selama ini. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 29 September 2019

Sejarah Kota Depok (58): Sejarah Parung, Distrik dan Onderdistrik di Depok; Parung Lebih Tua dari Bogor dan Pohon Jubleg


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Kota Parung adalah kota tua, kota (paling) besar di wilayah hulu diantara daerah aliran sungai Tangerang/sungai Tjisadane dan daerah aliran sungai Jacatra/sungai Tjiliwong. Kota Paroeng berkembang dan berpusat ke benteng (fort) Sampoera di Lengkong (kini Serpong). Lalu kota Paroeng dijadikan sebagai ibu kota distrik Paroeng. Luas distrik Paroeng membenteng ke arah utara hingga di Tjinere, ke arah timur di Depok, ke arah selatan di Semplak dan ke arah barat di Tjoeroe Bitoeng (kini kecamatan Nanggung).

Kota Paroeng (Peta 1901)
Kini, nama Parung hanya sebatas nama kecamatan di kabupaten Bogor. Sementara nama Depok telah menjadi Kota. Di masa lampau, Paroeng adalah ibu kota distrik, sedangkan Depok baru kemudian dimekarkan dari distrik Paroeng menjadi onderdistrik Depok beribu kota di Depok. Kota Depok kini terdiri dari 11 kecamatan, sementara kecamatan Parung terdiri dari sembilan desa, yakni: Iwul, Jabon Mekar, Pamager Sari, Parung, Waru, Warujaya, Bojong Sempu, Bojong Indah dan Cogreg.

Seperti kata pepatah, sejarah mengikuti jalannya sendiri mengikuti perjalanan waktu. Jika jarum jam diputar kembali ke masa lampau, nama Parung adalah segalanya. Disinilah letak keutamaan Parung di dalam sejarah. Seperti kata pepatah, garis sejarah akan berbalik kembali ke origin. Di sinilah keutamaan prospek Kota Parung di masa depan. Ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur, ibu kota Jawa Barat dipindahkan ke Purwakarta, ibukota Bogor dipindahkan ke Cigudeg, dan Parung sendiri akan menjadi Kota (yang setara dengan Kota Depok dan Kota Tangerang Selatan). Untuk lebih memahami sejarah Parung, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 28 September 2019

Sejarah Bogor (29): Sejarah Bojong Gede dan Abraham van Riebeeck, 1701; Tempo Dulu Bodjong Manggis, Kini Bojong Baru


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Bojong Gede adalah sejarah yang panjang, yakni sejak era Bodjong Manggis hingga era Bojong Baru. Pada tahun 1701 pemerintah VOC/Belanda memberi izin kepada Abraham van Riebeeck untuk memiliki land di Bodjong Manggis dan Bodjoeng Gede (lihat Daghregister 1701). Lahan di Bodjong Manggis dan di Bodjong Gede inilah kemudian yang dikenal sebagai tanah partikelir (land) Bodjong Gede. Sebagaimana diketahui, land adalah domain awal dalam pembentukan wilayah yang sekarang.

Bojong Gede (Peta 1900)
Pada tahun 1684 pemerintah VOC/Belanda memberikan hadiah kepada Majoor Saint Martin dua lahan paling subur di hulu daerah aliran sungai Tjiliwong di Tjinere dan Pondok Terong. Hadiah ini diberikan pemerintah VOC/Belanda karena Majoor Saint Martin berhasil memulihkan situasi di wilayah (kesultanan) Banten. Dua lahan ini kemudian dibentuk menjadi land Tjinere dan land Pondok Terong/Tjitajam. Dalam perkembangannya, di sisi utara land Tjinere dibentuk land baru yang dimiliki oleh Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek yang membangun masjid (kesultanan) Banten. Land ini kemudian dikenal sebagai land Ragoenan. Pada tahun 1895 Cornelis Chastelein diberi izin memiliki lahan di sisi timur land Tjinere di Sering Sing (kemudian dikenal sebagai land Srengseng). Setelah Abraham van Riebeeck membuka pertanian di land Bodjong Gede, menyusul Cornelis Chastelein tahun 1703 membuka land baru di Depok (land Depok). Semua lahan-lahan ini adalah land-land awal di hulu sungai Tjiliwong. Untuk sekadar catatan: land Bloeboer baru dibentuk pada tahun 1750 yang dimiliki oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff. Pada era Gubenur Jenderal Daendels (1808-1811) ibu kota pemerintah Hindia Belanda dibentuk dengan nama Buitenzorg (land Bloeboer).     

Lantas bagaimana sejarah lebih lanjut Bojong Gede? Pertanyaan inilah yang akan dijawab dalam artikel ini dengan menelusuri sumber-sumber tempo doeloe mulai dari era Abraham van Riebeeck (Bodjong Manggis) hingga era masa kini (Bajong Baru). Mari kita mulai dari kiprah Abraham van Riebeeck.

Jumat, 27 September 2019

Sejarah Bogor (28): Mengapa Ada Jalur Kereta Api Ruas Bogor ke Bandung via Sukabumi? Kopi, Teh, Kina, Ternak, Land


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Dalam rencana awal (1863), jalur kereta api (pulau) Jawa adalah Batavia ke Buitenzorg dan dari Batavia melalui Poerwakarta ke Bandoeng terus ke Jogjakarta. Namun dalam perkembangannya tidak demikian. Ruas pertama yang dibangun adalah ruas Semarang-Ambarawa (selesai 1869). Masih dalam rencana awal (1863) ruas Batavia-Buitenzorg akan dibangun melalui sisi timur sungai Tjiliwong dari Batavia via Bekasi ke Buitenzorg melalui Tjibinong. Namun dalam perkembangannya ruas yang kedua dibangun adalah Batavia-Meester Cornelis (selesai 1870).

Rencana jalur kereta api (1863)
Tahap berikutnya, jalur kereta api yang dibangun adalah ruas terusan Semarang ke Solo dan seterusnya ke Jogjakarta. Setelah jalur Solo, ruas selanjutnya yang dibangun adalah ruas Meester Cornelis-Buitenzorg (selesai 1873). Ruas sisi barat sungai Tjiliwong ini awalnya melalui Tandjoeng (Tandjoeng Barat, Tjinere, Sawangan dan Bodjoenggede baru ke Buitenzorg), namun dalam perkembangannya melalui Lenteng Agoeng, Pondok Tjina, Depok dan Pondok Terong baru ke Bodjonggede.

Lantas mengapa rencana awal cenderung berubah dengan kenyataannya. Itu semua karena pertimbangan ekonomi dan bisnis. Namun perubahan rencana menjadi kenyataan juga dipengaruhi oleh perimbangan efisiensi secara teknis dan efisiensi secara ekonomis. Dalam hal ini, lalu mengapa muncul tiba-tiba jalur ruas Buitenzorg-Bandoeng via Soekaboemi dan Tjiandjoer? Tentu saja masih menarik untuk diketahui, Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 22 September 2019

Sejarah Bogor (27): Sejarah Ciomas Bogor di Gunung Salak; Apakah Gunung Salak Meletus 1699 dan Mengapa Ada Bunker?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Secara geografis, Ciomas berada tepat di lereng gunung Salak, lereng gunung yang menghadap ke pantai utara. Di bawahnya yang disela sungai Tjisadane terletak kota Bogor (Buitenzorg). Begitu dekat Tjiomas dengan kota Buitenzorg, Hanya sebatas sungai Tjisadane. Namun ternyata tidak banyak sejarah Ciomas yang dapat ditemukan. Lantas apakah ada sejarah Ciomas?

Peta land Tjiomas (1887); Peta Buitenzorg (1914)
Kini nama Ciomas menjadi nama kecamatan di kabupaten Bogor. Tempo doeloe nama kampong Tjiomas di pinggir sungai Tjiomas dijadikan nama land (tanah partikelir). Land Tjiomas ini sangat luas, jauh lebih luas dari land tetangganya land Dramaga. Namun kini land Tjiomas pada masa kini yang dikenal sebagai kecamatan Ciomas hanya memiliki luas terkecil dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciomas kini terdiri dari 10 desa: Ciomas Rahayu, Ciomas, Kota Batu, Laladon, Mekarjaya, Padasuka, Pagelaran, Parakan, Sukaharja dan Sukamakmur.

Tjiomas bagi orang Eropa/Belanda mirip Thomas dan bagi orang Tapanoeli mirip Si Omas. Lalu apakah ada omas (emas) milik Tuan Thomas di sungai Tjiomas? Satu lagi, bahwa disebutkan gunung Salak pernah meletus pada tahun 1699 tetapi tidak sedikit yang meragukan. Lalu apakah gunung Salak memang benar-benar meletus pada tahu 1699? Semua pertanyaan ini menjadi satu dan menjadi pintu masuk yang utama untuk melacak sejarah Ciomas Bogor. Untuk itu, untuk memhami sejarah Ciomas lebih dalam, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.