Minggu, 05 Juli 2020

Sejarah Lombok (29): Presiden Soekarno ke Lombok, 1950; Republik Indonesia Serikat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Presiden Soekarno berkunjung ke Lombok. Pada tanggal tanggal 5 sore Presiden Soerkarno dengan pesawat Catalina berangkat dari Bima ke Lombok. Lalu Presiden Soekarno berangkat ke Denpasar pada tanggal 8 November pagi. Presiden Soekarno menginap tiga malam di Lombok. Kunjungan Presiden Sioekarno ke Lombok adalah bagian dari kunjungan kenegaraan ke tempat-tempat tertentu di Kepulauan Soenda Ketjil,

Pada tanggal 17 Agustus 1950 dalam pidato kenegaraan menyampaikan Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan dan kembali menjadi (Negara Kesatuan) Republik Indonesia (NKRI). Pada tanggal 18 Agustus NKRI diproklamasikan. RIS sendiri adalah gabungan dari Republik Indonesia (RI) dan negara-negara federal. Republik Indonesia terdiri dari beberapa daerah seperti Jogjakarta dan Tapanoeli. Sedangkan negara-negara federal antara lain Sumatra Timur, Djawa Timur dan Indonesia Timur. Negara (federal) Indonesia Timur terdiri dari Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Kepulauan Soenda Ketjil (Irian Barat masih dikuasai Belanda). Kepulauan Soenda Ketjil meliputi Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Timor (minus Portugis) dan pulau-pulau yang lebih kecil lainnya. Ibu kota Negara Indonesia Timur di Makassar.

Sebagia bagian dari kunjungan kenegaraan Presiden Soekarno ke Kepulauan Soenda Ketjil, bagaimana kisah perjalanan Presiden Soekarno ke pulau Lombok? Yang jelas Negara RIS baru dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan (NKRI) sementara Irian Barat masih ‘disandera’ Belanda berdasarkan hasil Konferensi Medja Boendar (KMB) di Den Haag (Belanda). Dalam hubungan dua hal inilah Presiden Soekarno berkunjung ke Sumbawa, Flores, Timor, Lombok dan Bali. Untuk menambah pengetahuan kunjungan Presiden Soekarno ke Lombok dan meningkatkan wawasan sejarah nasional Indonesia, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 04 Juli 2020

Sejarah Lombok (28): Proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945; Militer Inggris Jepang dan Pemerintahan NICA (Belanda) di Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Pendudukan militer Jepang di Indonesia akhirnya harus berakhir. Penduduk Sasak khususnya di Lombok sangat menderita selama kehadiran Jepang. Saudara tua tidak selalu menjadi lebih baik dari Belanda. Saudara tua dalam hal tertentu bahkan bisa lebih kejam. Sebaliknya, bagi penduduk Sasak di Lombok, Belanda telah mengangkat harga diri mereka dengan membebaskan mereka dari rezim Bali (sejak 1895). Semua yang telah kembali diraih di era rezim Pemerintah Hindia Belanda hilang seketika saat pendudukan militer Jepang (sejak 1942).

Pada tanggal 17 Agustus 1945, pemimpin Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti seluas-luasnya, suatu kemerdekaan yang tidak sepenuhnya diperolah pada era Hindia Belanda dan era pendudukan militer Jepang. Proklamasi kemerdekaan juga termasuk dalam pembebasan rakyat Indonesia dari praktek kotor dari raja-raja feodal yang dzalim. Namun proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut tidak bergaung keras di Lombok. Selama era rezim Pemerintah Hindia Belanda dan pendudukan militer Jepang, penduduk Sasak sendiri belum sepenuhnya melupakan rezim sebelumnya yakni kerajaan Bali Selaparang. Bekas-bekasnya masih nyata yang membuat hidup berdampingan antara orang Bali dan Sasak di Lombok belum sepenuhnya hilang. Penduduk Sasak dan para pemimpinnya larut dengan masalah internal sendiri dan masih terfokus pada perjuangan untuk hidup. Energi belum terbagi untuk hal-hal yang bersifat nasional.

Gaung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 tidak terlalu terasa dan dirasakan di Lombok. Meski Lombok cukup dekat secara geografis dengan pusat-pusat pergerakan Indonesia di pulau Jawa, tetapi secara sosiologis politik terisolasi. Semua itu bersumber dari rangkaian pengalaman masa lalu yang tidak pernah putus: rezim Bali Selaparang, rezim Pemerintah Hindia Belanda dan rezim pemerintah pendudukan militer Jepang. Penduduk Sasak di Lombok seakan tidak pernah lepas dari pertarungan hidup untuk sekadar survive. Oleh karena itulah, gaung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 tidak begitu menggema di (pulau) Lombok. Oleh karena itu pula situasi dan kondisi di Lombok pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia kurang terinformasikan. Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 03 Juli 2020

Sejarah Lombok (27): Berakhirnya Era Kolonial Belanda dan Pendudukan Militer Jepang; Lombok Terputus Dunia Luar


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Saat orang-orang Belanda di Lombok baru menikmati kemakmuran, semua itu tidak lama segera akan berakhir. Perang Pasifik sudah terlihat di horizon, dari arah matahari terbit (Jepang). Panduduk di Lombok hanya melakukan apa yang bisa dilakukan. Para pemimpin lokal wait en see. Seperti umumnya di Hindia Belanda, orang-orang Belanda di Lombok juga mulai was-was. Kegamangan Pemerintah Hindia Belanda terbaca di dalam pemberitaan surat-surat kabar.

Pergerakan kebangkitan bangsa di Lombok tidak seintens di Jawa dan Sumatra. Para pemimpin lokal di Lombok tidak terlalu intens terhubung dengan gerakan di Jawa, namun banyak yang terus mengikuti perkembangan di Jawa, terutama pegawai-pegawai pribumi asal Jawa di Lombok seperti guru, petugas kesehatan dan lainnya. Tidak ada komunikasi antara pejabat-pejabat Belanda dan para pemimpin lokal di Lombok. Semuanya berlangsung seperti biasa antara hubungan pejabat dengan pemimpin lokal dan antara pemimpin lokal dengan penduduk.

Meski (pulau) Lombok secara geografis dekat dengan (pulau) Jawa, tetapi secara politis (hubungan antar kaum pergerakan) tidak terlalu intens. Hal ini diduga yang menyebabkan situasi dan kondisi jelang berakhirnya kolonial Belanda di Lombok terkesan biasa-biasa saja. Hiruk pikuk berada di Jawa. Situasi dan kondisi di Lombok menjelang berakhirnya kolonial Belanda di Lombok kurang terinformasikan, lebih-lebih saat pendudukan militer Jepang. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 02 Juli 2020

Sejarah Lombok (26): Dari Kuta ke Kuta, dari Bali ke Lombok dan dari Lombok ke Bali; Destinasi Pariwisata di Tanah Sasak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Kuta di Bali, juga ada Kuta di Lombok. Kuta di Bali sudah lebih dulu dikenal dan terkenal. Kuta di Lombok baru belakangan dikenal dan baru mulai terkenal. Sebagai destinasi pariwisata, Kuta di Bali sudah mencapai kematangan, sementara Kuta di Lombok baru tahap perkembangan. Seperti kata orang Mataram, di Lombok ada Bali, tetapi tidak ada Lombok di Bali. Sekarang, orang di Denpasar mungkin bertanya: ‘mengapa ada Kuta di Lombok?

Kampong Koeta di Lombok (Peta 1927)
Kuta adalah nama generik. Nama kuta terdapat dimana-mana dengan dialek (pelafalan) sendiri-sendiri. Terminilogi kuta berasal dari era Hindoe sebagai suatu tempat (kampong). Orang Minangkabau menyebutnya kotta. Orang Batak lain lagi, yakni huta dan lain pula di Aceh yang disebut koeta seperti Koeta Radja (kini Banda Aceh). Terminologi kampung sendiri berasal dari Belanda sebagai kamp atau kampement (perkampongan). Orang Melayu menyebutnya kota. Dalam bahasa Melayu juga ditemukan terminologi negorij [negeri], yang di Minangkabau disebut nagari. Dalam hal ini, meski ada sedikit perbedaan, negeri dan kota merujuk pada satu hal: tempat tinggal. Lantas apakah di Bali dan Lombok merujuk pada kota, kotta, huta?

Lantas mana yang duluan eksis, Kuta di Bali atau Kuta di Lombok? Yang jelas, kini wilayah selatan pulau Lombok sedang berkembang sebagai destinasi pariwisata. Satu tempat yang penting di selatan pulau Lombok ini adalah Kuta. Destinasi pariwisata Kuta ini akan saling memperkuat dengan rencana pembangunan sirkuit MotoGP di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Mandalika. Okelah, untuk menambah pengetahuan  tentang sejarah Kuta di Lombok dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 01 Juli 2020

Sejarah Lombok (25): Pelabuhan Lembar, Tempo Doeloe Namanya Laboehan Tring; Kini, Pelabuhan Terbesar di Pulau Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Dalam penulisan sejarah (pelabuhan) Lembar di (pulau) Lombok adakalanya ditulis kurang akurat dan justru membuat bingung, misal ‘awalnya pelabuhan Lembar ini berada di Ampenan’ (lihat Wikipedia) dan ‘Lembar, pelabuhan tertua di Nusantara (lihat Tempo.co). Sebaiknya penulisan dibuat menjadi: ‘awalnya pelabuhan Lombok di Ampenan, kemudian dipindahkan ke Lembar’ dan ‘Lembar, kini menjadi pelabuhan terbesar di Lombok’. Dengan penulisan yang tepat akan memancing minat pembaca untuk memahami sejarah (pulau) Lombok khususnya sejarah pelabuhan-pelabuhan di Lombok.

Laboehan Tring (Peta 1850)
Dalam sejarah (pulau) Lombok, terdapat sejumlah pelabuhan yang mengitari pulau. Pelabuhan pertama yang diidentifikasi adalah (pelabuhan) Lombok (di timur pulau). Keberadaan pelabuhan Lombok ini berada di teluk Lombok dicatat dalam ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman pada tahun 1597. Dalam peta-peta selanjutnya selain pelabuhan Lombok juga sudah diidentifikasi (pelabuhan) Laboehan Tjarik (di pantai utara Lombok)  Dalam perkebangan berikutnya diidentifikasi dua pelabuhan baru diidentifikasi, yakni pelabuhan Ampenan di pantai barat Lombok dan pelabuhan Pijoe di pantai tenggara Lombok. Karena berbagai alasan, pelabuhan Ampenan menjadi lebih populer dan menjadi pelabuhan terbesae. Sejajar dengan pelabuhan Pijoe, di pantai barat daya Lombok juga diidentifikasi (pelabuhan) Laboehan Tring [baca: Labuhan Tereng]. Pelaboehan Pijoe karena alasan tertentu tidak berkembang, tetapi justru (pelabuhan) Laboehan Hadji yang berkembang menjadi pelabuhan utama di pantai timur Lombok. Idem dito, meski secara teknis navigasi Laboehan Tring di pantai barat Lombok yang lebih baik, tetapi (pelabuhan) Ampenan yang terus berkembang menjadi pelabuhan utama di seluruh Lombok.

Lantas bagaimana sejarah Pelabuhan Lembar? Nah, itu dia. Yang jelas tempo doeloe di area pelabuhan Lembar yang sekarang, pelabuhan terkenal adalah Laboehan Tring. Suatu pelabuhan yang ditempati orang-orang Bugis. Baru pada era Republik Indonesia, Lamboehan Tring yang telah bermetamorfosi menjadi Pelabuhan Lembar ditingkatkan menjadi pelabuhan utama di Lombok (untuk menggantikan pelabuhan Ampenan). Okelah. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 30 Juni 2020

Sejarah Lombok (24): Sejarah Bayan di Lombok Tempo Doeloe; Bukan Pintu Belakang, Tapi Gerbang Lombok Terdepan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Bayan seakan terlupakan atau dilupakan. Bayan kini seakan terpencil, sebab keramaian perkembangan timur-barat atau sebaliknya (Lombok Barat dan Lombok Timur), perkembangan lebih lanjut (pulau) Lombok justru mengarah ke selatan (Lombok Tengah). Wilayah Lombok Utara seakan berjalan di tempat. Wilayah Lombok Utara kalah cepat dibandingkan kawan-kawannya di barat, timur dan selatan. Wilayah Lombok Utara ingin mengembalikan marwah agar menjadi yang terdepan di pulau Lombok.

Kecamatan Bayan, kabupaten Lombok Utara (Now)
Pulau Lombok sejak 1895 telah dibagi menjadi dua wilayah administratif yakni Onderafdeeling West Lombok dan Onderafdeeling Oost Lombok. Namun kemudian pada tahun 1896 sebagian wilayah dipisahkan dari West Lombok dan sebagian yang lain dipisahkan dari Oost Lombok yang kemudian disatukan dengan membentuk Onderafdeeeling Midden Lombok (Lombok Tengah). Wilayah Lombok Utara terbagi sebagian dimasukkan Onderafdeeling West Lombok dan sebagian dimasukkan Onderafdeeling Oost Lombok. Pada tahun 2008 bagian Lombok Utara yang dimasukkan ke Onderafdeeling West Lombok (yang menjadi kabupaten Lombok Barat) dipisahkan (kembali) dengan membentuk Kabupaten Lombok Utara. Kini, kabupaten Lombok Utara ingin kembali menjadi wilayah terdepan di pulau Lombok.

Sejarah Bajan [Bayan] di Lombok Utara adalah sejarah yang sangat tua di pulau Lombok. Namun sejarah Bayan kurang terinformasikan. Sejarah Lombok dipahami seakan-akan sejarah Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Tengah saja. Sejarah Lombok Utara sejatinya memiliki sejarahnya sendiri. Lantas apa pentingnya menulis Sejarah Bayan di Lombok Utara? Yang jelas wilayah Lombok Utara telah menjadi wilayah otonomi (kabupaten) sendiri. Karena itu, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 29 Juni 2020

Sejarah Lombok (23): Narmada, Salah Satu dari Tujuh Tempat Peristirahatan Radja Bali Selaparang; Kini Dikenal Taman Narmada


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Narmada, tempo doeloe adalah salah satu dari tujuh tempat peristirahatan radja Bali Selaparang di Mataram, Lombok. Tempat peristirahatan tersebut kini lebih dikenal sebagai Taman Narmada. Tempat ini bukan tempat tua, tetapi tempat yang dibangun baru. Tempat peristirahatan yang dianggap paling tua adalah Goenoeng Sari (di sebelah utara kota Mataram). Goenoe Sari bahkan lebih tua dari tempat peristirahatan di Tjakranegara.

Peta 1894
Nama Narmada kini ditabalkan sebagai nama kecamatan di kabupaten Lombok Barat. Sementara Taman Narmada pada masa ini berada di desa Lebuak, kecamatan Narmada. Letaknya tidak jauh di sisi kanan jalan trans-Lombok antara Ampenan (Mataram) dan Laboehan Hadji (Selong), sekitar 10 Km dari Kota Mataram. Di dalam taman ini masih dapat diidentifikasi gerbang utama, dua telaga, beberapa balai yang salah satu diantaranya tempat peristirahatan raja dan pura. Pura Narmada bentuknya mirip punden berundak dan pada undak tertinggi dianggap paling suci. Di bagian lembah yang terendah terdapat  terdapat telaga. Sumber air di taman ini tempo doeloe berasal dari tiga sungai yang berhulu di gunung Rindjani. Di taman ini juga tempo doeloe terdapat taman.

Bagaimana taman Narmada terbentuk tempo doeloe? Yang jelas awalnya dibangun sebagai tempat peristirahatan. Lalu secara bertahap wilayah sekitar dikembangkan untuk tujuan tertantu, seperti pura, kebun buah-buahan dan sebagainya. Sebagai situs tua dan masih eksis hingga ini hari, tentu saja tetap menarik untuk diketahuai sejarahnya. Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 28 Juni 2020

Sejarah Lombok (22): Sejarah Cakranegara; Tempo Doeloe Menjadi Pusat Kerajaan Bali Selaparang, Kini Hanya Menjadi Kecamatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Cakranegara pada masa ini hanya dipandang sebagai suatu kecamatan di Kota Mataram. Awalnya hanya ada dua kota yang berdekatan yakni (pelabuhan) Ampenan dan Mataram (ibu kota kerajaan). Namun kemudian (puri) Tjakranegara yang berada di timur kota Matara menjadi pusat pemerintahan yang baru sehubungan dengan terbentuknya kerajaan tungggal di Lombok, Bali Selaparang. Sejak menunggalnya kerajaan, puri yang menjadi kota Tjakranegara berkembang pesat (dan bahkan menjadi lebih besar dari kota Mataram dan kota Ampenan).

Kota Tjakranegara (Peta 1895)
Kota Mataram pada masa ini pada dasarnya gabungan dari tiga kota: Ampenan, Mataram dan Tjakranegara. Tiga kota ini tempo doeloe berada di garis lurus jalur transportasi utama antara sisi timur (pelabuhan Lombok) dan sisi barat (pelabuhan Ampenan) di pulau Lombok pada era kerajaan Lombok Selaparang. Pergeseran pelabuhan utama di pulau Lombok dari teluk Lombok di timur ke teluk Ampenan di barat karena lebih baik (lebih strategis). Sehubungan dengan berkembangnya pelabuhan Ampenan lalu terbentuk kota Mataram. Kota Ampenan menjadi pemukiman para pendatang (seperti pedagang-pedagang Cina, Bugis dan Melayu), sementara kota Mataram menjadi cabang pemerintahan kerajaan Lombok Selaparang. Pada tahun 1740 kerajaan Karangasem Bali menganeksasi (pulau) Lombok dan mengalahkan kerajaan Lombok Selaparang. Sejak itulah muncul kerajaan Bali Selaparang dengan ibu kota di (kota) Mataram.

Lantas bagaimana sejarah kota Tjakranegara sendiri sebelum menjadi sebuah kecamatan di Kota Mataram? Yang jelas jika kita dari pusat kota Mataram menuju Selong, pusat kecamatan Cakranegara akan dilewati. Lanskap kecamatan ini tampak berbeda dengan pusat kota Mataram maupun pelabuhan Ampenan. Apa perbedaannya? Perbedaan inilah yang menjadi penting untuk mengetahui sejarah (kecamatan) Cakranegara. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 27 Juni 2020

Sejarah Lombok (21): Pecinan di Lombok, Bukan di Mataram Tetapi di Kota Ampenan; Sejarah Orang-Orang Tionghoa di Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Di berbagai tempat biasa ditemukan area yang menjadi komunitas orang-orang Cina yang kini disebut Pecinan (China Town). Pecinan di Lombok terdapat di Ampenan, bukan di Mataram. Meski sekarang Ampenan masuk wilayah Kota Mataram tetapi secara historis pecinan di (pulau) Lombok haruslah dikatakan di Ampenan. Hal ini karena kota Ampenan dan kota Mataram terpisah dalam ruang dan waktu yang berbeda.

Lukisan para pedagang di pelabuhan Ampenan
Kehadiran orang-orang Cina di pulau Lombok sudah sejak lampau untuk berdagang di pelabuhan-pelabuhan seputar pulau Lombok (yang berbasis di Soerabaja, Semarang dan Makassar). Namun dalam perkembangannya, orang-orang Cina mulai ada yang menetap di kota Ampenan (pada era VOC). Konsentrasi mereka semakin meningkat pada era Pemerintah Hindia Belanda. Orang-orang China adalah partner dagang orang-orang Belanda.

Bagaimana terbentuknya perkampongan Cina di kota (pelabuhan) Ampenan adalah satu hal. Hal lain yang juga penting adalah bagaimana peran orang-orang Cina di pulau Lombok. Lantas apa pentingnya? Tentu saja penting karena kehadiran orang-orang Cina di Lombok khususnya di Ampenan adalah bagian dari perjalanan sejarah Lombok. Okelah. Untuk menambah pengetahuan dan meningkat wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 26 Juni 2020

Sejarah Lombok (20): Sejarah Pendidikan di Pulau Lombok; Teringat Willem Iskander & Martua Hamonangan Nasution di Selong


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya sejarah pembangunan pertanian dan sejarah pengembangan kesehatan, sejarah pendidikan di Lombok juga kurang terinformasikan. Padahal pertanian, kesehatan dan pendidikan adalah tiga bidang utama yang menjadi landasan sejarah suatu kota atau wilayah. Sejarah pertanian penduduk, kesehatan masyarakat dan peningkatan penduduk warga bersifat continuum yang dapat dirasakan (diperhatikan) hingga pada masa kini. Secara khusus, sejarah pendidikan dapat dikatakan sebagai sejarah pencerahan bangsa.

Saya teringat nama seorang teman lama, karena tempat yang berbedza jauh, sejak beliau lulus kuliah kami tidak pernah bersua lagi. Namun saya mengetahui setelah lulus kuliah beliau akan ditempatkan di Selong. Tentu saja saya lebih duluan ke Selong dari pada beliau. Saya ke Selong tahun 1991, cukup lama dari 100 hari di pulau Lombok, satu setengah bulan ‘ngepos’ di Selong dan berkeliling ke seluruh pelosok di kabupaten Lombok Timur. Pos saya di Selong di salah satu kamar di Hotel Erina yang berada di tengah kota. Tugas saya di Selong dalam rangka memimpin empat tim dalam rangka survei ekonomi kesehatan. Sebelum beliau berangkat ke Selong kami sempat berdiskusi tentang pulau Lombok, khususnya kabupaten Lombok Timur dan kota Selong. Nama teman seperjuangan tersebut adalah Martua Hamonangan Nasution yang memulai karir sebagai guru di Selong. Setahu saya, beliau adalah jago matematika. Martua Hamonangan Nasution saya anggap sebagai generasi lebih lanjut jago matematika Prof. Andi Hakim Nasution (rektor IPB 1978-1987).

Lantas bagaimana sejarah pendidikan di pulau Lombok, khususnya di Oost Lombok? Itu dimulai pada era Hindia Belanda. Namun sangat sulit menemukan informasinya pada masa kini. Mungkin saja belu ada penulis yang tertarik untuk menulisnya. Dalam hubungan inilah upaya pencarian data sejarah pendidikan di Lombok diperlukan. Sebelum menulis tema ini, saya teringat kawan lama: Martua Hamonangan Nasution. Okelah, untuk menambah pengetahuan dan untuk meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 25 Juni 2020

Sejarah Lombok (19): Dr RM Soedjono di Selong; Pengembangan Kesehatan dan Pembangunan Penduduk Sasak di Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Ibu kota (onderafdeeling) Lombok Timur (Oost Lombok) di Selong pada dasarnya baru dimulai pada tahun 1897. Dalam permulaan pembangunan kota Selong ini berbagai bidang menjadi perhatian pemerintah seperti pembangunan infrastruktur, gedung pemerintah dan unit bangunan lainny seperti penjara. Garnisun militer sudah lebih dulu ada. Juga yang mendapat perhatian adalah layanan kesehatan dan pendidikan. Untuk memenuhi layanan kesehatan ditempatkan dokter pribumi (dokter Djawa) di Mataram, Praya dan Selong.

RSUD Dr. Soedjono, Selong (Now)
Pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di pulau Lombok pada tahun 1895 (Staatsblad No. 131 tahun 1895). Pulau Lombok menjadi satu afdeeling yang awalnya dua onderafdeeling enjadi tiga onderfadeeling, yakni: West Lombok, Oosr Lombok dan Midden Lombok. Ibu kota Onderafdeeling ditetapkan di Sisik (dekat Laboehan Hadji). Namun dalam perkembangannya Resident Bali en Lombok yang berkedudukan di Boeleleng pada tahun 1897 mengumumkan ibu kota Onderafdeeling Oost Lombok dipindahkan dari Sisik ke (kampong) Selong—jarak 3 atau 4 pal dari (pelabuhan) Laboehan Hadji (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1897). Sambungan relepon ke Selong dibangun pada awal tahun 1898 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-02-1898).

Salah satu dokter Djawa yang ditempatkan di Selong adalah Dr. Raden Mas Soedjono pada tahun 1910 untuk menggantikan koleganya. Diantara dokter-dokter pribumi di Selong, Dr. RM Soedjono yang terbilang cukup lama. Peran Dr. RM Soedjono sebagai dokter di Oost Lombok, tidak hanya di bidang kesehatan, tetapi juga menginisiasi siswa-siswa lulusan sekolah di Selong untuk melanjutkan sekolah pamong praja (OSVIA) dan sekolah guru (kweekschool). Kini, namanya ditabalkan sebagai nama rumah sakit umum daerah (RSUD) di Selong. Lantas bagaiana kisah Dr. RM Soedjono di Selong? Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 24 Juni 2020

Sejarah Lombok (18): Sejarah Pertanian di Lombok, Tanah Sasak Nan Subur di Tengah Pulau; Bagai 'Ayam Mati di Lumbung Padi'


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah Lombok tidak hanya sejarah kerajaan-kerajaan dan sejarah perang serta sejarah kehadiran penduduk Bali di (pulau) Lombok. Sejarah Lombok juga tidak terpisahkan dari sejarah pertanian, Apa pasal? Pulau Lombok adalah pulau yang subur. Mengapa? Terdapat sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun. Sebab apa? Danau Sagara di gunung Rinjani turut menambah debit air sungai-sungai. Ada lagi? Letusan gunung Rinjani menyebabkan penimbunan humus.

Banyak danau di atas gunung, tetapi danau Sagara di gunung Rinjani mampu memberi perbedaan terhadap sungai-sungai di Lombok. Danau Toba yang maha luas nyaris tak berkontribusi pada pengairan sawah. Namun sungai Asahan yang berasal dari danau Toba dapat dibendung untuk mebangkitkan turbin. Sungai dari danau Segara tidak membangkitkan turbin, karena ke hilir enjadi sungai-sungai kecil. Meski demikian tipologi sungai danau gunung di Lombok tetapi mampu membangkitkan pertanian Lombok sangat luar biasa. Heinrich Zollinger yang pernah melakukan ekspedisi botani dan geologi ke Lombok tahun 1847 terkejut karena banyak sawah yang tidak kekurangan air di musim kemarau, karena sungai-sungainya terus mengalir. Mengapa? Danau Sagara turut memberi kontribusi. Atas dasar itu membuat Heinrich Zollinger memicunya untuk mendaki gunung Rinjani untuk membuktikannya.

Kearifan lokal juga turut melestarikan pertanian di pulau Lombok. Kebiasaan menyimpan hasil panen di lumbung, ketika terjadi letusan gunung Tambora tahun 1815, memang korban langsung tidak banyak (seperti di Sumbawa) tetapi pertanian yang lumpuh hampir enam tahun di Lombok, lumbung telah berkontribusi meminimalkan kematian dari bahaya kelaparan. Setelah humus letusan gunung Tambora selama enam tahun menjadi pupuk, pertanian Lombok bangkit kembali (hingga sekarang). Untuk menyiasati iklim, daerah-daerah yang rentan musim kemarau, penduduk meningkatkan ketersediaan air dengan membangun embung. Lumbung dan embung adalah istrumen survive penduduk Lombok yang pernah mengalami stagnasi pertanian selama enam tahun tempo doeloe. Lumbung dan embung adalah suatu kearifan lokal penduduk Lombok dari hasil belajar dari kesulitan yang pernah ditimbulkan oleh alam.

Selasa, 23 Juni 2020

Sejarah Lombok (17): Sejarah Taliwang Tempo Doeloe di Sumbawa Barat; Selat Alas, Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
 

Taliwang pada masa ini adalah ibu kota kabupaten Sumbawa Barat (kabupaten pemekaran dari kabupaten Sumbawa). Nama Taliwang menjadi penting karena dijadikan nama ibu kota kabupaten. Dalam hubungan inilah, sejarah Taliwang tempo doeloe diperlukan perhatian. Namun nama (kerajaan) Taliwang tidak sehebat kerajaan-kerajaan lainnya di pulau Sumbawa (Bima, Dompu, Sumbawa dan Tambora). Kerajaan Taliwang masuk dalam kategori kerajaan-kerajaan kecil seperti Sanggar, Sape dan Pekat.

Nama Sumbawa dan nama Alas tentulah sangat penting pada masa lampau. Nama Sumbawa telah diidentifikasi sebagai nama pulau dan nama Alas diidentifikasi sebagai nama selat. Selat Alas adalah perairan yang memisahkan pulau Lombok dan pulau Sumbawa. Pulau Lombok sendiri sudah pernah dikunjungi oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman pada tahun 1597. Pada ekspedisi kedua Belanda tahun 1599 nama Sumbawa sudah diidentifikasi sebagai nama pulau. Pada peta-peta Portugis (sebelum kehadiran Belanda), sejumlah kerajaan yang terdapat di pulau Lombok adalah Tambora, Bima, Dompu, Sumbawa, Sape dan Sanggar. Nam pulau disebut pulau Sumbawa. Lalu, bagaimana dengan Alas? Dalam peta-peta Portugis nama Alas belum diidentifikasi. Yang telah diidentifikasi adalah teluk Aram. Nama Aram juga sudah diidentifikasi pada ekspedisi kedua Belanda. Mengapa nama selat belum diidentifikasi? Tampaknya belum begitu penting. Nama (tempat) Alas paling tidak baru diidentifikasi pada peta tahun 1675.

Kerajaan Taliwang adalah salah satu vassal dari kerajaan Soembawa. Sebagai kerajaan kecil, namanya baru muncul belakangan. Nama Taliwang baru dicatat ketika VOC mulai membina perdagangan di pantai barat pulau Sumbawa (lihat Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap, der konsten en weetenschappen, 1786). Okelah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.