Sabtu, 27 Juni 2020

Sejarah Lombok (21): Pecinan di Lombok, Bukan di Mataram Tetapi di Kota Ampenan; Sejarah Orang-Orang Tionghoa di Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Di berbagai tempat biasa ditemukan area yang menjadi komunitas orang-orang Cina yang kini disebut Pecinan (China Town). Pecinan di Lombok terdapat di Ampenan, bukan di Mataram. Meski sekarang Ampenan masuk wilayah Kota Mataram tetapi secara historis pecinan di (pulau) Lombok haruslah dikatakan di Ampenan. Hal ini karena kota Ampenan dan kota Mataram terpisah dalam ruang dan waktu yang berbeda.

Lukisan para pedagang di pelabuhan Ampenan
Kehadiran orang-orang Cina di pulau Lombok sudah sejak lampau untuk berdagang di pelabuhan-pelabuhan seputar pulau Lombok (yang berbasis di Soerabaja, Semarang dan Makassar). Namun dalam perkembangannya, orang-orang Cina mulai ada yang menetap di kota Ampenan (pada era VOC). Konsentrasi mereka semakin meningkat pada era Pemerintah Hindia Belanda. Orang-orang China adalah partner dagang orang-orang Belanda.

Bagaimana terbentuknya perkampongan Cina di kota (pelabuhan) Ampenan adalah satu hal. Hal lain yang juga penting adalah bagaimana peran orang-orang Cina di pulau Lombok. Lantas apa pentingnya? Tentu saja penting karena kehadiran orang-orang Cina di Lombok khususnya di Ampenan adalah bagian dari perjalanan sejarah Lombok. Okelah. Untuk menambah pengetahuan dan meningkat wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Ampenan dan Pedagang-Pedagang Cina

Beberapa pedagang Cina yang berdiam di suatu tempat (kota) tidak cukup untuk membentuk perkampongan Cina. Sejarah pecinan biasanya mengacu pada suatu kota dimana terbentuk perkampongan orang-orang Cina. Perkampongan ini dari tempo doeloe tetap eksis (hingga ini hari). Suatu pecinan cenderung bersifat historis.

Disebut adanya perkampongan Cina jika diantara mereka telah menunjuk pimpinan mereka dan diakui oleh Pemerintah (Hindia Belanda). Para pemimpin mereka dikenal dengan nama luitenant atau kapitein Cina. Jika populasinya sangat besar pemimpinnya disebut dengan pangkat majoor. Di dalam sejarahnya di Hindia Belanda, pangkat majoor hanya ditemukan di Batavia dan Medan.

Pada tahun 1901pemimpin orang-orang Cina di kota Ampenan diketahui adalah Ong Ka Lok (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 05-11-1901). Tidak diketahui sejak kapan Ong Ka Lok bermukim di Ampenan, tetapi paling tidak kehadirannya sudah diketahui pada tahun 1894 (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-11-1894). Pada permulaan pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda di Ampenan (Lombok) tahun 1895 Ong Ka Lok diangkat pemerintah sebegai anggota dewan setempat (landraad).

Java-bode voor Nederlandsch-Indie, 01-10-1895
Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-10-1895: Diangkat: sejak 5 Oktober 1895 di dewan Landraaf di Ampenan, Afdeeling Lombok, Residentie Bali en Lombok: sebagai jaksa penuntut dengan gelar Djaksa, kepala sipir di Djembranan dan dibantu oleh Mas Sardjosentono, sementara sebagai anggota dewan adalah Abdullah Bonto, kepala Bugis dan Mandar di pantai barat laut Lombok di Lekok; Oewa Alidjab, kepala kampung Bugis di Ampenan; Oesman bin Mohamad Asik, pedagang di Ampenan; Kiagoes Hadji Abdulrachim bin Kiagoes Hadji Mohamad Jasin, pedagang di Ampenan; Ong Ka Lok, pedagang di Ampenan; dan Said Abdulrachman Hoesin Alhabesi, pedagang di Ampenan.

Dari keanggotaan Landraad di Ampenan tahun 1895, nama-nama yang diangkat mengindikasikan mewakili masing-masing komunitas dari populasi di kota Ampenan seperti Bugis, Melayu, Arab, Jawa dan Cina.

Pada tahun 1904 Ong Ka Lok sebagai pemimpin Cina di Ampenan diberikan cuti oleh pemerintah selama setahun ke China (lihat De locomotief, 06-06-1904). Untuk menggantikan posisi Ong Ka Lok selama cuti diangkat Ang Tek Tjhoen, pedagang di Ampenan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Awal Pelabuhan Ampenan

Pelabuhan Ampenan mulai berkembang pada era VOC. Satu-satunya pelabuhan besar pada awal kehadiran Belanda adalah pelabuhan Lombok di teluk Lombok. Suatu pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan kerajaan Selaparang (sekitar Pringgabaya yang sekarang). Pelabuhan Lombok ini tercatat dalam laporan ekspedisi Belanda pertama tahun 1597 yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Pelabuhan Lombok ini juga dikunjungi oleh ekspedisi Belanda kedua pada tahun 1599. Dalam perkembangannya pelabuhan utama kerajaan Selaparang bergeser ke Ampenan.

Pelabuhan Ampenan (Peta 1720)
Kerajaan Selaparang pada saat itu adalah kerajaan besar di pulau Lombok. Wilayah kerajaan Selaparang tidak hanya pulau Lombok tetapi juga seluruh pulau-pulau terdekat terasuk pulau Penida yang sekarang (lihat Peta 1660). Pengaruh pedagang-pedagang Gowa ketika itu sangat kuat di pantai-pantai (pelabuhan) Lombok yang boleh jadi pos pedagangan Gowa untuk pantai timur Bali berada di pulau Poh (kemudian disebut pulau Penida). Pada Peta 1720 dua pelabuhan lain di pulau Lombok sudah diidentifikasi yakni pelabuhan Ampenan dan pelabuhan Lembar yang sekarang. Dua pelabuhan ini disebut tempat orang-orang pendatang (inwijk) dimana di (pelabuhan Ampenan) terdapat pengawas (cabang pemerintahan kerajaan Selaparang). Pelabuhan Ampenan menjadi pelabuhan utama di Lombok dan diduga pelabuhan utama kerajaan Selaparang telah bergeser ke Ampenan karena berbagai alasan. Menurut laporan Cornelis de Houtman teluk Lombok sangat dangkal. Pada peta ekspedisi Belanda 1599 teluk Lombok kedalamannya tujuh meter atau kurang. Pada Peta 1720 posisi terdangkal di teluk Ampenan 10 meter, sementara rata-rata kedalaman laut di teluk Lembar 20 meter. Heinrich Zollinger (1847) menyebut pelabuhan Ampenan lebih sehat daripada pelabuhan Lembar (dimana terdapat perkampongan Bugis-Mandar). Namun menurut Heinrich Zollinger jika terjadi musim badai besar, kapal-kapal yang berlabuh di Ampenan direlokasi ke teluk Lembar karena lebih aman (terlindung).

Pergeseran pelabuhan (kerajaan Selaparang) dari teluk Lombok ke teluk Ampenan diduga karena posisinya yang strategis di jalar pelayaran internasional. Suatu posisi silang jalur pelayaran Batavia-Banda/Amboina dan jalur pelayaran laut China selatan-Australia (Sidney). Pantai barat pulau Lombok lebih aman daripada pantai timur Bali. Pada jalur pantai timur Bali banyak hambatan batu karang dan arus laut yang kuat. Secara alamiah (keamanan, kesehatan dan posisi silang jalur pelayaran) adalah pelabuhan strategis dan terus berkembang.

Pada tahun 1740 pelabuhan Ampenan dianeksasi kerajaan Karangasem (Bali) yang lalu kemudian terjadi invasi kerajaan Karangasem di pulau Lombok (kerajaan Selaparang lalu memudar) dan muncul kerajaan Bali Selaparang (vassal dari kerajaan Karangasem Bali). Aneksasi kerajaan Karangasem di Lombok terjadi pada periode melemahnya pengaruh perdagangan Gowa dan VOC di Ampenan. Pada tahun 1740 pemerintah VOC menghadapi kerusuhan di Batavia (pemberontakan orang-orang Cina).

Pos pedagangan VOC yang awalnya berada di jalur pelayaran tradisional (Batavia-Djepara, Bima dan Banda/Amboina di bagian tengah Hindia (pasca Perang Gowa, 1669) mulai terkonsentrasi di tiga titik utama yakni di Soerabaja, Makassar dan Bima. Rentang kendali (perdagangan) Residen VOC di Soerabaja dan Residen VOC dimana terlalu jauh ke (pulau) Bali dan Lombok. Pada era inilah pedagang-pedagang Inggris banyak yang lalu lalang di seputar Bali dan Lombok. Lambat laun banyak pelabuhan-pelabuhan kecil di Bali dan Lombok kurang kondusif bagi pedagang-pedagang VOC. Boleh jadi pada situasi dan kondisi ini ada peran pedagang-pedagang Inggris yang menimbulkan terjadinya aneksasi Karangasem ke Lombok.

Sementara VOC mulai melemah, perusahaan dagang Inggris di pantai barat Sumatra semakin menguat (yang telah menempatkan gubernurnya di Bengkoelen). Kekuatan Inggris di pantai barat Sumatra karena kedekatan dengan pusat perdagangan utama Inggris di India (Calcutta). Untuk meminimalkan pala dan cengkeh dari Maluku, pedagang-pedagang Inggris membangun perkebunan pala dan cengkeh di Bengkoelen. Sehubungan dengan perseteruan antara Inggris dan Belanda (VOC) para pedagang-pedagang Inggris lebih konsentrasi jalur perdagangan selat Sunda (Sumatra, China dan Australia) dan jalur perdagangan Inggris di selat Lombok ditinggalkan. Lalu akhirnya VOC betul-betul melemah dan dibubarkan pada tahun 1799. Kerajaan Belanda mengakuisisi VOC dan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Namun penataan dan pembentukan cabang-cabang baru Pemerintah Hindia Belanda (yang meneruskan cabang-cabang pemerintahan VOC) tidak mudah. Hal ini yang menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda terkesan hanya terkonsentrasi di Jawa, Madura, Banjarmasin dan Palembang serta Makassar dan pulau Seram (Amboina). Semasih Pemerintah Hindia Belanda masih sibuk dengan penataan (pembangunan) di Jawa dan khususnya di Batavia, terjadi invasi Inggris dan berhasil menguasai Batavia dan seluruh Jawa pada tahun 1811.

Pada era pendudukan Inggris (1811-1816) pedagang-pedagang Inggris kembali bersemi di perairan Bali dan Lombok. Ini dapat dipahami karena Inggris sejatinya ingin memperkuat jalur perdagangannya, India, Sumatra, Semenanjung hingga ke China di satu sisi dan di sisi lain juga memperkuat jalur perdagangan Sumatra, Jawa, Bali dan Lombok dengan Australia. Namun pendudukan Inggris hanya berlangsung singkat dan harus berakhir pada tahun 1816. Kembalinya Peerintah Hindia Belanda dan dalam perkembangannya pengaruh Inggris semakin menguat di Semenanjung memunculkan perjanjian antar dua kerajaan di Eropa (Inggris dan Belanda) yang ditandai dengan Tractat London pada tahun 1824 (tukar guling antara Bengkoelen di Sumatra dan Malaka di Semenanjung. Berakhir sudah wilayah administratif Inggris di Hindia.

Meski secara administratif wilayan Inggris dan wilayah Belanda sudah dipisahkan secara tegas, tetapi para pedagang-pedagang Inggris masih lalu lalang di Sumatra, Jawa, Bali dan Lombok. Para pedagang Inggris di pulau-pulau tersebut masih diberi izin oleh Pemerintah Hindia Belanda (tetapi tidak dalam urusan administratif atau hal-hal yang menimbulkan ketidakamanan). Pedagang-pedagang Inggris di Hindia tidak sepenuhnya berorientasi ke Batavia tetapi banyak diantaranya yang berorientasi ke Penang dan Singapoera (dua pos perdagangan utama Inggris di Semenanjung).

Salah satu pedagang Inggris di Hindia (yang awalnya berdagang antara pantai barat Sumatra dan Batavia) mulai menggeser ruang jelajahnya ke arah timur Batavia yakni antara Semarang dan Inggris yang terhubung dengan Singapoera dan Sidney. Lambat laun pedagang Inggris tersebut memindahkan pos perdagangannya ke Banyuwangi dan Bali. Pedagang tersebut bernama GP King. Dalam perkembangannya pada tahun 1833 GP King sudah mulai membangun perdagangan di Ampenan (Lombok). Tampaknya GP King bernafsu untuk menanamkan pengaruhnya di Ampenan (sebagai jalur strategis antara Singapoera dan Sidney).

GP King berhasil menjadi ‘penguasa’ di Ampenan. Ini bermula ketika pedagang-pedagang Denmark sangat sukses membangun perdagangan di (kerajaan Karangasem) di seletan pelabuhan Ampenan. GP King berkolaborasi dengan pangeran (kerajaan) Mataram yang lalu kemudian terjadi perang saudara (Bali) antara kerajaan Karangasem dan kerajaan Mataram. Kerajaan Karangasem berhasil dikalahkan Mataram dan pusat kerajaan Karangasem dihancurkan (1838). Kerajaan Mataram menjadi penguasa tunggal di (pulau) Lombok. GP King menjadi sangat berpengaruh di kerajaan Mataram dan menjadi kaya raya. Pada saat kunjungan ekspedisi ilmiah ke Lombok pada tahun 1847 Heinrich Zollienger banyak berbicara dengan GP King. Zollienger adalah utusan Pemerintah Hindia Belanda pasca Perang Bali tahun 1846 (yang mana Pemerintah Hindia Belanda dan radja Bali Selaparang di Mataram telah menandatangi perjanjian (placaat). Di mata pedagang-pedagang Belanda GP King di Lombok adalah semacam batu karang pengganggu. Sementara GP King terus memperkuat kerajaan Mataram di Lombok dan bahkan telah membeli kapal dari Singapoera dan Sidney. GP King sadar tidak sadar telah membuat Pemerintah Hindia Belanda geram karena GP King juga terlibat dalam impor senjata dari Singapoera untuk kebutuhan kerajaan Mataram untuk lebih menekan secara ekonomi penduduk Sasak. Terjadilah riak-riak pemberontakan penduduk Sasak kepada kerajaan Bali Selaparang di Mataram. Akhir dari perseteruan para pemimpin Sasak dengan Radja Bali Selaparang memnyebabkan Pemerintah Hindia Belanda melakukan intervensi. Pasal yang diajukan kepada Radja Bali Selaparang di Mataram pada hematnya dua poin utama yang pertama tidak menyelenggarakan keamanan yang kondusif di Lombok dan kedua soal impor senjata dari luar yang nota bene digunakan yang menyebabkan gangguan keamanan di (pulau) Lombok (melanggar perjanjian tahun 1846). Pada tahun 1894 Pemerintah Hindia Belanda mengirim ekspedisi militer ke Lombok dan kerajaan Mataram (puri Tjakranegara) hancur. Perang Lombok ini berakhir pada tahun 1895.

Pengaruh GP King di Ampenan (dan Mataram) berakhir. Sehubungan dengan intervensi Pemerintah Hindia Belanda di Lombok, menjelang berakhirnya Perang Lombok (1895) dalam melawan Radja Bali Selaparang mulai dibentuk cabang pemerintahan Hindia Belanda di Ampenan. Salah satu pedagang Cina di Ampenan turut diangkat menjadi salah satu pejabat lokal di Ampenan. Padagang Cina tersebut adalah Ong Ka Lok (yang juga bertindak sebagai hoofd der Chineezen di Ampenan. Era baru pedagang-pedagang Cina di (kota) Ampenan dimulai.

Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1847
Sebelum terbentuk perkampongan Cina di Ampenan, kota sendiri menurut Heinrich Zollinger (1847) hanya terdiri dari empat kampong (sesuai penghuninya), yakni kampong Boegis, kampong Sasak, kampong Bali dan kampong Malajoe. Kampong Boegis terletak pada zona utara-barat; kampong Sasak terletak di zona utara-timur; kampong Bali terletak di zona selatan-timur; dan kampong Malajoe terletak di zona selatan-barat yang berbatasan dengan pantai. Jumlah orang Eropa dan Cina sangat sedikit. Jumlah orang Cina sudah menurun jumlahnya belakangan ini. Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1847

Menurunnya jumlah orang Cina di Ampenan, besar dugaan karena pengaruh kuat dari GP King. Meski populasi Eropa dan Cina sangat sedikit di pelabuhan Ampenan, namun untuk kegiatan perdagangan tampaknya telah dikuasai oleh KP King. Menurut Heinrich Zollinger (1847) yang bongkar muat di pelabuhan Ampenan hanya kapal-kapal GP King dan kapal pedagang Cina dengan perbandingan 2:1. Di dalam laporan Zollinger disebutkan bahwa perdagangan beras grosir (di Ampenan) dibagi antara  King  dan orang Cina, yang mana King dua kapal dan satu kapal Cina pada gilirannya. Tidak ada kapal yang dapat menghindari perjanjian yang dibuat oleh para pangeran ini. Perjanjian tersebut menentukan harga tawar-menawar dan penjualan. Para pengeran (Bali Selaparang) menikmati setengah keuntungan dari seluruh perdagangan beras. Dalam hal ini dengan perbandingan seperti itu King sebenarnya adalah pemegang hak monopoli perdagangan beras di Ampenan dan para pangeran mendapatkan keuntungan besar dari monopoli (perjanjian) tersebut.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar