Minggu, 26 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (317): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Kahar Muzakkar; Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan - DI/TII

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Seperti nama Kapten Andi Azis, nama Kahar Muzakkar juga sangat dikenal dalam sejarah di Sulawesi. Permasalahan yang dihadapi sama terkait dengan militer Indonesia (APRIS/TNI). Yang membedakan adalah kesatuan Andi Azis berafiliasi dengan Belanda/NICA, sedangkan kesatuan Kahar Muzakkar (KGSS) kemudian dihubungkan dengan NII-Kartosuwirjo (di Jawa Barat) dalam DI/TII.

Abdul Kahar Muzakkar atau Abdul Qahhar Mudzakkar, nama kecilnya La Domeng (24 Maret 1921 – 3 Februari 1965) adalah pendiri Tentara Islam Indonesia (TII) di Sulawesi. Sekolah di Standarschool (Muhammadiyah), lulus 1935. Ia melanjutkan pendidikan ke Mualimin Solo, sekolah guru (Muhammadiyah). Ia aktif di Hizbul Wathan (HW). Sebagai guru, Kahar memimpin pasukan HW di Palopo. Pada awal 1950-an, memimpin bekas gerilyawan Sulawesi Selatan - Tenggara dan mendirikan TII, yang kemudian bergabung dengan Darul Islam (DI) yang dikenal sebagai DI/TII di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Pada tahun 1950 terjadi kenflik APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dengan pihak gerilyawan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). KGSS menginginkan tempat di APRIS. Pada Juni 1950, Kahar sebagai mantan pemimpin KGSS mengungkapkan di Makasaar agar KGSS diakomodir menjadi Resimen Hasanuddin (TNI), tetapi ditolak. Pada 7 Agustus 1953, bersama pasukan KGSS bergabung NII Kartosuwiryo untuk wilayah Sulawesi Selatan. Pada tanggal 3 Februari 1965, Operasi Tumpas dipimpin M Jusuf, Kahar Muzakkar tertembak mati saat pertempuran antara TNI satuan Divisi Siliwangi Kujang I 330 di Lasolo. Kahar tewas oleh tembakan Kopral Ili Sadeli. Namun makamnya tidak pernah diberitakan. Pada tahun 1965, kabar kematian Kahar Muzakkar itu telat sampai ke Jakarta karena lokasi tertembaknya Kahar sangat sulit dijangkau dan jenazahnya dibawa ke Makassar, Kolonel M Jusuf memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyaksikan dan memastikan sendiri, namun sebagian orang tetap percayai Kahar Muzakkar belum mati. Pemerintah merahasiakan makam demi menghindari pemujaan terhadap Kahar Muzakkar (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kahar Muzakkar? Seperti disebut di atas, Kahar Muzakkar studi di Jawa dan kembali sebagai guru ke Sulawesi Selatan. Kahar Muzakkar ikut berjuang tetapi eks pasukannya tidak diakomodir dalam militer Indonesia yang kemudian berafiliasi dengan DI/TII.  Lalu bagaimana sejarah Kahar Muzakkar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (316): Pahlawan Nasional Andi Mapanyuki di Bone; Belanda Mengakui Kedaulatan Indonesia 27-12-1949

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Andi Mapanyuki adalah pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan menjadi Pahlawan Nasional (5 November 2004). Andi Mappanyuki adalah ayah Andi Pangeran Petta Rani, Gubernur Sulawesi terakhir (lihat artikel sebelumnya). Andi Mapanyuki adalah Raja Bone yang pernah menentang otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Sulawesi Selatan dan juga ikut menuntut dibubarkannya negara federal NIT.

Andi Mappanyukki (lahir 1885 - meninggal 18 April 1967)[1] adalah pejuang dan bangsawan di Sulawesi Selatan. Putra dari Raja Gowa ke XXXIV (Somba Ilang) dan I Cella We'tenripadang Arung Alita, putri tertua Raja Bone. Ia memimpin raja raja di Sulawesi Selatan untuk bersatu dan bergabung dengan NKRI tahun 1950. Sejak berusia 20 tahun mengangkat senjata berperang mengusir Belanda tatkala mempertahankan pos pertahanan kerajaan Gowa di daerah Gunung Sari. Pada tahun 1931 atas usulan dewan adat ia diangkat menjadi Raja Bone ke-32 dengan gelar Sultan Ibrahim, sehingga ia bernama lengkap Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim. Gelar Sultan Ibrahim sendiri merupakan gelar yang diberikan kepadanya manakala menjabat Raja Bone kala itu (mangkauE Ri Bone). Pada masa Belanda di Celebes Selatan bernama LJJ Karon. Karena menolak bersekutu dengan Belanda Ia “diturunkan” sebagai raja Bone  dan kemudian diasingkan bersama Istri (permaisuri) dan Putra Putrinya selama 3,5 tahun di Rantepao, Tana Toraja. Ia pernah diangkat memimpin kerajaan Suppa tahun 1902 s/d 1906. Pada tanggal 21 Desember 1957, atas usulan Panglima Daerah Militer Sulsel, Andi Mappanyukki dilantik sebagai Kepala Daerah Bone yang juga masih bergelar sebagai Raja Bone. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, Raja Bone yang sekaligus Kepala Daerah dibantu oleh seorang wakil kepala daerah yaitu Bupati Andi Patoppoi. Menjelang proklamasi, ia juga bertindak sebagai penasihat BPUPKI. Setelah Indonesia merdeka, ia menyatakan bahwa Kerajaan Bone bagian Republik Indonesia. Pada masa RIS ia ikut menuntut Negara Indonesia Timur ke dalam RI. Keteladanan keteguhan dalam berjuang diikuti putra-putranya, Andi Pangeran Petta Rani dan Andi Abdullah Bau Massepe (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Andi Mapanyuki? Seperti disebut di atas, Andi Mapanyuki adalah Radja Bone yang pernah berjuang menentang otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Sulawesi Selatan dan menuntut agar NIT dibubarkan dan bergabung dengan NKRI. Lalu bagaimana sejarah Andi Mapanyuki? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 25 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (315): Pahlawan Indonesia Andi Pangerang Petta Rani dari Bone; Gubernur Sulawesi 1956 dan 1958

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Andi Pangerang Pettarani adalah pahlawan Indonesia berasal dari (kesultanan) Bone. Pangeran Bone, Andi Pangerang Pettarani memulai karir sebagai pamong praja di beberapa tempat di wilayah Sulawesi bagian selatan. Andi Pangerang Pettarani sebagai salah satu pangeran dario Bone bersifat non-cooperative dengan Belanda yang hadir kembali setelah pendudukan militer Jepang. Setelah pengakuan kedaultan Indonesia, Andi Pangerang Pettarani diangkat sebagai Gubernur (provinsi) Sulawesi tahun 1956 dan 1958.

Andi Pangerang Pettarani (Andi Pangerang Petta Rani) yang bernama lengkap Andi Pangerang Pettarani Karaeng Bontonompo Arung Macege Matinroe Ri Panaikang (14 Mei 1903 – 12 Agustus 1975) adalah birokrat, politikus, dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari suku Makassar dan Bugis yang pernah menjadi Gubernur Sulawesi (terakhir). Andi Pangerang Petta Rani ayah Raja Kesultanan Bone XXXII Andi Mappanyukki dan ibu bernama I Batasai Daeng Taco. Ia adalah saudara tiri dari Andi Abdullah Bau Massepe Pahlawan Nasional Republik Indonesia yang juga Datu Suppa ke-25 dari Kerajaan Suppa. Pendidikan Andi Pangerang Pettarani yaitu sekolah HIS, MULO dan OSVIA di Makassar. Andi Pangerang Pettarani turut berjuang melawan penjajah. Pada bulan Agustus 1945 ia ditunjuk sebagai anggota delegasi Sulawesi ke Komite Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Bersama Dr. Sam Ratulangi dan Andi Sultan Daeng Radja, dia mengikuti rapat PPKI. Di lain sisi tepatnya pada saat sekutu mendarat di Makassar, Gubernur Ratulangi mengundang raja raja dan pemimpin partai untuk mendukung kesetiaan terhadap proklamasi kemerdekaan RI. Tawaran kerja sama dengan pemerintah Belanda pun ditolak mentah mentah dan pertemuan yang dihadiri raja raja termasuk Andi Pangerang Petta Rani ini kembali mengeluarkan pernyataan rakyat Sulawesi mendukung sepenuhnya NKRI. Atas dasar itulah Belanda dan para sekutunya menahan Andi Pangerang Petta Rani dan keluarganya di Rantepao. Andi Pangerang Petta Rani dipecat dari kedudukannya sebagai Kepala Afdeling Bone  (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Andi Pangerang Pettarani? Seperti disebut di atas, Andi Pangerang Pettarani adalah seorang pangeran Bone yang pernah menjadi Gubernur Sulawesi. Lalu bagaimana sejarah Andi Pangerang Pettarani? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.