Sabtu, 25 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (315): Pahlawan Indonesia Andi Pangerang Petta Rani dari Bone; Gubernur Sulawesi 1956 dan 1958

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Andi Pangerang Pettarani adalah pahlawan Indonesia berasal dari (kesultanan) Bone. Pangeran Bone, Andi Pangerang Pettarani memulai karir sebagai pamong praja di beberapa tempat di wilayah Sulawesi bagian selatan. Andi Pangerang Pettarani sebagai salah satu pangeran dario Bone bersifat non-cooperative dengan Belanda yang hadir kembali setelah pendudukan militer Jepang. Setelah pengakuan kedaultan Indonesia, Andi Pangerang Pettarani diangkat sebagai Gubernur (provinsi) Sulawesi tahun 1956 dan 1958.

Andi Pangerang Pettarani (Andi Pangerang Petta Rani) yang bernama lengkap Andi Pangerang Pettarani Karaeng Bontonompo Arung Macege Matinroe Ri Panaikang (14 Mei 1903 – 12 Agustus 1975) adalah birokrat, politikus, dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari suku Makassar dan Bugis yang pernah menjadi Gubernur Sulawesi (terakhir). Andi Pangerang Petta Rani ayah Raja Kesultanan Bone XXXII Andi Mappanyukki dan ibu bernama I Batasai Daeng Taco. Ia adalah saudara tiri dari Andi Abdullah Bau Massepe Pahlawan Nasional Republik Indonesia yang juga Datu Suppa ke-25 dari Kerajaan Suppa. Pendidikan Andi Pangerang Pettarani yaitu sekolah HIS, MULO dan OSVIA di Makassar. Andi Pangerang Pettarani turut berjuang melawan penjajah. Pada bulan Agustus 1945 ia ditunjuk sebagai anggota delegasi Sulawesi ke Komite Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Bersama Dr. Sam Ratulangi dan Andi Sultan Daeng Radja, dia mengikuti rapat PPKI. Di lain sisi tepatnya pada saat sekutu mendarat di Makassar, Gubernur Ratulangi mengundang raja raja dan pemimpin partai untuk mendukung kesetiaan terhadap proklamasi kemerdekaan RI. Tawaran kerja sama dengan pemerintah Belanda pun ditolak mentah mentah dan pertemuan yang dihadiri raja raja termasuk Andi Pangerang Petta Rani ini kembali mengeluarkan pernyataan rakyat Sulawesi mendukung sepenuhnya NKRI. Atas dasar itulah Belanda dan para sekutunya menahan Andi Pangerang Petta Rani dan keluarganya di Rantepao. Andi Pangerang Petta Rani dipecat dari kedudukannya sebagai Kepala Afdeling Bone  (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Andi Pangerang Pettarani? Seperti disebut di atas, Andi Pangerang Pettarani adalah seorang pangeran Bone yang pernah menjadi Gubernur Sulawesi. Lalu bagaimana sejarah Andi Pangerang Pettarani? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Andi Pangerang Pettarani: Pangeran dari Bone

Pada Kabinet Boerhanoeddin Harahap (sejak 12 Agustus 1955), tiba-tiba di Makassar, Gubernur Lanto Daeng Pasewang mengundurkan diri. Pengunduan diri Lanto Daeng Pasewang adalah satu hal. Sementara hal lain muncul nama Andi Pangerang Petta Rani untuk menggantikan posisi gubernur. Lanto Daeng Pasewang sendiri belum lama menjadi Gubernur. Paling tidak pengusulannya sebagai gubernur baru pada bulan Oktober 1953 (lihat De nieuwsgier, 16-10-1953). Sebelumnya Lanto Daeng Pasewang adalah salah satu anggota Kabinet Negara Indonesia Timur yang dipimpin oleh Ir Patoean Doli Diapari Siregar. Boleh jadi kini Gubernur Lanto Daeng Pasewang ingin mengundurkan diri karena tekanan keamanan yang tidak kunjung  reda di wilayah (provinsi) Sulawesi.

Situasi keamanan di provinsi Sulawesi dan provinsi Maluku pasang surut. Sudah tertangani pasca gerakan Andi Azis di Makassar dimana KASAD Major Jenderal Abdoel Haris Nasoetion mengganti Overste Mokoginta dengan Overste Warrow (sebagai Panglima Indonesia Timur). Namun menjadi bermasalah lagi setelah Major Abdoel Haris Nasution dirumahkan sejak peristiwa 17 Oktober 1952 di Djakarta. Saat KASAD dipimpin oleh Major Bambang Soegeng Soepeno dengan wakilnya Kolonel Zulkifli Lubis, muncul pemberontakan di Sulawesi bagian selatan yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar. Pada tahun 1954 Kolonel Warrow harus dicopot karena kasus penyelundupan kopra yang kemudian digantikan oleh Overste Sumual. Saat ini yang menjabat koodinator gubenur Sulawesi dan Maluku (Gouverneur van de Inspectie Dienst van de Regering voor de Provincies Sulawesi en Maluku dari Kementerian Dalam Negeri adalah Abdoel Hakim Harahap (pernah menjadi pejabat ekonomi di Makassar pada era Hindia Belanda dan menjadi wakil kepala comptabilia pada masa pendudukan Jepang di Makassar), Saat Boerhanoeddin Harahap menjadi Perdana Menteri, Abdoel Hakim Harahap diangkat sebagai menteri Muda Pertahanan. Untuk membuat tentara solid, Abdoel Hakim Harahap menungundang seluruh kolonel di Indonesia untuk konferensi di Djogjakarta. Untuk memilih siapa yang menjadi pimpinan tentara muncul dua nama yakni Kolonel Abdoel Haris Nasution dan Kolonel Zulkifli Lubis. Lalu yang terpilih berdasarkan voting adalah Abdoel Haris Nasution yang kemudian diangkat kembali menjadi KASAD, Abdoel Hakim Harahap adalah Residen Perang yang menjabat Wakil Gibernur Militter pada perang kemerdekaan di Sumatra, penasehat delegasi RI ke KMB dan menjadi Wakil Perdana Menteri di Djogjakarta pada era RIS.

Andi Pangerang Petta Rani saat itu adalah Kordinator Residen Sulawesi Utara (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 29-10-1955). Kordinator Residen Sulawesi Utara semacam Wakil Gubernur untuk wilayah Sulawesi Utara. Yang mana sebelumnya Koordinator Residen di Sulawesi bagian utara adalah Tangkilisan (Lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 02-05-1955).

Negara Indonesia Timur (NIT) yang didirikan atas prakarsa Belanda/NICA pada tanggal 27 Desember 1946 dengan kepala negara Soekowati, Wilayah NIT terbagi dalam 13 daerah yang tergabung dalam lima residentie. Sehubungan dengan negara-negara federal bergabung dengan NKRI dan pasva terjadinya peristiwa Andi Azis di Makassar, Soekarno sebagai Presiden RIS membubarkan RIS pada tanggal 17 Agustus 1950 saat pidato peringatan Hari Kemerdekaan RI di Djakarta. Perdana Menteri Mohamad Hatta molohok. Keesokan harinya para republiken pendukung NKRI memproklamirkan NKRI. Itu berarti semua negara federal termasuk NIT secara resmi dibubarkan dan hanya ada NKRI. Para pentolan NIT terutama di Makassar molohok juga. Tentu saja tidak dengan mantan Perdana Menteri NIT Ir Patoean Diapari Siregar dan Perdana Menteri NIT saat itu Ir M Putuhena. Dua perdana menteri NIT ini adalah sama-sama lulusan THS Bandoeng (kini ITB). Ir. Putuhena adalah adik kelas Soekarno di THS yang tahun 1926 bersama-sama Ir Anwari mendirikan studieclub Bandoeng (Algemene Studieclub). Ir. Putuhena berasal dari Saparua, Ambon. Sedangkan Ir Patoean Diapari Siregar berasal dari Tapanoeli. Mohamad Natal Siregar gelar Patuan Doli Siregar diterima di Technische Hoogeschool te Bandoeng tahun 1932 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1935). Patuan Doli Siregar lulus tahun 1937 dan menjadi insinyur pemerintah di Residentie Manado (Bataviaasch nieuwsblad, 09-06-1939). Tampaknya Ir Patoean mengikuti jejak Ir Putuhen yang bekerja di pemerintahan (di Purwakarta). Pada tahun yang sama Tarip Abdullah Harahap lulus mendapat gelar insinyur teknik sipil di THS Bandoeng. Ir, Patoean Doli Diapari bekerja untuk pemerintah, sedangkan Ir. Tarip Abdoellah Harahap, seperti sebelumnya Ir Soekarno dan Ir Anwari sebagai swasta dengan membuka firma arsitek di Banodeng. Ir Patoean Doli hanya pindah-pindah tempat kerja di wilayah Groote Oost (Indonesia Timur). Sementara Ir Tarip Abdoellah tetap di Bandoeng hingga perang kemerdekaan yang lalu kemudian ikut mengungsi ke ibu kota Republik di Djogjakarta dengan jabatan baru sebagai kepala Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia yang diseingkat DAMRI (yang kini menjadi asal usul nama DAMRI). Lalu sejak pengakuaan kedaulatan Indonesia Belanda (berlaku sejak 27 Desember 1949) dalam struktur pemerintahan RIS, Ir Patoean Diapari menjadi menteri di kabinet NIT dan Ir Tarip Abdoellah Harahap bersama republiken kembali ke Djakarta dimana Ir Tarip Abdoellaah Harahap diangkat menjadi Direktur Penerbangan Sipil. Kementerian PU yang mengurusi dan merenovasi seluruh bandara yang ada termasuk bandara di Makasar serta membangun bandara baru seperti di Aceh. Sedangkan untuk urusan maskapai ditunjuk Mr CA Mochtar Nasution sebagai pimpinan GIA di Djakarta (masih bagian dari KLM). Pada saat ini, pasca NIT dibubarkan, Gubernur Sulawesi diangkat Bernard Wilhelm Lapian yang kemudan diganti secara berturut turut Raden Sudiro, Andi Burhanuddin dan kemudia Lanto Daeng Pasewang (Gubernur pertama Sulawesi yang diangkat pemerintah RI tanggal 18 Agustus 1945 adalah Sam Ratulangi).

Meski demikian, Perdana Menteri Mr Boerhanoeddin Harahap meminta Lanto Daeng Pasewang tetap menjalankan fungsi pemerintahan hingga terpilihnya gubernur yang baru selepas pemilihan umum (pemilu) yang akan segera dilaksanakan. Tentu saja Lanto Daeng Pasewang tidak bisa mengelak dan menjawab ‘Siap, Bro!’, karena Lanto Daeng Pasewang adalah teman dekat Mr Boerhanoeddin Harahap.

Dalam surat kabar De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad edisi 29-10-1955) head linenya ada pengangkatan kembali Major Jenderal Abdoel Haris Nasution sebagai KASAD. Mengapa bisa diangkat kembali? Ini bermula pada tahun 1952. Kolonel Abdoel Haris Nasution sebagai KASAD dan Kolonel Zulkifli Lubis sebagai kepala intelijen negara. Pada saat itu dianggap umum parlemen selalu merecokin eksekutif. Oleh ulah parlemen kerap menjadi sumber kegaduhan nasional maupun di daerah, Kolonel Abdoel Haris Nasution dengan mengerahkan pasukan melakukan dmonstrasi di depan istana dengan tuntutan bubarkan parlemen. Presiden Soekarno turun dari istana dan datang menemui Kolonel Abdoel Haris Nasution yang berada diantara demonstrasi tentara itu. Mengapa Soekarno seberani ini hanya ditemani satu orang? Tentulah Ir Soekarno orang yang cerdas, tahu bagaimana menenangkan Kolonel Abdoel Haris Nasution dan pasukannnya yang juga membawa panser dan meriam. Presiden Soekarno yang didampingi oleh Kolonel Zulkifli Lubis dengan sopan menasehati Kolonel Abdoel Haris Nasution dengan mengatakan ‘hei Bung, bawalah pasukanmu ke markas, jangan sekali-sekali membuat presidenmu terhina’. Boleh jadi dalam hal ini Zulkifli Lubis yang berada disamping Soekarno melirik Abdoel Haris Nasution dengan memainkan mata. Kode itu tentulah saling memahami karena kedua kolonel itu berasal dari kampong yang sama di Kotanopan (Tapnuli Selatan). Setelah menasehati, Presiden Soekarno kembali ke istana bersama Kolonel Zulkifli Lubis. Demonstraso juga membubarkan diri dan pasukan kembali ke markas. Beberapa minggi kemudian tenang-tenang saja hingga muncul surat perintah Kolonel Abdoel Haris Nasution dirumahkan (tidak dipecat). Lalu Kolonel Bambang Soegeng Soepeno menggatikan Abdoel Haris Nasution sebagai pejabat KASAD, Lalu KASAP Jenderal TB Simatoepang protes sebagai rasa solidaritas kepada bawahanyya Kolonel Abdoel Haris Nasution dengan mengundurkan diri. Beberapa bulan kemudian, sebagai rasa solidaritas sesama republiken dari Djogja, Menteri Pertahanan Hamengkoeboewono juga mengundurkan diri. Sejak itu tidak ada lagi KASAP (diambil presiden langsung). Sekadar catatan: empat orang yang mendesain organisasi TNI tahun 1946 di Djogjakarta, saat ibu kota RI pindah dari Djakarta adalah Menteri Pertahanan/BKR Mr Amir Sjarifoeddin Harahap, Kolonel Zulkifli Lubis, kapala intelijen dan Gubenur Djogjakarta Hamengkoeboewono. Pasca agresi militer pertama tiga komandan militer di Dogjakarta adalah Jenderal Soedirman, Kolonel TB Simatoepang dan Kolonel Abdoel Haris Nasution. Sejak dirimahkannya Nasution inilah diantara perwira tinggi TNI muncul ketegangan dan terbentuk dua kubu (kubu Abdoel Haris Nasution dan kubu Zulkifli Lubis). Ribut-ribut di parlemen akhirnya Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (PNI) mengundurkan diri dan Presiden Soekarno menunjuk Mr Boerhanoeddin Harahap untuk membentuk kabinet baru. Di parlemen Wakil Ketua Parlemen urusan pertahanan adalah ketua Partai NU sendiri yakni Zainoel Arifin Pohan (juga dari Kotanopan yang pada saat perang kemerdekaan sebagai Komandan Hizbullah di Djakarta/Batavia). Bersamaan dengan pembentukan kabinet, Perdana Menteri Boerhanoeddin Harahap meminta Menteri Negara bidang Pertahanan Abdoel Hakim Harahap untuk mendamaikan dua kubu militer. Tentu itu akan mudah dilakukan Abdoel Hakim Harahap, yang mantan Wakil Perdana Menteri RI di Djogjakarta, meminta semua kolonel seluruh Indonesia berkumpul di Djogjakarta untuk suatu konferensi. Dalam konferensi ini dilakukan mufakat dan voting untuk memilih siapa yang akan diangkat menjadi KASAD, Kolonel Abdoel Haris Nasution atau Kolonel Zulkifli Lubis? Akhirnya yang terpilih Kolonel Abdoel Haris Nasution. Tentu saja semua menjadi tenang karena semua kolonel sepakat dilakukan voting dan bersedia menerima hasilnya. Abdoel Hakim Harahap sebelum menjadi Wakil Perdana Menteri di Djogja 1950 adalah Residen Tapanoeli yang menjadi penasehat delegasi republiken ke KMB Den Haag. Hasil konfetesni Djogjakarta ini dilaporkan PM Boerhanoeddin Harahap kepada Presiden Soekarno yang didampingi teman lamanya Abdoel Hakim Harahap. Presiden Soekarno kaget ‘Bah!, bagaimana Abdoel Haris Nasution terpilih?’. Lalu Abdoel Hakim Harahap menyahut: ‘Tenang, Bro, saya bisa menangani. Besok saya mnita Nasution menhadap sendiri. Memang jaminan Abdoel Hakim Harahap ini terbukti, karena antara Presiden Soekarno dan KASAD Abdoel Haris Nasution sangat kompak hingga baru sepuluh tahun kemudian peristiwa G 30 S/PKI 1965 memisahkan mereka.  

Dalam perkembangannya, nama gubernur Sulawesi semakin mengerucut kepada Andi Pangerang Petta Rani, tidak lama kemudian, lagi-lagi ribut di parlemen, akhirnya Perdana Menteri Boerhanoeddin mengundurkan diri dan Presiden Soekarno kembali meunjuk Ali Sastroamidjojo untuk membentuk kabinet baru. Akhirnya nama Andi Pangerang Petta Rani ditetapkan menjadi gubernur Sulawesi yang baru (lihat De nieuwsgier, 13-07-1956). Disebutkan rombongan dari pusat akan datang ke Makassar, dimana Menteri Dalam Negeri Soenarjo akan melantik Andi Pangerang Petta Rani sebagai Gubernur Sulawesi. Sementara Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo yang merangkap sebagai Menteri Pertahanan bersama KASAD Jenderal Abdoel Haris Nasution di Makasar akan melantik Panglima untuf  Staf Komando Sulawesi Selatan dan Tenggara.

Dalam pelantikan Gubernur Sulawesi pada Kamis malam turut dihadiri oleh Pj Gubernur Sulawesi yang akan diberhentikan, Andi Boerhanuddin, Komandan TT-VII Wirabuana Kolonel JF Warouw, Kapolda Polisi, Kombes JM Ondang, Ketua Majelis Hakim Makassar, Komandan Maritim Makassar Mayor Langkay, Walikota Makassar HH Junus Daeng Mile, mantan Gubernur Sulawesi, Lanto Daeng Pasewang, residen dan bupati serta pejabat sipil dan militer lainnya (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-07-1956). Menteri Soenarjo dalam pidato sambutannya, mengingatkan gubernur baru akan dihadapkan pada dua persoalan penting, yakni soal pemulihan keamanan dan soal demokratisasi. Keamanan di daerah ini sudah lama terganggu dan penduduknya sangat menderita. Untuk beberapa waktu sekarang orang-orang memiliki harapan untuk dapat kembali ke desa asal mereka dan mengerjakan sawah mereka lagi dengan aman. Selama keamanan di daerah itu belum pulih, pembangunan tidak dapat berjalan lancar dan negara kita akan tetap menjadi daerah yang ‘tertinggal’. Lalu Gubernur baru dalam sambutannya mengatakan bahwa seberat apapun jabatan gubernur, sebagai putra Sulawesi dan abdi negara dan rakyat, ia menerima jabatan itu dengan baik hati. ‘Tapi saya tidak akan bisa berbuat apa-apa kecuali mendapat dukungan dari rakyat dan pejabat serta kelompok lain. Oleh karena itu saya meminta semua pihak untuk memperkuat dan melestarikan persatuan kita dan membuat janji untuk melayani tanah dan orang-orang. Mari kita pertahankan kerjasama kita dan selesaikan segala macam masalah bersama-sama sebaik mungkin’, Catatan: Pengganti Koordiantor residen di Sulawesi Utara adalah Dr Sam Ratulangi.

Gubernur baru mengharapkan bantuan semua pihak untuk membanguna tanah Sulawesi dalam situasi yang aman. Sudah barang tentu situasinya akan berbeda sekarang, karena kembalinya Abdoel Haris Nasution sebagai KASAD yang pada waktu yang relatif sama dengan pelantikan ini tengah berada di Makassar. Pada tahun 1950 Kapten Andi Azis yang memberontak dapat dengan tenang diamankan oleh Major Jenderal Abdoel Haris Nasution. Namun situasinya kembali rawan di Sulawesi Selatan setelah Abdoel Haris Nasution dirumahkan sejak akhir 1952 (dan baru dipulihkan pada akhir 1955).

Panglima TNI Mayor Jenderal AH Nasoetion melantik komando wilayah operasi Sulawesi Selatan dan Tenggara di Makassar pada hari Minggu pagi. Upacara tersebut dihadiri oleh Wakil Perdana Menteri II Idham Chalid (menggantikan Perdana Menteri Ali Sastroamidjoj), pejabat militer, Gubernur Sulawesi Andi Pangerang Petta Rani, Kapala kepolisian Komisaris Kepala M Oudang dan anggota korps konsuler dan otoritas lainnya. Setelah Komando dilantik, terjadi peralihan kekuasaan untuk pemulihan keamanan di wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara dari Panglima teritorial (Pangdam) VII Kolonel JF Warouw kepada Kepala Staf Komando Operasi yang baru dibentuk, Overste Nasuhi. Pangdam Kolonel Sudirman yang mengambil alih kekuasaan untuk menggantikan JF Warrow sedang berlibur ke suatu tempat (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 16-07-1956)

Soal keamanan di wilayah Indonesia Timur khususnya di Sulawesi Selatan yang masih tersisa adalah permasalahan dengan Kahar Muzakkar. Penggantian panglima teritorial dari Warrow kepada Kolonel Soedirman dan pembentukan kepala straf dikaitkan dengan permasalahan yang menimpa Kolonel JF Warrow dan Overste Worang. Kedunya diberitakan terkait dengan penyelundupan kopra ke luar negeri (lihat De nieuwsgier, 17-07-1956).

Saat wartawan menanyakan kepada pimpinan komisi pertahanan di parlemen (Zainoel Arifin Pohan, mantan wakil perdana menteri pada kabinet Ali sebelumnya) apakah perbuatan Warrow dan Worang dengan melihat kondisi buruk yang ada di Sulawesi, apakah salah atau benar? Zainoel Arifin Pohan mengatakan: ‘Ada baiknya dan buruknya’. Hasil penjualan dari penyelundupan yang digunakan pembelian peralatan dan kegunaan lainnya sebagai sisi baiknya. Sedangkan pelanggaran hukum yang masih dilakukan oleh aparatur negara merupakan sisi buruknya. Pengalihan Kolonel Warouw sebagai panglima militer Indonesia Timur (Kepada Kolonel Soedirman) dengan demikian adalah benar, karena tidak akan mencemarkan nama baik tentara dan juga mencegah perbuatan melawan hukum lebih lanjut. Catatan: Komandan militer di wilayah keamanan Makassar diangkat Overste Andi Matalatta. Sedangkan. Kepala Staf Komando Teritorial Sulawesi Selatan dan Tenggara telah diganti dari Oveste Nasuhi kepada Mayor Saleh Lahade.

Saat ini soal keamanan yang harus dihadapi bersama antara Kolonel Soedirman dan Gubernur Andi Pangerang Petta Rani adalah masalah Kahar Muzakkar,

Tunggu deskripsi lengkapnya

Andi Pangerang Pettarani: Gubernur Sulawesi 1956 dan 1958

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar