Selasa, 10 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (582): Pahlawan Indonesia-Migrasi Orang Jawa Tempo Dulu; Malaya Deli Suriname Tapanoeli Lampoeng

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Migrasi orang Jawa (penduduk berasal dari pulau Jawa) ke Deli dan Lampoeng sudah menjadi pengetahuan umum. Namun migrasi orang Jawa ke luar negeri (luar Hindia Belanda) seperti ke Semenanjung dan ke Surinami tentu masih menarik perhatian. Pertanyaan serupa juga muncul bagaimana orang pantai barat Sumatra dan Sulawesi bisa sampai ke Afrika Selatan. Tentu saja bagaimana bisa populasi Minangkabau dan Angkola-Mandailing (Tapanuli Selatan) cukup besar di Semenanjung Malaya (kini Malaysia).

Migrasi orang Sulawesi, khususnya orang Makassar dari Kerajaan Gowa bermula dari hubungan dagang antara Malaka dan Gowa dan migrasi besar-besaran terjadi pada pasca kekalahan Kerajaan Gowa melawan VOC (Belanda) tahun 1669. Jauh sebelum itu orang pantai timur Sumatra, khususnya Minangkabau dan Angkola Mandailing sudah terjadi migrasi sejak era Portugis. Jumlahnya semakin meningkat populasi orang Minangkabau dan orang Angkola Mandailing pada era Perang Padri (1801-1838). Meski sudah ada pemisahan wilayah yurisdiksi hukum antara wilayah Hindia Belanda (baca: Indonesia) dengan Semenanjung (Inggris) arus migrasi masih tetap berlangsung hingga pada akhirnya semakin sulit terjadi sejak kemerdekaan negara Malaysia pada tahun 1957. Lalu sejak kapan orang Jawa melakukan migrasi (keluar Jawa)?

Lantas bagaimana sejarah migrasi orang Jawa tempo doeloe? Seperti disebut di atas, migrasi orang Jawa (penduduk berasal dari pulau Jawa) ke luar bahkan jauh di luar negara sudah terjadi sejak lama. Lalu bagaimana sejarah migrasi orang Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (581): Pahlawan Indonesia - Penerapan Hukum Bagi Orang Cina; Hindia Belanda vs Republik Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini semua hukum (aturan perundangan-undangan) sama untuk semua warga Indonesia (WNI). Hukum yang sama untuk semua suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) Namun itu semua, sangat berbeda pada masa lalu era Pemerintah Hindia Belanda dimana hukum terbagi tiga: Eropa/Belanda; Timur Asing (Cina, Arab, Moor, India); dan pribumi. Dengan memperbandingkan Erapa/Belanda di satu sisi dan pribumi di sisi lain, kita dapat perhatikan kedudukan hukum Timur Aisng khususnya orang Cina.

Pada masa ini di Indonesia (era Republik Indonesia) semua elemen SARA dilebur menjadi satu hukum yang sama dan kebijakan pembangunan yang sama. Yang membedakan adalah status hukumnya WNI atau WNA. Bagi WNI tidak ada lagi perbedaan hukum dan kebijakan pemerintah. Untuk menunjukkkan hal tersebut kita bisa perhatikan di (negara) Malaysia, sisa hukum/kebijakan pemerintah era (kolonial) Inggris adalah sistem pendidikan yang dibedakan terhadap kebangsaan khusunya antara Melayu (pribumi) di satu sisi dan Cina dan India di sisi lain. Sistem pendidikan tiga kebangsaan berbeda; Orang Cina dengan mendirikaan sekolah dan kurikulum sendiri (vernikuler) dengan bahasa pengantar Cina; dan demikian dengan India, Sistem pendidikan di Malaysia mengikuti prinsip integrasi; sedangkan di Indonesia mengikuti prinsip asimilasi (semua sekolah dengan kurikulum yang sama dan bahasa pengantar yang sama: Bahasa Indonesia. Dalam hubungan ini di Indonesia semua hukum/kebijakan pemerintah mengusung konsep persatuan dan kesatuan; di Malaysia yang ada hanya persatuan (seperti yang tampak pada sistem pendidikan).

Lantas bagaimana sejarah hukum dan kebijakan pemerintah bagi orang Cina di Indonesia pada era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, semua hukum dan kebijakan pemerintah sama untuk semua suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Tidak ada lagi Cina, Arab, India dan pribumi, tetapi semua dalam basis WNI. Lalu bagaimana sejarah hukum dan kebijakan pemerintah bagi orang Cina di Indonesia era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 09 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (580): Pahlawan Indonesia – Moda Transportasi Kereta Api; Dulu Sesuai Arus Barang, Kini Arus Orang

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah perkeretaapian sudah lama di Indonesia sejak era Pemertah Hindia Belanda; Banyak jalur yang masih aktif hingga kini, tetapi juga banyak jalur yang telah ditutup (tidak aktif). Tentu saja pada masa ini ada penambahan jalur baru. Pembangunan jalur kereta api tempo doeloe pada era Pemerintah Hindia Belanda mengikuti arus barang. Pada masa kini perkembangan moda transportasi jalan raya menyebabkan jalur tertentu ditutup. Kini, program pengembangan jalur kereta api lebih mempertimbangkan arus orang. Apakah dimungkinkan lagi jalur yang ditutup dapat diaktifkan kembali?

Jalur kereta api di Indonesia di bawah ini mengacu pada jalur kereta api yang sedang, pernah, atau akan beroperasi di Indonesia. Berikut ini adalah daftar lintas jalur kereta api yang sampai saat ini masih aktif di Indonesia (disusun menurut nomor lintas jalur kereta api tersebut): Merak–Tanah Abang; Lintas Jakarta: Tangerang–Duri; Rajawali–Cikampek; Cikampek–Padalarang; Padalarang–Kasugihan; Bandung–Cicalengka: Cicalengka–Cibatu; CIbatu–Tasikmalaya; Tasikmalaya–Banjar; Banjar–Kasugihan; Manggarai–Padalarang; Manggarai–Bogor; Bogor–Cicurug; Cicurug–Sukabumi; Sukabumi–Cianjur; Cianjur–Padalarang; Cikampek–Cirebon; Cirebon–Prupuk–Tegal; Tegal–Brumbung; Prupuk–Kroya; Kroya–Cilacap; Kroya–Kutoarjo; Kutoarjo–Solo Balapan; menuju Bandara Internasional Yogyakarta; menuju Karangtalun; Padalarang–Kasugihan; Cibatu-Cikajang; Brumbung–Gundih–Gambringan; Gambringan–Surabaya Pasarturi; Gundih–Solo Balapan; menuju Bandara Internasional Adisoemarmo; Kutoarjo–Solo Balapan; Solo Balapan–Kertosono (bersama lintas Kertosono–Wonokromo); Purwosari–Wonogiri, Kandangan–Sumari: Lintas Surabaya: Kertosono–Bangil; Wonokromo–Bangil: Bangil–Kalisat: Kalisat–Banyuwangi; Yogyakarta–Solo Balapan; Solo Jebres–Sragen; Sragen–Ngawi; Ngawi–Madiun; Madiun–Nganjuk; Nganjuk–Kertosono; Kertosono–Sembung; Sembung–Mojokerto; Mojokerto–Tarik; Tarik–Sepanjang; ke arah Sidoarjo; ke arah Solo Kota; ke arah Wonogiri; Kandangan–Indro; Wonokromo–Surabaya Kota; menuju Benteng (Prins Hendrik) via Sidotopo; Surabaya Kota–Kalimas; Surabaya Pasarturi–Kalimas; Surabaya Pasarturi–Gubeng; Kertosono–Kediri; Kediri–Tulungagung; Tulungagung–Blitar; Blitar–Wlingi; Wlingi–Kepanjen; Kepanjen–Malang; Malang–Lawang; Lawang–Sengon; Sengon–Bangil; Wonokromo–Bangil; Bangil–Pasuruan; Pasuruan–Probolinggo; Probolinggo–Klakah; Klakah–Jember; Jember–Kalisat: Kalisat–Mrawan; Mrawan–Kabat; Kabat–Ketapang; Di Sumatra: Kr. Mane–Kr. Geukueh; Belawan–Labuan; Labuan–Medan; Binjai–Medan: Medan–Serdang; Serdang–Perbaungan; Perbaungan–Bamban; Bamban–Tebing Tinggi; menuju Bandara Internasional Kualanamu; Tebing Tinggi–Kisaran; Bandar Tinggi–Kuala Tanjung; Tebing Tinggi–Siantar; Kisaran–Tanjungbalai; Kisaran–Rantau Prapat; Teluk Bayur–Padang; Padang–Lubuk Alung; Lubuk Alung–Kayu Tanam; Lubuk Alung–Pariaman; Pariaman–Naras; Bukit Putus–Indarung; menuju Bandara Minangkabau; Lubuklinggau–Muara Enim; Muara Enim–Gunung Megang; Gunung Megang–Prabumulih; Prabumulih–Kertapati; Prabumulih–Peninjawan; Peninjawan–Baturaja; Baturaja–Martapura; Martapura–Negararatu; Negararatu–Cempaka; Cempaka–Kotabumi; Kotabumi–Blambangan Pagar; Blambangan Pagar–Haji Pemanggilan; Haji Pemanggilan–Tegineneng; Tegineneng–Labuanratu; Labuanratu–Tanjungkarang; Tanjungkarang–Pidada; menuju Tarahan (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah moda transportasi kereta api di Indonesia? Seperti disebut di atas, pembangunan jalur kereta api pada era Pemerintah Hindia Belanda mengikuti arus barang, tetapi kini pengembangan jalur kereta api lebih mempertimbangkan arus orang. Lalu bagaimana sejarah moda transportasi kereta api di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (579): Pahlawan Indonesia - Indonesiasi Era Hindia Belanda; Bagaimana Situasi Kondisi Masa Kini?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel terdahulu telah didekspripsikan perihal nasionalisasi di Indonesia sejak era Pemerintah Hindia Belanda. Dalam artikel ini soal nasionalisasi, khususnya pada era Pemerintah Repubkik Indonesia dihubungkan dengan soal Indonesiasi. Terminologi nasionalisasi sudah baku, tetapi terminologi Indonesiasi belum baku, jarang digunakan serta tidak ditemukan dalam KBBI. Akan tetapi dalam sejarah Indonesia, isu Indonesiasi ini nyata adanya. Yang sedikit baku adalah Indonesiana (paling tidak sudah cukup populer).

Nasionalisasi adalah proses pengalihan kepemilikan (perusahaan atau bangunan properti lainnya) dari milik pribadi/swasta menjadi milik umum. Apabila suatu perusahaan dinasionalisasi, negara yang bertindak sebagai pembuat keputusan. Selain itu para pegawainya menjadi pegawai negeri. Lawan dari nasionalisasi adalah privatisasi.
(Wikipedia). Apa pula itu Indonesiaasi? Meski terminologi Indonesiasi tidak/belum baku, tetapi dalam prakteknya telah terjadi, dalam hal ini terminologi Indonesiasi diartikan sebagai proses meng-Indonesia suatu kejadian dalam praktek berbangsa dalam banyak aspek seperti pemerintahan, pendidikan, sosial kemasyarakatan dan sebagainya. Sebagai contoh proses penyerapan kosa kata dari bahasa asing dan bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan Indonesiasi. Demikian juga dalam aturan perundang-undangan negara serta tata kelola pemerintahan dan bahkan dalam penempatan personil/pegawai dalam institusi pemerintah maupun swasta (domestik atau asing).

Lantas bagaimana sejarah Indonesiasi di Indonesia? Seperti disebut di atas, terminologi nasionalisasi dan Indonesiasi berbeda tetapi memiliki kaitan satu sama lain. Indonesiasi adalah bentuk lain dari (proses) nasionalisasi. Lalu bagaimana sejarah Indonesiasi di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 08 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (578): Pahlawan Indonesia-Bahasa Melayu di Indonesia;Beda Bahasa Indonesia vs Malaysia Sejak 1824

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pengukuhan bahasa kebangsaan di Indonesia dimulai pada tahun 1928 (Putusan Kongres Pemuda 1928). Bahasa Melayu (pasar) sejak 1928 diidentifikasi dan dikukuhkan dengan nama Bahasa Indonesia. Sementara pondasi Bahasa Indonesia yang merujuk pada bahasa Melayu pasar telah dimulai sejak satu abad sebelumnya pada tahun 1824. Tahun-tahun sekitar 1824 inilah dianggap sebagai awal perpisahan bahasa Melayu yang dipakai di negara Malaysia (bahasa Melayu Malaysia) dengan bahasa Melayu pasar yang menjadi rujukan Bahasa Indonesia (1928).

Bahasa Melayu termasuk dalam bahasa-bahasa Melayu Polinesia di bawah rumpun bahasa Austronesia. Prasasti Telaga Batu (pantai timur Sumatrea), catatan bahasa Melayu terawal dengan aksara Pallawa, berasal dari abad ke-7 Masehi. Catatan bahasa Melayu ini juga terdapat di beberapa tempat termasuk (prasasti) di Jawa. Tulisan ini menggunakan aksara Pallawa. Dokumen cetakan mulai intens dari abad ke-18. Ahli bahasa membagi perkembangan bahasa Melayu ke dalam tiga tahap utama, yaitu: Bahasa Melayu Kuno (abad ke-7 hingga abad ke-13); Bahasa Melayu Klasik, mulai ditulis dengan huruf Jawi (sejak abad ke-15); Bahasa Melayu Modern (sejak abad ke-20). Penggunaan yang meluas di berbagai tempat memunculkan berbagai dialek bahasa Melayu, baik karena penyebaran penduduk dan isolasi, maupun melalui pengkreolan. Portugis dari abad ke-16 menganggap  perlunya penguasaan bahasa Melayu untuk perdagangan mereka. Surat-menyurat antarpemimpin kerajaan pada abad ke-16 juga diketahui telah menggunakan bahasa Melayu. Karena bukan penutur asli bahasa Melayu, mereka menggunakan bahasa Melayu yang "disederhanakan" dan mengalami percampuran dengan bahasa setempat, yang lebih populer sebagai bahasa Melayu Pasar (Bazaar Malay). Tulisan pada masa ini telah menggunakan huruf Arab (kelak dikenal sebagai huruf Jawi) atau juga menggunakan huruf setempat, seperti hanacaraka. Rintisan ke arah bahasa Melayu Modern dimulai ketika Raja Ali Haji, sastrawan istana dari Kesultanan Riau Lingga, secara sistematis menyusun kamus ekabahasa bahasa Melayu (Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama) pada pertengahan abad ke-19. Perkembangan berikutnya terjadi ketika sarjana-sarjana Eropa (khususnya Belanda dan Inggris) mulai mempelajari bahasa ini secara sistematis karena menganggap penting menggunakannya dalam urusan administrasi. Hal ini terjadi pada paruh kedua abad ke-19. Bahasa Melayu Modern dicirikan dengan penggunaan alfabet Latin dan masuknya banyak kata-kata Eropa. Pengajaran bahasa Melayu di sekolah-sekolah sejak awal abad ke-20 semakin membuat populer bahasa ini. Di Indonesia, pendirian Balai Poestaka (1901) sebagai percetakan buku-buku pelajaran dan sastra mengantarkan kepopuleran bahasa Melayu dan bahkan membentuk suatu varian bahasa tersendiri yang mulai berbeda dari induknya, bahasa Melayu Riau. Kalangan peneliti sejarah bahasa Indonesia masa kini menjulukinya "bahasa Melayu Balai Pustaka" atau "bahasa Melayu van Ophuijsen". Van Ophuijsen adalah orang yang pada tahun 1901 menyusun ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin untuk penggunaan di Hindia Belanda. Dalam masa 20 tahun berikutnya, "bahasa Melayu van Ophuijsen" ini kemudian dikenal luas di kalangan orang-orang pribumi dan mulai dianggap menjadi identitas kebangsaan Indonesia. Puncaknya adalah ketika dalam Kongres Pemuda II (28 Oktober 1928) dengan jelas dinyatakan, "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia". Sejak saat itulah bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa kebangsaan. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Melayu di Indonesia? Seperti disebut di atas, Bahasa Indonesia merujuk pada bahasa Melayu pasar yaang sejak 1824 mulai terpisah dengan bahasa Melayu di Malaysia. Lalu bagaimana sejarah bahasa Melayu di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (577): Pahlawan Indonesia – Islam di Indonesia Tidak Hanya dari Arab; Moor, Persia, India dan Tiongkok

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Islam adalah salah satu pengaruh yang masuk ke wilayah Nusantara (baca: Indonesia). Sebelum kehadiran pengaruh Islam, pengaruh yang sangat kuat adalah Hindoe Boedha. Dalam perkembangannya pengaruh Tiongkok muncul yang kemudian disusul pengaruh Eropa. Dalam sejarah Islam di Indonesia (baca: Nusantara) pengaruh Islam dari orang Moor nyaris tidak dibicarakan. Yang mengemuka adalah orang Arab, Persia, India dan Tiongkok.

Menurut Thomas Walker Arnold, sulit untuk menentukan masa Islam masuk ke Indonesia. Pada pertengahan abad ke-8 orang Arab telah sampai ke Kanton. Masuknya Islam di Nusantara sudah sejak abad ke-7. Namun, perkembangan dakwah baru betul dimulai kala abad ke-11 dan 12. Ahmad Mansur Suryanegara masuknya Islam dalam tiga teori besar. Pertama, teori Gujarat. Islam datang dari Gujarat melalui peran pedagang India muslim pada abad ke-13 Kedua, teori Makkah. Islam tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui para pedagang Arab muslim abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran pedagang asal Persia dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M. Marco Polo juga menyatakan sebagai dampak interaksi orang-orang Perlak di Aceh, mereka telah mengenal Islam. Selama masa-masa ini, dinyatakan oleh Van Leur dan Schrieke, bahwa penyebaran Islam lebih terbantu lewat faktor-faktor politik alih-alih karena niaga. Abdul Malik Karim Amrullah berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatra (Barus). Arnold menyatakan Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad-abad awal Hijriah. Meskipun kepulauan Indonesia telah disebut-sebut dalam tulisan ahli-ahli bumi Arab, di dalam tarikh Cina telah disebutkan pada 674 M orang-orang Arab telah menetap di pantai barat Sumatra. Pada tahun 718 M raja Sriwijaya Sri Indravarman setelah pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717 - 720 M) (Dinasti Umayyah) pernah berkirim surat dengan Umar bin Abdul Aziz. Selama masa-masa abad pertengahan ini, pedagang-pedagang Muslim turut memberi andil dalam bertumbuhnya perdagangan dan kota-kota yang terlibat di sana. Bersamaan dengan kegiatan dagang orang Tionghoa dari Dinasti Ming, Gresik, Malaka, dan Makassar berubah dari kampung kecil menjadi kota-kota besar begitupun untuk Aceh, Patani, dan Banten. Pada abad ke-17 masehi Belanda datang ke Nusantara untuk berdagang yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Islam di Indonesia? Seperti disebut di atas, Islam berasal dari tanah Arab, tetapi yang memberi pengaruh Islam di Nusantara tidak hanya orang Arab. Dalam hal ini orang Moor jarang dibicarakan. Lalu bagaimana sejarah Islam di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.