Parada Harahap tidak asing dengan Kota Padang. Parada Harahap kerap berurusan ke kota terbesar ketiga di Sumatra ini, Urusan pertama soal delik pers dan urusan kedua soal Sumatranen Bond. Itu dulu, ketika baru memulai merintis kegiatan di bidang pers dan ketika baru memulai aktif di bidang organisasi kebangkitan bangsa. Kini, Parada Harahap telah menjadi The King of Java Press.
Het nieuws van den dag voor NI, 02-09-1919 |
Dulu, jauh sebelumnya,
di Kota Padang terkenal seorang yang kini dijuluki sebagai Radja
Persoeratkabaran Sumatra. Orang tersebut bernama Dja Endar Moeda, mantan guru
yang memulai karir di bidang jurnalistik di ibukota Province Sumatra’s Westkust
ini. Dja Endar Moeda kali pertama dikenakan pasal delik pers tahun 1907 dengan
hukuman cambuk dan diusir dari Kota Padang. Dja Endar Moeda, orang pribumi
pertama yang menjadi editor surat kabar adalah orang pertama di Hindia Belanda
pasal delik pers diterapkan.
Parada
Harahap datang kali pertama ke Kota Padang pada tahun 1919, tidak lama setelah
mendirikan surat kabar bernama Sinar Merdeka di Kota Padang Sidempuan (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
02-09-1919). Parada
Harahap datang ke Kota Padang tidak dalam urusan melancong tetapi dalam status terdakwa
karena tengah berurusan dengan hukum dalam soal pengenaan pasal delik pers
kepada dirinya sebagai editor Sinar Merdeka. Akhirnya keputusan pengadilan
ingkrah dan harus dibui di penjara Kota Padang Sidempoean (kelak di penjara
yang sama Adam Malik yang masih berusia 17 tahun pernah menjadi penghuni karena
urusan politik). Untuk kasus hukum yang dianggap besar kala itu pengadilannya
di Kota Padang (belum ke Kota Medan).
Radja Delik Pers
Parada
Harahap dari Padang Sidempuan merantau ke Sumatra Timur pada usia 15 tahun. Parada
Harahap memulai karir sebagai krani (juru tulis) di sebuah perkebunan milik swasta
asing di Sumatra Timur. Namun dalam perkembangannya, Parada Harahap terusik
dengan banyaknya para kuli perkebunan yang menderita akibat penerapan hukum
Poenale Sanctie. Parada Harahap secara diam-diam tahun 1917 merekam peristiwa
sanksi terhadap kuli di sejumlah perkebunan dan tulisannya dikirim ke surat
kabar Benih Mardika di Kota Medan. Awalnya redaksi enggan memuatnya, dan file
itu disimpan.
Pada tanggal 1
Januari 1917 di Belanda sejumlah mahasiswa asal Sumatra yang menamakan dirinya
Jong Sumantra memproklamirkan berdirinya Sumatra Sepakat, sebagai wadah
pemuda/pelajar Sumatra untuk mendorong pembangunan di (pulau) Sumatra. Sumatra
Sepakat diketuai oleh Sorip Tagor dengan wakil ketua Dahlan Abdoellah dan
sekretaris merangkap bendahara Soetan Goenoeng Moelia. Pada bulan Desember 1917
di Batavia yang dimotori mahasiswa asal Sumatra di STOVIA merespon positif
rekan-rekan mereka di Belanda dengan mendirikan wadah yang sama yang diberi
nama Jong Sumatranen Bond. Ketua adalah T. Mansoer, wakil ketua Abdoel Moenir
Nasoetion dan sekretaris M. Amir.
Gelora
pemuda Sumatra yang tengah berkobar, boleh jadi memantik para redaktur surat
Benih Mardika untuk merilis laporan Parada Harahap yang beberapa waktu yang
lama tersimpan sebagai file. Surat kabar Benih Mardika pada awal tahun 1918 yang
memuat tiga edisi tentang kasus kuli dalam hal Poenalie Sanctie (yang sumber
utamanya berasal dari Parada Harahap) dilansir surat kabar Soeara Djawa. Heboh
di Jawa. Lalu pemerintah Kota Medan melakukan investigasi. Surat kabar Benih
Mardika dikenakan pasal delik pers (namun tidak cukup bukti di pengadilan dan
hanya dikenakan sanksi denda). Sementara Parada Harahap terbukti sebagai
pelapor yang lalu dirinya dipecat sebagai krani, namun dalam perkembangannya
Parada Harahap diangkat sebagai editor surat kabar Benih Mardika..
Parada Harahap
menganggur. Lalu Parada Harahap dari Pematang Siantar merantau ke Kota Medan.
Anehnya, Parada Harahap melamar sebagai editor surat kabar Benih Mardika.
Lamarannya diterima dan diangkat sebagai editor, kebetulan para pimpinan Benih
Mardika mulai disibukkan dengan kegiatan Sarikat Islam. Sebagaimana diketahui,
Benih Mardika didirikan selepas Rapat Besar di Medan tahun 1914 yang diikuti
berbagai organisasi yang dimotori oleh Sarikat Islam cabang Kota Medan. Bersamaan
dengan pendirian surat kabar Benih Mardika di Medan, di Kota Padang Sidempoean
didirikan surat kabar yang diberi nama Poestaha (oleh Soetan Casajangan, guru
di Sekolah Radja di Fort de Kock).
Akan
tetapi, belum lama Parada Harahap menjadi editor, manajemen surat kabar Benih
Mardika terlibat dalam kasus perdata (non jurnalistik) dan Benih Mardika akhir
tahun 1918 dibreidel. Akibatnya Parada Harahap menganggur lagi. Namun sempat
diajak Abdoellah Lubis (mantan editor Benih Mardika di awal pendiriannya) pemimpin
Pewarta Deli untuk ikut bergabung. Boleh jadi visi misi Pewarta Deli saat itu
(mainstream) tidak sesuai dengan misi Parada Harahap sebagai bagian dari pemuda
radikal. Akhirnya Parada Harahap meminta mengundurkan diri dan ingin mendirikan
surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempuan tahun 1919.
Di Kota Padang
Sidempuan sudah sejak 1915 terdapat surat kabar Poestaha (mainstream). Saat
Parada Harahap mendirikan surat kabar Sinar Merdeka, Poestaha bukan competitornya.
Bahkan manajemen Poestaha meminta Parada Harahap untuk menjadi editor Poestaha
juga. Sejak 1919 Poestaha ditangani Paraga Harahap. Kini, dua bilah surat kabar
di Kota Padang Sidempuan berada di tangan satu orang: Parada Harahap.
Pada
awal tahun pendirian surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempuan, Parada
Harahap sudah langsung berurusan dengan pemerintah dengan dalih pasal delik
pers. Pada tahun-tahun ini ini di Kota Padang, Sumatranen Bond tengah mengeliat
jelang pelaksanaan kongres pertamanya. Parada Harahap yang masih terbilang muda
(20 tahun) memimpin delegasi pemuda ke Kota Padang untuk berpartisipasi dalam
Kongres Sumatranen Bond. Inilah kali pertama Parada Harahap ke Kota Padang.
Di kota ini
Parada Harahap berkesempatan bertemu Dr. Abdoel Hakim yang sudah lama tidak
pulang kampong. Kongres Sumatranen Bond yang diadakan di Kota Padang pada
tanggal 8 Juli 1919 pembinanya adalah Dr. Abdoel Hakim, pentolan PNI Kota
Padang yang sudah menjadi anggota dewan Kota Padang (Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 09-07-1919). Abdoel Hakim adalah alumni ELS Kota
Padang Sidempuan sebelum melanjutkan studi ke Docter Djawa School/STOVIA
(kelak, 1931 Dr Abdoel Hakim Nasoetion diangkat menjadi wakil Wali Kota Padang,
dua tahun setelah MH Thamrin diangkat sebagai wakil Wali Kota Batavia). Di Kota
Padang ini juga Parada Harahap bertemu seorang pelajar yang menjadi pemimpin
pelajar yang ikut berpartisipasi dalam kongres yang bernama Mohammad Hatta.
Di
Kota Padang Sidempuan, sepak terjang Parada Harahap dalam dunia pers, meski
kerap terkena ranjau delik pers, tetap tidak kapok. Selama di kota kelahirannya
ini, Parada Harahap belasan kali dimejahijaukan dan beberapa kali dimasukkan ke
dalam penjara Padang Sidempoean. Meski demikian adanya, Parada Harahap yang
tidak pernah kapok telah membuahkan hasil, pemerintah setempat mulai
berhati-hati terhadap penduduk di Tapanoeli. Pejuang pers di Kota Padang
Sidempuan telah lahir, namanya Parada Harahap.
Pada tahun 1923
Parada Harahap dengan segudang pengalaman dari Padang Sidempuan langsung hijrah
ke Batavia. Untuk itu Parada Harahap mampir ke Kota Padang sebelum meneruskan
perjalanan ke Batavia. Parada Harahap menemui kembali Dr. Abdoel Hakim yang
saat itu menjadi ketua sub komisi aksi otonomi di Kota Padang yang misinya
untuk mempromosikan kemerdekaan di Hindia Belanda (lihat De Sumatra post,
14-01-1922). Saat itu Abdoel Hakim juga adalah ketua bond sepakbola pribumi di
Kota Padang, Minangkabau Voetbal Bond.
Atas
rekomendasi Soetan Casajangan, Parada Harahap di Batavia menemuai Dr. Abdoel
Rivai, Pembina sarikat sepakbola pribumi di Batavia. Sebagaimana diketahui
Soetan Casajangan adalah pendiri dan editor pertama surat kabar Poestaha di
Padang Sidempuan, surat kabar yang diasuh oleh Parada Harahap selama di Padang
Sidempuan sebelum hijrah ke Batavia. Juga sebagaimana diketahui Dr. Abdoel
Rivai adalah mantan editor majalah Bintang Hindia yang diterbitkan di Belanda. Kontributor
majalah yang dipimpin Mr. Pokker itu di Kota Padang waktu itu adalah Dja Endar
Moeda, editor Pertja Barat, Insulinde dan Tapian Na Oeli.
Soetan
Casajangan dan Dr. Abdoel Rivai sangat begitu dekat. Ketika tahun 1905 Soetan
Casajangan berangkat studi ke Belanda, orang yang menjemput Soetan Casajangan
di pelabuhan Amsterdam adalah Dr. Abdoel Rivai (alumni Docter Djawa School yang
seangkatan dengan Dr. Abdoel Hakim yang sudah dikenal Parada Harahap di Kota
Padang). Saat itu, Dr. Abdoel Rivai direkrut Pokker dari Batavia untuk menjadi
editor untuk mengganti dirinya di Belanda. Soetan Casajangan dan Dr. Abdoel
Rivai adalah dua orang pertama di Belanda asal Sumatra.
Lantas
kemudian, eks majalah Bintang Hindia dihidupkan kembali dan dirancang menjadi
surat kabar harian. Parada Harahap bertindak sebagai editor dan Dr. Abdoel
Rivai sebagai pemimpin manajemen. Surat kabar Bintang Hindia terbit kali
pertama di Batavia tahun 1923 dan langsung melejit dan mampu bersaing dengan
surat kabar berbahasa Melayu lainnya.
Parada Harahap
yang terbilang cerdas, meski hanya lulus sekolah rakyat juga pemberani. Parada
Harahap juga memiliki multi talenta. Parada Harahap juga organisator yang baik.
Yang sering dilupakan, Parada Harahap juga seorang yang kreatif dan memiliki
sifat humanis. Parada Harahap adalah penulis scenario film yang berjudul Melati
van Agam. Film ini disutradarai oleh Lie Tek Swie.
Pada
tahun 1925, Parada Harahap melihat sukses kantor berita Aneta (yang mensuplai berita
ke surat kabar berbahasa Belanda). Parada Harahap mendirikan kantor berita
pribumi yang diberi nama Kantor Berita Alpena (editor direkrut dari Bandoeng
bernama WG Rudolp Supratman yang kelak menicipta lagi kebangsaan Indonesia Raya).
Di
Batavia, Parada Harahap juga tetap aktif Sumatranen Bond sebagai sekretaris.
Pada akhir tahun 1925 hingga awal tahun 1926, Parada Harahap melakukan
perjalanan jurnalistik ke seluruh (pulau) Sumatra. Hasil laporan ini sebagian
disarikan dalam Bintang Hindia dan secara keseluruhan hasil perjalanan
jurnalistik itu dibukukan dengan judul: ‘Dari Pantai ke Pantai: Perdjalanan ke Soematra’
yang terbit tahun 1926 yang dicetak oleh Percetakan Hindia Belanda (milik
Parada Harahap bersama Dr. Abdoel Rivai). Dalam satu bab di dalam buku ini mengisahkan
perjalanan Parada Harahap di Kota Padang.
Buku sejenis
sudah pernah ada tahun 1900 yang ditulis oleh Dja Endar Moeda dengan judul
Poelaoe Soematra yang diterbitkan di Kota Padang oleh penerbit milik Dja Endar
Moeda.. Kedua buku tentang Sumatra ini seakan menapaktilas buku berjudul The
Sumatra karya William Marsden tahun 1811 (edisi terbaru). Di dalam buku Marsden
ini sudah diceritakan tentang pedalaman Angkola berdasarkan laporan dari Dr,
Miller yang pernah melakukan ekspedisi ke Angkola pada tahun 1773. Distrik
Angkola adalah kampong kelahiran Parada Harahap, Abdoel Hakim dan Dja Endar
Moeda.
Di
Batavia, nama Parada Harahap dalam tempo singkat sudah sangat melejit melebihi
semua wartawan pribumi. Nama Parada Harahap sudah dibicarakan dimana-mana.
Kiprah Parada Harahap telah membuka mata orang-orang Eropa/Belanda yang
bergerak di bidang pers. Portofolio Parada Harahap berada di puncak piramida. Parada
Harahap bahkan telah mendapat apresisi tinggi dari kalangan pers Eropa/Belanda
sebagai ‘Wartawan Terbaik dari versi Europeescbe pers’.
De Indische
courant, 23-12-1925: ‘Sungguh luar biasa bagaimana kuat hari ini jumlah majalah
Jawa meningkat. Banyak yang tutup tetapi lebih banyak yang muncul. Semakin
berwarna (nasionalis, keagamaan) dan juga khusus perempuan. Wartawannya juga
bertambah pesat, bahkan wartawan Sumatra sudah mencapai 700 anggota. Sangat
disayangkan oleh Parada Harahap dari Bintang Hindia dan kantor berita Alpena,
yang merupakan wartawan terbaik dari Europeescbe pers, bahwa majalah aksara Jawa
kurang diperhatikan oleh komunitasnya. Perjalanannya melalui Sumatera dan Selat
manjadi saksi ini'.
Pada
tahun 1926 Parada Harahap di Batavia mendirikan surat kabar yang lebih revolusioner
yang diberi nama Bintang Timoer. Secara psikologis, Parada Harahap seakan
menggeser kiblat bintang barat (Belanda) ke arah kiblat baru bintang timur
(Jepang). Surat kabar Bintang Timoer dalam beberapa bulan sudah memiliki tiras
paling tinggi di Batavia. Parada Harahap tengah berada di atas angin.
The King of Java
Press
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar