Pada tanggal 10 Oktober 1834 terjadi gempa besar yang menghancurkan Istana Buitenzorg. Gempa yang berpusat di Mega Mendoeng, telah menimbulkan beberapa kawah di atas Gunung Gede. Gempa yang sangat dahsyat ini bahkan dirasakan hingga ke Lampoeng (Soematra) di sebelah barat dan Tagal di sebelah timur. Bangunan yang terbuat dari batu hancur, rumah yang terbuat dari kayu dan bambu terjungkal, jalan pos antara Buitenzorg dan Tjiandjoer di sana sisi mengalami keretakan parah yang menimbulkan longsor. Demikian berita resmi dari pemerintah setelah sebulan kejadian sebagaimana dilaporkan surat kabar Javasche courant, 22-11-1834.
Javasche courant, 22-11-1834 |
Depok dan Sekitar
Di Depok dan sekitarnya juga mengalami dampak yang besar. Bangunan yang
terbuat dari batu landhuis Tjilangkap, landhuis Krangan, landhuis Tjimangis dan
landhuis Pondok Tjina rusak berat dan runtuh sebagian. Sementara landhuis Tjiliboet,
landhuis Pondok Terong, landhuis Sawangan, landhuis Tjineri, landhuis Koeripan
(Paroeng) dan lainnya rusak ringan.
Dari laporan resmi
kejadian gempa ini terindikasi landhuis Tjilangkap, landhuis Tjimangis,
landhuis Pondok Tjina, landhuis Pondok Terong (Tjitajam), landhuis Sawangan dan
landhuis Tjineri sudah eksis (established). Tidak ada indikasi ada kerusakan
landhuis di land Depok, land Tjilodong dan land Tapos. Mengapa demikian? Karena
di tiga land ini belum ada bangunan permanen.
Berita resmi tentang peristiwa gempa yang dimuat surat kabar Javasche
courant, 22-11-1834 baru bulan Maret 1935 dilansir oleh sejumlah surat kabar di
Eropa seperti Utrechtsche courant, 09-03-1835, Vlissingsche courant, 12-03-1835.
Ini juga mengindikasikan bahwa jarak Hindia Belanda (baca: Indonesia) dengan
Eropa (Belanda) begitu lama jarak pelayaran, sehingga suatu berita penting baru
bisa diketahui di Beland empat bulan kemudian (pelayaran melalui Terusan Suez
baru dibuka tahun 1869).
Sejak tahun 1834 di
Depok dan sekitar tidak pernah ada lagi suatu bencana besar yang diakibatkan
oleh gempa. Gempa besar yang terjadi setelah itu adalah gempa yang diakibatkan
meletusnya Gunung Krakatau 26 Agustus 1883. Sementara beberapa tahun sebelumnya
terjadi gempa besar yang diakibatkan oleh meletusnya Gunung Tambora tahun 1815.
Gempa yang terbilang cukup besar adalah gempa di pantai barat Sumatra tahun
1797 yang disertai munculnya tsunami yang menyapu Padang dan sekitar.
Surat Kabar Tempo Doeloe
Surat kabar Javasche courant adalah surat kabar yang menggantikan surat
kabar Java Government Gazette, surat kabar Inggris di Batavia yang terbit perdana
29-02-1812. Sejak hengkangnya Inggris, surat kabar berbahasa Belanda di Batavia
yang muncul adalah Bataviasche courant, terbit pertama kali tanggal 20 Agustus
1816 (sehari setelah terbit terakhir Java Government Gazette).
Surat kabar di
Batavia adalah Bataviasche koloniale courant. Surat kabar ini terbit pertama
kali dengan edisi pertama tanggal 5 Januari 1810. Bataviasche koloniale courant
masih terbit hingga tahun 1874.
Jauh sebelumnya Bataviaasche Nouvelles dikabarkan muncul tahun 1744. Penerbitan
surat kabar ini baru muncul lagi tahu 1766 (lihat Middelburgsche courant,
01-11-1766). Surat kabar ini kemudian tidak terdeteksi lagi sejak 1800. Setelah
beberapa tahun kemudian baru muncul Bataviasche koloniale courant tahun 1810. Bataviaasche
Nouvelles yang beroperasi selama 60 tahun masih sempat nongol pada tahun 1820
seperti dilansir surat kabar Leydse courant eedisi 09-04-1821.
Surat kabar
tersebut adalah surat kabar yang terus merekam berbagai peristiwa dan
melaporkan berbagai hal lainnya di Hindia Timur (VOC), Hindia Belanda
(Pemerintah Hindia Belanda) dan East Indies (Inggris). Setelah itu baru muncul
surat kabar swasta seperti Algemeen Handelsblad, Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, Bataviaasch handelsblad, Soerabaijasch
handelsblad, Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad (1859), De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad. Kemudian menyusul Deli Cournat,
Sumatra post, De Preanger-bode dan lain
sebagainya.
Surat kabar tersebut dalam hal ini adalah sumber penting dalam penulisan Sejarah
Kota Depok. Keutamaan surat kabar dalam hal ini karena surat kabar
mengindikasikan tanggal terbit, dan oleh karena itu penyusunan seri waktu dapat
disusun secara cermat terhadap sesuatu yang diperhatikan. Hal yang penting,
pada waktu yang sama dapat dilakukan perbandingan (komparasi) di antara
berbagai tempat di Hindia Belanda. Dengan demikian, Sejarah Kota Depok tidak
sendirian, tetapi paralel dengan Sejarah Jakarta, Sejarah Bogor, Sejarah
Bandoeng. Dan tentu saja Sejarah Kota Medan, Sejarah Kota Padang dan Sejarah
Padang Sidempuan.
Javasche courant, 16-11-1836 |
Oleh karena itu dalam
penulisan Sejarah Kota Depok dapat disusun dan ditulis sesuai fakta dan eranya.
Ini berarti tidak ada lagi celah untuk membesar-besarkan satu hal dan juga
tidak ada celah untuk mengerdilkan hal yang lain. Depok dan sekitarnya sangat
beruntung dekat dengan Batavia (pusat informasi pada tempo doeloe) dan karena
itu data dan informasi tentang Depok dan sekitar terbilang cukup lengkap.
Itulah kegunaan data dan informasi dalam penulisan sejarah yang dilakukan pada masa
ini.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar