Baru
saja Persija Jakarta mengalahkan lawannya dengan skor 3-1 dalam perempat final
(8 Besar) turnamen Piala Presiden 2018. Dengan kemenangan ini, Persija Jakarta menantang
PSMS Medan di partai semi final. PSMS Medan sehari sebelumnya berhasil
mengalahkan Persebaya Surabaya. Tiga kesebelasan ini mengingatkan kembali
dengan nama-nama tim kesebelasan legandaris di era sepakbola perserikatan.
Pertandingan Persija Jakarta vs PSMS akan ditunggu para gibol dengan sangat
antusias, karena pertemuan PSMS dengan Persija masuk dalam label El Clasico di
sepak bola Indonesia.
Stadion IKADA Djakarta 1955 |
Disebut pertandingan El Clasico, pertemuan
antara Persija dan PSMS sudah terjadi sejak tempo doeloe dan telah dilakukan
untuk yang kesekian kali. Pertandingan PSMS vs Persija kali ini akan merecall
kembali memori kejadian 26 Desember 1954 di Stadion Ikada Jakarta. Pertandingan
ini adalah pertemuan kali kedua antara tim Persija dan PSMS. Pertandingan ini
juga merupakan pertandingan terakhir dalam partai 6 Besar Kejuaraan Antar
Perserikatan 1953/1954 (partai menentukan untuk
mnjadi juara: Persija atau PSMS).
Pertandingan
Persija vs PSMS Kali Pertama 1952: Harahap vs Siregar
Pada saat PSSI diaktifkan kembali pada awal
tahun 1950, perserikatan juga kembali dihidupkan. Pada saat itu federasi yang
sudah aktif adalah NIVU (sejak 1946) dan kemudian namanya diubah menjadi
VUVSI/ISNIS. Setelah PSSI diaktifkan kembali (yang lahir tahun 1930)
perserikatan-perserikatan menyusul berafiliasi dengan PSSI.
De vrije pers: ochtendbulletin, 26-09-1950 |
Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 29-09-1950 |
Kongres
PSSI yang pertama (Pasca pengakuan kedaulatan RI) diadakan pada tanggal 2-4
September 1950 di Semarang. Satu keputusan penting dalam kongres ini adalah
mengubah nama Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) menjadi
Persatoean Sepakbola Seloeroeh Indonesia). Dengan tegas dinyatakan bahwa PSSI
yang baru dibentuk ini bukan PSSI lama, yang lahir tahun 1930, tetapi terbentuk
pada tanggal 2 September 1950; yang secara kebetulan namanya tetap sama (lihat
Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 29-09-1950). Paralel dengan kongres
ini dilangsungkan kompetisi (yang hanya dihadiri) empat tim perserikatan:
Persidja, Persibaja, PSIS dan Persib. Pemanangnya adalah Persibaja (lihat
Nieuwe courant, 05-09-1950). Proklamasi PSSI ini juga
diterapkan oleh PSMS Medan. Oleh karenanya pada masa ini, PSMS mengklaim
dirinya lahir tahun 1950. Sementara perserikatan lainnya mengikuti cara yang
berbeda. Persija mengklaim lahir tahun 1928, Persebaya 1927, Persib tahun 1933
dan PSM tahun 1915. Setali tiga uang dengan penetapan kelahiran kota-kota
dengan mengambil dasar rujukan (origin) yang berbeda-beda.
PSMS Medan tidak memiliki garis kontinu dari
OSVB. Berbeda dengan Persibaja yang memiliki garis kontinu dari SVB/PSS (1908)
dan PSM yang memiliki garis kontinu dari MSV/PSM (1915) serta Persib dari VBBO.
Persibaja tidak memiliki garis kontinu dari SIVB (1927). OSVB (Sumatra Timur)
didirikan pada tahun 1930 dan jauh sebelumnya sudah berdiri DVB (Deli) pada
tahun 1907. DVB bubar dan lalu muncul VBMO (Medan dan sekitar). VBMO lalu
menjadi bagian dari OSVB. Pada tahun 1923 berdiri DVB tetapi bukan DVB yang
lama. Namanya sama tetapi bond untuk pribumi. DVB pribumi ini didirikan oleh
Dr. Radjanin Nasution (Kepala Kesehatan Bea Cukai Medan). Pada tahun 1941
klub-klub pribumi keluar dari OSVB dan membentuk Indonesiasch Voetba Bond (PERSEDELI)
yang terdiri dari 10 klub termasuk tiga yang berasal dari OSVB yakni UVV, MSV [Medansche
Voetbalclub] dan Sahata (lihat De Sumatra post, 20-11-1941). Klub Handelsport (klub
juara Sibolga Voetbal Bond) datang ke Medan untuk bertanding dengan Tim PERSEDELI,
UVV, Sahata dan MSV (De Sumatra post, 05-12-1941). Selama pendudukan Jepang PERSEDELI
tidak terinformasikan apakah eksis atau tidak. Pada masa perang kemerdekaan
(munculnya Negara Sumatera Timur) keberadaan PERSEDELI juga tidak
terinformasikan dan diduga vakum karena para republiken masih berjuang di
Tapanoeli. Di Negara Sumatra Timur (negara boneka Belanda) dihidupkan kembali
OSVB (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 27-09-1948). Kesebelasan
SVB (Soerabaja) melakukan lawatan ke Medan (De vrije pers: ochtendbulletin,
23-09-1949). Anggota OSVB yang mulai eksis adalah bond di Medan (lihat Het
nieuwsblad voor Sumatra, 20-10-1949) dan di Pematang Siantar (lihat Het
nieuwsblad voor Sumatra, 03-11-1949). Bond Medan disebut Voetbal Bond Medan en
Omstreken (VBMO). Lalu kemudian VBMO juga diterjemahkan menjadi PSMS (Het
nieuwsblad voor Sumatra, 24-10-1949). Salah satu klub yang ikut berpartisipasi
dengan kompetisi VBMO/PSMS adalah klub Sahata. Dalam pertandingan terakhir kelas
pertama (Divisi-1) Deli Mij mengalahkan Sahata, sementara itu Tim Medan
mengalahkan tim Pematang Siantar di Lapangan Djalan Radja (Het nieuwsblad voor
Sumatra, 07-11-1949). Enam klub yang berada di Divisi-1, Sahata adalah
satu-satunya klub yang sudah eksis di era sebelum pendudukan Jepang (1942). Tim
Medan akan melawat ke Padang (Het nieuwsblad voor Sumatra, 15-11-1949). Tim
Atjeh akan melawat ke Medan melawan Tim VBMO/PSMS (Het nieuwsblad voor Sumatra,
23-12-1949).
Het nieuwsblad voor Sumatra, 23-01-1950 |
Oleh karenanya pada masa ini, PSMS mengklaim
dirinya lahir tahun 1950 (sebagaimana PSSI lahir 1950). Sementara perserikatan
lainnya mengikuti cara yang berbeda. Persija mengklaim lahir tahun 1928
(mengikuti garis kontinu VIJ), Persebaya 1927 (mengikuti garis kontinu SIVB),
Persib tahun 1933 dan PSM tahun 1915 (mengikuti garis kontinu MVB/PSM). Dalam
hal ini PSSI tidak mengikuti garis kontinu PSSI yang lama dan PSMS tidak
mengikuti garis kontini VBMO/PSMS. Setali tiga uang dengan penetapan kelahiran
kota-kota dengan mengambil dasar rujukan (origin) yang berbeda-beda.
Nieuwe courant, 05-09-1950 |
Satu hal yang perlu diluruskan dalam hal ini adalah bahwa PSSI mengklaim dirinya sebagai PSSI yang baru (tahun 1950) dan bukan PSSI lama. Ini artinya sebelum ada federasi (PSSI 1950; idem dito PSSI lama 1930) sudah harus lebih dahulu ada klub dan perserikatan (bond). Oleh karenanya tidak salah jika ada klub dan perserikatan yang telah lebih dahulu lahir. Sebelum diadakan Kongres PSSI di Semarang (2-4 September 1950) perserikatan-perserikatan yang ada mengalami proses transisi. SVB/PSS (NIVU) berubah nama menjadi Persibaja. SIVB yang dulu menjadi anggota PSSI lama (1930) entah dimana. Lantas Persibaja berafiliasi dengan PSSI yang baru (yang akan memulai kongres pertama di Semarang). Paralel dengan perubahan SVB/PSS menjadi Pesibaja, di Medan PSMS dibentuk tanggal 21 April 1950 (dan akan berafiliasi dengan PSSI baru). Padahal sebelumnya di Medan sudah ada VBMO/PSMS (VUVSI/ISNIS, suksesi NIVU) dan PERSEDELI (Indonesia). PSMS yang baru (1950) bukan mengikuti VBMO maupun PERSEDELI, tetapi PSMS yang benar-benar baru (meski namanya sama PSMS versi VBMO). Hal ini juga kemudian yang menjadi salah satu keputusan Kongres Semarang: PSSI yang baru (1950), bukan PSSI yang lama (1930). PSMS dan PSSI satu irama. Persibaja adalah nada yang lain yang tidak seirama. Demikian juga Persidja, Persib, PSIS dan PSM sebagai nada yang lain lagi.
Nieuwe courant, 01-09-1950 |
Sebelum Kongres PSSI di Semarang diawali
dengan kongres pendahuluan diadakan di Bandoeng bulan Mei 1950). Bersamaan
dengan Kongres di Semarang akan diadakan kejuaraan antar kota (perserikatan).
Juara dari tiga wilayah betremu di Semarang (lihat (De vrije pers:
ochtendbulletin, 25-07-1950). Disebutkan dalam berita ini Persidja telah
berafiliasi dengan PSSI. Lalu muncul jadwal yang ditetapkan juara-juara dari
tiga wilayah: Jawa Bagian Barat (Persib); Jawa Bagian Tengah (PSIS) dan Jawa
Bagian Timur (Persibaja). Tiga juara ini akan dijadwal saling bertemu di
Semaramg tanggal 2,3 dan 4 September (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 22-08-1950). Namun entah mengapa (mungkin)
Persib (juara WJVB) tidak merespon sehingga digantikan oleh Persidja. Jadwal
baru ini sudah diumumkan dan bahkan sudah diberitakan di surat kabar . (lihta Nieuwe
courant, 01-09-1950). Akan tetapi jelang kongres, tiba-tiba secara mendadak
datang Persib. Timbul polemik dan lalu disepakati kejuaraan diikuti empat perserikatan.
Pertandingan pertama hari pertama (2/9) Persib vs PSIS dan pertandingan kedua
hari kedua (3/9) Persibaja vs Persidja. Lalu di Final pada hari ketiga (4/9). Hasilnya
Persib mengalahkan PSIS 2-0; dan Persibaja mengalahkan Persidja 6-1 (lihat De
locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 04-09-1950). Di partai
Final Persib mengalahkan Persibaja dengan skor 2-0 (lihat Algemeen Indisch
dagblad: de Preangerbode, 05-09-1950).
Disebutkan dalam berita bahwa Persibaja adalah juara VUVSI/ISNIS (Soerabaja). Di
sisi lain Kongres yang berlangsung 2-4 September memutuskan lahirnya PSSI yang
baru; memilih ketua umum dan mengagendakan Kejuaraan Antar Perserikatan (Kota)
pada tahun 1951. Hal inilah kemungkinan hasil kejuaraan ini (1950) tidak secara
resmi dan resminya baru tahun 1951. Namun yang jelas, kejuaraan di Semarang ini
sebelumnya dijadikan sebagai ajang seleksi pembentukan Timnas Indonesia untuk ke
New Delhi, India (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 22-08-1950). Untuk mengakomodir potensi sepakbola di
Medan karena PSMS tidak bisa datang, dua pemain PSMS dimasukkan (untuk
memperkuat) tim Persidja, yakni: Ramlan dan Abidin
Persidja datang ke Kongres di Semarang
(September 1950) sesuai hasil implementasi kongres pendahuluan PSSI di Bandoeng
(Mei 1950). Sepulang dari Kongres Semarang, Persidja melakukan rapat pada
tanggal 24 September 1950 (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 26-09-1950). Ada
dua keputusan yang dibuat. Pertama, mengubah nama PORI Djakarta menjadi
Persidja. Kedua, memilih dan menetapkan dewan pengurus, Ini berarti nama
Persidja yang ke Kongres di Semarang belum resmi meski nama Persidja sudah
muncul sebelum Kongres Semarang (hal yang sama dengan nama PSMS dan Persibaja,
Persib, PSIS dan PSM). Tokoh penting dibalik terbentuknya Persidja adalah
Maladi. Ketika Kongres di Semarang dan diputuskan berdirinya PSSI yang baru (suksesi
PORI Sepakbola), Maladi terpilih sebagai Ketua Formatur pembentukan struktur
organisasi PSSI (yang ditetapkan berpusat di Djakarta). Sementara dari Surabaya
Persibaja dipimpin oleh Residen Pamoedji yang menggantikan Dr. Aminoeddin yang
mutasi ke Indramajo (De vrije pers: ochtendbulletin, 01-09-1950). Pada bulan
Juli 1950 dilaporkan bahwa Persibaja (eks SVB/PSS) telah berafiliasi dengan
PSSI. Oleh karena Maladi sudah menjadi PSSI, maka di Djakarta, Persidja melakukan
rapat umum dengan hasil keputusan (perubahan nama PORI Sepakbola Djakarta
secara resmi menjadi Persidja dan pemilihan pengurus baru). Setelah
terbentuknya Persidja secara resmi (pasca Kongres Semarang), pihak VBO akan
mempertimbangkan untuk berdiskusi dengan pihak Persidja tentang pembubaran VBO
dan hubungannya dengan Persidja. Hingga bulan Februari 1951 integrasi VBO
dengan Persidja belum berhasil, akibatnya BBSA keluar dari VBO dan masuk ke
Persidja agar pemainnya dapat bekersempatan dalam pembentukan Timnas PSSI ke
Olimpiade Asia di India.
VIJ (Voetbalbond Indonesia Jacatra) didirikan tahun 1928 oleh
Iskandar Brata (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-09-1938).
Beberapa saat setelah Kongres Pemuda 28 Oktober 1928. VIJ didirikan tidak
terkait dengan isu politik (sebagaimana diceritakan kemudian), melainkan VIJ
dibentuk untuk merespon akibat VBO tidak mampu meampung semua klub yang ada di
Batavia. VBO didirikan 1912 dan nama sebelumnya adalah Bataviaschen Voetbal
Bond (BVB) yang didirikan tahun 1905. Bahkan pada era BVB klub-klub sudah
banyak yang tidak tertampung baik yang Belanda maupun Tionghoa dan pribumi. Hanya
satu klub pribumi yang tertampung yakni Docter Djawa School Voetbal Club
(Docter Djawa VC) yang lahir tahun 1903 dan ikut berkompetisi pada tahun 1905. Nama-nama
klub pribumi saat itu (yang tidak tertampung) antara lain Gang Solitude, Norbek
di Meester Cornelis, Pedjambon, Gang Timboel, Kebon Manggis, Gang Aboe, Petjenongan
dan Kwitang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-06-1905). Di Medan sudah lebih
awal adanya klub pribumi (1904), seperti Toengkoe Sportclub (kerabat kerajaan
di Bindjai) dan Zetterletter (anak-anak pengusaha asal Angkola dan Mandailing
di Medan). Di Bandung, klub pribumi sejauh yang bisa dilacak belum ada
laporannya tetapi ada klub OSVIA yang berkompetis di BVB Bandoeng. Docter Djawa
School dan OSVIA sejatinya tidak sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai klub
pribumi, karena dua sekolah (tinggi) itu dimiliki oleh pemerintah colonial dan
dosen-dosennya adalah orang Belanda (yang mungkin menjadi pembina klubnya). Docter
Djawa School adalah perguruan tinggi kedokteran untuk pribumi (cikal bakal
STOVIA/FKUI). Kapten Tim Docter Djawa VC pada tahun 1909 adalah Radjamin
Nasution. Melihat itu Dr. Abdul Rivai (pemimpin/editor surat kabar Bintang Hindia)
kerap membuat turnamen sendiri. Pada tahun 1912 BVB berubah menjadi VBO. Pada
tahun 1919 Dr. Abdul Rasjid Siregar mendirikan Bataksch Bond di Batavia. Pada
tahun 1921 Bataksch Bond mendirikan Bataksch Voetbal Vereeniging (BVV) mampu
masuk ikut berpartisipasi di VBO tahun 1930. Itu berarti setelah sembilan tahun
pendiriannya dan setelah dua tahun VIJ dibentuk. Namun saat itu bond VIJ yang
didirikan oleh Iskandar Brata ini organisasinya masih belum rapih. Anggota VIJ saat
itu antara lain klub dari pemain-pemain yang berasal dari klub Malay (orang-orang
Malaya, kini Malaysia) yang kemudian berganti nama menjadi SV Setia); klub Andalas
(orang-orang Sumatra), klub sepakbola Ster dan MOS. Untuk menampung bond-bond
yang tidak tertampung di federasi NIVU, Ir. Soeratin tahun 1930 mendirikan federasi
PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia. VIJ lalu berafiliasi dengan
PSSI. VIJ dilanjutkan oleh Mr. Koesoema Atmadja yang waktu itu Ketua Dewan
Tanah (Landraad) di Batavia. VIJ mulai bekerja secara baik. Pengurus berikutnya
adalah Dr. Moewardi. Dalam ulang tahun bond VBO tahun 1937 dua pribumi ikut
menghadari yakni dua orang bersahabat Mr.
Panangian Harahap dari BVV dan Dr. Moewardie dari VIJ (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 18-03-1937). Dengan demikian di Batavia terdapat beberapa federasi:
VBO, VIJ, Tionghoa dan BKVB (Asosiasi Sepakbola Perkantoran/Perusahaan). Di
Soerabaja asosiasi sepakbola kantor/perusahaaan disebut SKVB yang didirikan oleh
Dr. Radjamin Nasution pada tanggal 30 Juni 1927. SIVB mengklaim SKVB sebagai
anggotanya. Boleh jadi karena SIVB yang berafiliasi dengan PSSI. Ketua PSSI
adalah Ir. Soeratin yang notabene adalah adik Dr. Soetomo (kepala rumah sakit
di Surabaya) sementara Dr. Radjamin (kepala Bea Cukai Soerabaya). Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution sekelas
sewaktu kuliah di STOVIA. Tahun inilah yang dijadikan Persebaya sebagai tahun
kelahirannya. De Indische courant, 12-05-1932 melaporkan bahwa pertandingan
sempat bentrok antara tim Belanda dan tim pribumi karena kecurangan. Koran Sin
Tit Po dan Pewarta mengomentari bahwa pertandingan berikutnya tidak perlu
dilanjutkan karena tidak adil. Bahkan editor Sin Tit Po mendatangi tim Tionghoa
meminta untuk tidak melangsungkan pertandingan antara Tionghoa vs SVB karena
rawan kerusuhan. Para pemain yang tergabung dalam tim pribumi (SKVB) antara
lain Askaboel, Soebroto, Soewono, Ngion, Soemarto dan Radjamin (Nasution) dari
dewan kota. Akibat adanya kerusuhan sebelumnya, program tim Tionghoa vs tim
angkatan laut (yang terdiri dari) orang-orang Indonesia terpaksa dibatalkan.
Sejak pendudukan Jepang, baik VIJ dan SIVB tidak terdengar kabarnya lagi. Setelah
Proklamsi Kemerdekaan RI dan pada era perang kemerdekaan, baik VIJ dan SIVB di
satu sisi dan PSSI di sisi lain tidak terdengar kabar beritanya. Sebaliknya
federasi NIVU muncul yang kemudian berganti nama menjadi VUVSI/ISNIS. Kemudian
pada awal tahun 1950 (pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda) PSSI lama
diaktifkan lagi dengan PSSI yang baru. Jelang kongres PSSI di Semarang pada
bulan September 1950 muncul nama-nama Persidja, Persibaja dan PSMS. Di Surabaya
bond SVB diterjemahkan namanya menjadi PSS (sebagaimana VUVSI dan ISNIS) dan
kemudian berganti nama menjadi Persibaja dan lalu berafiliasi dengan PSSI yang
baru (SIVB tidak diketahui keberadaannya secara jelas). SKVB sendiri sebelum
berafiliasi dengan PSSI yang baru diintegrasikan dengan Persibaja. Meski
demikian, SKVB tetap melakukan kompetisi sendiri di bawah payung Persibaja.
Ketua SKVB-Persibaja tahun 1952 adalah Letkol Irsan Radjamin (anak dari Dr.
Radjamin Nasution). Di Medan, muncul VBMO yang kemudian juga disebut PSMS,
tetapi yang berafiliasi dengan PSSI adalah PSMS yang dibentuk baru tahun 1950.
Lantas di Djakarta keberadaan VIJ tidak diketahui dengan jelas, tetapi PORI
Sepakbola Djakarta berubah dan terbentuk bond baru yang diberi nama Persidja
(yang kemudian berafiliasi dengan PSSI yang baru). BVV di Djakarta yang sudah
ada sejak era kolonial Belanda menjadi bagian dari bond Persidja; dan di Medan
juga klub SAHATA yang sudah ada sejak era kolonial Belanda menjadi bagian daro
bond PSMS yang baru. Untuk sekadar catatan tambahan: PSMS tidak terhubung
dengan OSVB maupun VBMO/PERSEDELI, PSMS adalah PSMS yang baru tahun 1950; Persibaja
(kemudian Persebaya) juga tidak terhubung dengan SIVB, melainkan dengan SVB (lahir
1909) dan SKVB (lahir 1927); PSM terhubung (link) dengan MVB (lahir 1915);
serta Persib hanya terhubung dengan Persib yang didirikan tahun 1933
(sebagaimana halnya Persis Solo dan PSIM Djogjakarta). Last but not least:
Persidja (kemudian Persija) tidak terhubung dengan VIJ dan juga tidak terhubung
dengan VBO. Jika PSM mengklaim kelahiranya tahun 1915 sah-sah saja (valid).
Demikian juga Persebaya sah-sah saja (valid) menyebut tahun 1909 (SVB) atau
tahun 1927 (SKVB). Persija dan PSMS hanya valid mengklaim tahun kelahiran pada
tahun 1950.
De nieuwsgier, 12-12-1952
|
De nieuwsgier, 15-12-1952 |
Sebagai satu-satunya tim luar Jawa dalam
partai 7 Besar Kejuaraan Antar Perserikatan tahun 1952 ini, PSMS datang ke
Djakarta ‘dilepas’ langsung oleh Gubernur Sumatra Utara, Abdul Hakim Harahap
yang didampingi oleh Residen Sumatra Timur, Moeda Siregar dan Djalaloeddin
Ritonga (Wali Kota Medan). Tim Manajer PSMS adalah Muslim Harahap (Direktur
Bank Dagang Nasional Medan). Abdul Hakim Harahap adalah ‘gibol’ mantan pemain
Bataksch VC yang berkompetisi tahun 1927 di bond Batavia (VBO). Kala itu Abdul
Hakim Harahap masih siswa SMA di Prins Hendrik School Batavia. Bataksch Voetbal
Club (klub dari Bataksch Bond) didirikan tahun 1921 (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 30-11-1931). Pada
tahun 1925 Bataksch Voetbal Club yang juga disebur Bataksch Voetbal Vereeniging
(BVV) dipimpin oleh Parada Harahap (pemilik dan pemimpin redaksi surat kabar
Bintang Timoer). Ketua Bataksch Voetbal Vereeniging (BVV) terpilih tahun 1931
adalah JK Panggabean (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
05-10-1931). Pada tahun 1932 kompetisi Batavia terdiri dari tujuh divisi. BVV
hanya berpartisipasi tiga divisi yakni di Divisi-2, Divisi-3 dan Divisi-4 (Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 05-08-1932).
Het nieuws van den dag voor NI, 05-08-1932
|
De nieuwsgier, 07-11-1952
|
Dalam pertemuan Persidja dan PSMS untuk kali
pertama ini (Minggu, 14-12-1952), Persidja berhasil mengalahkan PSMS dengan
skor telak 4-0. Menurut surat kabar De nieuwsgier pertandingan ini sangat seru.
PSMS cukup banyak melakukan serangan dari sayap. Namun bek kiri Persidja BS Harahap cukup tangguh untuk penyerang-penyerang PSMS yang selalu
dapat mematahkan serangan yang dilancarkan oleh pasukan PSMS Medan. Chris Ong
dan BS Harahap sulit dilewati (lihat De nieuwsgier, 15-12-1952). Tim BS Harahap
dan Chaeruddin Siregar mengalahkan tim Joesoef Siregar. Singkat cerita: dalam klassemen akhir Persija
duduk di posisi kedua dan PSMS di peringkat ke 5. Ong Liong Tik alias Chris Ong adalah pemain
dari klub UMS yang menjadi oemain terbaik dalam Kejuaraan Antar Kota yang
diselenggarakan VUVSI/ISNIS tahun 1948 (Het nieuwsblad voor Sumatra,
01-06-1950). BS Harahap adalah pemain klub Maesa (De nieuwsgier, 07-11-1952).
Gubernur Sumatera Utara, Abdul Hakim Harahap, 1952 |
Sepulang
dari Djakarta, PSMS tertekan di Medan. Gubernur Abdul Hakim Harahap tidak
terima hasil pencapaian PSMS yang hanya berada di peringkat lima (dan kalah
pula empat kosong lawan Persidja yang dihuni BS Harahap dan Chaeruddin Siregar). Cukup beralasan karena Gubernur Abdul. Hakim Harahap adalah seorang 'gibol', apalagi Gubernur Abdul Hakim Harahap telah mencalonkan kota Medan sebagai kota penyelenggara PON
III yang akan diselenggarakan pada bulan September 1953. [Catatan: Abdul Hakim Harahap semasa muda adalah pemain klub Bataksch VC (didirikan Parada Harahap 1924) yang berkompetisi di Batavia. Abdul Hakim Harahap adalah siswa SMA Prins Hendrik School Batavia yang aktif di Jong Islamiten Bond, Bataksch Bond dan Sumatranen Bond. Setelah mengikuti kuliah ekonomi di Batavia dan lulus 1927 Abdul Hakim Harahap ditempatkan di Medan].
Stadion Teladan Medan, 1953 |
Lokasi stadion IKADA (Merdeka Selatan).
Peta 1931
|
De nieuwsgier, 14-09-1953 |
Selanjutnya tim sepak bola Sumatra Utara yang
notabene adalah pemain-pemain PSMS berhasil menjuarai cabang olah raga sepak
bola PON III (September 1953) tim PSMS semakin berjaya apalagi telah mampu mengalahkan
lawan-lawanya dari luar negeri seperti mengalahkan Timnas Philipina di Manila
(Het nieuwsblad voor Sumatra, 02-04-1954) dan mampu mengalahkan klub juara dari
Austria Grazer AK (Het nieuwsblad voor Sumatram 02-08-1954) dan dapat mengibangi permainan Timnas Swedia
Kalmar FF (De vrije pers: ochtendbulletin, 22-10-1954).
Pertandingan-pertandingan tersebut diadakan PSMS sebagai tradisi yang telah ada bertahub-tahun dan juga dalam rangka mengikuti partai
6 Besar Kejuaraan Antar Perserikatan 1954. Pada kejuaraan inilah untuk kali
kedua PSMS bertemu dengan Persidja (tidak termasuk Tim Djakarta/Persija vs Tim
Sumatra Utara/PSMS dalam PON III).
Pasca PON III di Medan, muncul pemberontakan di Atjeh.
Provinsi Sumatea Utara yang terdiri tiga kresidenan (Tapanuli, Sumatta Timur
dan Atjeh) genting. Gubernur Abdul Hakim Harahap harus diganti dan digantikan
oleh SM Amin Nasution yang dianggap lebih sesuai untuk mengatasi persoalan di
Atjeh. SM Amin Nasution adalah kelahiran Atjeh yang menguasai bahasa dan
budaya Atjeh. Sementara Abdul Hakim Harahap, kelahiran Sarolangoen, Djambie
ditarik ke Departemen Dalam Negeri untuk urusan bidang ekonomi. Pada kabinet Perdana Menteri
Boerhanoeddin Harahap (Masyumi) yang menggantikan kabinet PM Ali Sastroamidjojo
(PNI) akhir tahun 1954 Abdul Hakim Harahap diangkat menjadi Menteri Negara
Urusan Pertahanan [Catatan: ayah Abdul Hakim Harahap dan ayah Mochtar Lubis adalah dua dari pejabat-pejabat di Residentie Tapanoeli yang ditempatkan di Residentie Djambie pasca pemekaran Residentie Zuid Sumatra].
PSMS Medan setelah menjuarai kualifikasi
Kejuaraan Antar Perserikatan 1953/1954 wilayah Sumatra tanpa terkalahkan, PSMS
melangkah ke partai 6 Besar. Kepercayaan diri PSMS semakin tinggi karena telah
menunjukkan performa yang baik ketika melakukan pertandingan dengan tim-tim luar negeri beberapa
waktu sebelumnya/
Persija vs PSMS 26 Desember 1954 di Stadion Ikada
Dalam partai 6 Besar Kejuaraan Antar
Perserikatan 1953/1954 yang dilangsungkan di sejumlah kota di (pulau) Jawa, PSMS datang dengan kapala tegak sebagai
juara Sumatra. Persidja sendiri mewakili juara wilayah Jawa bagian Barat (menyingkirkan
Persib Bandoeng). Sedangkan Persibaja mendapat bye karena juara bertahan. Wakil
juara Jawa Bagian Timur adalah Persema Malang. Dari Jawa Bagian Tengah datang
juara Persis Solo. Dari Sulawesi datang
juara PSM Makassar. Dalam partai 6 Besar Kejuaraan Antar Perserikatan pada
akhir tahun 1954, Abdul Hakim Harahap, mantan Gubernur Sumatera Utara, perintis
kemajuan PSMS sudah berada di Djakarta. Tidak diketahui apakah Abdul Hakim
Harahap masih sempat melihat PSMS berlaga di Stadion IKADA. Namun yang jelas
biasanya seorang ‘gibol’ akan mengikuti air mengalir sampai jauh.
Java-bode, 18-12-1954 |
Dalam posisi unggul di Soerakarta, PSMS
bersama PSM dan Persis berangkat ke putaran terakhir di stadion IKADA Djakarta.
Persija, Persema dan Persibaja sudah menunggu. Stadion IKADA menjadi idaman
setiap pemain Persema. Persibaja, PSM dan Persis Solo. Tetapi tidak dengan PSMS
Medan yang memiliki stadion yang lebih mewah jika dibandingkan dengan stadion
IKADA markas Persidja. Dengan kata lain, PSMS bermain di stadion IKADA tidak
gamang karena sudah kerap bermain di stadion Teladan yang berkapasitas 30 ribu
penonton. Stadion IKADA dibangun tahun 1951 (sementara stadion Teladan dibangun
tahun 1953).
Java-bode, 23-02-1951 |
Mengapa stadion IKADA dibangun? Ini
bermula ketika Indonesia baru mulai menata negeri setelah perang kemerdekaan
dan pengakuan kedaulatan RI. Pemerintah Indonesia melalui PORI akan mengirimkan
tim sepakbola ke Asian Games pertama di India (Maret 1951). Untuk menguji
kekuatan tim sepakbola Indonesia diadakan pertandingan persahabatan dengan
mendatangkan tim sepakbola Cina Malaysia di Jakarta. Presiden Sukarno yang
turut menonton pertandingan sepakbola tersebut tidak puas: tidak puas karena
lapangan yang digunakan tidak kondusif, basah dan berlumpur sehingga permainan
kedua tim tidak berkembang. Atas dasar masalah itu. Beberapa pemain Persidja yang menjadi skuad
tim nasional Indonesia dalam pertandingan tersebut adalah Chaeruddin Siregar,
Liomg Houw, dan Sugiono (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 24-02-1951). Ramlan adalah pemain PSMS. Dalam Kejuaraan
Antar Kota di Semarang (1950) Persidja diperkuat dua pemian PSMS Medan yakni Abidin
dan Ramlan. Lalu Ramlan kembali ke PSMS, sedangkan Abidin tidak terinformasikan
lagi. Kejuaraan Antar Kota yang bersamaan dengan
Kongres Semarang September 1950 menjadi ajang selengsi dalam pembentukan Timnas
Indonesia dan melakukan uji coba dengan Tim dari Malaya.
Susunan pemain Timnas Indonesia vs Malaysia |
Di stadion IKADA, pertandingan pertama adalah
Persija vs PSM tanggal 22 Desember dengan skor 3-2 untuk kemenangan Persija.
Posisi sementara Persija dan PSMS dengan poin 6 tetapi Persija unggul selisis
gol. Hari esoknya Persis dan Persema bermain imbang 2-2. Baru tanggal 24 PSMS
melakukan pertandingan melawan Persibaja. PSMS berhasil mengalahkan Persibaja
dengan skor 4-3. PSMS kembali unggul atas Persidja. Terjadi lagi balapan, pada
esoknya (25 Desember 1954) Persidja mengalahkan Persibaja dengan skor 3-1.
Kedudukan dalam klassemen sementara kembali dalam posisi semula. Persija dan
PSMS dengan poin sama yakni delapan, tetapi Persidja unggul dalam selisih gol.
Tinggal satu sisa pertandingan yakni antara Persidja vs PSMS yang akan diadakan
esok harinya (26 Desember 1954).
Secara keseluruhan dalam pertandingan sebelumnya Persidja
berhasil mengalahkan semua lawan-lawannya: Persis (13-0), Persema (2-1), PSM
(3-2) dan Persibaja (3-1). Demikian juga PSMS berhasil mengalahkan semua
lawan-lawannya: Persema (2-1), Persis (3-1), PSM (2-1) dan Persibaja (4-3).
Klassemen sementara: Persidja pada peringkat pertama: main 4, menang 4, poin 8
dan selisih gol 21-4; sementara PSMS pada peringkat kedua: main 4, menang 4,
poin 8 dan selisih gol 11-6. Sementara tim-tim lainnya sudah menyelesaikan
pertandingannya yang kelima.
Jelang pertemuan terakhir Kejuaraan Antar
Perserikatan 1953/1954 yang diadakan pada tanggal 26 Desember 1954 posisi
Persija berada di atas angin meski memiliki poin sama dengan PSMS tetapi unggul
dalam selisih gol. Tampaknya PSMS tidak ingin melewatkan pertandingan terakhir
ini meski sudah tidak terkejar oleh Persibaja yang berada di posisi ketiga
dengan poin 4 (main 5 kali). Mungkin PSMS merasa yakin dapat mengalahkan Persidja
tetapi tampaknya ambisi PSMS lebih pada menjaga harga diri: boleh kalah dari
tim lain, asal jangan dengan tim Djakarta.
Harga diri menjadi taruhan dan harus menang. Tentu saja
semboyan suporter PSMS ribak sude pada masa ini belum ada kala itu. Boleh jadi
Muslim Harahap, Manajer Tim PSMS yang baru masih ingat bagaimana marahnya Guberbur Abdul
Hakim Harahap ketika kejuaraan sebelumnya yang mana PSMS pulang dengan loyo yang
hanya duduk di peringkat kelima klassemn akhir dan dikalahkan Persija pula
dengan skor 4-0. Kini, PSMS kembali menghadapi Persija di pertandingan terakhir
yang sama-sama berhasil mengalahkan semua lawannya. Ribak sude (kalahkan semua)
menjadi tujuan utama PSMS dan karena itu target terakhir PSMS harus mampu
mengalahkan Persija. Memori pada PON III yang baru lalu tim Djakarta Raya
(Persidja) dapat dikalahkan tim Sumatra Utara (PSMS) menjadi pembangkit
motivasi tim PSMS untuk yakin mengalahkan Persija Djakarta (di kandang sendiri).
Muslim Harahap, Manajer Tim PSMS yang boleh
jadi sehari sebelum pertandingan Persija vs PSMS menemui Abdul Hakim Harahap,
mantan Gubernur Sumatra Utara yang sudah bertugas di Kementerian Dalam Negeri
untuk bersilaturrahim. Bagaimana jalan menuju ke rumah Abdul Hakim Harahap,
tentu tidak sulit bagi Muslim Harahap. Sebab Muslim Harahap pernah bersekolah
di Batavia (kini Djakarta).
Dua tahun setelah Abdul Hakim Harahap, anggota gemeenteraad
(dewan kota) Medan, mendirikan klub sepakbola Sahata VC, tiga remaja lulusan
HBS Medan berangkat studi ke Batavia tahun 1938. Ketiga remaja yang berasal
dari Padang Sidempoean itu bernama Djames Harahap, Ismail Harahap dan Muslim
Harahap. Di Batavia Ismail Harahap masuk sekolah Apoteker, sedangkan Djames
Harahap dan Muslim Harahap sama-sama masuk di sekolah ekonomi. Setelah lulus,
Ismail ditempatkan di Soerabaya. Sementara Djames Harahap ditempatkan di
Sibolga dan Muslim Harahap ditempatkan di Medan sebagai pegawai bank. Pada era
pendudukan Jepang dan era perang kemerdekaan Ismail Harahap tetap berada di
Soerabaja, dan Djames Harahap di Sibolga dan Muslim Harahap di Medan. Hanya
Djames Harahap yang pindah kota pada pasca pengakuan kedaulatan RI (1950) dari
Sibolga ke Medan. Tiga remaja yang dulu berangkat sama-sama ke Batavia, kelak
dikenal: Muslim Harahap, Kepala Bank Nasional Indonesia Medan yang kini Manajer
PSMS lalu kemudian menjadi Ketua Umum Pengurus PSMS Medan (di era Gubernur
Sumatra Utara Radja Djoendjoengan Lubis, 1960); Djames Harahap, Kepala
Bank BNI Medan, ayah dari Rinto Harahap, basis The Mercy’s dan Erwin Harahap,
gitaris The Mercy’s; Ismail Harahap, seorang apoteker terkenal di Surabaya dan
membuka Apotik Kali Asin, ayah dari Andalas Datu Oloan Harahap alias Ucok AKA
Harahap, pionir musik rock Indonesia.
Pertandingan yang ditunggu-tunggu akhirnya
dilaksanakan pada hari Minggu
26 Desember 1954 di Stadion Ikada Djakarta tidak lama lagi. Stadion Ikada masih
tergolong baru, dibangun jelang PON II tahun 1951. Di stadion ini PSMS pernah
dikalahkan Pesija pada Kejuaraan Antar Perserikatan 1952 pada tanggal 14
Desember dengan skor 4-0. Pertandingan yang mana kali pertama PSMS
berpartisipasi Kejuaraan Antar Perserikatan dan kali pertama PSMS bertemu
Persija. Sore ini Persija vs PSMS untuk kali kedua bertemu dalam kancah sepak
bola perserikatan.
Stadion IKADA
dibangun jelang PON II 1951 dibangun di lokasi pacuan kuda yang sudah ada sejak
era kolonial Belanda di Koningplein Batavia (kini lapangan Monas). Sebelum
adanya lapangan pacuan kuda ini, pertandingan sepak bola di Batavia mula-mula
diadakan di seberang jalan Istana Gubernur Jenderal (kini Istana Merdeka).
Pertandingan sepak bola kali pertama di Batavia muncul tahun 1896. Pada tahun
1905 dibentuk perserikatan Bataviasch Voetbal Bond (BVB). Perserikatan sepak
bola pertama di Hindia Belanda) pada tahun yang sama pendirian memulai
kompetisi resmi yang pertama. Docter Djawa School VC (klub sekolah kedokteran
untuk pribumi yang menjadi cikal bakal STOVIA dan kelak menjadi FKUI) yang
dibentuk tahun 1903 ikut berkompetisi di BVB. Sementara itu, di Medan
pertandingan sepak bola kali pertama diadakan pada tahun 1893 di lapangan
Esplanade (kini lapangan Merdeka Medan). Perserikatan di Medan, Deli Voetbal
Bond (DVB) dibentuk tahun 1907. Salah satu klub pribumi yang ikut kompetisi
adalah Medan Tapanoeli Voetbal Bond (Tapanoeli VC). Pada tahun 1909 ketika jeda
kompetisi, Docter Djawa VC dari Batavia melawat ke Medan untuk bertanding
dengan klub Tapanoeli VC. Kapten Tim Docter Djawa VC adalah Radjamin Nasution.
Kelak, Dr. Radjamin Nasution menjadi Wali Kota pribumi pertama di Kota
Soerabaja.
Pertandingan
terakhir Kejuaraan Antar Perserikatan 1953/1954 antara Persidja vs PSMS
berakhir dengan aroma tidak sedap. Pertandingan yang awalnya memang keras,
menurut Manajer Tim PSMS, Muslim Harahap permainan Persidja telah menjurus
kasar. Muslim Harahap meminta perhatian panitia, karena dua pemain andalannya
Jusuf Siregar dan Abdul Kadir (yang masih berusia 16 tahun) ‘ditebas’ ketika
membawa bola menuju gawang Persidja tanpa diberikan sanksi atas pelanggaran
tersebut.
Java-bode, 03-01-1955 |
PSMS dan Persidja vs GH (De locomotief, 10-02-1955) |
Timnas PSSI vs GH di stadion Ikada (De locomotief, 10-02-1955) |
Susunan pemain Timnas dan GH (De locomotief, 10-02-1955) |
Uniknya, protes PSMS Medan ini dapat
dimaklumi oleh tim Persidja. Pengurus Persidja malah menawarkan pertandingan
revanche diadakan di Medan (lihat berita sebelumnya Het nieuwsblad voor
Sumatra, 29-12-1954). Awalnya tawaran itu dianggap PSMS sebagai bercanda,
tetapi akhirnya menjadi serius. Tampaknya jarang kita temukan sekarang, pada
saat itu begitu damainya antara pemain dan pengurus dari tim yang berbeda.
Nilai-nilai sportivitas sangat dijunjung tinggi. Mereka hanya mempersoalkan
professional foul, apakah karena pelanggaran pemain yang tidak disengaja atau
kesalahan wasit yang tidak cermat.
PSMS kembali ke Medan, meski ‘dikalahkan’ oleh wasit dan
kemenangan diberikan kepada Persija, pemain dan manajer tim tiba dengan kepala
tegak. Tidak lama kemudian di Medan terjadi pembubaran Panitia PON III dan
sekaligus pembentukan KONI Sumatera Utara. Pengurus KONI yang terbentuk: Ketua,
Drs. Suhardjo Surjobroto; Wakil Ketua 1: Overste Ibrahim Adjie; Wakil Ketua II:
Hadji Moeda Siregar (Wali Kota Medan); Sekretaris I: Muslim Harahap; Sekretaris
II W. Simandjuntak; Bendahara I: A. Salim, (dir. Usaha Dagang); Bendahara II: Tjong
Tsung Liong; Ketua Bidang Informasi: M. Arief (RRI Medan); Ketua Bidang
Komukasi: Kapten Chr. Sihombing; Ketua Bidang Teknik: Overste Dr. Sukardja; Ketua
Bidang Sarana dan Prasarana: RM Sarsidi (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 13-01-1955).
Dalam beberapa minggu kemudian terjadi perubahan pengurus PSMS. Drs. Suhardjo
Surjobroto yang sebelumnya Ketua PSMS mengundurkan diri karena telah menjadi
Ketua KONI. Pengurus baru PSMS adalah sebagai berikut: I. Gastina (sebagai ketua); Wakil Ketua: Luitenant
Siagian; Secretaris: Sariani; Bendahara: Tan Ho Lan; Ketua Bidang Informasi: Muslim
Harahap; Ketua Bidang ...: AHC Jans; Ketua Bidang Teknik: Drs. Soehardjo Soerjobroto;
Ketua Bidang Hukum: Sihombing; Ketua Bidang Prasarana: Gultom; dan Ketua Bidang
Sarana Marpaung (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 28-02-1955). Untuk sekadar catatan tambahan: di
kepengurusan Persidja Djakarta, bendahara dijabat oleh BC Harahap. Siapa BC
Harahap belum terlacak (sumber Belanda) sedang diusahakan (sumber Inggris).
Maksudnya apakah BC Harahap ada hubungan dengan Manajer Tim PSMS Muslim Harahap
yang kini menjadi Ketua Bidang Informasi PSMS. Sebab ketika terjadi kisruh
antara PSMS vs Persidja di stadion Ikada 26 Desember 1954, Muslim Harahap
mengeluarkan statement: kami tidak ada masalah dengan Persidja, kami hanya
bermasalah dengan wasit dan panitia. Lalu kemudian, menyusul statement
Persidja: ‘kami respek terhadap PSMS dan kami tawarkan pertandingan revans di Medan’.
Apakah Muslim Harahap dan BC Harahap saling ingin menjaga wibawa lawannya? Kita
tidak tahu. Namun yang jelas, persatuan di bidang sepak bola Indonesia saat itu
sungguh sejuk dan damai-damai saja meski di lapangan rivalitas tetap jalan
(karakter inti sportivitas).
De locomotief, 04-09-1950 |
PSMS Revans Atas Persidja di Stadion Teladan Medan 1955
Muslim Harahap tidak
lagi Manajer Tim PSMS tetapi sudah menjadi Ketua Bidang Informasi PSMS yang
baru. Boleh jadi tawaran Persidja yang dulu untuk pertandingan revanche
(pertandingan ulang) diapungkan Muslim Harahap di dalam rapat pengurus yang
baru. Pengurus baru PSMS kemudian membahas tawaran Persidja untuk revanche di
Medan. Tawaran tersebut diintegrasikan
dengan lustrum (ulang tahun kelima) PSMS tanggal 17 Agustus 1955. Dalam
perayaan tersebut akan diadakan pertandingan segitiga: PSMS, Persidja dan
Timnas Burma. Tim Persidja telah mengirim kabar akan datang dengan membawa
kiper andalannya Van der Vin yang baru pulang cuti dari Eropa (lihat Het
nieuwsblad voor Sumatra, 13-06-1955).
Het nieuwsblad voor Sumatra, 21-07-1955: ‘Kemarin di
Medan dari Jakarta, pelatih sepak bola PSSI dan Persidja, Tony Pogacknic, tiba.
Kedatangannya terkait dengan latihan pemain Medan dalam persiapan pertandingan
melawan tim nasional Yugoslavia. Tim Yugoslavia yang melakukan tur ke Asia
Tenggara, hanya akan bermain dua kali di Indonesia melawan timnas PSSI. Pertandingan
akan berlangsung di Jakarta pada tanggal 31 Juli dan 4 Agustus. Sisi PSMS telah
menyatakan keinginannya agar tim Yugoslavia juga bermain di Medan melawan tim
Indonesia, karena Medan memiliki semua fasilitas untuk mengatur pertandingan
semacam itu’..
Pertandingan Persidja-PSMS akan dipimpin oleh
wasit Burma, sementara pertandingan lainnya akan dipimpin oleh seorang wasit
PSSI dan didampingi hakim garis dari Persidja dan PSMS’ demikian Muslim Harahap
dalam konferensi pers (Het nieuwsblad voor Sumatra, 10-08-1955).
Het nieuwsblad voor Sumatra, 10-08-1955: ‘Lustrum pertama
PSMS Medan. Asosiasi Sepak Bola Medan merayakan lustrum pertamanya. Dalam
sebuah ulasan, Muslim Harahap mengatakan bahwa serikat sekarang diperluas menjadi
23 klub dengan total 1.350 anggota. Dalam 5 tahun ini PSMS telah memainkan
total 49 pertandingan, dimana 32 won, 5 sama dan 12 lainnya kalah, sementara 47
gol kemasukan sementara 66 gol memasukkan. Sebanyak 7 kiper yang digunakan
dalam game ini PSMS telah berpartisipasi tiga kali di kejuaraan Indonesia dan
tidak pernah memenangkan kejuaraan. Tahun lalu Medan runner-up, sebelumnya dua
kali PSMS sebagai peringkat ke-5. Meski begitu, asosiasi Medan memiliki 13 piala
(cup) yang dimenangkan dan memiliki gedung sendiri seharga Rp 300.000 di Djalan
Bali yang hampir selesai, tapi sayangnya tidak bisa digunakan pada perayaan
ulang tahun ini. Dalam kesempatan lustrum, pemain, yang telah mempertahankan
warna PSMS 10 sampai 40 kali atau lebih mendapat penghargaan, sementara kapten tim
Mochtar Siregar yang tetap setia dengan asosiasi selama 5 tahun sebagai anggota
dewan juga diberi penghargaan’. [catatan: Mochtar Siregar adalah kapten Tim
Sahata VC di era kolonial Belanda].
Tim Burma tiba di Medan |
PSMS vs Persidja 6-3 (Revanche) |
Susunan pemain PSMS vs Persidja |
Tim Persidja dan PSMS memasuki lapangan |
Dalam perkembangan selanjutnya, pertemuan
antara Persidja dan PSMS terus terjadi. Kejuaraan Antar Perserikatan menjadi
ajang pembuktian kedua tim. Masih pada tahun1954, Persidja dan PSMS bertemu dalam
babak 6 Besar Kejuaraan Antar Perserikatan yang berlangsung pada tanggal 26-12-1954.
Persidja menak 2-1 atas PSMS, dan Persidja menjadi juara (mengambil tahta yang
selama ini dipegang oleh Persibaja).
Het nieuwsblad voor Sumatra, 30-07-1957 |
Pada Kejuaraan Antar Perserikatan tahun 1966/1967
Persidja meredup. Sementara PSMS Medan berhasil menjadi juara Kejuaraan Antar
Perserikatan. Ini berarti rekor juara Persidja dapat disamai oleh PSMS Medan
(Persidja juara tahun 1954).
Dengan semakin membaiknya situasi nasional, pada tahun
1967 di Medan, nama Marah Halim Harahap yang tengah menjabat sebagai Kepala
Staf Kodam (Kasdam) II Bukit Barisan muncul ke permukaan sebagai kandidat kuat
Gubernur Sumatera Utara. Akhirnya, Marah Halim yang waktu itu sudah berpangkat
Kolonel terpilih menjadi Gubernur setelah melalui mekanisme Sidang DRPD
Propinsi Sumatera Utara. Marah Halim Harahap diangkat sebagai Gubernur Sumatra
Utara pada tanggal 31 Maret 1967. Seorang ‘gibol’ kembali menjadi Gubernur
Sumatra Utara. Sebelumnya, gubernur pertama, Abdul Hakim Harahap adalah seorang
gibol yang merintis jalan membangun Stadion Teladan dengan menggunakan skema
pencalonan kota penyelenggaran PON III di Medan tahun 1953.
Pada Kejuaraan Antar Perserikatan tahun 1969/1971
kembali PSMS menjadi juara. Ini untuk kali kedua berturut-turut menjadi juara
nasional. Tingkat pencapaian PSMS yang OK dan kondisi Sumatra Utara dalam soal
pembangunan yang pesat, Gubernur Marah Halim Harahap memproklamirkan
diadakannya turnamen di Medan dengan nama turnamen sesuai namanya: Marah Halim Cup. Gibol ya,
tetaplah gibol.
Jika Soekarno meminta Negara untuk membangun Hotel
Indonesia, Stadion SGBK dan Gedung Sarinah dimaksudkan untuk menunjukkan harga
diri terhadap bangsa lain jelang Asian Games 1962, setali tiga uang, Marah
Halim meminta pihak swasta (T.D. Pardede) untuk membangun hotel mewah di Medan
dan Parapat agar para investor asing terutama ASEAN tertarik datang dan
bersedia menanamkan modalnya di Sumatra Utara. Juga agar para tamu asing yang
datang untuk turnamen Marah Halim Cup menjadi lebih nyaman dan menunjukkan
harga diri. Sebagai Gubernur, Marah Halim dari sisi pemerintah mendukung
pengembangan infrastruktur dengan membangun dua bandara di wilayah Keresidenan
Tapanuli yakni di Tapanuli Utara (dekat danau Toba) dan Tapanuli Selatan (dekat Percandi di Padang Lawas) agar para investor asing
dan investor domestik dari Jakarta mau menengok potensi ekonomi di Tapanuli. Kini dua wilayah itu sudah berkembang secara ekonomi: Danau Toba menjadi destinasi wisatainternasional dan Padang Lawas menjadi perkebunan kelapa sawit terluas di Sumatra Utara.
Marah Halim Harahap lalu berkekuatan hati.
Sepakbola Sumatra Utara harus nomor satu di Indonesia. Untuk itu, diperlukan
wadah untuk tetap menjaga performa PSMS sebagai piramida tertinggi, puncak para
pemain-pemain terbaik di Sumatra Utara untuk berkokok lebih nyaring. Wadah itu
adalah sebuah turnamen sepakbola internasional di Medan. Kebetulan baru-baru
ini (September 1971), Pangeran Bernhard dari Belanda berkunjung ke rumah dinas
gubernur, entah ada kaitannya dengan sepakbola, kita tidak tahu.Yang jelas,
tiga bulan sebelumnya, klub PSV melawat ke Medan melawan PSMS. Inilah klub
profesional Belanda untuk kali pertama datang ke Indonesia di Medan (lihat Het
vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 15-06-1971). Hasilnya PSV
mengalahkan PSMS dengan skor 4-0 (lihat De Telegraaf, 16-06-1971). Untuk
merealisasikan gagasan ini, lantas Marah Halim mengundang tokoh-tokoh sepakbola
Sumatra Utara. Di dalam rumah dinas gubernur, 1971, Marah Halim menyambut tiga
gibol: Kamaruddin Panggabean, TD Pardede dan Muslim Harahap. Ketiga orang ini
tidak asing dengan sepakbola Medan dan PSMS.
Kamaruddin Panggabean pernah menjadi sekretaris
PSMS pada periode 1951-1952 (mantan pemain klub Sahata Medan di era kolonial
dan pada tahun 1955 sebagai Komisaris PSSI di Sumatra Utara); TD Pardede adalah
seorang pengusaha besar dan mantan bendahara PSMS pada periode 1952-1953 (bendahara
Persidja dalam kepengurusan yang baru tahun1950 adalah BC Harahap, seorang
pengusaha di Djakarta); dan Muslim Harahap, mantan Ketua Umum PSMS pada periode
1959-1960 dan pernah menjadi Manaher Tim PSMS ketika melawan Persidja di
Djakarta 1954. Pada periode tersebut (1950-1960) Marah Halim Harahap sendiri adalah
perwira menengah di jajaran komando pertahanan di Medan Kini (1971), pada usia mereka yang tidak muda
lagi, empat gibol yang sudah saling kenal sejak lama ini sepakat untuk membuat satu
turnamen sepakbola (yang pertama di Indonesia). Gubernur Marah Halim Harahap
meminta Kamaruddin Panggabean, yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris untuk menjadi
ketua pengelola turnamen sekaligus urusan luar negeri; TD Pardede diminta untuk
mendukung untuk suksesnya turnamen dan mengajak pengusaha lainnya untuk
berpartisipasi; dan Muslim Harahap diminta untuk memfasilitasi dan
mengkoordinasikan dengan stakeholder lainnya terutama dari pihak pemerintah
sekaligus urusan dalam negeri. Tugas ini tampaknya tidak sulit baginya, sebab
Muslim Harahap Harahap adalah sekreatis pertama Komite Olahraga Indonesia di
Sumatra Utara (KOI-SU) yang dibentuk tahun 1955 (lihat Het nieuwsblad voor
Sumatra, 11-03-1955). Lantas tiba-tiba Muslim Harahap bertanya: ‘Apa nama
turnamennya, Jenderal?’ (Marah Halim selama menjadi gubernur telah mendapat
kenaikan pangkat dua kali menjadi Mayor Jenderal). Marah Halim menjawab: ‘Saya
tidak tahu, cari sendirilah. Tapi perlu dipikirkan baik-baik. Tapi saya tahu
bahwa dulu pernah ada turnamen hebat di Medan ini’. TD Pardede bertanya:
‘Turnamen apa namanya, friend?’. Marah Halim menjawab: ‘Turnamen Mathewson
Beker, yang penyelenggaraannya pada era Nederlandsche Indie, dimulai tahun
1915. Penggagasnya adalah Mr. Mathewson, konsul Inggris yang ditempatkan di
Medan…’. Kamaruddin Panggabean memotong kisah dari Marah Halim itu, lalu
spontan: ‘Kalau begitu, nama turnamennya Marah Halim Cup saja’. Muslim Harahap
menyahut: ‘Itu sudah pas, lae. Ada historisnya dan itu menjadi mudah membuat
dasar legalitasnya’. Pertemuan ditutup.
Turnamen Marah Halim Cup yang pertama dimulai
tahun 1972. Panitia Marah Halim Cup, Kamaruddin Panggabean tidak lupa
mengundang Persidja Jakarta, bukan sebagai musuh tetapi sahabat PSMS Medan.
Turnamen dibagi dua grup. Di partai semi final Persidja bertemu PSMS. Dalam
pertemuan untuk yang kesekian kali ini, PSMS dapat mengalahkan Persija 1-0. Di
final PSMS bertemu Persebaya. Juara akhirnya diraih PSMS dengan mengalahkan
Persebaya dengan skor 3-1. Persidja sendiri masih bisa mengamankan tempat
ketiga setelah mengalahkan Persema.
Pada tahun berikutnya 1973 Persija bertemu lagi dengan
PSMS (di partai final). Persija kalah 0-1 dan PSMS menjadi juara. Pada tahun
berikutnya tahun 1974 PSMS hanya mampu sebagai runner-up setelah dikalahkan
kesebelasan Jepang di final. Dua tahun kemudian secara berturut-turut turnamen
Marah Halim Cup dimenangkan tim dari Australia. Pada tahun 1977 Persija yang
naik tahta menjadi juara setelah mengalahkan tim dari Jepang dengan skor 1-0.
Pada tahun 1978 giliran PSMS di final namun kalah melawan tim Burma. Padab
tahun 1979 kembali tim Burma juara setelah mengalahkan tim dari Islandia dengan
adu penalti. Pada tahun 1980 kembali Burma di final tetapi dikalahkan tim dari
Belanda. Tahun 1981 tim Korea Selatan mengalahkan tim Jepang di final. Tahun
1982 tim Jerman Barat mengalahkan tim Jepang di final. Tahun 1983 kembali PSMS
di final tetapi kalah dari tim asal Korea Selatan. Pada tahun 1984 tim dari
Irak mengalahkan tim dari Inggris di final. Pada tahun 1985 kembali tim yang
sama dari Inggris dikalahkan tim dari Korea Selatan di final. Tahun 1986 tim
asal Yugoslavia mengalahkan tim Korea Selatan di final. Pada tahun 1988 kembali
PSMS di final tetapi dikalahkan oleh tim dari Jepang. Pada tahun 1989 tim
Jepang dikalahkan tim Belanda di final. Pada perhelatan yang terakhir tahun
1995 sesama tim Medan di final: Medan Jaya mengalahkan Harimau Tapanuli dengan
skor 2-1.
Secara keseluruhan turnamen Marah Halim Cup
yang berlangsung sejak 1972 hingga 1995 berlangsung sebanyak 19 kali. Jumlah
ini tergolong terbanyak di dunia sebagai turnamen yang penyelenggaraannya
berlangsung cukup lama. Turnamen Marah Halim Cup adalah satu-satunya turnamen
di Indonesia (hingga saat ini) yang masuk kalender FIFA. Peran Kamaruddin
sangat besar dalam suksesnya penyelenggaraan Marah Halim Cup.
Kamaruddin Panggabean adalah pesepakbola
sejati: dari pemain hingga pengurus sepak bola (klub dan bond) hingga pengelola
turnamen Marah Halim Cup. Kamaruddin Panggabean memulai karir sepakbola sebagai
kiper di klub IVC Medan yang berkompetisi di perserikatan OSVB tahun 1931
(lihat De Sumatra post, 15-12-1930). [Jika disebutkan Kamaruddin Panggabean
lahir tahun 1918 maka umurnya pada tahun 1930 baru 12 tahun. Jika tahun lahir
adalah benar, maka Kamaruddin Panggabean sudah bermain sepak bola sejak belia. Kamaruddin
Panggabean meninggal tahun 1999 dan disebutkan berusia 81 tahun (berdasarkan
tahun kelahiran tahun 1918). Besar dugaan Kamaruddin Panggabean yang meninggal tahun
1999 berumur lebih dari 81 tahun (kemungkinan sekitar 84 atau 85 tahun)]. Klub
yang berkompetisi di OSVB adalah CSC, HVV, VOP, MSV, IVC, PSV, DSV, LSV dan Go
Ahead.
Kamaroeddin Panggabean kemudian pindah ke klub
di Belawan bernama Unie Kampong (UKVC) yang ikut kompetisi di OSVB dan tetap sebagai kiper (De Sumatra post, 18-07-1932).
Pada paruh musim klub UKVC berada di peringkat yang baik (lihat De Sumatra
post, 15-05-1933). UKVC lalu berhasil menjuarai kompetisi (De Sumatra post, 02-11-1934).
Setelah sekian lama Kamaroeddin Panggabean terinformasikan sebagai pemain klub Serbelawan
(Simaloengoen). Posisinya bukan lagi kiper tetapi bergeser menjadi gelandang (De
Sumatra post, 27-01-1936). Pada akhir tahun 1936 Kamaroeddin Panggabean terdeteksi
menjadi pemain klub Kisaran dan kembali ke posisi awal sebagai kiper (De
Sumatra post, 28-12-1936). Pada awal tahun 1937, Kamaroeddin Panggabean membela
klub Boenoet Tebing Tinggi sebagai kiper (De Sumatra post, 22-02-1937).
Pada tahun 1938 Kamaroeddin Panggabean menjadi
pemain klub MSV Medan sebagai gelandang sayap (De Sumatra post, 04-04-1938). Masih
pada tahun yang sama Kamaroeddin Panggabean menjadi pemain gelandang klub
SAHATA Medan (lihat De Sumatra post, 02-07-1938). Disebutkan bahwa klub SAHATA
makin kuat karena baru saja mengalahkan juara Medan, MCVC (Tionghoa) dan akan
melawan klub juara Asahan (Gemeente VC). Apakah klub SAHATA Medan makin kuat
karena faktor Kamaroeddin Panggabean sebagai pemain baru? Di klub SAHATA sudah
ada penyerang terbaik di OSVB Damora Harahap.
Klub SAHATA didirikan oleh Abdul Hakim
Harahap, anggota dewan kota (gemeenteraad) Medan pada tahun 1936. Abdul Hakim Harahap kelak
menjadi Gubernur Sumatra Utara (1951-1953). Pada tahun 1938 klub SAHATA dipimpin
oleh GB Josua Batubara (pemilik Joshua Instituut). Klub Sahata tidak terbendung
lagi di Medan. Akan tetapi klub SAHATA mendapat batu sandungan karena kalah
untuk kali pertama melawan MCVC (De Sumatra post, 13-03-1939). MCVC revans
terhadap Sahata. Setelah berjaya di Medan, klub SAHATA melakukan lawatan ke
Sibolga di Tapanoeli. Di Sibolga mendapat perlawanan yang sepadan dan hanya
menang tipis 3-2 (De Sumatra post, 15-05-1939). Kamaruddin Panggabean adalah
pemain terbesar (tinggi besar) di klubnya SAHATA (De Sumatra post, 27-11-1939).
Kamaruddin Panggabean adalah salah satu tim inti OSVB ketika melawan
kesebelasan Atjeh (De Sumatra post, 21-03-1940)
De Sumatra post, 20-11-1941 |
Setelah SAHATA keluar dari OSVB tersebut nama
Kamaruddin Panggabean juga secara perlahan menghilang dari pemberitaan (surat
kabar berbahasa Belanda, De Sumatra Post). Namun demikian, klub Sahata masih
bisa melawat ke Sibolga (De Sumatra post,
21-07-1941) dan di Padang (De Sumatra post, 22-07-1941). Di Medan Sahata
sudah tidak semangat main lagi, bahkan Kamaruddin Panggabean hanya bermain lima
belas menit (De Sumatra post, 28-07-1941). Sejak bulan Juli 1941 baik nama
Sahata maupun nama Kamaroeddin Panggabean tidak pernah muncul lagi hingga
terjadinya pendudukan militer Jepang Maret 1942.
FNI tidak hanya di Medan, namun FNI yang juga strategis dan berpengaruh terdapat di Sibolga dan Soerabaya . Ketua FNI Sibolga adalah Moehammad Nawi Harahap dan ketua FNI Surabaya adalah Doel Arnoyo. Lantas mengapa di tiga kota itu begitu populer FNI?mengapa di tiga kota itu populer (sangat sentral dan berpengarih) FNI? Hal ini karena di tiga kota tersebut perang gerilya masih berlangsung hingga tiba waktunya gencatan senjata bulan Juli 1949 dalam rangka proses perundingan di Den Haag (KMB). Untuk sekadar diketahui: Wali Kota Surabaya berada di pengungsian di Toeloengangoeng dan peran di dalam kota Surabaya dipimpin oleh Doel Arnowo. Wali Kota Surabaya di pengungsian adalah Dr. Radjamin Nasution, seorang gibol, pendiri bond sepak bola kantor/perusahaan (SKVB), penasehat Persibaja adalah Kapten Tim Docter Djawa VC di Batavia yang tahun 1909 melawat ke Medan untuk bertanding dengan klub Medan (Tapanoeli VC). Dr. Radjamin Nasution (yang sekelas dengan Dr. Soetomo) adalah kakak kelas Dr. Gindo Siregar dan Dr. Djabangoen Harahap di STOVIA.
Nama Kamaroeddin Panggabean muncul kembali di Medan tahun 1952. Saat itu, situasi dan kondisi sudah kondusif di Medan (setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda). Gubernur baru Sumatra Utara sudah diangkat Abdul Hakim Harahap (pendiri klub Sahata Medan). Pada bulan Februari 1952, Abdul Hakim Harahap, gubernur ‘gibol’ meminta para anggota bond PSMS untuk melakukan pertemuan untuk pemilihan umum. Lalu pertemuan diadakan pada tanggal 24 Februari 1952 (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 25-02-1952). Hasil pertemuan tersebut terbentuknya pengutus baru PSMS: Amir Hamzah (Ketua) dan para anggota Mochtar [Siregar], Kamaruddin [Panggabean], [Abdul Hamin] Lubis, Firdaus, de Raadt, Jans, Korver en Tjong Jong Liong. Inilah untuk kali pertama nama Kamaroeddin Panggabean muncul kembali setelah sekian lama. Terakhir namanya terinformasikan pada tahun 1941. Mereka pengurus PSMS ini adalah hampir semua adalah eks pemain sepak bola di Medan pada era kolonial Belanda. Kamaroeddin Panggabean (Sahata); Mochtar Siregar (Deli Mij VC); Tjong Jong Liong (MCVC); Amir Hamzah (VOP).
Dalam penyelenggaraan PON III Medan, Kamaroeddin Panggabean adalah Ketua seksi sepak bola (Het nieuwsblad voor Sumatra, 12-03-1954). Untuk ketua seksi keamaan adalah ‘anak muda pemberani’ Kapten Marah Halim Harahap (kelak menjadi Gubernur Sumatra Utara). Penanggungjawab PON III adalah Gubernur Abdul Hakim Harahap (pendiri Sahata VC) sedangkan Ketua Harian PON III Medan sendiri adalah GB Joshua Batubara (Pimpinan klub Sahata Medan pada era Kolonial Belanda, suksesi Abdul Hakim Harahap. Kamaroeddin Panggabean adalah pemain inti Sahata VC. Klop sudah Abdul Hakim Harahap, GB Joshua Batubara dan Kamaroeddin Panggabean satu kata (sahata) dalam penyelenggaraan PON III Medan (sama-sama eks klub Sahata Medan). Nama Kamaroeddin Panggabean terus berkibar di sepak bola Indonesia. Pada tanggal 26 dan 27 Desember 1955 Kongres PSSI di Bandoeng. Salah satu hasil keputusan adalah terpilihnya kembali Maladi sebagai Ketua Umum PSSI. Keputusan lain adalah menetapkan lima komisaris di provinsi: Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur; Nusatenggara, Sumbawa dan Sulawesi. Untuk komisaris PSSI di Sumatra Utara diangkat Kamaroeddin Panggabean (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-12-1955).
Saat Marah Halim Harahap dipilih dan diangkat menjadi Gubernur Sumatra Utara tahun 1967, Kamaroeddin Panggabean mendapat angin kembali setelah sebelumnya sempat redup. Marah Halim Harahap dan Kamaroeddin Panggabean yang sama-sama eks pantia PON III Medan kembali duduk satu meja untuk memikirkan kembali kemajuan sepak bola Sumatra Utara khususnya PSMS Medan. Dua gibol berpikir ulang kembali tentang sepak bola Sumatra Utara. Inilah dasar munculnya turnamen Marah Halim Cup yang dimulai tahun 1972 (berakhir tahun 1995). Selama penyelenggaraan turnamen ini klub-klub perserikatan berpartisipasi khususnya Persija dan PSMS. Klub-klub Galatama (liga utama) yang mulai tahun 1978 juga menyusul berpartisipasi termasuk Pardedetex (milik TD Pardede) dan klub Mercu Buana (milik Probo Soetedjo, yang juga anak Medan), Manajer Pardedetex adalah Joni Pardede (anak TD Pardede). Pardedetex mendatangkan pemain asing pertam di Indonesia yakni Jairo Matos (asal Brasil). Sedangkan Manajer Mercu Buana adalah Kamaroeddin Panggabean. Salah satu pemain Mercu Buana yang terkenal adalah Djadjang Nurdjaman. Saat-saat itulah Djadjang Nurdjaman (pelatih PSMS sekarang) jatuh hati kepada putri cantik Kamaroeddin Panggabean. Ompung Kamaroeddin Panggabean meninggal dunia tahun 1999. Ompung Marah Halim Harahap meninggal dunia tahun 2015.
Dalam sejarah sepak bola Indonesia hanya
beberapa Gubernur yang tergolong ‘gibol’ yang mana dua diantaranya dari Sumatra
Utara: Abdul Hakim Harahap dan Marah Halim Harahap. Kedua gubernur beda
generasi ini, selain memiliki minat yang sama dalam sepak bola ternyata keduanya
sudah saling mengenal. Pada saat penyelenggaraan PON III di Medan tahun 1953,
Presiden Soekarno tidak menginap di hotel tetapi di rumah dinas Gubernur Abdul
Hakim Harahap. Komandan pengawalan Presiden Soekarno selama berada di rumah
Gebernur Abdul Hakim Harahap, tanggung jawab keamanan dipimpin oleh Kapten
Marah Halim Harahap.
Marah Halim Harahap lahir di Padang Sidempoean tahun
1929. Pada era perang kemerdekaan memimpin pasukan di Riau dengan pangkat
letnan. Sepulang dari perang (pasca pengakuan kedaulatan RI) ditarik ke Medan
dan pangkatnya dinaikkan menjadi kapten dan mengisi pos jajaran militer dengan
fungsi staf perwira di wilayah militer Sumatra Timur di Medan. Pada saat
penyelenggaraan PON III di Medan, Kapten Marah Halim Harahap bertugas untuk
pengamanan Presiden Soekarno selama di Medan. Selama di Medan Presiden Soekarno
tidak menginap di hotel (karena pemberontakan di Atjeh sudah mulai bergolak)
melainkan di rumah dinas Gubernur Abdul Hakim Harahap. Satu-satunya perwira
yang diizinkan masuk ke rumah gubernur saat itu adalah Kapten Infantri Marah
Halim. Pada tahun 1954 pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor. Pada tahun 1957
mengikuti pendidik SSKAP di Bandung (kini Seskoad) dan sepulang dari pendidikan
beberapa lama kemudian pangkatnya dinaikkan menjadi Luitenan Kolenel sehubungan
dengan munculnya pemberontakan PRRI/Permesta. Setelah peristiwa G 30 S/PKI
pangkatnya dinaikkan menjadi Kolonel. Pada tahun 1967 nama Kolonel Marah Halim
Harahap semakin populer di Medan lalu DPRD memilih Marah Halim Harahap menjadi
Gubernur Sumatra Utara. Sebagaimana diketahui Marah Halim Cup dimulai tahun
1972. Marah Halim menjadi gubernur Sumatra Utara lebih dari dua periode (10
tahun) gubernur terlama dan berakhir tahun 1978. Marah Halim Harahap meninggal
dalam usia tinggi 94 tahun pada tahun 2015.
Di level Wali Kota/Bupati hanya terdapat
beberapa yang ‘gibol’. Di Surabaya terdapat Wali Kota yang gibol yakni Dr.
Radjamin Nasution (Wakil Wali Kota di era pendudukan Jepang dan menjadi Wali
Kota pasca Proklamsi Kemerdekaan RI 1945). Radjamin Nasution adalah kapten tim
klub Docter Djawa VC (STOVIA) tahun 1909; pendiri DVB Medan 1923 (lihat De Sumatra
Post terbitan 13-02-1923); pendiri SKVB Surabaya
tahun 1936; dan penasehat Persibaja (pasca pengakuan kedaulatan RI). Di Medan
hanya Wali Kota Rahudman Harahap (2010-2013) yang terbilang ‘gibol’, namun sayang
selama menjabat, PSMS Medan harus terdegradasi dari liga level atas ke liga
level-2. Baru pada tahun 2017 baru lalu PSMS kembali promosi ke liga level atas
(Liga-1, 2018). Wali Kota Medan yang sekarang (Dzulmi Eldin) bukan tergolong
‘gibol’ tetapi anaknya ternyata seorang ‘gibol’ bernama Edryansyah Rendy masih
berumur 25 tahun). Edryansyah Rendy adalah Manajer Tim PSMS yang mendampingi
coach Djadjang Nurdjaman dalam Piala Presiden 2018. Apakah nanti Edryansyah
Rendy akan mengikuti jejak Manajer Tim PSMS tahun 1954: Muslim Harahap yang
kemudian menjadi Ketua Pengurus PSMS Medan (periode 1959-1961). Dan lantas
apakah Djadjang Nurdjaman mampu mengangkat prestasi PSMS kembali seperti
dulu? Kita tunggu.
Djadjang Nurdjaman yang menjadi pelatih PSMS Medan
sekarang ini tidak lain adalah menantu Kamaruddin Panggabean. Sebagaimana kita
ketahui, PSMS beberapa hari ke depan akan menghadapi Persija di semi final
Piala Presiden 2018 di Stadion Manahan Solo. Di dalam diri coach Djadjang
Nursjaman, misi mengalahkan Persidja, bukanlah misi sebagai mantan pelatih
Persib Bandung, tetapi misi membawa sejarah PSMS yang juga turut dibentuk oleh
mertuanya: Kamaruddin Panggabean. Perhatikan gestur (alamiah) Djadjang
Nursjaman merayakan gol dan kemenangan PSMS ketika mengalahkan Persib. Coach
Djadjang Nursjaman mendua (adil): sangat senang luar biasa merayakan gol dan
kemenangan (misi sejarah PSMS dari sisi mertuanya), tetapi hal yang dipikirkan
dan dikesankan tidak berlebihan (untuk menghormati bobotoh dan mantan klubnya
Persib). Bagaimana reaksinya terhadap Persija nanti? Realsi ganda. Andaikan
tecipta gol dan meraih kemenangan atas Persidja, jika dan hanya jika Djadjang
sebugar Greg Nwokolo, Djadjang Nurdjaman akan merayakannya dengan lompatan
salto. Sebaliknya, jika kebobolan atau kalah dari Persija, Djadjang Nurdjaman
akan otomatis terduduk lesu darah dan berjalan dengan kepala menunduk (alamiah
dan sekaligus memberi rasa hormat ke Pesija).
Pertemuan kali pertama Persija dan PSMS
terjadi pada tahun 1952 pada Kejuaraan Antar Perserikatan 1952. Namun demikian,
rivalitas Persija vs PSMS baru dimulai pada tahun 1954, tepatnya pada
pertandingan terakhir Kejuaraan Antar Perserikatan 1953/1954. Dalam
pertandingan Persija vs PSMS tersebut harus berakhir yang mana PSMS keluar dari
lapangan karena pihak PSMS merasa wasit tidak cermat dan tidak tegas. Kubu PSMS
menganggap tidak ada masalah dengan Persija, PSMS hanya bermasalah dengan
wasit.
Bukti tidak ada masalah antar tim, kubu Persija
menawarkan pertandingan revanche di Medan. Dalam pertandingan di Medan dengan
wasit asal Burma berjalan dengan baik. Dalam pertandigan tersebut PSMS berhasil
mengalahkan Persidja. Bukti lain, nyata-nyata Tim Nasional yang dibentuk PSSI
beberapa bulan kemudian justru dihuni dan didominasi oleh pemain-pemain PSMS (6
pemain) dan Persija (2 pemain) serta tiga pemain dari tim perserikatan lainnya.
Jelas bahwa kisruh pertandingan Persidja vs PSMS hanya masalah wasit yang
kurang cermat dan tidak tegas. Persoalan berada pada wasit.
Tidak diketahui secara pasti sudah berapa
kali tim Persija bertemu PSMS sepanjang masa. Setiap penyelenggaraan Kejuaraan
Antar Perserikatan (era perserikatan), sejak 1952 hingga berakhir tahun 1994 baik
Persija maupun PSMS selalu berpartisipasi. Berdasarkan data yang tersedia, paling
tidak Persija dan PSMS telah bertemu sebanyak 31 kali. Hasil yang paling banyak
terjadi adalah imbang (draw) sebanyak 14 kali. Persija menang 11 kali dan PSMS hanya
6 kali. Kedua tim pernah menjadi juara bersama. Di luar itu, Persija menjadi
juara 3 kali, sedangkan PSMS 4 kali. Jika ditambahkan di sini, Persija pernah 3
kali sebagai runner-up, sementara PSMS sebanyak 4 kali.
Antara Persija dan PSMS secara head to head Persija
unggul terhadap PSMS. Namun dalam pencapaian prestasi (baik juara maupun
runner-up) PSMS lebih unggul dari Persija. Satu hal yang menarik pertemuan
Persija dan PSMS sepanjang penyelengaraan Kejuaraan Antar Perserikatan hampir
separuhnya berakhir draw (imbang).
Dalam liga profesional (Liga Indonesia) yang
dimulai tahun 1994 klub Persija dan klub PSMS telah bertemu sebanyak 19 kali.
Persija menang 11 kali, PSMS menang 5 kali. Hasil imbang (draw) sebanyak 3
kali. Jumlah pertemuan antara Persija dan PSMS selama berlangsungnya Liga
Indonesia terbilang relatif sedikit jika dibandingkan dengan era perserikatan
(amatir). Hal ini karena beberapa tahun PSMS berada di liga kedua (kedua tim
tidak bertemu). Tidak bertemunya kedua tim juga karena liga sendiri ada yang
dibagi dua tiga wilayah (barat, tengah dan timur). Disamping itu, hasil
pertemuan kedua tim pada masa dualisme federasi (PSSI vs KPSI) tidak dicatat
dalam hal ini. Namun demikian, dari pertemuan yang dicatat di sini, Persija
unggul head to head dengan PSMS.
Rekor pertemuan yang dideskripsikan di atas, sesungguhnya
belum termasuk pertemuan antara Persija dan PSMS di luar Kejuaraan Antar
Perserikatan dan Liga Indonesia. Pertemuan antara Persija dan PSMS lainnya
terjadi pada berbagai turnamen di luar turnamen Marah Halim Cup di Medan. Dalam
Piala Indonesia tercatat Persija vs PSMS bertemu pada semi final 2005: leg-1
PSMS menang dengan skor 2-1 dan pada leg-2 Persija menang 3-1 dan perebutan
tempat ketiga 2006 Persija menang lawan PSMS dengan skor 2-0.
Rekor pertemuan antara Persija dan PSMS sejak
1952 sepanjang masa (hingga hari ini) dalam berbagai label pertandingan sudah
cukup banyak. Dengan demikian, setiap pertandingan antara Persija dan PSMS pada
masa ini haruslah dipandang sebagai rivalitas yang berlabel pertandingan klasik
(el clasico). Ada dinamika dan romantisme diantara kedua tim. Oleh karenanya
pertandingan antara Persija dan PSMS, paling tidak selalu ditunggu oleh para
suporter masing-masing.
Pertandingan Final Persib vs PSMS di stadion Senayan, 1985 |
Pertandingan Persija dan PSMS dalam semi
final Piala Presiden 2018 yang akan dilaksanakan pada tanggal 10 Februari ini (leg-1
dan tanggal 13 Februari leg-2) sudah sangat intens dibicarakan di berbagai
media. Bahkan intensitas pembicaraan Persija vs PSMS jauh lebih hingat bingar
jika dibandingkan dua kontestan lainnya di semi final antara Bali FC dan
Sriwijaya FC. Ini membuktikan bahwa fokus perhatian bukan pada semi finalnya tetapi
lebih pada pertemuan dua tim legendaris (pertandingan klasik).
Breaking News: Spirit Medan dengan semboyan baru suporter Ribak Sude
seakan muncul kembali pada awal tahun 2018. PSMS dan Persija sama-sama melaju
ke semifinal Piala Presiden 2018 dan harus bertemu setelah sekian waktu tidak
pernah bertemu. Pimpinan PSMS menyebut di media: ‘Ini nostalgia masa perserikatan.
Di babak grup Piala Presiden 2018 kami sudah menaklukkan tim-tim perserikatan,
Persib dan PSM, kemudian Persebaya di perempat final. Mengapa kami tak bisa
kalahkan Persija?’ demikian pengurus PSMS memulai psywar terhadap Persija.
Statement ini tampaknya mirip yang pernah terjadi pada tahun 1954.
Satu hal dari pertemuan antara Persija dan
PSMS kali ini adalah soal homebase ketika semi final Piala Presiden 2019 dilakukan
dengan format home and away. Kedua tim disebut tidak memiliki homebase.
Homebase PSMS di stadion Teladan Medan tengah renovasi; sedangkan homebase
Persija yakni Stadion Gelora Bung Karno (pengganti stadion Ikada) tempo doeloe,
meski baru habis renovasi tetapi tidak bisa digunakan karena ada test event
Asian Games 2018. Inilah nasib dua tim klasik, yang notabene dua tim pertama di
Indonesia yang memiliki stadion yang megah di masa lampau. Stadion Ikada
Djakarta yang dibangun jelang PON II (1952) menjadi homebase Persija dan stadion
Teladan Medan yang dibangun jelang PON
III (1954).
Breaking News: Dengan ketiadaan homebase, baik PSMS dan Persija telah
menetapkan homebase masing-masing di stadion Manahan Solo. Ini berarti
pertandaingan kandang dan tandang untuk Persija dan untuk PSMS akan terjadi di
stadion yang sama.
Bagaimana hasilnya, kita lihat saja nanti.
Selamat bertanding. Jangan lupa spirit sportivitas. Para suporter kedua tim
harus damai. Sebab pertemuan Persija dan PSMS akan terus berulang yang disebut
El Clasico.
Breaking News: Jelang pertandingan Persija vs PSMS muncul
statement-statement heroik: Persija Haram Lepas Laga Melawan PSMS Demi AFC Cup
2018; Persija Lebih Fokus Hadapi PSMS Ketimbang JDT (klub Malaysia); Ismed
Sofyan menghimbau Jakmania padati stadion Manahan.
Persija tampaknya tidak ingin mengabaikan
pertandingan melawan PSMS. Ini menunjukkan rivalitas Persija dan PSMS tidak ada
habisnya (klasik). Apalagi dengan mengalahkan PSMS akan membuka jalan bagi
Persija untuk juara (sportivitas). Bandingkan dengan PSM Makassar di fase grup,
hatinya mendua dan tidak jelas. Ini menunjukkan bahwa meski PSM klub legendaris
tetapi tidak ada rasa memiliki tradisi klasik dengan lawan-lawannya (di fase
gerup ada Persib dan PSMS). Cilakanya, PSM bahkan berdalih datang ke Bandung
hanya dengan tim klas dua dan hanya menganggap sebagai cara untuk menguji
pemain muda. Sedangkan yang senior difokuskan (yang bersamaan) untuk meraih
juara Super Cup Asia di Makassar (tidak resmi) yang diselenggarakan sendiri.
Akhirnya PSM juara se-Asia di Makassar dan tim PSM hancur lebur di Bandung. Bandingkan
dengan Persija, yang juga di waktu yang bersamaan bahkan harus bertanding di
Piala AFC di Malaysia (kujuaraan resmi yang diagendakan AFC) bahkan mengusung
dua tujuan: mengalahkan rivalitas PSMS dan melaju ke final, juga tak kalah
penting untuk mampu mengalahkan klub Malaysia. Inilah karakter Persija sejati yang
terpuji di dalam kancah sepak bola Indonesia. Saya suka ini. Cara kita menghargai sepak bola negeri sendiri, Ibndonesia. Semoga saja Persija sukses. Salam dari
Depok. Jasmerah.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar