*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Banyak istana di
Indonesia tetapi hanya beberapa buah istana negara (istana kepresidenan) dan
hanya satu buah Istana Merdeka. Kembaran Istana Negara yang berada di Lapangan
Monas inilah yang disebut Istana Merdeka, tempat Presiden Republik Indonesia
bekerja. Apakah karena fungsinya yang berbeda, lalu letak Istana Negara
menghadap ke utara di sisi jalan Veteran, sementara Istana Merdeka menghadap ke
selatan di sisi Lapangan Monas (dulu disebut Koningsplein). Istana Negara ini
dulu di era Pemerintah Hindia Belanda disebut Hotel (istana) Gubernur Jenderal.
|
Istana Gubernur Jenderal di Koningsplein (Rijswijk-Noordwijk, 1740) |
Bayangkan di masa lampau di era VOC, dibangun
dua benteng (fort) di selatan stad (kota) Batavia yakni fort Rijswijk (di sisi timur
sungai Kroekoet) dan fort Noordwijk (di sisi barat sungai Tjiliwong). Dalam
perkembangannya antara dua benteng ini dibangun kanal dengan menyodet sungai
Tjiliwong dan airnya diteruskan menuju sungai Kroekoet. Kanal tersebuat pada
masa ini dikenal sebagai kali yang berada diantara jalan Juanda dan jalan
Veteran yang sekarang. Di sisi jalan Veteran yang sekarang menghadap ke utara pada
masa lampau sebuah bangunan mewah yang disebut Hotel Rijswijk yang menjadi
kediaman Gubernur Jenderal. Sementara pekarangan belakang hotel (istana) tersebut
dijadikan ruang terbuka yang disebut Koningsplein.
Sejarah awal Istana Negara di Lapangan Monas ini
sudah sangat banyak ditulis. Namun bagaimana Istana Gubernur Jenderal (Palace
of Governor General) ini bermula dan bagaimana
dinamika yang terjadi di area sekitarnya kurang terperhatikan. Tidak terlalu
menarik memang, tetapi justru disitulah menariknya mengapa perlu mendeskripsikannya.
Untuk itu, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, lukisan, foto sketsa dan peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini untuk sekadar lebih
menekankan saja*
Hotel Rijswijk dan Koningsplein
Hingga berakhirnyaVOC
(1799), arah pengembangan kota adalah dari Noordwijk ke Pasar Senen
(Weltevreden). Atas dasar itulah pada era Pemerintah Hindia Belanda, Gubernur
Jenderal Daendels (1808-1811) membeli semua lahan berserta bangunan di Weltevreden
untuk dijadikan ibukota (stad) yang baru.
|
Hotel Rijswijk, 1870 (renovasi) |
Stad (kota) Batavia
sudah lama ditinggalkan. Gubernur Jenderal Johannes Siberg (1802-1805) tidak
lagi tinggal di stad Batavia tetapi lebih memilih tinggal di Molenvliet. Rumah
yang ditempati Sieberg ini adalah rumah peniggalan Gubernur Jenderal Reinier de Klerk (1777-1780). Stad (kota)
Batavia dianggap tidak nyaman dan tidak sehat. Pertumbuhan ekonomi
(perdagangan) dan peningkatan keamanan telah memungkinkan para pejabat pemerintah
keluar dari Stadhuis di Batavia. Dimana Daendels bertempat tinggal tidak
diketahui secara jelas, apakah di Molenvliet, Rijswijk atau Weltevreden. Hotel
Rijswijk, 1870 (renovasi)
|
Rumah Reinier de Klerk
di Molenvliet (1760-1780) |
Pada saat itu sudah banyak rumah-rumah mewah. Selain
rumah Reinier de Klerk juga di Weltevreden terdapat rumah mewah yang dibangun
Gubernur Jenderal Jocob Mossel (1750-1751) dan kemudian dibeli dan diperkaya
oleh Gubernur Jenderal van der Parra (1761-1775), Tentu saja masih ada rumah
Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk (1775-1777) di Antjol. Akan
tetapi itu semua rumah-rumah mewah itu jauh dari stad (kota) Batavia. Rumah Reinier
de Klerk adalah rumah mewah yang berada di dekat stad (kota) Batavia. Rumah Reinier
de Klerk di Molenvliet yang ditempati Gubernur Jenderal Sieberg kini menjadi
gedung Arsip Negara.
Di lahan yang baru dibeli ini, sementara bangunan-bangunan
eks peninggalan Jacob Mossel dan van der Parra di Weltevreden dipertahankan,
Daendels mulai membangun Istana Gubernur Jenderal dengan lapangan yang luas.
Lapangan luas ini disebut Waterlooplein (kini Lapangan Banteng). Di kedua sisi
lapangan dan istana ini dibangun dua jalan poros, jalan yang kemudian disebut
jalan Senenweg dan jalan Hospitalweg. Namun semuanya harus tertunda karena
terjadinya pendudukan Inggris tahun 1811.
|
Rijswijk, 1750 |
Pada tahun 1811 Pemerintah Hindia Belanda harus menyerahkan kekuasaan
kepada Inggris. Oleh karena istana yang dibangun Daendels belum selesai, Letnan
Gubernur Jenderal Raffles lebih memilih beribukota di Buitenzorg dan Semarang.
Sebelumnya, Daendels yang menganggap stad (kota) Batavia tidak layak lagi,
Raffles juga tampaknya sependapat. Meskis demikian, sejumlah fungsi
pemerintahan masih tetap dipertahankan di stad Batavia. Ini mengindikasikan,
praktis Weltevreden secara teknis belum bisa digunakan sebagai ibukota baru.
Namun pendudukan Inggris ini tidak lama, pada tahun 1816 dikembalikan kepada
Belanda.
Kembalinya Belanda
berkuasa untuk menggantikan Inggris, Gubernur Jenderal van der Capellen (1816-1826)
awalnya tinggal di Weltevreden (suatu kota yang dirintis oleh Gubernur Jenderal
Daendels (1809-1811). Namun dalam perkembangannya Capellen lebih memilih
menyewa rumah di Rijswijk sebagai tempat tinggal. Boleh jadi karena pembangunan
di Weltevreden masih terkendala. Disamping itu memilih tinggal di Rijswijk
memungkinkan terhubung dengan baik dengan hotel-hotel yang sudah ada di
Molenvliet dan keberadaan Societeit Harmonie di Rijswijk. Rumah Gubernur
Jenderal ini disebut Hotel van Zijne Excellentie den Heere Gouverneur Generaal.
|
Bataviasche courant, 25-11-1820 |
Rumah yang disewa
Pemerintah Hindia Belanda untuk tempat kediamaan Gubernur Jenderal adalah milik
Jacob Andries vab Braam, seorang anggota
Raad van Ned. Indie. JA van Braam besar dugaan adalah sisa-sisa pedagang dari
era VOC. Selain anggota Raad, JA van
Braam juga menjadi ketua kebajikan untuk penanganan kesejahteraan orang Belanda
pasca pendudukan Inggris, Hoofd Komissie av Weldadigheid (lihat Bataviasche
courant, 22-04-1820). Namun tidak lama setelah berita-berita tentang JA van
Braam ini, pada tanggal 12 Mei JA van Braam dikabarkan telah meninggal dunia
(lihat Bataviasche courant, 20-05-1820). JA van Braam adalah pemegang medali
tertinggi dari Kerajaan Belanda. Dari sumber-sumber terkini diketahui JA van
Braam lahir pada tanggal 26 Januari 1771. Itu berarti JA van Braam meninggal
pada usia 49 tahun dengan meninggalkan empat orang anak. Sebelum meninggal, pada
tahun 1819 putra van Braam menikah di Batavia yang dapat dibaca pada sebuah
iklan keluarga. Pada tahun 1833 putri almarhum van Braam menikah dengan Jean
Chrétien Baron Baud (Gubernur Jenderal 1833-1836). JA van Braam sendiri mulai membangun
rumah di Rijswijk pada tahun 1796 (rumah yang diakuisisi Pemerintah menjadi
Hotel Gubernur Jenderal).
|
Sebuah rumah di
Rijswijk, 1770-1785 |
Pada bulan September keluarga Braam
menjual sejumlah properti peninggalan JA van Braam (lihat Bataviasche courant, 14-10-1820).
Rincian properti peninggalan JA van Braam yang dijual terlihat pada iklan bulan
November (lihat Bataviasche courant, 25-11-1820). Properti yang dijual tersebut
adalah dua persil lahan dengan rumah dan perabotannya di Stad Batavia, satu
estate di Land Laanhoof (Pedjompongan); dan estate di land Badar Petee di
Buitenzorg. Selain itu sebuah lahan dan rumah yang berada di jalan Koningsplein
di belakang Hotel Gubernur Jenderal di Rijswijk.
Rumah yang dimiliki oleh
JA van Braam di Rijswijk kemudian dibeli oleh Pemerintah. Lahan milik JA van
Braam yang berada di belakang Hotel Gubernur Jenderal juga dibeli oleh
Pemerintah. Hotel dan lahan yang menghadap Koningsplein itu menjadi menarik
bagi pemerintah untuk pengembangan lebih luas.
|
Kota tua Batavia, Kota baru Weltevreden |
Bangunan swasta di
Rijswijk yang telah diakuisisi Pemerintah letaknya menghadap ke utara di jalan
Veteran yang sekarang. Status hotel yang sebelumnya sewa telah menjadi milik
Pemerintah. Gedung mewah inilah yang kemudian dikenal kemudian sebagai Istana
Negara yang sekarang. Sementara itu, pembangunan Istana Gubernur Jenderal yang
digagas Daendels di Weltevreden tetap terkendala. Sebelum pendudukan Inggris, Gubernur
Jenderal Daendels sejatinya ingin membangun sebuah kota baru dimana di dalamnya
dibangun Istana Gubernur Jenderal yang baru. Namun pendudukan Inggris telah
menyebabkan tertundanya pembangunan ibukota baru dan juga bergesernya orientasi
dimana pusat pemerintah digeser ke Rijswijk. Pembelian rumah di Rijswijk seakan
telah mempertegas orientasi baru pemerintah dalam memilih ibukota baru di
Rijswijk.
|
Rijswijk, 1775 |
Meski demikian, acara-acara kenegaraan seperti
peringatan yang terkait dengan raja tetap dipusatkan di Weltevreden. Hanya saja
yang tetap menjadi persoalan adalah jalan dari Stad Batavia atau Rijswijk (hotel
Gubernur Jenderal) ke Weltevreden masih kerap banjir di waktu hujan. Dalam
perkembangannya diketahui bahwa untuk mengurangi dampak banjir di Weltevreden, kanal
di Kwitang (yang airnya disodet dari sungai Tjuiliwing menuju Soenter) diperbesar
dan juga dilakukan pembangunan kanal baru di belakang Istana Weltevreden dengan
cara menyodet sungai Tjiliwong di barat eks bangunan Jacob Mossel/van der Parras
yang airnya diteruskan ke kanal Goenoeng Sahari.
Dalam penetapan Rijswijk
sebagai tempat untuk membangun Istana/Hotel Gubernur Jenderal, keberadaan lahan
luas di belakang Riswijk yang masih basah (di sana sini terdapat rawa-rawa)
memunculkan gagasan untuk merevitalisasi lahan luas Koningsplein yang
diintegrasikan dengan keberadaan Hotel Rijswijk. Ini dengan sendiri telah
memperkuat positioning Istana/Hotel Rijswijk sebagai ibukota baru. Gubernur
Jenderal van der Capellen cukup lama di istana (hotel) Rijswijk ini. Selama era
van der Capellen inilah rencana penataan Koningsplein dilakukan. Dalam penataan
ini, area kosong yang berada di belakang istana/hotel diproyeksikan sebagai
bagian dari pengembangan Istana/Hotel Rijswijk. Sebelum akuisisi hotel Rijswijk,
Pemerintah telah memfungsikan eks Fort Rijswijk sebagai markas kaveleri (tidak
jauh dari Hotel/Istana Rijswijk yang berada tepat di seberang jalan gedung
Societeit Harmonie).
|
Bataviasche
courant, 11-07-1818 |
Pada tahun 1818 Pemerintah Hindia Belanda mulai menata Koningsplein dengan
meminta swasta untuk mengerjakannya sebagaimana diiklankan pada surat kabar Bataviasche
courant, 11-07-1818. Disebutkan
berdasarkan persetujuan pemerintah, untuk outsourcing dalam peningkatan
Koningsplein. Rancang bangun Koningsplein akan diterbitkan dalam waktu dekat
ini. Jenis pekerjaan yang ditawarkan adalah pembuatan jalan-jalan di seputar
Koningsplein yang menjadi alun-alun kota yang disiapkan dengan nyaman, yang
sebagian besar lapangan ditutupi oleh padang rumput. Jalan kuno (sejak era
Padjadjaran) di sisi timur lapangan digeser mengikuti tata ruang baru. Kereta
dan pedati akan mengikuti jalur yang akan dibangun.
Setelah selesainya penataan Koningsplein, secara
perlahan-lahan mulai bermunculan bangunan-bangunan di sisi luar jalan-jalan
yang mengitari Koningsplein. Di sisi utara Koningsplein (di belakang Rijswijk)
lahan kosong telah diplot dengan blok-blok penggunaan lahan. Di sisi barat
sejumlah bangunan telah berdiri sejak era VOC dan semakin banyak setelah penataan
Koningsplein. Jalan yang menuju ke barat dari Risjwik adalah jalan utama menuju
Pasar Tanah Abang. Di sisi timur, terutama di ruas jalan kuno sudah bermunculan
bangunan baru, Jalan kuno ini ke arah selatan
bertemu jalan baru dari Pasar Senen ke Pasar Tanah Abang (persilangan
jalan ini disebut Prapatan), demikian juga di sisi selatan Koningsplein yang
awalnya land Kebon sirih sudah dplot dengan blok-blok peruntukan yang di
sejumlah titik sudah berdiri bangunan baru.
|
Istana Gubernur Jenderal di Koningsplein (Peta 1825) |
Sementara area di sekitar Koningsplein berkembang pesat, pembangunan juga
terjadi secara intens di Weltevreden. Istana Gubernur Jenderal Daendels dan
lapangan di depannya (Waterlooplein) menjadi titik pusat pengebangan
Weltevreden. Di blok lahan di Weltrebreden yang berada dekat dengan jalan Pasar
Baroe sudah terbentuk sejak era VOC. Di sisi samping dan sisi belakang Istana
Daendel berdiri bangunan militer. Di sisi jalan yang lebih dekat Pasar Senen,
eks bangunan dari era van der Parra telah dijadikan sebagai rumah sakit militer
(kini RSPAD).
Pada Peta 1825 terlihat di sisi utara Koningsplein (di
sisi selatan kanal, jalan Veteran yang sekarang), selain lahan kosong yang
telah diplot untuk bangunan yang berada dekat jalan sisi utara Koningsplein,
terdapat dua buah struktur bangunan utama: Istana Gubernur Jenderal dan gedung
societeit Harmonie (yang berada di huk jalan Veteran dan jalan Majapahit yang
sekarang). Istana Gubernur Jenderal di Rijswijk ini terlihat menghadap ke arah
utara di sisi jalan Veteran yang sekarang.
|
Istana Gubernur Jenderal di Weltevreden, 1880 |
Dengan semakin intensnya pembangunan di sekitar area Koningsplein dan di
area Weltevreden, secara spasial telah terintegrasi dan membentuk kawasan ibukota
(stad) yang baru yang sangat luas (Rijswijk, Noordwijk, Weltevreden dan
Koningsplein). Pusat ibukota tidak di Weltevreden, melainkan di Koningsplein.
Stad (ibukota) Batavia yang jauh berada di dekat pantai yang dibangun sejak
awal VOC dengan sendirinya telah menjadi kota tua (oud Batavia).
Pembangunan Istana
Gubernur Jenderal di Weltevreden pada akhirnya dapat diselesaikan. Istana Weltevreden
ini adakalanya disebut Istana Gubernur Jenderal Daendels (merujuk pada
penggagasnya). Dengan demikian Pemerintah Hindia Belanda telah memiliki dua
istana yang berdekatan (di Rijswijk dan di Weltevreden). Untuk pengoptimalan
penggunaannya, Istana Rijswijk sebagai rumah Gubernur Jenderal dan Istana
Weltevreden sebagai kantor pemerintahan. Sejak inilah area Noordwijk dan area
Koningsplein sudut timur berkembang pesat.
|
Javasche
courant, 11-04-1829 |
Untuk memberikan indentitas pada
Istana Weltevreden dibangun suatu monumen di lapangan (aloon-aloon) yang berada
di depan istana yang baru, yang pondasinya belum lama dilakukan (lihat Javasche
courant, 11-04-1829). Di atas bangunan monumen ini diletakkan patung Jan
Pieterszoon Coen (pendiri stad Batavia, 1619). Pembangunan monumen ini
bersamaan dengan pembangunan jalan dan jembatan baru di atas sungai Tjiliwong
yang menghubungkan Weltevreden dengan Koningsplein dan kebun (taman) botani di
belakang Istana Weltevreden. Lapangan ini diberikan namanya Waterlooplein; jembatan
baru tersebut diberi nama Willembrug, jalan diberi nama Alliance; gedung diberi
sebutan dengan Paleis; taman disebut Du Bus. Kelak nama jalan Alliance diubah menjadi jalan Willemweg (yang pada masa ini dikenal sebagai jalan Pejambon).
Koningsplein dan Weltevreden menjadi menyatu. Istaan
Weltevreden menjadi simbol kekuatan pemerintah, istana Rijswijk menjadi simbol
kehormatan pemerintah. Dua tempat ini tidak terpisahkan lagi. Pemerintah Hindia
Belanda seakan berada di atas angin, lebih-lebih ketegangan dalam Perang Jawa
yang sudah mulai usai memb uat lebih rileks. Namun itu tidak lama karena energi
yang tersisa telah mulai dialihkan ke Sumatra’s Westkut (Pantai Barat Sumatra)
dalam menghadapi perang (Perang Bondjol berakhir 1837 dan Perang Tambusai
berakhir 1838).
|
Peta 1897 |
Istana
Rijswijk telah menua.
Lebih-lebih Istana Weltevreden tampak sangat besar dan semakin bagus. Untuk
menghindari kesalahan persepsi, Istana Rijswijk tetap disebut sebagai Hotel van den
Gouverneur General sedangkan Istana Weltevreden tetap disebut Paleis Gouverneur Generaal. Meski area Koningsplein dan
Weltevreden sudah ditetapkan sebagai ibukota tetapi di dua area ini masih
sering terjadi banjir kiriman yang berasal dari wilayah hulu di sungai
Tjiliwong dan sungai Kroekoet. Luapan banjir memasuki dataran yang lebih rendah
yang mengakibatkan jalan-jalan tergenang bahkan mencapai rumah-rumah yang
dihuni oleh orang Eropa/Belanda. Di sudut barat daya Koningsplein di Gang Scott
(kini jalan Budi Kemuliaan) air bahkan dapat mencapai ketinggian tiga hingga
empat kaki (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en
advertentieblad, 26-04-1847).
|
Willemkerk di Koningsplein |
Gambaran lain di seputar
Koningsplein terdapat satu-satunya situs yang ada di tengah lapangan yakni race
balap kuda yang diselenggarakan oleh Societeit Wedloop. Societeit ini didirikan
pada tahun 1845 (lihat Javasche courant, 08-03-1845). Sementara di sekitar
Waterlooplein di Weltevreden dan di Koningsplein terdapat dua gereja yang telah
didirikan. Gereja pertama adalah gereja Katolik Roma yang berada dekat dengan
Waterlooplein (kini dikenal sebagai Katedral) dan gereja kedua adalah gereja
Protestan yang didirikan di jalan Allianceweg (telah berganti menjadi
Willemweg) di dekat Koningsplein (juga disebut gereja Willem, kini berada di
jalan Pajambon). Kelak di seberang jalan gereja Katedral didirikan masjid besar
Istiqlal.
Pada tahun 1869
seseorang mengomentasi di surat kabar bahwa Hotel Rijswijk tempat dimana
Gubernur Jenderal tinggal tidak nyaman (lihat Bataviaasch handelsblad,
31-03-1869). Penulis tersebut menyatakan benyak kecoa dan tempat tidur tidak
nyaman. Untuk sekadar dicatat, Hotel Rijswijk selain tempat Gubernur Jenderal
juga tempat perjamuan untuk acara besar seperti perayaan atau penyambutan
keluarga kerajaan Belanda. Jauh sebelumnya disebutkan tempat Gubernur Jenderal
pernah disarakan pada tahun 1849 untuk dipindahkan ke sebuah gedung (yang
kemudian menjadi gedung Gymanasium W. III). Alasan mengapa disarankan pindah
karena boleh jadi hotel Rijswijk juga rentan terhadap kebakaran.
|
Banjir di Koningsplein, 1872 |
Nieuwe Rotterdamsche courant :
staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 21-12-1849:
‘Pada pagi hari tanggal 18 Oktober, jam sembilan pagi, talang di sisi selatan
bangunan utama hötel Gubernur Jenderal, di Rijswijk, terbakar akibat dari
kompor meleduk yang menyebabkan kanopi yang ditutupi dengan linen dan disatukan
dari ranting bambu dari kayu disanmbar api. Ini adalah konsekuensi bahan yang
mudah terbakar, sebagai akibat dari kekeringan yang terus-menerus, didorong
oleh angin darat, tanpa penundaan ke tirai dan pintu kayu bangunan utama, yang
di belakang luar datang ke galeri; serta kayu bangunan utama; sehingga pintu
dan jendela bangunan itu hancur, langit-langit di bagian belakang dua galeri,
punggungan atap dan genteng kayu terancam untuk terbakar. Beberapa pegawai
negeri dan penduduk bergegas ke tempat untuk penyelamatan, untuk menghindari api
menjalar, lalu merobohkan atap dan menghancurkan pintu-pintu bangunan sehingga
api tidak menemukan makanan lebih lanjut; setibanya tim kebakaran bertanggung
jawab; hanya sebagai tindakan pencegahan mereka dibawa ke dalam operasi.
Berbagai kerusakan telah terjadi sebagai hasil dari upaya pegawai negeri dan
penduduk untuk mencegah lebih lanjut untuk menghancurkan atap, beberapa pintu
dan jendela dan perabotan’.
Komentar di surat kabar itu
ternyata telah menggelinding ke mana-mana. Akhirnya Hotel Rijswijk dilakukan
renovasi. Untuk sementara, selama masa renovasi, Gubernur Jenderal akan
menempati rumah Residen Batavia (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig
dagblad, 30-09-1869). Setelah selesai renovasi Gubernur Jenderal kembali
menempati Gotel Rijswijk (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 27-01-1870).
|
De Tijd : godsdienstig-staatkundig
dagblad, 30-09-1869 |
De Tijd : godsdienstig-staatkundig
dagblad, 30-09-1869: ‘Diberitahukan bahwa Residen Batavia telah diinstruksikan
untuk membawa pemerintahannya untuk menyediakan tempat tinggal dalam kondisi
yang tepat, dan agar bangunan luarnya menjalani perbaikan yang diperlukan,
sehingga bangunan itu dapat ditempati oleh Gubernur Jenderal ketika setelah dimulai
renovasi untuk beberapa bulan hotel Gouvemements di Rijswijk dan sementara itu
tidak ada rumah lain yang cocok untuk Gubernur Jenderal yang mungkin telah
ditemukan’.
Pada tahun 1873
Pemerintah menganggarkan kebutuhan tahun 1874 untuk perabotan di hotel-hotel
pemerintah di Rijswijk, Buitenzorg dan Tjipanas yang secara keseluruhan sebesar
f100,000 yang separuhnya untuk pembangunan hotel baru di Rijswijk (lihat De
locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 31-10-1873. Pada tahun
ini juga pembangunan jalur kereta api Batavia-Butenzorg selesai. Hubungan
antara istana Butenzorg dan Istana Koningsplein semakin lancar.
|
Java-bode, 28-04-1877 |
Hotel baru ini dibangun di belakang
Hotel Rijswijk menghadap ke Koningsplein. Hotel ini disebut Het Nieuwe Hotel
van Zijne Excellentie den Gouverneur Generaal. Hotel ini ditempati oleh Gubernur
Jenderal pada bulan April 1877 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 28-04-1877). Disebutkan bahwa dengan
ini diumumkan bahwa Yang Mulia Gubernur Jenderal, yang berada di Batavia, mulai
sekarang akan tinggal di hotel baru di Koningsplein. Acara penempatan hotel
baru ini akan dimeriahkan dengan tarian dan musikal di Hotel Koningsplein pada
acara-acara khusus, sedangkan makan malam, audiensi bulanan dan resepsi para pemimpin
asing dan asli, seperti sebelumnya, akan berlangsung di Hotel Rijswijk.
|
Hotel Koningsplein (1877) |
Dengan demikian
pemerintah telah memiliki dua hotel di satu area yang sama yakni Hotel Rijswijik
dan Hotel Koningsplein. Mengapa hotel baru dibangun dijelaskan pemerintah
karena alasan efektivitas (lihat De
locomotief, 29-11-1877). Disebutkan bahwa melihat pembangunan hotel Gubernur
Jenderal di Batavia, pentingnya keuangan negara telah dikompromikan secara
memadai. Sulit membayangkan mengapa hotel yang ada di Rijswijk, jika
diperlengkapi dan diperbesar dengan baik, tidak akan mampu memenuhi kebutuhan,
dan mengapa karena itu benar-benar diperlukan untuk membangun hotel kedua yang
sepenuhnya baru di Koningsplein. Untuk melengkapi hotel baru Hotel Koningsplein
ini dibangun rumah jaga di dekat hotel baru. Dalam proses pembangunan rumah
jaga ini dilakukan tender dengan nilai maksimum f18.980 (lihat Bataviaasch
handelsblad, 22-05-1878). Hotel Koningsplein ini kelak disebut Istana Merdeka
dan Hotel Rijswik disebut sebagai Istana Negara atau kini lebih dikenal sebagai
Wisma Negara.
Satu pembangunan yang penting pada tahun 1879 yang
boleh jadi terkait dengan pembangunan hotel baru pemerintah di Koningsplein adalah
pembangunan kanal dengan menyodet sungai Kroekoet di Pedjompongan lalu
disalurkan ke barat ke arah Angke. Kanal ini efektif untuk mengurangi dampak
banjir dari sisi barat Koningsplein.
|
Koningsplein, 1908 |
Dua istana yang berada di persil lahan yang sama tersebut tetap disebut dengan
nama Hotels van der Gouverneur Generaal (oleh karea
terdapat dua istana disebut hotels), padahal secara teknis sebenarnya
terdapat tiga istana yang cukup berdekatan. Istana di Weltevreden tetap disebut
dengan nama Peleis Gouverneur Generaal. Sejak itu ketiga istana tersebut relatif
tidak berubah. Peta 1908
Pada tahun 1900 pusat pemerintahan mulai dipindahkan dari
Weltevreden ke Koningsplein. Nama Istana di Koningsplein yang sebelumnya
disebut Hotels van der Gouverneur Generaal diganti menjadi Palace of Governor
General. Secara perlahan-lahan Koningsplein semakin terkenal dan Weltevreden
sedikit memudar. Pergeseran ini sesuai dengan perubahan politik Pemerintah
Hindia Belanda yang sebelumnya lebih represif (sejak era Daendels) beralih
dengan politik etik. Gambaran Istana Gubernur Jenderal di Weltevreden yang
sangat militeristik telah berubah dengan gambaran baru Istana Gubernur Jenderal
di Koningsplein yang lebih humanis (kemuliaan Raja/Ratu Belanda).
|
Istana dan Koningsplein, 1880 dan Peta 1915 |
Area Koningsplein lambat laun semakin ramai. Empat sisi luar jalan yang
mengitari Koningsplein semakin padat dengan bertambahnya bangunan-bangunan
baru. Koningsplein (Lapangan Raja) secara spasial menjadi pusat kota Batavia
yang baru. Meski demikian, nama wilayah yang digunakan mengikuti nomenklatur
Weltevreden. Pembagian administrasi di Residentie Batavia sudah lama dibagi ke
dalam tiga wilayah yakni Stad (kota) Batavia merujuk kota lama, Weltevreden dan
(Regenschappen) Meester Corbnelis. Koningsplein masuk ke dalam wilayah
Weltevreden. Peta 1915
Di beberapa titik di
dalam Koningsplein muncul sejumlah bangunan dan taman. Yang pertama adalah
stasion kereta api sejak 1873. Stasion ini saling dipertukarkan antara nama
stasion Koningsplein dan stasion Weltevreden. Koningsplein telah menjadi pusat
sosial yang baru. Tidak hanya terdapat bangunan sipil, juga terdapat beberapa
taman. Namun persoalan banjir di Koningsplein tetap menjadi persoalan. Pada
tahun 1918 sungai Tjiliwong disodet di Manggarai dengan membangun kanal Menteng
menuju kanal sungai Kroekoet di Tanah Abang. Sejak adanya kanal di Menteng ini
masalah banjir di Weltevreden dan Koningsplein sudah teratasi sepenuhnya.
|
Suasana rimbun dan sejek di Koningsplein (1910) |
Sebelumnya pembangun kanal sungai
Kroekoet di Tanah Abang (1879) sedikit banyak telah menolong banjir terutama di
area sisi barat Koningsplein dan area Harmonie. Namun dengan dibangunnya kanal
Manggarai-Menteng-Tanah Abang (1918), persoalan banjir di Weltevreden dan
Koningsplein sudah sepenuhnya dapat diatasi. Istana Gubernur Jenderal di
Weltevreden dan hotel-hotel Gubernur Jenderal di Rijswijk dan Koningsplein
sudah jarang diberitakan terjadi banjir. Demikian juga di tengah Koningsplein
semakin kering. Lebih-lebih setelah dibangunnya sistem drainase di sepanjang sisi
jalan yang mengitari Koningsplein. Berbagai bangunan di dalam Koningsplein juga
muncul. Taman-taman yang dilengkapi dengan kolom penampungan air di
Koningsplein membuat kawasan semakin terjaga dari kemungkinan banjir. Lambat
laut aktivitas sosial semakin banyak dilakukan di Koningsplein seperti
permainan kriket, sepak bola dan sepeda. Tentu saja lapangan pacuan kuda (race)
yang telah ada sejak lampau semakin kondusif untuk penyelenggaraan balapan kuda
kapan pun dilaksanakan.
Demikianlah situasi dan
kondisi di Koningsplein hingga berakhirnya era kolonial Belanda. Wujud dari
hotel Rijswijk setelah renovasinya yang terakhir tidak banyak berubah, juga
hotel/istana Koningsplein sejak pembangunannnya juga tidak banyak berubah. Pada
masa pendudukan Jepang (1942-1945) dua hotel/istana ini digunakan pemerintah
militer Jepang sebagai kantor pemerintah. Tidak lama setelah Proklamsi
Kemerdekataan Indonesia 17 Agustus 1945 Belanda kembali dengan menjalankan Pemerintahan
Hindia Belanda/NICA. Istana/hotel Gubernur Jenderal di Koningsplein ditempati
Belanda kembali.
Istana Negara dan Istana Merdeka
Pada tanggal 27 Desember 1949 di istana/hotel
Koningsplein diadakan acara penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda yang mana
Soletan Hamengkoeboewono mewakili Indonesia dan Mr. Lovink mewakili Belanda.
Lalu diadakan penurunan bendara tri-color Belanda yang lalu disusul menaikkan
bendera dwi warna merah putih. Saat-saat bendera merah putih sampai dipuncak
meledaklah sambuatan masyarakat dengan meneriakkan merdeka, merdeka, merdeka.
Beberapa jam kemudian di Den Haag Perdana
Menteri RIS Mohamad Hatta mewakili Indonesia menerima kedaulatan Indonesia dari
Kerajaan Belanda. Esok harinya, di Djakarta pada tanggal 28 Desember 1949
Presiden Soekarno tiba di Djakarta dari ibukota RI di Jogjakarta. Presiden
Soekarno lalu mendiami istana negara. Akta penyerahan kedaulatan ini
dimaklumkan dalam Stadblad No. J 600 yang dibuat dalam dua bahasa yang dapat
dibaca pada Nederlandsche staatscourant,
23-12-1949.
Lantas kapan
istana/hotel Koningsplein diubah namanya menjadi Istana Merdeka? Besar dugaan
itu terjadi setelah Presiden Soekarno berada di Djakarta dan menempati istana-istana
Negara di Djakarta (eks istana/hotel Rijswijk dan Koningsplein). Namun tidak
segera penabalannya menjadi Istana Merdeka.
Dalam hal ini istana/hotel Koningsplein disebut menjadi Istana Merdeka dan
istana/hotel Rijswijk menjadi Istana Negara. Lapangan Koningsplein diubah
namanya menjadi Lapangan Merdeka. Satu taman yang berada diantara Weltevreden
dan Koningsplein yang sebelumnya disebut Wilhelmina Park dibongkar dan
didirikan masjid Merdeka atau masjid Istiqlal.
Penamaan Istana Merdeka secara
resmi terbaca dalam sebuah pengumuman Pemerintah (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-08-1950). Saat ini,
Indonesia tidak lagi berbentuk negara federal (RIS) tetapi RIS telah dibubarkan
dan dibentuk negara kesatuan (NKRI).
|
Java-bode, 14-08-1950 |
Sebuah pengumuman pada surat kabar Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 14-08-1950 yang berisi maklumat untuk semua warga
datang berduyun-duyun untuk memperingati Hari Proklamasi RI yang juga disertai
amana Presiden yang diadakan pada tanggal 16 Agustus 1950 di Medan Merdeka
Utara di depan Istana Merdeka. Berkumpul pukul 7.30 dan upacara dimulai tepat
pukul 8.00. Amanat Presiden pada pukul 8.36 yang kemudian disusul sirene, beduk
dari masjid-masjid dan loceng gereja selama dua menit yang bersamaan dengan
semua lalu lintas di jalan-jalan Djakarta harus dihentikan. Pada pukul 8.38
adalah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Menaikkan bendera pusaka
pada pukul 10.02. Selanjutnya pawai rakyat pada pukul 10.25 dengan rute melalui
Lapangan Banteng, Djalan Perwira, Merdeka Utara, Istana Merdeka, Merdeka Barat,
Merdeka Selatan, Merdeka Timur. Pejambon dan Lapangan Banteng lalu bubar.
Secara resmi penyebutan
Istana Merdeka baru muncul jelang peringatan Hari Projlamasi 17 Agustus 1950. Sebelumnya
nama Paleis Koningsplein hanya disebut Istana Gambir (lihat Nieuwe courant, 16-01-1950).
Sedangkan penyebutana Koningsplein dengan Lapangan Merdeka sudah muncul lebih
awal (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 13-05-1950).
Di dalam pers sudah mulai ada yang menulis Istana Gambir ditulis dengan nama
Istana Istana Lapangan Merdeka (belum menjadi Istana Merdeka). Istana Gambir
dan Istana Lapangan Merdeka saling dipertukarkan.
Namun tidak lama kemudian pers sudah
ada yang menulis dengan nama Istana Merdeka (lihat Nieuwe courant, 16-05-1950).
Ada korting kata lapangan pada nama sebelumnya Istana Lapangan Merdeka, Sejak
tanggal-tanggal ini penulis dengan nama Istana Gambir dan Istana Lapangan
Merdeka menghilang dan hanya ditulis dengan nama Istana Merdeka (untuk
seterusnya).
Boleh jadi sejak bulan Mei 1950 secara informal nama
Istana Merdeka sudah ditabalkan. Namun belum sepenuhnya resmi. Sebab pada bulan
Mei ini eskalasi politik meningkat sehubungan dengan sikap pemerintah dalam
melihat perkembangan dinamika politik di Sumatra Timur yang mana pihak
Republiken menghendaki RIS dibubarkan dan dibentuk negara kesatuan RI (NKRI).
Akhirnya proses politik mencapai puncaknya, RIS dibubarkan dan diproklamirkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1950 (sehari setelah hari peringatan
Proklamasi RI pada tanggal 17 Agustus 1950).
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang
warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor
(1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai
dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya
memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar
dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau
waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli
sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi
dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan
pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar