*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Pasar Senen buka tiap hari, tetapi tempo doeloe awalnya hanya buka pada hari Senin. Pasar ini terbentuk di sisi jalan poros (hoofdplaat) baru antara benteng (fort) Noordwijk di Batavia melalui kampong-kampong utama di sisi timur sungai Tjiliwong hingga fort Padjadjaran di hulu sungai Tjiliwong. Fort Noordwijk dibangun 1660 dan fort Padjadjaran dibangun 1687. Pasar ini dibentuk untuk menggeser pusat transaksi ke luar stad (kota) Batavia agar terjadi pertemuan pedagang-pedagang Tionghoa dan Arab dari Batavia dengan pedagang-pedagang pribumi dari wilayah pedalaman.
Pasar Senen buka tiap hari, tetapi tempo doeloe awalnya hanya buka pada hari Senin. Pasar ini terbentuk di sisi jalan poros (hoofdplaat) baru antara benteng (fort) Noordwijk di Batavia melalui kampong-kampong utama di sisi timur sungai Tjiliwong hingga fort Padjadjaran di hulu sungai Tjiliwong. Fort Noordwijk dibangun 1660 dan fort Padjadjaran dibangun 1687. Pasar ini dibentuk untuk menggeser pusat transaksi ke luar stad (kota) Batavia agar terjadi pertemuan pedagang-pedagang Tionghoa dan Arab dari Batavia dengan pedagang-pedagang pribumi dari wilayah pedalaman.
Jalan
poros lama adalah antara benteng (fort) Noordwijk dengan pedalaman di sisi
barat sungai Tjiliwong melalui Tjikini, Kalibata, Sringsing, Pondok Tjina,
Depok terus ke hulu sungai Tjiliwong di benteng Padjadjaran. Oleh karena sisi
timur dianggap lebih aman maka dibuka jalan baru sehubungan dengan pembangunan jembatan
di atas sungai Tjiliwong di dekat fort Noordwijk. Jembatan ini juga disebut
Sluisburg (Pintu Air). Jalur baru ini mengikuti kanal Pasar Pasar Baru yang
sekarang berbelok ke kanan menuju ke Lapangan Banteng yang sekarang terus ke
arah Pasar Senen yang sekarang, Kramat, Salemba hingga Meester Cornelis (kini
Jatinegara). Di jalan poros baru inilah Cornelis Chastelein membangun land baru
untuk usaha perkebunan yang kelak land itu disebut Weltevreden dengan
landhuisnya berada dekat sungai di Lapangan Banteng yang sekarang.
Inisiatif pembentukan pasar ini dilakukan oleh Justinus
Vinck setelah sebelumnya pada tahun 1733 Justinus Vinck membeli lahan Weltevreden
dari (keluarga) Cornelis Chastelein. Pasar yang buka setiap hari Senin ini
terus berkembang dan adakalanya pasar ini disebut Pasar Vincke merujuk pada
nama Justinur Vinck sebagai pionir. Sementara Land Weltevreden yang pertama
kali dikembangkan oleh Cornelis Chastelein sering disebut sebagai Bapak
Weltevreden.
Benteng (fort) Noordwijk, 1725 dan desain konstruksi 1660 |
Bagaimana Pasar Senen
terhubung dengan kota baru Weltevreden tentu masih menarik diperhatikan. Hal
ini tidak semata-mata tentang Cornelis Chastelein, seorang botanis dengan
Weltevreden dan Justinus Vinck, seorang pengacara (procureur) dengan Pasar
Senen, tetapi di sekitar kawasan Pasar Senen di Weltevreden pada era
selanjutnya terjadi dinamika yang sangat intens yang juga menjadi menarik untuk
diperhatikan. Setelah era Jacob Mosel dan Petrus Albertus van der Parra, Gubernur
Jenderal Daendels tidak hanya membangun jalan baru antara Anjer dan Panaroekan,
tetapi juga di Weltevreden Daendels membangun Istana Gubernur Jenderal untuk menggantikan
Stadhuis di stad (kota) Batavia. Popularitas Pasar Senen menjadi semakin
meningkat. Itulah keutamaan Pasar Senen di Weltevreden.
Cornelis Chastelein dan Justinus Vinck
Pada
saat Gubernur Jenderal VOC masih tinggal dan berkantor di Casteel Batavia di
muara sungai Tjiliwong, Cornelis Chastelein membuka lahan dan membangun pertanian
dengan rumah pedesaan di suatu lahan di sisi barat sungai Tjiliwong yang disebut
land Antonij Paviljoen (lihat Algemeen Handelsblad, 26-10-1932). Lahan yang kelak
disebut Weltevreden saat itu sebagian masih terdiri dari hutan lebat dan
sebagian rawa. Di lahan ini juga Cornelis Chastelein membangun pabrik gula yang
lokasinya di era Pemerintah Hindia Belanda dibangun Hertogspark. Pada tahun
1697, Chastelein sudah memiliki sebuah rumah dan dua pabrik gula di land ini.
Chastelein juga memiliki lahan di Sringsing dan Depok.
Peta kuno Tjiliwong, 1695 (Tjililitan dan Sringsing) |
Pada tahun 1896 Cornelis
Chastelein juga membeli lahan di Sringsing di sisi barat di hulu sungai
Tjiliwong (kini Serengseng Sawah). Pada
tahun-tahun sebelumnya dua lahan yang paling subur di sisi barat sungai
Tjiliwong telah dimiliki oleh sang pionir sisi barat sungai Tjiliwong, Sersan
St. Martin, seorang tentara pemberani yang menguasai bahasa)-bahasa) pribumi.
Lahan yang dimiliki Sersan St, Martin ini berada di Tjiliwong di Tjinere dan
Tjitajam (sebagai pemberian hadiah oleh pemerintah atas prestasinya dalam meradakan
situasi keamanan di Banten).
Lokasi landhuis C. Chastelein yang jadi Hertogpark |
Dalam hubungan ini, Cornelis
Chastelein bukanlah seorang petualang yang suka adventure. Cornelis Chastelein
adalah seorang pejabat VOC yang tekun yang memiliki minat pada bidang botani.
Cornelis Chastelein adalah orang yang melanjutkan pekerjaan St. Martin dalam
melanjutkan tugas ahli botani Rumphius yang tinggal di Ambon. Tugas yang
dilakukan Rumphius tersebut adalah menyusun buku botani yang terdiri dari lima
volume. Pekerjaan ini juga tidak dapat diselesaikan St. Martin karena meninggal
muda. Untuk melanjutkan ‘mega proyek’ diteruskan oleh Cornelis Chastelein.
Itulah mengapa Cornelis Chastelein tidak terlalu
tertarik untuk membangun rumah dan kota di Weltevreden. Cornelis Chastelein
setelah tidak menjabat lebih menyukai membangun pedesan dan meneruskan
pekerjaan buku botani yang telah dimulai oleh Rumhius. Cornelis Chastelein
meninggal pada tahun 1714 dan mewariskan lahannnya di Depok kepada para
pekerjanya. Sementara lahan Sringsing dan lahan Paviljoen tetap dikuasai oleh
ahli warisnya.
Bagaimana
kesudahan lahan Sringsing tidak diketahui secara jelas, tetapi lahan Paviljoen
yang kemudian dikenal Weltevreden telah dijual keluarga Chastelein kepada seoerang
pengacara (procureur) Justinus Vinck pada tahun 1733. Justinus Vinck
mengembangkan lahan-lahan tersebut dengan membangun landhuis di arah timur
landhuis Cornelis Chastelein. Landhuis Justinus Vinck ini kelak dibangun oleh
Jacob Mossel sebuah villa. Dalam perkembangannya Justinus Vinck memulai
membangun pasar di simpang jalan ke landhuis-nya di jalan poros Batavia menuju
hulu sungai Tjiliwong yang kelak disebut Pasar Senen atau Pasar Vincke.
Landhuis di Weltevreden (A. Hoffer, 1739) |
Semakin ramainya jalan poros baru di sisi timur
sungai Tjiliwong dari Batavia ke Buitenzorg, posisi Pasar Senen menjadi sangat
penting.
Jacob
Mosel dan Petrus Albertus van der Parra
Gubernur Jenderal Jacob Mossel (1750-1761) tidak
seperti van Imhoff. Jacob Mossel yang telah membeli lahan Paviljoen tahun 1749,
mulai membangun lahannya dengan membangun rumah besar, rumah yang mirip
dimiliki oleh para bangsawan Eropa. Sejak itulah lahan Weltevreden menjadi
cikal bakal kota. Rumah besar ini kini lokasinya berada di RSPAD.
Gerbang rumah van der Parra di Weltevreden (J. Rach, 1771) |
Land
Paviljoen yang telah dikenal sebagai Weltevreden, pengganti Mossel, Gubernur
Jenderal van der Parra (1761-1775) pada tahun 1767 membeli rumah dan taman
Jacob Mossel. Boleh jadi van der Parra telah melakukan sejumlah renovasi rumah
dan taman peninggalan Jacob Mossel tersebut.
Pasar Senen dan parade vab der Parra (J. Rach, 1770-1772) |
Bagaimana van der Parra membangun Weltevreden
berhasil direkam oleh Johanner Rach dalam lukisannya. Demikian juga bagaimana
hiruk pikuk di Pasar Senen juga diabadikan oleh Johannes Rach dalam lukisannya.
Dalam lukisan Rach itu disebut kereta van der Parra tengah menuju istananya di
Weltevreden.
Rumah van der Parra di Wiltevreden, 1770-1772 |
Gubernur Jenderal van der
Parra boleh dikatakan salah satu gubernur jenderal yang suka dalam kehidupan
mewah. Selain di Weltevreden, van der Parra juga memiliki lahan luas di Tjimanggis
di tempat dimana pada masa kini masih ditemukan bekas bangunan kuno yang sering
disebut Rumah Cimanggis.
Rumah dan taman di Weltevreden tetap menjadi milik
pribadi. Sementara kantor gubernur jenderal berada di Stad Batavia (Stadhuis).
Pada era Gubernur Jenderal Siberg (1801-1805), Siberg tidak berkantor lagi di
Stadhuis karena dianggap tidak nyaman. Johannes Siberg lalu berkantor di
Molenvliet.
Pada era Gubernur
Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811) mulai memikirkan ibukota baru.
Seperti halnya Siberg, Daendels juga tidak nyaman di Batavia. Gubernur Jenderal
Daendels membeli Weltevreden untuk dijadikan ibukota yang baru. Daendels juga
membeli lahan-lahan yang dimiliki swasta untuk dijadikan tempat-tempat bangunan
pemerintah. Hal yang sama juga dilakukan Daendels di Buitenzorg. Istana
Gubernur Jenderal di Buitenzorg tidak cukup. Daendels juga menjadi lahan-lahan
di Buitenzorg untuk dijadikan kota pemerintahan.
Sketsa benteng baru dan kota oleh Jan Pieterszoon Coen, 1619 |
Gubernur Jenderal Herman
Willem Daendels mulai membangun ibukota (stad) yang baru di Weltevreden. Untuk
membangun kota baru ini, Daendels menggunakan batu-batu eks Casteel Batavia sebagai
fondasi untuk bangunan-bangunan baru. Casteel Batavia dianggap sudah tidak
berguna dan tidak dimanfaatkan lagi. Daendels memutuskan untuk menghancurkan gedung yang
sementara itu menjadi tidak berguna untuk pertahanan dan juga tidak layak lagi untuk
tempat tinggal.
Istana Gub. Jenderal Daendels (1870) |
Pembangunan ibukota baru
ini belum sepenuhnya selesai, pada tahun 1811 Gubernur Jenderal Herman Willem
Daendels harus menyerahkan kekuasaannya kepada Inggris. Sebagai pengganti
Daendels, Letnan Gubernur Jenderal Raffles tidak memilih pusat pemerintah di
Batavia, tetapi lebih memilih di Buitenzorg dan Semarang. Hanya kantor-kantor
tertentu yang tetap berada di Stad Batavia.
Tidak diketahui secara jelas siapa yang meneruskan
pembangunan ibukota baru di Weltevreden, apakah Letnan Gubernur Jenderal Raffles
atau dihentikan atau dilakukan oleh swasta.
Pendudukan Inggris
berakhir tahun 1816. Pemerintah Kerajaan Belanda menempatkan Godert Alexander
Gerard Philip baron van der Capellen sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda
(1816-1826). Boleh jadi pada masa Capellen, pembangunan ibukota di Weltevreden
dilanjutkan. Namun tidak lama kemudian meletus perang di Jawa (Perlawanan dari
Pangeran Diponegoro).
Weltevreden (Peta 1824) |
Salah
satu pahlawan yang terkenal dalam Perang Diponegoro (Jawa), Perang Bonjol
(Padangsche) dan Perang Tambusai (Tapanoeli) adalah Andreas Victor Michiels.
Setelah berakhirnya Perang Bonjol, Kolonel Michiels diangkat menjadi Gubernur
Sumatra’s Weskust (Pantai Barat Sumatra) dengan menaikkan pangkatnya menjadi
Mayor Jenderal. Gubernur Michiels berhasil menyukseskan koffiestelsel di
Padangsche dan Tapanoeli.
Monumen Michiels di WaterlEditooplein, Weltevreden (1852) |
Andreas
Victor Michiels yang telah dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal dan
kemudian memimpin ekspedisi ke Bali. Sang pahlawan Belanda Andreas Victor
Michiels terbunuh di rumahnya di Bali yang dilakukan oleh bekas pembantunya
yang diduga menaruh dendam. Andreas Victor Michiels tamat, tetapi namanya tetap
harus dengan berdiri kokohnya monumennya di Waterlooplein di Weltevreden. Foto
tertua Monumen Michiels di Waterloplein bertahun 1880. Satu pahlawan lagi yang
ada di Waterlooplein adalah monumen/patung Jan Pieterszoon Coen, sang pahlawan
Belanda pada era VOC (foto monumen tertua tahun1875). Hanya dua pahlawan ini
yang namanya diabadikan di Waterlooplein yang seakan menggambarkan dua pahlawan
beda generasi: generasi nenek moyak VOC dan generasi penerus Pemerintah Hindia
Belanda.
Weltevreden (Peta 1866) |
Kawasan ibukota baru
Weltevreden hampir separuhnya adalah untuk lokasi yang terkait dengan kebutuhan
militer, seperti lapangan Wateerlooplein (kini lapangan Banteng), Istana
Gubernur Jenderal yang berbau militer, garnizun, kampement militer, societeit
(Concordia), rumah sakit militer (kini RSPAD), laboratorium, monumen pahlawan.
Istana Gubenur Jenderal adakalanya disebut Istana Daendels. Salah satu hal yang
kerap terlupakan adalah keberadaan Docter Djawa School.
Peta Rumah Sakit dan Dokter Djawa School 1915 (insert gedung) |
Leydse courant, 30-05-1849 |
Pada tahun 1915 dimana lokasi Docter Djawa School
ini semakin jelas.Di seberang Docter Djawa School ini kemudian terbentuk jalan (gang)
Menjangan. Apakah nama menjangan (rusa) ada hubungannya dengan taman rumah
Jacob Mossel yang pertama membangun (kota) Weltevreden? Apakah masih ada rusa
di taman ini ketika terbentuk gang ini? Untuk menjawab pertanyaan ini kita
harus kembali ke awal di masa lampau yakni dimana posisi pintu gerbang rumah
Mossel yang telah dibeli van den Parra.
Foto udara Waterlooplein, 1943 |
Dalam lukisan yang dibuat
Johannes Rach pada tahun 1771 pintu gerbang rumah dan taman van der Parra masuk
dari jalan Kwitang yang sekarang. Dalam lukisan lainnya yang dibuat Rach
mengindikasikan bahwa pintu gerbang ke rumah van der Parra melewati jembatan di
atas sungai kecil (kanal). Kanal ini dibuat dengan cara menyodet sungai
Tjiliwong yang dialirkan ke arah Tandjong Priok. Sementara itu di lukisan lain
yang dibuat oleh Rach menggambarkan bagian belakang rumah van der Parra yang dikitari
oleh sungai besar (sungai Tjiliwong?). Pada era Gubernur Jenderal Daendels juga
dibuat kanal di utara bangunan rumah van der Parra yang diteruskan ke jalan
Goenoeng Sahari. Fungsi kanal ini diduga sebagai barier untuk Istana Gubernur
Jenderal Daendels.
Jalan Hospitalweg dan Senenweg di Weltevreden |
Pada
era Pemerintahan Hindia Belanda ketika Gubernur Jenderal Daendels membangun
ibukota di Weltevreden yang pertama dibangun adalah situs Istana Gubernur
Jenderal dengan (situs) halaman yang luas di depannya (disebut Waterlooplein).
Dengan memperhatikan posisi dua persil lahan situs tersebut (istana dan
lapangan) dengan pembangunan jalan yang menghubungkan jalan Pasar Baroe dan
jalan Gunung Sahari/Senen maka jalan baru yang dibuat pertama sebelum dua situs
adalah membangun (peningkatan jalan) dari jalan Pasar Baru menuju dua sisi lapangan
dan Istana. Sisi lapangan/Istana sebelah utara ditarik garis lurus ke Pasar
Senen sedangkan sisi selatan ditarik garis lurus ke rumah van der Parra. Akibat
pembangunan jalan baru ini, taman dan rumah van der Parra menjadi terpisah.
Lahan yang kosong yang sebelumnya berfungsi sebagai taman menjadi peruntukkan
pembambngunan gedung-gedung baru termasuk Istana, sedangkan bangunan-bangunan
rumah van der Parra tetap dipertahankan yang kemudian menjadi bagian dari
pembentukan rumah sakit militer, gudang peluru (arsenal) dan garnisun militer
serta di sekitarnya kemudian didirikan sekolah kedokteran (Docter Djawa
School).
Lapangan Banteng (Waterlooplein) masa kini (googlemap) |
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar