*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Dalam rencana awal (1863), jalur kereta api (pulau) Jawa adalah Batavia ke Buitenzorg dan dari Batavia melalui Poerwakarta ke Bandoeng terus ke Jogjakarta. Namun dalam perkembangannya tidak demikian. Ruas pertama yang dibangun adalah ruas Semarang-Ambarawa (selesai 1869). Masih dalam rencana awal (1863) ruas Batavia-Buitenzorg akan dibangun melalui sisi timur sungai Tjiliwong dari Batavia via Bekasi ke Buitenzorg melalui Tjibinong. Namun dalam perkembangannya ruas yang kedua dibangun adalah Batavia-Meester Cornelis (selesai 1870).
Dalam rencana awal (1863), jalur kereta api (pulau) Jawa adalah Batavia ke Buitenzorg dan dari Batavia melalui Poerwakarta ke Bandoeng terus ke Jogjakarta. Namun dalam perkembangannya tidak demikian. Ruas pertama yang dibangun adalah ruas Semarang-Ambarawa (selesai 1869). Masih dalam rencana awal (1863) ruas Batavia-Buitenzorg akan dibangun melalui sisi timur sungai Tjiliwong dari Batavia via Bekasi ke Buitenzorg melalui Tjibinong. Namun dalam perkembangannya ruas yang kedua dibangun adalah Batavia-Meester Cornelis (selesai 1870).
Rencana jalur kereta api (1863) |
Lantas mengapa
rencana awal cenderung berubah dengan kenyataannya. Itu semua karena
pertimbangan ekonomi dan bisnis. Namun perubahan rencana menjadi kenyataan juga
dipengaruhi oleh perimbangan efisiensi secara teknis dan efisiensi secara
ekonomis. Dalam hal ini, lalu mengapa muncul tiba-tiba jalur ruas Buitenzorg-Bandoeng
via Soekaboemi dan Tjiandjoer? Tentu saja masih menarik untuk diketahui, Untuk
itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Wabah Ternak
Pada tahun 1879
penyakit ternak muncul di land Simplicitas (Pondok Laboe). Sebanyak 108 ekor
sapi di land Simplicitas mati (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 22-01-1879). Penyakit ternak yang bermula di land Simplicitas
segera menyadi wabah (epidemik).
Residen Batavia telah mengumumkan ke
publik di land PE Godefroy di Simplicitas terjadi wabah runderpest (veetyphus)
yang menyebabkan kematian sapi (lihat Arnhemsche courant, 26-02-1879). Land
Simplicitas tidak hanya mengalami penyakit hewan (yang pertama) dan telah
menyebar ke land-land lainnya, juga muncul penyakit demam bagi penduduk.
Menurut pemilik land Simplicitas, lahannya yang memiliki penduduk 10.000 orang
terdapat kasus demam sekitar 300 orang. Sudah ditangani dokter dan telah
menempatkan tiga dokter Djawa (lihat
Bataviaasch handelsblad, 01-03-1881).
Wabah penyakit
ternak semakin lama semakin meluas tidak hanya di sekitar daerah aliran sungai
Tjiliwong tetapi juga sudah menyebar di daerah aliran sungai Bekasi, sungai
Tjitaroem dan sungai Tangerang/sungai Tjisadane. Penyakit ternak juga ditemukan
di daerah aliran sungai Tjianten dan sungai Tjikaniki. Kekhawatiran pemerintah
semakin menjadi-jadi sementara obat yang tepat belum ditemukan. Pemerintah
khawatir akan mempengaruhi produktivitas pertanian karena ternak kerbau dan
sapi digunakan untuk mengolah sawah dan menarik pedati untuk transportasi barang.
Kopi, Teh, Kina
Pada tahun 1879
di Preanger terjadi booming kopi. Sebanyak 330.000 picol kopi yang seharusnya diangkut
ke pelabuhan (Chirebon dan Batavia via Buitenzorg) masih tertumpuk di gudang
sebanyak160.000 picol. Gerobak pedati tidak cukup untuk mengangkut semuanya.
Untuk menambah jumlah kendaraan pedati bagi pengusaha transportasi pedati
(semacam PO pada masa ini) tidak mudah karena jumlah ternak kerbau dan sapi
terbatas karena bersaing dengan kebutuhan petani untuk mengolah lahan.
Pemerintah merasa khawatir pengangkutan kopi akan terkendala lebih-lebih adanya
wabah penyakit ternak. Mendatangkan kerbau dari Batavia dan sekitar menjadi
sulit karena kerbau dan sapi sudah banyak yang terbunuh karena wabah.
Meski moda transportasi kereta api dari
Buitenzorg ke Batavia sudah beroperasi sejak 1873, kenyataannya ongkos angkut
melalui penggunaan pedati masih lebih murah jika dibandingkan dengan keeta api
barang (tidak reguler). Oleh karenanya konvoi pedati dari Preanger langsung
menuju Batavia via Padalarang, Tjisaroea dan Buitenzorg.
Dalam
perkembangannya, setelah sukses komoditi teh, volume kina yang dihasilkan
lambat laun semakin tinggi. Perkebunan kina tidak hanya di Preanger tetapi juga
sudah meluas hingga ke Buitenzorg. Kopi, teh dan kini menjadi andalan komoditi
ekspor dari wilayah Preanger dan Buitenzorg. Kebutuhan moda transportasi angkutan
barang semakin tinggi. Namun kendalanya pengadaan jumlah kendaraan baru tidak
mudah.
Intensitas yang tinggi penggunaan moda
transportasi pedati dari Preanger dan Buitenzorg ke Batavia lambat laun telah
memberi dampak buruk terhadap kualitas jalan raya. Kesulitas angkutan di jalan
raya semakin terasa di waktu musim hujan. Sejumlah titik menjadi momok bagi
para crew pedati. Beberapa titik yang menakutkan yang sering membuat pedati terguling
ke jurang ditemukan di wilayah puncak, ketakutan yang lain juga ditemukan di
wilayah barat sungai Tjiliwong di titik cekungan antara land Pondok Tjina dan
land Srengseng dimana pedati krap terbenam di lumpur. Titik cekungan basah ini
kini dikenal sebagai tanjakan UI.
Pemilik Land
Wilayah
Batavia, Residentie Batavia khususnya di Afdeeling Buitenzorg terdiri dari
tanah-tanah partikelir (land). Land terjauh dari Batavia adalah land Tjiesaroe
ke arah timur, land Pondok Gede (kini Cigombong) ke arah selatan dan land
Djasinga ke arah barat. Para pemilik land memiliki kekuatan politik tersendiri
yang dapat head to head dengan pemerintah Hindia Belanda.
Pemilik land yang berada di hilir dari
yang lain kerap menanggung beban eksternalitas karena jalan-jalan raya yang
melalui land mereka rusak parah akibat semakin tingginya intensitas pedati yang
berasal dari hulu. Ruas jalan raya yang melalui land menjadi tanggungjawab
pemilik land dalam soal perawatan. Kualitas jalan raya di dalam land semakin
menjadi-jadi dengan semakin meningkatnya arus komoditi dari Preanger yang
melalui wilayah Buitenzorg. Protes dari para pemilik land juga mulai
bermunculan.
Intensitas moda
angkutan pedati yang tinggi dari Preanger dan kekuatan politik pemilik land di
Afdeeling Buitenzorg, Residentie Batavia menjadi pemicu munculnya gagasan untuk
membangun jalur kereta api Batavia-Bandoeng dengan membangun baru ruas Buitenzorg
(Batavia) dan Bandoeng (Preanger).
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar