*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Secara geografis, Ciomas berada tepat di lereng gunung Salak, lereng gunung yang menghadap ke pantai utara. Di bawahnya yang disela sungai Tjisadane terletak kota Bogor (Buitenzorg). Begitu dekat Tjiomas dengan kota Buitenzorg, Hanya sebatas sungai Tjisadane. Namun ternyata tidak banyak sejarah Ciomas yang dapat ditemukan. Lantas apakah ada sejarah Ciomas?
Secara geografis, Ciomas berada tepat di lereng gunung Salak, lereng gunung yang menghadap ke pantai utara. Di bawahnya yang disela sungai Tjisadane terletak kota Bogor (Buitenzorg). Begitu dekat Tjiomas dengan kota Buitenzorg, Hanya sebatas sungai Tjisadane. Namun ternyata tidak banyak sejarah Ciomas yang dapat ditemukan. Lantas apakah ada sejarah Ciomas?
Peta land Tjiomas (1887); Peta Buitenzorg (1914) |
Tjiomas
bagi orang Eropa/Belanda mirip Thomas dan bagi orang Tapanoeli mirip Si Omas. Lalu
apakah ada omas (emas) milik Tuan Thomas di sungai Tjiomas? Satu lagi, bahwa
disebutkan gunung Salak pernah meletus pada tahun 1699 tetapi tidak sedikit
yang meragukan. Lalu apakah gunung Salak memang benar-benar meletus pada tahu
1699? Semua pertanyaan ini menjadi satu dan menjadi pintu masuk yang utama
untuk melacak sejarah Ciomas Bogor. Untuk itu, untuk memhami sejarah Ciomas
lebih dalam, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini
adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Nama Tjiomas: Kota Tua Kota Batu
Nama Tjiomas
kali pertama ditemukan dalam publikasi umum pada tahun 1850. Namun nama Tjiomas
bukan di Buitenzorg, melainkan sebuah nama district di Residentie Banten (lihat
Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 22-07-1850).
Nama Tjiomas di Buitenzorg, Residentie Batavia baru muncul ke publik pada tahun
1854 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 26-04-1854). Tjiomas di Butenzorg, Residentie Batavia
adalah nama sebuah land (tanah partikelir).
Peta 1866 |
Nama land Tjiomas diduga mengadopsi nama kampong Tjiomas. Di kampong
Tjiomas mengalir sungai kecil yang juga disebut sungai Tjiomas. Sungai Tjiomas
bermuara ke sungai Tjisindangbarang di kampong Laladon, Sungai Tjiomas dalam
hal ini berada di antara sungai Tjisadane dengan sungai Tjisindangbarang.
Sedangkan jarak geografis antara kampong Tjiomas (land Tjiomas) dan kota Buitenzorg
(eks land Bloeboer) sangat begitu dekat (hanya dibatasi oleh sungai Tjisadane).
Catatan tambahan: Ssungai Tjisindangbarang bermuara ke sungai Tjiapoes di
kampong Babakan, Dramaga dan sungai Tjiapoes bermuara ke sungai Tjisadane di
belakang landhuis land Dramaga (belakang kampus IPB yang sekarang).
Peta land (1867) |
Land
Tjiomas sangat luas sekali. Luasnya dari sisi selatan sungai Tjisadane hingga
ke puncak gunung Salak. Batas sebelah selatan land Tjiomas adalah sungai
Tjihiedeung (berbatasan langsung dengan land Tjiampea). Batas utara land
Tjiomas di sebelah barat sungai Tjisadane adalah tepat berada pada jalan
tanjangan jembatan Tjisadane. Sebelah utara jalan adalah land Dramaga.
Kampong Tjiomas (Peta 1900) |
Seperti halnya land Tjiomas, Land Dramaga pada
masa lampau juga terbilang luas (berbeda dengan persepsi yang sekarang). Land
Dramaga berbatasan langsung dengan sungai Tjisadane. Tepat pada sisi jalan
sebelah kanan dari arah jembatan Tjisadane termasuk land Dramaga (lihat Peta
1900). Tidak jauh dari persimpangan pertama ke arah barat terdapat sebuah garis
lurus ke barat (hingga batas Tjiampea) adalah batas yang menyatakan antara land
Tjiomas (di selatan garis) dan land Dramaga ( di utara garis). Garis batas ini
pada masa kini diduga yang menjadi asal usul nama gang/jalan Wates. Kampong
Goenoeng Batoe sendiri termasuk wilayah land Dramaga. Batas land Tjiomas di
sebelah timur adalah sungai Tjibeureum (di sebelah timur Kota Batoe) yang
membatasi antara land Tjiomas dan land Tjidjeroek. Pada masa lampau land
Dramaga juga adakalanya disebut land Sindangbarang. Namun yang dijadikan
sebagai nama wilayah administrasi oleh pemerintah Hinida Belanda adalah nama
land Dramaga (dimana terdapat landhuis) dan kerena itu nama Dramaga menjadi
lebih populer jika dibandingkan nama Sindangbarang sendiri.
Siapa
pemilik pertama land Tjiomas tidak diketahui secara jelas. Demikian juga siapa
pemilik land Dramaga juga tidak diketahui secara jelas. Sedangkan pemilik land
pertama land Tjiampea adalah Willem Vincent Helvetius Riemsdijk (anak dari
Gubernur Jenderal VOC Jeremias van Riemsdijk, 1775-1777).
Cultuur Maatschappij Tjiomas (1867) |
Land Tjiomas dimiliki oleh Munnick. Dalam perkembangan lebih lanjut land
Tjiomas diketahui dimiliki oleh JWL de Sturler. Di land Tjiomas kemudian JWL de
Sturler diketahui telah mendirikan Cultuur Maatschappij Tjiomas yang
keberadaanya sudah diketahui pada tahun 1867. Pada tahun 1878 putri JWL de Sturler bernama
Jeanne Wilhemina Augusta de Sturler meninkah dengan putra WFE Rudolph yang bernama
Willem Theodoor Eduard Rudolph (lihat Bataviaasch handelsblad, 16-01-1878).
Setahun kemudian putri JWL de Sturler yang bernama FW de Sturler menikah dengan
EPC Sol (lihat Bataviaasch handelsblad, 26-03-1879).
Kerusuhan di Land Tjiomas, 1886
Tanah partikelir (land) adalah negara (Tjiomas)
dalam negara (Hindia Belanda). Pemilik land (landheer) adalah penguasa di
dalam land, menguasai seluruh lahan dan isinya baik yang berada di bawah
pemukaan maupun yang berada di atas permukaan tanah. Dalam hal ini penduduk yang
tinggal di dalam land juga termasuk. Meski demikian, perjanjiannya, tetapi juga
ada batasan tertentu bagi pemilik land yang harus dipatuhi. Salah satunya
adalah aturan yang terkait dengan pengelolaan penduduk.
Peta 1854 |
Land Tjiomas dibagi ke dalam 11 kemandoran,
yakni: Tjiomas, Sawah, Kota Batoe, Tjiloebang, Tjiapoes, Petir, Pasir Angsana,
Gadok, Boeniaga, Pasir Eurih dan Kabandoengan (lihat peta Land Tjiomas, 1910).
Kemandoran terdiri dari sejumlah kampong yang berdekatan. Kemandoran adalah
unit terkecil pemerintahan di dalam land yang setingkat dengan desa di
tanah-tanah pemerintah (non-land). Kemandoran ini memiliki dewan yang terdiri
dari mandor dengan wakil atau asistennya dan seorang amil atau penghoeloe. Sementara
itu, kepala kampung yang juga merangkap sebagai seorang polisi dibayar oleh pemilik
land. Semua polisi (kepala kampong) berada di bawah seorang Tjamat yang dibantu
oleh dua asisten yang secara keseluruhan
berada di bawah perintah Asisten Residen (Buitenzorg). Tjamat juga
memiliki sejumlah polisi yang membantu dan mengarahkan kepala kampong dalam
menjaga keamanan dan ketertiban. Sedangkan untuk petugas pemungut sewa dan
retribusi dilakukan oleh 13 orang pedagang Tionghoa yang pekerjaan utamanya sebagai
pedagang keliling. Para pemungut sewa dan retribusi ini diberi imbalan oleh
pemilik land sebesar f1 hingga f4 tergantung sebaran dan luasnya tempat
pemukiman penduduk (lihat R. Broersma. Particuliere landerijen in West-Java. Weltevreden
: Albrecht, 1917). Nama-nama kampong yang namanya terus eksis hingga sekarang
antara lain: Kota Batoe (paling tidak namanya sudah diberitakan tahun 1854); Tjibalagoeng
dan Empang (1856); Tjikaret (1858).
Pada tanggal 19 dan puncaknya pada tanggal 20 Mei
1886 terjadi kerusuhan di land Tjiomas yang berimbas ke ibu kota (afdeeling) di
Buitenzorg. Sebelum terjadi kerusuhan, tiga bulan sebelumnya pada bulan
Februari, Tjamat land Tjiomas terbunuh. Lalu setelah kerusuhan sejumlah
pemimpin penduduk ditangkap dan banyak yang terbunuh. Kerusuhan ini kemudian
dapat dipadamkan setelah pemerintah mengirimkan bantuan militer. Kerusuhan di
land Tjiomas sedikit banyak telah mengganggu keamanan regional yang
dikhawatirkan meluas ke seluruh wilayah. Dalam hal ini, pemilik land telah
memicu munculnya kerusuhan (pemberontakan) dan pemerintah harus memulihkannya.
Dalam kaitan inilah hubungan land (negara) dengan pemerintah (negara) Hindia
Belanda terlihat nyata dalam praktek dimana land adalah negara dalam negara.
Pada tanggal 20 dan puncaknya pada tanggal 21 Mei
1886 terjadi kerusuhan di land Tjiomas yang berimbas ke ibu kota (afdeeling) di
Buitenzorg. Sejumlah pemimpin penduduk ditangkap dan terbunuh. Kerusuhan ini kemudian
dapat dipadamkan setelah pemerintah mengrimkan bantuan militer. Kerusuhan di
land Tjiomas sedikit banyak telah mengganggu keamanan regional yang
dikhawatirkan meluas ke seluruh wilayah. Dalam hal ini, pemilik land telah
memicu munculnya kerusuhan (pemberontakan) dan pemerintah harus memulihkannya.
Dalam kaitan inilah hubungan land (negara) dengan pemerintah (negara) Hindia
Belanda terlihat nyata dalam praktek dimana land adalah negara dalam negara.
Setelah dilakukan penyelidikan yang cermat oleh pemerintah Hindia Belanda
ditemukan indikasi bahwa munculnya kerusuhan di land Tjiomas sebagai akibat
salah mengelola yang dilakukan oleh administrateur land Tjiiomas. Kebetulan
saat itu yang mengelola land Tjiomas adalah anak dan menantu JWL de Sturler. Dua
orang ini kemudian diadili melalui proses pengadilan yang mana keduanya
dianggap telah melakukan kesalahan. Kesalahan yang dilakukan oleh kedua administrateur
land Tjiomas tersebut menyangkut ketidakadilan dalam soal retribusi dan masalah
rodi yang menimbulkan keresahan diantara penduduk yang pada gilirannya muncul
protes (pemberontakan) dan akhirnya terjadi kerusuhan.
Peta 1924 |
Kerusuhan di land Tjiomas pada tahun 1885 adalah
kasus khusus yang pernah terjadi di Afdeeling Buitenzorg. Setelah kerusuhan
diketahui yang menjadi pemilik maupun administrateur tetap di tangan keluarga JWL
de Sturler. Pada tahun 1905 land Tjiomas diketahui tetap dikuasai oleh keluarga
JWL de Sturler.
Ny. JWL de Sturler di landhuis Tjiomas (1905) |
Land Tjiomas, Land Subur Berkah Letusan Gunung Salak
Sebelum ada aktivitas orang Eropa/Belanda di hulu sungai Tjiliwong, pada
tahun 1699 terjadi gempa bumi yang dahsyat disebabkan oleh meletusnya gunung
Salak. Properti VOC/Belanda di hulu sungai Tjiliwong baru sebatas sebuah
benteng yang dibuat pada tahun 1687 (ketika tim ekspedisi VOC dikirim ke hulu sungai
Tjiliwong yang dipimpin oleh sersan Scipio). Benteng itu menjadi cikal bakal
dimana kelak dibangun Istana Bogor (yang sekarang). Semburan bahan batuan dan
lumpur/debu vulkanik ini menyebarkan ke area sekitar. Debu vulkanik ini yang
menjadi satu faktor penting mengapa land Tjiomas begitu subur, namun menjadi
sulit diolah karena banyaknya ditemukan krikil di atas permukaan tanah. Lahan
Tjiomas memiliki lempung (tanah liat/silikat) yang sangat signifikan.
Sungai-sungai yang banyak cenderung berbatu dan berpasir.
Ada perbedaan hasil analisis apakah gunung Salak meletus atau hanya
sekadar gempa besar. Berdasarkan catatan Daghregister, catatan harian Kasteel
Batavia pada hari kejadian menyebutkan ada suara gemuruh besar di selatan dan
tanah bergoyang keras sehingga orang di jalanan yang tengah jalan berjatuhan.
Catatan Daghregister juga mengundikasikan bahwa sungai Tjiliwong begitu
terlihat kotoran membawa sampah dari pedalaman. Namun dalam catatan Dagregister
tidak ditemukan terminologi letusan vulkanik. Sementara dari catatan orang Inggris,
menyebutkan suatu ekspedisi dikirim dari Tangerang untuk memeriksa ke hulu
sungai Tangerang/sungai Tjisadane karena gemuruh dan gempa yang mana sungai
Tangerang membawa lumpur dan batang-batang pohon dari hulu. Tim ekspedisi ini
membutuhkan 19 hari pergi-pulang dan menyatakan bahwa semua permukaan tanah
tertutup lumpur di wilayah hulu sungai. Keterangan-keterangan tentang letusan
gunung Salak ini tampaknya bersesuaian dengan satu setengah abad kemudian
tentang kondisi lahan yang ditemukan di land Tjiomas oleh pemilik land, tanah
berlempung, banyak batu krikil di atas permukaan, sungai-singai yang banyak yang
berbatu dan berpasir.
Kesesuaian lahan land Tjiomas (kesuburan dan
altitid) pada tahun 1868 dintorduksi tanaman kina dan hasilnya dilaporkan cukup
memuaskan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 28-10-1868).
Java-bode voor Nederlandsch-Indie, 12-05-1871 |
Selain tanaman perkebunan yang diintroduksi oleh
pemilik land Tjiomas, penduduk sudah sejak lama mengusahakan pertanian sawah
untuk menghasilkan beras, tanaman hortikultura dan tanaman sayur-sayuran. Posisi
land Tjiomas yang berdekatan dengan kota (Buitenzorg), produk buah-buahan dan
sayur-sayuran membanjiri kota Buitenzorg setiap harinya. Dalam hal ini, land
Tjiomas memiliki keunggulan komparitif dibandingkan dengan land-land lainnya
karena faktor kesuburan (yang dilengkapi dengan banyaknya sumber air) dan
faktor market. Faktor inilah yang diduga mengapa keluarga de Sturler terus
mempertahankan land Tjiomas sebagai usaha keluarga.
Ny de Sturler (JF Dinger) dan dua putrinya, 1905 |
Sebagai pengusaha, JWE de Sturler ingin
memaksimalkan potensi yang dimiliki land Tjiomas dengan menyewakan tempat
pemandian Kota Batoe (lihat Bataviaasch handelsblad, 15-12-1871). Tampaknya de
Sturler ingin menyemarakkan Kota Batoe sebagai tempat rekreasi dan tujuan
wisatawan. Sebab sebelumnya di Kota Batoe sudah tersedia losmen. Keberadaan
losmen di Kota Batoe paling tidak sudah diberitakan pada tahun 1853 (lihat (lihat
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
21-05-1853).
Bataviaasch handelsblad, 15-12-1871 |
Perkebunan kina di land Tjiomas makin lama makin
meluas. JWE de Sturler bahkan telah mengiklankan di surat kabar (lihat
Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
04-01-1875). Jumlah pohon kini di land Tjiomas sudah mencapai 60.000 batang
(lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
03-05-1875). Jumlah ini belum termasuk yang masih berada di dalam pembibitan,
yang jumlahnya lebih banyak dari sudah ditanam. Tanaman kina di land Tjiomas
kini sudah bersaing dengan tanaman kopi. Produksi kina Tjiomas sudah dipasarkan
di apotik-apotik di Batavia.
De locomotief, 26-08-1875 |
Johan Wilhelm Eduard (JWE) de Sturler boleh
dikatakan sebagai pelopor masyarakat pertanian dan peternakan di Hindia. JWE de
Sturler yang juga pelopor tanaman kina di Buitenzorg namanya cukup dikenal di
seputar (residentei) Batavia. JWE de Sturler juga sukses mengelola land
Tjiomas. Untuk sekadar catatan jumlah penduduk di land Tjiomas pada tahun 1876
sebanyak 13.704 jiwa (lihat Bataviaasch handelsblad, 06-11-1876).
JWE de
Sturler juga adalah seorang pembelajar
dan inovatif. Introduksi tnaman kina di land Tjiomas awalnya sempat dicela oleh
orang tetapi kemudian karena mengelolanya tekun akhirnya berhasil mendapat
perhatian pasar di Eropa/Belanda. Nama KF Holle (di Preanger) dan Sturler (di Buitenzorg) menjadi nama yang
kerap disebut dalam pengembangan perkebunan kina. JWE de Sturler juga
menginisiasi pembentukan masyarakat pertanian dan peternakan. Ikut dalam
pameran dan telah memberikan sumbangan yang berarti dalam koleksi sekolah
pertanian di Wageningen. Tidak hanya itu, ternyatra JWE de Sturler juga, meski
sudah tua (sudah punya cucu) masih kuliah di sekolah pertanian di Wageningen.
Pada bulan Juli 1882 diketahui JWE de Sturler naik kelas ke kelas dua di
sekolah pertanian di Wageningen (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-08-1882).Yang satu kelas bersamanya
diantaranya HP Tiedeman yang diketahui sebagai asisten direktur kebun raya di
Buitenzorg.Yang naik ke kelas tiga diantaranya adalah EL van Limburg Stirum.
Sedangkan yang dinyatakan lulus adalah A Doijer dari Soerabaija dan GWC
Goedhardt dari Samarang.
Pada bulan Desember 1882 di Buitenzorg dilakukan
rapat Masyarakat Balap Buitenzorgsche yang mana direncanakan pada bulan
September 1883 akan diadakan pameran besar yang meliputi bunga, tanaman hias, produk
dan peralatan pertanian, kuda, ternak dan unggas, bersamaan dengan perlombaan
yang akan diadakan pada bulan September 1883 (lihat Java-bode: nieuws, handels-
en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-12-1882). Ini mengindikasikan
untuk kali pertana acara hiburan race yang sudah ada sejak 1860an
dikombinasikan dengan hal yang terkait dengan pengembangan pertanian. Selama
ini pameran pertanian hanya diadakan di Batavia. Dalam kepanitiaan ini turut
serta JWE de Sturler dan para pimpinan dari kebun raya (Dr. JCCW van Nooten,
sekretaris kebun raya; Dr. M Treub, direktur kebun raya, HJ Wigman, asisten
hortikultura kebun raya). Satu yang penting kemudian bahwa JWE de Sturler dan
terunannya baik laki-laki atau perempuan bukan lagi warga biasa, tetapi telah
menjadi bagian dari bangsawan Kerajaan Belanda.
Berdasarkan
Keputusan Kerajaan Belanda tanggal 12 Februari 1884, JWE de Sturler dan
terunannya baik laki-laki atau perempuan yang sah diangkat menjadi bangsawan (lihat
Nederlandsche staatscourant,22-02-1884). Apa sebab yang menjadi diangkat
menjadi bangsawan tidak diketahui secara jelas. Namun jika dilihat
track-recordnya besar kemungkinan karena JWE de Sturler terbilang sangat aktif
dalam pengembangan pertanian di Hindia khususnya di land Tjiomas. JWE de Sturler juga telah mendapat sertifikat
der derde klasse zilver medaille Calcutta International Exhiition 1883-1884
karena keberhasilan perkebunan kina, yang menjadi salah satu kebanggaan warga
Belanda di dalam eksibisi tersebut (lihat De locomotief : Samarangsch handels-
en advertentie-blad, 10-11-1884).
Seperti yang telah disebut di atas, pada tahun
1886 terjadi kerusuhan di land Tjiomas yang mana dalam kerusuhan tersebut anak
dan menantu JWE de Sturler dinyatakan bersalah. Lantas apa yang menyebabkan anak
dan menantu JWE de Sturler dinyatakan bersalah tidak dijelaskan secara
terperinci/ Lantas apakah anak dan menantu ini telah menyalahgunakan posisi
keluarga atau hanya sekadar kesalahan dalam mengelola dan pengadministrasian
land Tjiomas? Kasus di land Tjiomas ini sudah menjadi isu pada tahun 1885
sebagaimana ditemukan dalam surat kabar Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-04-1885.
Dua tahun lalu (2017), di desa Pagelaran,
kecamatan Ciomas, tepatnya di area Pesantren Al Fatah di kampung Kreteg ditemukan
sebuah bunker (lorong bawah tanah). Lantas apakah ada kaitan keberadaan bunker
ini dengan kerusuhan yang terjadi di land Tjiomas pada tahun 1887. Tentu saja
untuk membuktikan adanya relasi tersebut diperlukan penggalian data. Dalam
berita yang muncul pada tahun 2017 seorang nara sumber menyebutkan bahwa di
area ditemukan bunker tersebut dulunya terdapat sebuah penggilingan padi.
Penggilingan padi di land Tjiomas (Peta 1900) |
Lantas kapan dibuatnya bunker di area
penggilingan padi di land Tjiomas? Apakah bunker ini dibuat pada era Pemerintah
Hindia Belanda, atau jauh sebelumnya pada era VOC, atau apakah bunker itu
dibuat pada era pendudukan militer Jepang? Pertanyaan ini tentu saja sulit
diketahui. Hal ini karena pembuatan bunker tampaknya bersifat rahasia dan
selalu dirahasiakan. Lalu pertanyaan berikutnya untuk kerperluan apa bunker
dibuat? Sudah barang tentu untuk kebutuhan pertahanan (persembunyian), tetapi
juga dapat digunakan untuk tempat penyimpanan padi/beras.
Peta 1880 |
Apakah ada relasi pembangunan bunker dengan
kejadian-kejadian sebelum kerusuhan di land Tjiomas pada tahun 1885, Tampaknya
sangat kecil kemungkinan. Sebab penggilingan padi pada tahun belum ada di
kampong Kretek (baru ada di kampong Pasir Koeda). Pada tahun-tahun kerusuhan,
kebutuhan bunker untuk pertahanan kemungkinannnya sangat kecil, karena kekuatan
militer Belanda sudah cukup kuat saat itu di kota Buitenzorg. Jika hanya untuk
membangun bunker, mengapa harus sejauh itu ke kampong Kretek (perkampungan
penduduk), lokasi yang keberadaannya jauh dari landhuis. Lagi pula di kampong
Kretek properti landhuis Tjiomas hanya sebatas penggilingan padi (properti
pemilik land terdapat di sekitar landhuis).
Kemungkinan dibuatnya bunker itu dilakukan pada era pendudukan Jepang.
Militer Jepang sangat jamak membuat bunker-bunker di berbagai tempat. Selama
penduduk militer Jepang, kesatuan militer Jepang sangat kuat di Bogor. Oleh
karena itu mereka tidak memerlukan bunker untuk persembunyian, Lagi pula,
dengan melihat struktur bangunan, bunker di Tjiomas ini terbilang bunker kecil.
Satu-satunya alasan militer Jepang membangun bunker di Tjiomas hanya untuk
kebutuhan untuk ruang tahanan (penjara) bawah tanah. Sebagaimana diketahui
selama penduduk Jepang, penjara yang digunakan militer Jepang hanya penjara
Paledang (penjara warisan Belanda). Dalam hal ini, militer Jepang membuat
bunker di Tjiomas dengan memodifikasi saluran pembuangan air kincir penggerak
penggilingan padi peninggalan pemilik land Tjiomas. Jawaban ini tentu saja
kurang memuaskan, sebab tidak perlu jauh-jauh ke Tjiomas hanya untuk sekadar
membuat penjara bawah tanah. Itu bisa dilakukan militer Jepang di bawah penjara
Paledang.
Satu-satunya informasi masa lalu yang dapat
menjadi petunjuk adalah suatu informasi yang dapat dibaca pada surat pembaca yang
mengomentari artikel CHF Riesz tentang over de aanhangige Tjiomasquaestio en
den Assistent Resident van Buitenzorg pada surat kabar Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 08-06-1885. Dalam surat
pembaca disebutkan bahwa perlu investigasi besar-besaran di Tjiomas yang diduga
dikaitkan dengan tingginya cukai yang diterapkan. Juga di dalam surat pembaca
ini terindikasi adanya gudang selama lima puluh tahun ini di selatan land,
tempat dimana cukai (padi) dikumpulkan. Namun tahun ini tempat pengumpulan
cukai tersebut untuk kali pertama harus dibawa ke Kedong Halang yang jaraknya
sekitar 15 pal.
Jika
menghitung mundur lima puluh tahun dari tahun 1885 itu berarti keberadaan
gudang di selatan land sudah ada sekitar tahun 1835. Lantas mengapa gudang ini
tidak dimanfaatkan lagi dan mengapa harus ke Kedong Halang? Surat pembaca itu
juga menyatakan belum lama ini ada upaya pembunuhan di Kedong Halang. Apakah ada
relasi orang yang diduga dibunuh lalu disembunyikan di dalam gudang di selatan
land? Lalu gudang itu ditutup selamanya?
Dalam berita lain disebutkan bahwa administrateur
land Tjiomas adalah Sol. Sebagaimana diketahui menantu pemilik land Tjiomas adalah
EPC Sol. Boleh jadi dalam hal ini JWE de Sturler tidak tahu apa-apa soal karena
belakangan ini JWE de Sturler lebih sibuk dalam hal pengembangan pertanian
secara umum. Dalam perkembangannya di land Tjiomas muncul perselisihan antara
penduduk dan mandor yang berakhir dengan terbunuhnya Tjamat.
Perselisihan ini awalnya seorang penduduk dengan alasan tertentu meminta
tidak ikut kerja rodi tetapi digantikan orang lain, Namun mandor tidak menolak
dan meminta tidak bisa diwakili. Lalu kemudian terjadi kejadian dimana Tjamat
terbunuh. Untuk mengatasinya dikirim setengah kompi militer (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 01-03-1886). Berita lain disebutkan bahwa Asisten Residen
Buitenzorg telah dipecat karena kasus ini (lihat Soerabaijasch handelsblad, 01-03-1886).
Pembunuh Tjamat di Tjiomas telah ditembak tentara (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 06-03-1886). Mangapa Asisten Residen dicopot? Ada dugaan bahwa
Asisten Residen tidak cepat merespon karena sang Tjamat selama ini dibenci oleh
penduduk dan tidak dilakukan tindakan (lihat Soerabaijasch handelsblad, 12-03-1886).
Pertanyaan berikutnya adalah apakah militer dalam
hal ini telah melakukan tindakan kekerasan kepada penduduk? Apakah para
pemberontak yang ditangkap lalu dijebloskan ke dalam gudang di selatan land?
Seperti disebutkan di atas, ketegangan di land Tjiomas tidak berhenti sampai disitu
tetapi kemudian terjadi kerusuhan kembali pada tanggal 19 dimana kelompok
pemberontak yang terdiri dari 50 orang menyerang pesta bumi di kampong Gadok
land Tjiomas dan hari esoknya tanggal 20 Mei 1886 pemerintah yang dibantu satuan
militer bentrok dengan 500 orang pemberontak di perbatasan land Tjiomas dan
land Tjiampea yang mana terbunuh sebanyak 41 orang dan sembilan orang terluka
parah yang semuanya diidentifikasi sebagai penduduk Tjiomas.
Semua
perkara-perkara ini telah diselidiki dan telah diberitakan di surat kabar,
namun ada satu yang tetap misteri, yakni soal gudang. Apakah gudang ini pada
masa ini yang diduga sebagai sebuah bunker? Suatu bekas gudang yang dijadikan
sebagai penjara bawah tanah di land Tjiomas?
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di
blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah
menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping
pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat
tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton
sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan
sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam
memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini
hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish).
Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
trimakasih atas artikelnya...saya jd tahu sejrah tempat tinggal saya sekrang
BalasHapus