*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini
Apakah ada sejarah Mapat Tunggul? Tentu saja ada, bahkan lebih dari yang diketahui. Hanya saja tidak ada yang bersedia menulisnya. Boleh jadi karena dianggap tidak penting. Namun asumsi serupa itu adalah keliru. Seperti wilayah-wilayah lain, sejarah Mapat Tunggul sudah berlangsung lama. Wilayah ini sejak awal telah didiami oleh orang Mandailing. Tiga nama kampong terawal yang diidentifikasi pada era kolonial Belanda di District Mapat Toenggoel adalah Moeara Tais, Pintoe Padang dan Silajang. District Mapat Tunggul tempo doeloe adalah remote area (tergantung pencet yang mana).
Apakah ada sejarah Mapat Tunggul? Tentu saja ada, bahkan lebih dari yang diketahui. Hanya saja tidak ada yang bersedia menulisnya. Boleh jadi karena dianggap tidak penting. Namun asumsi serupa itu adalah keliru. Seperti wilayah-wilayah lain, sejarah Mapat Tunggul sudah berlangsung lama. Wilayah ini sejak awal telah didiami oleh orang Mandailing. Tiga nama kampong terawal yang diidentifikasi pada era kolonial Belanda di District Mapat Toenggoel adalah Moeara Tais, Pintoe Padang dan Silajang. District Mapat Tunggul tempo doeloe adalah remote area (tergantung pencet yang mana).
Wilayah Mapat Toenggoel (Now) |
Jauh sebelum orang-orang Eropa/Belanda datang, District Mapat
Toenggoel adalah district penghubungan antara komplek percandian di Portibi (Padang
Lawas) dan komplek percandian di Muara Takus (Kampar). Karena itulah namanya
disebut Mapat Tonggoel dan karena itu pula Mapat Toenggoel pada jaman kuno
dianggap penting. Singkat waktu: Mapat Tunggal sejatinya bukan dunia baru,
tetapi Mapat Toenggoel adalah adalah dunia lama. Untuk menambah pengetahuan,
mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Peta 1835 |
Nama Mapat
Toenggoel: Antara Candi Padang Lawas (Portibi) dan Candi Kampar (Muara Takus)
District Mapat Toenggoel sempat diklaim pada awal
pembentukan Pemerintah Hindia Belanda (1846) dan dianggap sebagai bagian dari
District Rao. Namun dalam perkembangannya District Rao dan District Mapat
Toenggal adalah dua district yang terpisah. Meski demikian, district Mapat
Toenggal tetap dianggap sebagai distrik yang dimasukkan ke wilayah Residentie
Padang (yang berpusat di Padang). Boleh
jadi hal ini karena pemimpin lokal dan pejabat Pemerintah Hindia Belanda
berasumsi bahwa wilayah Mapat Toenggoel dimasukkan ke pemerintahan yang baru
dibentuk Belanda karena alasan penduduknya berasal dari Mandailing, Padang
Lawas dan Rao. Namun ketika dibentuk pemerintahan yang baru di Sumatra’s
Oostkust (yang berpusat di Siak Indrapoera) ternyata district Mapat Toenggoel
adalah wilayah Sumatra’s Oostkust.
Pada
tahun 1852 Pemerintah Hindia Belanda membentuk pemerintahan Riiau dengan ibu
kota di Bintan yang wilayahnya termasuk pantai timur Sumatra (lihat Resolusi No
27 tanggal 29 Mei 1852). Lalu kemudian pada tahun 1865 pemerintahan Residentie
Riau diperluas yang mencakup wilayah daratan Sumatra’s Oostkust (lihat Beslit
No. 8 tanggal 21 Februari 1965). Disebutkan bahwa disetujui penempatan
controleur di Siak, Laboean Batoe, Panei, Batoe Bara dan Deli untuk melayani
para kas houder (post houder). Lanskap-lanskap ini berada dibawah kas houder
Afdeeling Siak. Pada tahun 1870, Residentie Riouw en onderhoorigheden
konfigurasi pemerintahan menjadi terdiri dari beberapa afdeeling: Siak Sri
Indrapoera, Lingga, Karimon, Batam, Noord Bintang, Zuid Bintang dan Tandjong
Pinang. Afdeeling Siak Sri Indrapoera terdiri dari enam onderafdeeling, yakni:
Siak, Deli, Batubara, Asahan, Bengkalis dan Laboean Batoe (Panei dihapuskan
lalu dimasukkan ke Laboehan Batu dan Asahan dibentuk. Asisten Residen
ditempatkan di Siak, sedangkan di Deli, Batubara, Asahan, Bengkalis dan Laboean
Batoe masing-masing tetap dikepalai oleh seorang controleur. Saat inilah diduga
District Mapat Toenggoel (dalam kenyataannya) masuk wilayah Melayu (Riau).
Oleh karena berbagai faktor, terutama faktor
hambatan geografis, pada tahun 1882 district (lanskap) Mapat Toenggoel
disatukan dengan Onderafdeeling Rao, Panti en Loeboesikaping, Afdeeling Air
Bangis (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 24-05-1882). Disebutkan lanskap Melayu Moeara Sei Lolo dan Mapat
Toenggoel berdasarkan Keputusan tanggal 10 Mei No. 7 (Stbl. No. 132) menetapkan
akan menjadi bagian dari (pemerintahan) Onderafdeeling Rao, Panti en
Loeboesikaping, Afdeeling Air Bangis, Residentie Padangsche Benedenlanden.
Peta 1904 |
Dalam hal batas-batas pemerintahan pada era
Pemerintah Hindia Belanda berbeda dengan batas-batas kedaulatan (teritorial)
pada jaman kerajaan-kerajaan (era VOC). Pemerintah Hindia Belanda tidak lagi
mengikuti pembagian wilayah pada jaman kuno (berdasarkan historis), tetapi
menerapkan kebijakan baru dalam rangka mengefektifkan pemerintahan dan
pembangunan wilayah (berdasarkan futuris). Namun demikian, sejarah adalah satu
hal, penataan administrasi (wilayah) pemerintahan (Belanda) adalah hal lain
lagi.
Wilayah Mapat Toenggoel (ibu kota Moeara Tais) yang
dimasukkan ke onderafdeeling Rao, Loeboesikaping en Panti memiliki penduduk
sebanyal 2.050 jiwa yang meliputi 19 negori yang terdiri dari 29 kampung (lihat
Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 27-03-1883). Dalam beslit ini
juga district Moeara Sei Lolo (ibu kota Silajang) dan district VI Kota (ibu
kota Loeboek Godang) dimasukkan ke onderafdeeling Rao, Loeboesikaping en Panti
yang meliputi enam negorij yang terdiri dari delapan kampung dengan total
penduduk sebanyak 1.423 jiwa. Tiga district ini kemudian dijadikan satu
district bernama District Mapat Toenggoel. Orang yang berperan dalam membujuk tiga
district tersebut dimasukkan ke onderafdeeling Rao, Loeboesikaping en Panti
adalah Radja Bagarno gelar Jang Dipertoean, kepala Padang Nunang dan Soko gelar
Radja Koeamang, kepala Laras Panti (lihat De locomotief, 28-08-1883). Kepala
Silajang District Mapat Toenggoel adalah Si Soedin gelar Toeankoe Besar.
Catatan: Nama-nama kampong Moeara Tais, Loeboek Godang dan Silajang adalah
nama-nama yang umum dikenal di Afdeeling Mandailing en Angkola. Namun sejak
1886 tiga wilayah ini diabaikan. Padahal tiga district ini adalah penghasil
emas. Dalam situasi dan kondisi ini tiga pemimpin di Mapat Toenggoel (kepala
Loeboek Godang dan Moeara Tais) disingkirkan (dibunuh semuanya) oleh orang yang
tidak dikenal yang menentang otoritas Pemerintah Hindia Belanda (pengikut Padri?). Lalu muncul rezim baru di
tiga district ini yang secara eksplisit menentang otoritas Belanda. Situasi di
tiga district ini seakan mengingatkan kembali pada fase 1819-1837) saat mana
terjadi perseteruan antara rezim pengikut Padri dengan rezim para pangeran Pagaroejoeng
(Mainangkabau) yang dibantu oleh (rezim) Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1891 terjadi penataan kembali wilayah
administrasi pemerintah di Province Sumatra’s Westkust. Onderafdeeling Rao,
Loeboesikaping en Panti dipisahkan dari Residentie Padangsche Benelanden dan
kemudian statusnya ditingkatkan menjadi afdeeling yang dimasukkan ke Residentie
Padangsche Bovenlanden. Wilayah onderfadeeling Rao, Loeboesikaping en Panti
sebelumnya diubah dengan nama tunggal sebagai Afdeeling Loeboeksikaping. Namun
persoalan di Mapat Toenggoel tidak mendapat perhatian. Pada tahun 1902 J Ballot
(Asisten Residen Loeboeksikaping yang baru) telah menormalisasikan kembali
situasi di District Mapal Toenggoel dan para pemimpin lokal yang sah (berhak)
telah diposisikan kembali.
Para petualang
yang selama 10 tahun berkeliaran di wilayah tersebut telah ditangkap dan
diasingkan (selama sepuluh tahun) dan sebagian di hukum kerja paksa (lihat
Algemeen Handelsblad, 25-03-1905). Hukuman bagi mereka yang terdakwa telah
diputuskan oleh rapat yang diadakan di Mapat Toenggoel (lihat De Telegraaf, 04-06-1903).
Dengan demikian, wilayah yang tahun 1882 bersedia bergabung dengan Pemerintah
Hindia Belanda telah dipulihkan kembali (setelah selama 16 tahun menderita).
Boleh jadi kasus ini adalah sisa (pengikut) Padri yang terakhir. Namun demikian
pemerintah Padangsche Bovelanden dipersalahkan dalam kasus ini karena mengabaikan
selama belasan tahun (dianeksasi oleh kelompok yang tidak dikenal). Catatan: J
Ballot, boleh jadi karena pemulihan di District Mapat Tanggoel) dipromosikan menjadi
Asisten Residen Sekretaris Gubenur Province Sumatra’s Westkust lalu menjadi
Residen Sumatra’s Oostkust. Kelak J Ballot kembali ke Province Sumatra’s
Westkust sebagai Gubernur Province Sumatra’s Westkust, 1910-1915). J Ballot
adalah gubernur Province Sumatra’s Westkust yang terakhir.
Kasus Mapat Toenggoel mendapat perhatian di Medan
(ibu kota Residentie Sumatra’s Westkust). Selain kasus Mapat Toenggoel juga
terdapat kasus yang mirip yang mana sejumlah district lainnya di dekat
Limapoeloeh Kota yang diserahkan ke Padangsche Bovenlanden digugat (lihat De
Sumatra post, 13-06-1906). Diusulkan bahwa distrik-distrik yang masuk Lima
Poeloeh Kota dimasukkan ke Kampar dan sejumlah district lainnya dimasukkan ke
Rokan. Hal ini karena ada dukungan dari orang Melayu demi mencapai keadilan.
Juga disebutkan bila perlu semua district di Rau dan Loeboek Sikaping
dimasukkan ke wilayah Residentie Tapanoelie atau ke Rokan.
Pada
tahun 1879 lanskap-lanskap di utara Siak (dipisahkan dari afdeeling Siak
Indrapoera) dan kemudian disatukan menjadi satu afdeeling (dengan afdeeling Oost
van Sumatra) yang terdiri dari district Bengkalis, Laboehan Batoe, Asahan,
Batubara dan Deli dengan ibu kota di Rantau Pandjang (Bengkalis) dimana asisten
residen berkedudukan. Ini mirip dalam pembentukan Afdeeling atau Residentie Air
Bangis tempo sebelumnya di pantai barat Sumatra. Pada tahun 1887 afdeeling Oost
van Sumatra ini ditingkatkan menjadi residentie. Celakanya, ibu kota residentie
di relokasi dari Bengkalis ke Medan dimana residen berkedudukan. Saat inilah
district Bengkalis jauh di Riau lalu diintegrasikan dengan afdeeling Siak
Indrapoera. Lalu pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province
Sumatra’s Westkust menjadi residentie yang berdiri sendiri (sebagaimana Residentie
Oost van Sumatra). Resident Oost van Sumatra sejak tahun 1905 adalah J Ballot
(yang dulu pernah membebasakan District Mapat Toenggoel dari kezaliman). Pada
tahun 1905 kota Medan sudah lebih maju jika dibandingkan kota Padang. Kelak
pada tahun 1815 Residentie Oost van Sumatra dipromosikan menjadi province.
Celakanya, Province Sumatra’s Westkust terpaksa didegradasi (dilikuidasi).
Lantas mengapa muncul klaim dan pengakuan dalam
pembentukan pemerintahan di era Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia
Belanda dapat meratifikasi klaim dan pengakuan di dalam perjanjian. Klaim dalam
hal ini yang besar terhadap kecil sedangkan pengakuan yang kecil terhadap
besar. Kerajaan Pagaroejoeng boleh saja mengklaim district Mapat Toenggoel
tetapi penduduk district Mapat Toenggoel tidak mengakui kerajaan Pagaroejoeng
sebagai atasannya, akan tetapi lebih mengakui atasannya kerajaan Melayu
(Djohor, Riau atau Siak). Dalam hal ini bisa saja kerajaan Pagaroejoeng
menghormati klaim Siak dan pengakuan dari radja-radja Mapat Toenggoel (atau
sebaliknya).
Ketika
Pemerintah Hindia Belanda mulai membentuk pemerintahan yang dimulai dari klaim
kerajaan Pagaroejoeng terhadap district-district tertentu (yang menjadi dasar
legitimasi Pemerintah Hindia Belanda). Dalam perkembangannya radja-radja Mapat
Toenggal memindahkan pengakuannya dari Melayu ke Pemerintah Hindia Belanda
(sehubungan dengan wilayah Minangkabau sudah berada di bawah otoritas
Pemerintah Hindia Belanda). Pengakuan penduduk Mapat Toenggal kepada Pemerintah
Hindia Belanda ini terjadi tahun 1846. Namun, para pejabat Belanda kurang
intensi di Mapat Toenggal (mengabaikan). Dalam pembentukan pemerintahan di
Sumatra’s Oostkust, Mapat Toenggoel diklaim kerajaan Melayu sebagai bagian dari
pemerintahan yang bergabung dengan Pemerintah Hindia Belanda (1865). Dalam hal
ini, district Mapat Toenggoel terdapat tumpang tindih antara barat dan timur.
Lalu pada tahun 1879 radja Rao dan kepala laras Panti membujuk raja-raja Mapat
Toenggoel untuk bergabung dengan pemerintah (residenie) Padangsche Benelanden
yang kemudian diratifikasi pada tahun 1882. Namun sekali lagi district Mapat
Toenggoel diabaikan lagi hingga terjadinya ‘kudeta’ di Mapat Toenggoel oleh
rezim yang menentang otoritas Belanda. Baru pada tahun 1902 district Mapat Toenggoel
dipulihkan oleh pemerintah Padangsche Bovenlanden (saat mana Asisten Residen
Loboek Sikaping J Ballot).
Pengakuan dan klaim ini sesungguhnya merujuk pada
proses evolusi pemerintahan kerajaan-kerajaan tempo doeloe. Pada jaman doeloe,
kerajaan besar di sekitar adalah Kerajaan Aroe, Kerajaan Malaka dan Kerajaan
Minangkabau (Pagaroejoeng). Kerajaan-kerajaan ini adalah estafet dari suatu
pemerintahan yang lebih kuno di masa lampau (di era Budha Hindu).
Kerajaan-kerajaan kuno ini dapat ditafsirkan dengan wujud adanya percandian
apakah di Portivie (Padang Lawas) atau di (Moeara) Takus (Kampar). Dalam hal
ini, kehidupan di sekitar Mapat Toenggoel diduga sudah eksis sejak jaman kuno.
Nama Mapat Toenggoel, Rao, Takus, Taloe adalah nama-nama yang dikaitkan dengan
jaman kuno, jaman sebelum adanya kerajaan Aroe, Malaka dan Pagaroejoeng.
Bagaimana bisa? Di district itu banyak
ditemukan emas yang menjadi salah satu faktor kehadiran pendatang dari India
(munculnya percandian).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar