*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Riau di blog ini Klik Disini
Pulau Penyengat tempo doeloe disebut Pulau Mars. Mengapa? Karena pulau yang lebih besar sudah disebut Pulau Bintang. Lalu pulau yang lebih kecil di dekat Pulau Mars disebut Pulau Venus. Nama Pulau Bintang kemudian mengalami reduksi dan hanya disebut Pulau Bintan (idem dito nama pulau Batang menjadi Batam). Perubahan nama pulau Mars menjadi Penyengat mengindikasikan era Portugis berakhir. Di pulau Penyengat inilah kemudian mendudukkan Sultan Muda (Riau) Lingga sementara Belanda membangun ibu kota (fort) di suatu tanjung yang disebut Tandjoeng Pinang (kini ibu kota pulau Bintan dan ibn kota Riau).
Lantas bagaimana sejarah Pulau Penyengat? Bermula dari kedudukan Soeltan Moeda Riouw-Lingga yang kemudian muncul seorang tokoh sastrawan Melayu yang kini dikenal Raja Ali Haji. Lalu seorang sarjana bahasa Belanda muncul bernama Mr Elisa Netscher yang mendapat hoki yang kemudian diangkat menjadi Residen Riouw ((1861-1870) dan kemudian menjadi Gubernur Sumatra’s Westkust (1870-1878). Pada tahun 1875 seorang pegawai di Panjaboengan yang menyukai sastra Batak ingin menjadi guru. Resident Netscher menyetujuinya. Guru baru itu bernama Charles Adrian van Ophuijsen yang kemudian menjadi guru di sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean (1881-1889) yang mana lima tahun terakhir sebagai direktur sekolah. Charles Adrian van Ophuijsen adalah penyusun tatabahasa bahasa Melayu (cikal bakal tatabahasa Indonesia). Bagaimana semua itu bisa terhubung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pulau Penyengat: Radja Ali Hadji dan Elisa Netscher
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kota Padang Sidempoean: Charles Adrian van Ophuijsen dan Dja Endar Moeda
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar