*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Berbicara
soal pertambangan dan sumber minyak, sebenarnya berbicara tentang gambaran
Indonesia pada zaman kuno. Mengapa? Sumber minyak adalah sumber bahan fosil
yang terperangkap di dalam tanah apakah di sekitar daerah aliran sungai maupun
daerah sekitar muara sungai. Seperti pada artikel-artikel sebelumnya, kawasan
minyak Blok Mahakam mewakili ladang-ladang minyak di daerah aliran sungai
Mahakam dan lepas pantai di depan muara sungai Mahakam. Produksi kawasan minyak
Blok Mahakam terbilang sangat besar.
Dalam sejarah industri pertambangan (minyak) di
Indonesia berawal dari era Pemerintah Hindia Belanda. Usaha-usaha eksplorasi
dan eksploitasi Cepu (Blora), Langkat, Banjuasin dan Moeara Enim. Sejak
pengakuan kedaulatan Indonesia, dengan semakin banyaknya ditemukan
ladang-ladang minyak di berbagai daerah upaya eksplorasi dan eksploitasi banyak
yang diserahkan kepada pihak termasuk di Blok Mahakam. Pada tanggal 1 Januari
2018 Blok Mahakam di Kalimantan Timur resmi di serahkan ke PT Pertamina
(Persero) dari Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation. Ini menjadi
penting karena Blok Mahakam selama 50 tahun dikuasai asing dan kemudian berada
di tangan anak bangsa. Belum lama ini, seperti disebut pada artikel sebelumnya,
Blok Rokan juga kemudian ditangani oleh anak bangsa.
Lantas
bagaimana sejarah kawasan pertambangan minyak Blok Mahakam di provinsi
Kalimantan Timur? Seperti disebut di atas, Blok Mahakam berada di daerah aliran
sungai Mahakam (termasuk di wilayah muara dan lepas pantai). Satu yang penting
dalam sejarah industri menyak di Indonesia, Blok Mahakam sejak 2018 sudah
ditangani oleh anak bangsa. Satu hal penting lainnya adalah Blok Mahakam
sebagai sumber minyak dapat dihubungkan dengan sejarah zaman kuno di pantai
timur Kalimantan. Lalu bagaimana sejarah ladang-ladang minyak Blok Mahakam? Seperti
kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Mahakam dan Minyak di Pantai
Timur Kalimantan: Kawasan Pantai di Muara Sungai Mahakam
Ladang-ladang
minyak di Sumatra Selatan umumnya berada di pedalaman, jauh dari laut.
Sebaliknya ladang-ladang minyak di Kalimantan Timur umumnya berada di sekitar
pantai (Onshore dan Offshore). Mengapa bisa berbeda begitu? Hal ini tentu saja
karena berbeda sejarah pembentukan minyaknya. Sebagaimana diketahui minyak
terbentuk sebagai bahan fosil, suatu proses perubahan alamiah dalam jangka
panjang bahan-bahan fosil terutama sampah tumbuhan dalam skala besar. Peta ladang minyak di
Kalimantan Timur sekitar muara sungai Mahakam menggambarkan garis pantai hanya
bergeser sedikit ke arah timur.
Meski tampak sebaran ladang-ladang minyak di
Sumatra Selatan dan di Kalimantan Timur berbeda, tetapi secara geografis posisi
ladang-ladang minyak tersebut berada di posisi GPS muara sungai di masa lampau.
Seperti dideskripsikan pada artikel sebelumnya, posisi muara sungai-sungai di Sumatra
Selatan telah bergeser secara betahap dalam jangka panjang dari wilayah pegunungan
di barat ke arah timur (yang membentuk pantai timur Sumatra). Ladang-ladang
minyak di Kalimantan Timur berada di sekitar muara sungai Mahakan (lihat peta).
Seperti tampak pada peta, garis pantai Kalimantan Timur di sekitar muara sungai
Mahakam hanya bergeser sedikit dari barat ke arah timur, sesuatu yang sangat
berbeda dengan garis pantai timur Sumatra di wilayah Sumatra Selatan. Peta
ladang minyak blok Mahakam (internet).
Kawasan
daerah muara sungai di Kalimantan Timur yang tampak hanya berada di garis
pantai yang sekarang, mengindikasikan bahwa tidak terjadi pergeseran garis
pantai seperti halnnya di wilayah Sumatra Selatan.
Mengapa garis pantai tidak bergeser secara
drastis di Kalimantan Timur (relatif terhadap Sumatra Selatan) karena wilayah
pantai Kalimantan Timur yang sekarang sangat dekat perbukitan di pantai,
sedangkan di depan muara sungai terdapat laut yang lebih dalam, yang
menyebabkan pendangkalan hanya sekitar pantai. Hal ini berbeda dengan di pantai
timur Sumatra yang cenderung lebih dangkal. Arus laut yang lebih kuat di pantai
Kalimantan Timur yang tidak ada halangan (seperti pulau yang menghalangi arus
dalam air laut) menyebabkan proses pengendapan tergerus ke laut yang lebih
dalam. Sementara di pantai timur Sumatra di Sumatra Selatan menyebabkan terjadi
proses sedimentasi berkelanjutan dari barat ke timur. Sebagai akibat perbedaan
waktu dalam proses sedimentasi ini menjadi faktor penentu terbentuk batubara
dan minyak/gas di pedalaman dan kawasan di belakang pantai terbentuk lahan gambut.
Apa yang terjadi di pantai timur Kalaimantan dapat juga diperbandingkan dengan
pantai selatan dan pantai barat Kalimantan yang cenderung di kawasan belakang
pantai terbentuk gambut. Namun tidak ada kawasan gambut di pantai timur
Kalimantan (hanya ada batubara yang begitu dekat ke garis pantai).
Untuk
lebih memahami pola pembentukan ladang-ladang minyak dapat diperbandingkan
dengan peta (sebaran) lahan-lahan batubara dan gambut. Hal ini karena batu bara
dan gambut juga terbentuk umumnya dari sampah-sampah vegetasi (batang dan daun
tumbuhan) zaman kuno. Gambut usianya lebih muda.
Sampah-sampah vegetasi zaman kunu terbawa arus
air dari pedalaman ke muara-muara sungai. Sampah-sampah itu muncul sebagai
akibat aktivitas vulkanik atau kegiatan manusia dalam pembakaran hutan untuk
menyiapkan ladang pertanian. Di sekitar muara sungai, sampah-sampah tersebut
yang tercampur lumpur akan menumpuk di bawah dasar laut yang umumnya berada di
kawasan tangakapan air. Proses sedimntasi dalam jangka panjang terbentuk
lapisan tanah di dasar laut yang jika melampau permukaan laut akan membentuk
daratan yang akan ditumbuhi oleh vegatasi baru. Hal itulah mengapa di sekitar
muara sungai Mahakam, daratan terbentuk lebih dekat ke daratan karena lebih
dangkal jika dibandingkan dengan perairan yang lebih jauh ke laut dalam.
Perbedaan kedalaman dalam proses sedimentasi itu menyebabkan terbentuknya
daratan (pada laut dangkal).
Satu
hal lain lagi yang menarik tentang daerah aliran sungai Mahakam, seperti sudah
disinggung di atas adalah soal tidak ada gambut tetapi batubara yang begitu
dekat ke garis pantai (yang berbeda dengan di Sumatra Selatan), ini mengindikasikan
bahwa perluasan daratan di pulau Kalimantan sejak zaman kuno sangat masif di
pantai selatan dan pantai barat Kalimantan. Dengan kata lain wilayah pantai
utara dan pantai timur Kalimatan relatif tidak berubah secara signifikan sejak
zaman kuno. Argumentasi ini menjadi tambahan bukti bahwa peta kuno Ptolomeus
berjudul (peta) Taprobana menurut kesimpulan saya semakin kuat peta itu adalah
peta Kalimantan (bagian utara).
Satu artikel saya dalam blog ini, menyimpulkan
bahwa peta Taprobana yang belum dapat dipastikan letaknya, tidak berada di Sri
Lanka dan Sumatra tetapi di Kalimantan. Pada artikel itu disebutkan bahwa pulau
Kalimantan dari bentuk aslinya (peta Taprobana) telah meluas ke arah selatan
dan ke arah barat. Hal itu terjadi karena proses sedimentasi jangka panjang,
akibat aktivitas manusia di wilayah hulu (di Kalimantan bagian utara).
Sudah
barang tentu, peta Kalimantan tidak hanya soal peta gambut, batubara dan minyak/gas
yang dikaitkan dengan perubahan peta geografi/topografi Kalimantan, tetapi juga.
last but not least, dapat dihubungkan dengan bukti keberadaan kerajaan kuno di
zaman doeloe di pantai timur Kalimantan (lihat prasasti Muara Kaman abad ke-3).
Dalam catatan geografi Ptolomesus (150 M)
tidak hanya memetakan dengan baik pulau Taprobana (kini disimpulkan peta di Kalimantan),
Ptolomeus juga mengidentifikasi dua nama tempat (yang berada di atas
khatulistiwa) yakni Katigara dan Sumatra. Ptolomeus menyebut bahwa sentra
produksi kamper berada di Sumatra bagian utara. Katigara ini oleh para peneliti
pada era Hindia Belanda disimpulkan berada di (kota) Kamboja yang sekarang.
Oleh
karena wilayah pantai timur Kalimantan tidak berubah hingga sekarang, maka
keberadaan kerajaan kuno di daerah aliran sungai Mahakam memperkuat bukti bahwa
kerajaan kuno sudah eksis di zaman kuno di wilayah hulu. Wilayah kerajaan kuno yang berada di arah hulu
inilah yang diduga menjadi penyebab sampah-sampah tumbuhan terbawa arus air
sungai mahakam ke arah hulir (di sekitar muara sungai Mahakam). Dengan kata
lain sampah-sampah itu muncul akibat kegiatan manusia (pembakaran hutan untuk
pertanian) daripada aktivitas vulkanik.
Bagaimana dengan di pantai selatan dan pantai
barat Kalimantan? Bukti sejarah kuno di pantai selatan Kalimantan adalah
kerajaan Nagara di daerah aliran sungai Barito di sekitar Kandangan yang
sekarang. Wilayah ini dapat dikatakan wilayah delta, suatu daratan yang
terbentuk baru dari proses sedimentasi jangka panjang. Para ahli menyimpulkan
wilayah Nagara tersebut dimana kini ditemukan situs candi diduga pada era
Majapahit (sekitar abad ke-14). Hal yang sama juga dengan penemuan candi di
wilayah pantai barat Kalimantan (vandi Baru) yang berada lebih dekat ke laut
dan muncul sekitar berakhirnya kerajaan Sriwijaya. Peta tambang emas di
Kalimantan (internet)
Keberaadaan
kerajaan(-kerajaan) zaman kuno di (pedalaman) Kalimantan tentu saja bukan
muncul karena batubara dan minyak/gas tetapi karena sumber-sumber emas. Peta
sumber emas di (pulau) Kalimantan berada di sepanjang ‘sabuk’ emas Kaliamnatan
dari ujung barat laut melalui bagian tengah pulau Kalimantan hingga ke ujung
timur laut (wilayah Sabah). Jika memang benar posisi kerajaan kuno tepat berada
di daerah hulu aliran sungai Mahakam di Muara Kaman, maka kerajaan ini tumbuh
dan berkembang karena emas dan menjadi pusat perdagangan emas di (pulau)
Kalimantan.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Sejarah Blok Mahakam: Kini
Dikelola Anak Bangsa
Pada
tahun 1895 inisiatif pertambangan minyak di (pulau) Kalimantan, yang pertama
dimulai di wilayah Kalimantan Timur. Keterangan ini diperoleh dari pesuhaan
tambang batubara yang terdapat di Kalimantan Timur memberikan hak eksplorasi
bagi perusahaan minyak di Soerabaja (Jawa) atas persetujuan Soeltan Koetai.
Perusahaan minyak tersebut adalah Dordtsche Petroleum-maatschappjj (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 06-01-1896). Perusahaan minyak yang dipimpin oleh JA Stoop ini
belum lama telah berhasil memproduksi minyak di wilayah Tjepoe (Blora).
Teka-teki kekayaan pedalaman pulau Kalimantan
mulai terbuka. Ini sehubungan dengan cabang Pemerintah Hindia Belanda di
Banjarmasin mengirm satu ekspedisi ke pedalaman Kalimantan yang dipimpin oleh Majoor
Gerg Muller dari Pontionak melalui sungai Kapuas hingga menemukan jalan melalui
hulu sungai Mahakam. Namun Gerg Muller terbunuh dalam sisa perjalanannya di
sekitar Koetai (lihat Bataviasche courant, 08-11-1826). Sejak kejadian itu
sempat dilupakan wilayah daerah aliran sungai Mahakam, hingga seorang ahli
geologi Dr. CM Schwaner dikirim melakukan ekspedisi yang laporannya diterbitkan
pada tahun 1843. Boleh jadi laporan ini telah mengundang minat pedagang Inggris
Jhon Dalton dari arah Borneo utara melakukan perdagangan di wilayah Koetai. Tidak
lama kemudian Pemerintah Hindia Belanda mulai membuka cabang pemerintahan di
wilayah Kalimantan Timur sebagai pemekaran dari Kalimantan Selatan pada tahun
1850 dimana Residen Jacobus Gerhardus Arnoldus Gallois menandatangi kontrak
dengan Raja Koetai di Tenggarong. Saat Gallios di Koetao menemukan informasi
wilayah hilir sungai Mahakam dihuni oleh orang-orang Boegis yang dipimpin oleh
Daeng Matola dan (masih) terdapat tiga pedagang Inggris yakni King, Morgan dan
Joseph Carter. Pembentukan cabang pemerintahan ini tidak udah dilakukan di Koetai dan baru tahun 1860
adanya penempatan asisten residen di Samarinda tahun 1858 HG Dahmen. Setahun kemudian terjadi pergolakan
di Bandjarmasin yang dipimpin oleh Pangeran Antasari. Dalam Perang Banjar ini
pengikut Antasari melarikan diri ke hulu sungai Barito hingga Moera Teww. Untuk
menghadang itu di pedalaman dilakukan ekspedisi militer ke pedalaman melalui
sungai Mahakam yang dipandi oleh asisten residen Dahmen. Dalam lalu lintas
pelayaran militer Pemerintah Hindia Belanda di daerah aliran sungai Mahakam
dapat memuat batubara untuk bahan bakar yang kebetulan lokasinya tidak jauh di
sisi barat suangai Mahakam dekat kota Samarinda. Kapal-kapal uap angkatan laut
Hindia Belanda tidak kekurangan bahan bakar dan tidak perlu mendatangkan dari
jauh. Dari situasi dan kondisi inilah diketahui keberadaan batubara di daerah
aliran sungai Mahakam. Selama ini kebutuhan batubara Pemerintah Hindia Belanda
tergantung pada impor dari pedagang-pedagang Inggris. Kapan ditemukan sumber
minyak di Kalimantan Timur tidak diketahui secara pasti. Yang jelas sejak
kehadiran Carl A. Bock di Koetai seorang ahli zoologi dan botani pada tahun
1879 tidak ada hal yang penting dalam pengembangan wilayah di daerah aliran
sungai Mahakam selain sumber batubara.dimana perusahaan pertama yang membuka
usaha di Kalimantan Timur adalah Steenkolen Mij Oost Borneo yang kemudian
diketahui menemukan sumber mianyak dan memberikan hak eksplorasi kepada
perusahaan JA Stoop tahun 1895.
Tampaknya
perusahaan batubara Oost Boeneo telah melepaskan hak lahan kepada perusahaan
penambang minyak. Perusahaan Oost Borneo yang menjadi bidangnya hanya fokus
pada batubara. Perusahaan minyak yang baru orang Inggris sudah mulai
merencanakan eksploitasi setelah penyelidikan beberapa waktu sebelumnya
dilakukan (lihat Algemeen Handelsblad, 05-05-1897). Perusahaan tambang minyak
ini dengan modal awal f12 Juta. Disebutkan bahwa dalam penyelidikan sebelumnya
yang dilakukan insinyur Menten telah melakukan beberapa titik pengeboran.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar