*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Ada
Pahlawan Nasional era Portugis, tetntu saja ada Pahlawan Nasional pada awal era
Belanda (VOC). Salah satu yang penting dari Pahlawan Nasional era awal Belanda
(VOC) ini adalah Sultang Agung Hanyokrokusumo (1593-1645) dari kerajaan
Mataram. Dalam catatan sejarah VOC, Sultan Agung menyerang (benteng) Batavia
pada tahun 1629..
Kesultanan Mataram adalah negara berbentuk kesultanan di
Jawa. Kesultanan ini didirikan sejak pertengahan abad ke-16, namun baru menjadi
negara berdaulat di akhir abad ke-16 yang dipimpin oleh dinasti yang bernama
wangsa Mataram. Sepanjang abad ke-16, tepatnya pada puncak kejayaannya di bawah
pemerintahan Anyakrakusuma, Mataram adalah salah satu negara terkuat di Jawa,
kesultanan yang menyatukan sebagian besar pulau Jawa, Madura, dan Sukadana
(Kalimantan Barat). Kesultanan ini terdiri dari wilayah kutagara, nagaragung,
mancanagara, pasisiran dan sejumlah kerajaan vasal, beberapa di antaranya
dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan beragam
tingkat otonomi. Kesultanan ini secara de facto merupakan negara merdeka yang
menjalin hubungan perdagangan dengan VOC (Belanda). Kedua pihak saling mengirim
duta besar. Anyakrakusuma di bawah kepemimpinannya tidak mengizinkan Serikat
Dagang Hindia Timur (VOC) untuk mendirikan loji-loji dagang di pantai utara.
Hal ini ditolak karena bila diizinkan maka ekonomi di pantai utara akan
dikuasai dan melemah. Penolakan ini membuat hubungan keduanya sejak saat itu
merenggang. Menjelang keruntuhannya, Kesultanan Mataram menjadi negara
protektorat Kerajaan Belanda, dengan status pzelfbestuurende landschappen. Perjanjian
Giyanti membuahkan kesepakatan bahwa Kesultanan Mataram dibagi dalam dua
kekuasaan, yaitu Nagari Kasunanan Surakarta dan Nagari Kasultanan
Ngayogyakarta. Perjanjian yang ditandatangani dan diratifikasi pada tanggal 13
Februari 1755 di Giyanti ini secara de jure menandai berakhirnya Mataram
(Wikipedia)
Lantas
bagaimana sejarah Pahlawan Nasioanal Sultan Agung (1593-1645) dari Mataram? Seperti
disebut di atas, kerajaan Mataram berdiri pada abad ke-16 (saat kerajaan Demak
masih berjaya). Kerajaan Demak berada di pesisir pantai, sedangkan kerajaan
Mataram berada di pedalaman. Lalu bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Sultan
Agung dari Mataram? Yang jelas Sultan Agung menyerang pusat VOC di Batavia
tahun 1629. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*. Peta desain awal kota Batavia (1619)
Era Awal Belanda (VOC):
Kerajaaan Mataram
Sultan
Agung naik tahta pada tahun 1613 (hingga 1645). Saat itu, kerajaan Jacatra
tenang-tenang saja. Di wilayah timur, pelaut-pelaut Belanda mulai menguat, ini
sehubungan dengan pelaut-pelaut Belanda telah berhasil mengusir pelaut-pelaut
Portugis (di Amboina, 1605 dan di Solor dan Koepang 1612). Dengan basis yang
kuat di Bali (sejak Cornelis de Houtman 1596), jalur navigassi pelayaran dari
pantai selatan Jawa ke Maluku tidak maksimal. Sebab intensitas perdagangan di
pulau Jawa berada di pantai utara (yang berpusat di Banten). Untuk meratakan
jalan, pelaut-pelaut Belanda membangun pos perdagangan di laut lepas di pulau
Onrust. Celakanya, dari pulau Onrust inilah pelaut-pelaut Belanda yang dipimpin
Jan Pieterzoon Coen menyerang (kerajaan) Jacatra pada tahun 1619 yang kemudian
membangun Batavia.
Jan Pieterzoon Coen sesungguhnya dikirim
dengan misi untuk membangun pos perdagangan permanen kelompok 17. Sebelum
penyerangan kerajaan Jacatra, Coen sudah memiliki desain kota (casteel). Kota
dalam benteng inilah yang kemudian dikenal sebagai Casteel Batavia. Kota ini
dibangun tepat di muara pada sisi timur (kawasan rawa-rawa). Dengan begitu,
kota memiliki tiga akses: ke darat, ke sisi sungai (arus perdagangan) dan ke
laut (jalur escape). Sejak 1619 secara defacto ibu kota Belanda (VOC) telah
direlokasi dari Amboina ke Batavia. Peta kondisi Batavia (1626)
Sejak
pusat perdagangan Belanda (VOC) direlokasi dari Amboina ke Batavia, intensitas
pelayaran Texel (Belanda) dan Batavia (Oost Indie) semakin tinggi. Seperti yang
dapat dikutip dari surat kabar Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 31-07-1627
disebutkan kapal-kapal kargo dari Batavia pada buklan Desember 1626 telah tiba
bulan Juli 1627 di Leyden dan Enckhuisen (Noord Holand). Barang-barang yang
dibawa antara lain lada (termasuk lada Sumatra), pala, getah puli. Ini
mengindikasikan bahwa pelaut-pelaut Belanda telah memenuhi barang dagangannya
dari seluruh penjuru (Jawa, Sumatra dan Maluku) yang dipusatkan di Batavia.
Di Mataram, Sultan Agung yang naik tahta sejak
tahun 1613, pada tahun 1628 sudah berumur 35 tahun (lahir 1593). Suatu usia
yang cukup matang dan semangat yang tinggi. Dengan volume perdagangan VOC yang
terus meningkat, sudah barang tentu arus perdagangan di pantai utara Jawa
drastis sepi. Komoditi perdagangan dari Maluku dan nusa tenggara tentu mengalir
ke Batavia. Arus pertukaran antara Jawa dan Sumatra juga sudah memusat ke
Batavia. Besar dugaan pedagang-pedagang Jawa hanya tangan hampa pulang dalam
transaksi perdagangan di pelabuhan Banten. Sebagaimana diketahui pengaruh
Portugis di pelabuhan Banten sudah terusir sejak 1613 dan pedagang-pedagang
Belanda di pelabuhan Banten sudah mendapat izin dari Sultan Banten untuk
membangun loji (yang pada dasarnya adalah benteng). Besar dugaan dengan melihat
situasi dan kondisi yang dihadapi oleh sultan muda dari Mataram (Sultang Agung)
jalan satu-satunya hanya dengan menyerang dan melumpuhkan benteng (casteel)
Batavia.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Sultan Agung (1593-1645) dari
Mataram Menyerang Pusat VOC di Batavia
Bagaimana Mataram menyerang Batavia di bawah pimpinan Sultan Agung
sesungguhnya tidak ada keterangan yang pasti. Meski demikian ada beberapa sumber
tertua yang dapat digunakan yakni berita surat kabar dan lukisan (yang terus
disalin) yang menggambarkan pertempuran di Batavia pada tahun 1628. Dalam berbagai
literatur masa kini disebut pertempuran di Batavia terjadi pada bulan Agustus
1628 yang mana disebutkan pasukan Mataram mengalami kekalahan (dipukul mundur).
Berdasarkan surat kabar Courante uyt Italien,
Duytslandt, &c., 14-07-1629 disebutkan pada tanggal 4 November 1628 dari
Batavia berlabuh kapal-kapal kargo Nassau, Prince Wilhlem dan Leeuwinne; kapal Meleis
di Delft dan kapal-kapal Vlislingher dan Ter-Veer di Zeelandt. Dalam berita ini
disebutkan kapal-kapal itu memuat barang dari Stadt (kota) Batavia dan
(pelabuhan) Banten, mengindikasikan bahwa tidak ada pengaruh yang besar di
pelabuhan Batavia (ketika seperti disebutkan terjadi penyerangan Mataram ke
Batavia). Lukisan pertempuran di Batavia, 1628
Dalam
pertempuran yang digambarkan pada lukisan dapat diidentifikasi bahwa
pertempuran itu terjadi di sisi barat sungai (Ciliwung) di seberang sebelah
barat kota (casteel) Batavia. Pasukan militer VOC telah keluar benteng
menyeberang sungai berhadapan dengan pasukan Mataram.
Dengan memperhatikan peta-peta yang ada Peta 1619
dan Peta 1628 yang diperlihatkan di atas, kota Batavia, sisi timur adalah
wilayah rawa-rawa (perairan). Ini mengindikasikan bahwa pasukan Mataram yang
melalui darat datang dari arah utara sisi barat sungai Ciliwung. Pelabuhan
Sunda Kalapa yang terletak di arah hulu benteng (castel Batavia) berada di sisi
barat sungai, pelabuhan yang menjadi tujuan perdsgangan (kerajaan) Pakwan
Pajajaran dari pedalaman. Jalan kuno yang dari dan ke Pakwan Pajajaran berada
di sisi barat sungai Ciliwung yang merupakan jalan yang eksis hingga kini dari
Drpok, Pasar Minggi, Cikini, Cideng hingga ke (pelabuhan) Sunda Kalapa. Dalam
hal ini pasukan Mataram dari arah timur menyeberangi sungai Tjiliwong di
sekitar Depok (karena hanya di daerah itu sungai Ciliwung yang bisa dilewati
melalui sungai, karena pasukan Mataram membawa alat transportasi gajah) dan
kemudian mengikuti jalan kuno di sisi barat sungai hingga ke pelabuhan Soenda
Kalapa.. Apakah dari sini asal-usul nama (kota) Depok? Hal ini karena nama
Depok sudah sejak lampau ada di Mataram (daerah Bantul yang sekarang).
Dalam
pertempuran di Batavia tampaknya pasukan Banten telah turut bergabung dengan
pasukan Mataram. Ini dapat dibaca kembali pada surat kabar Courante uyt
Italien, Duytslandt, &c., 14-07-1629 yang bersumber dari kapal yang datang
dari Oost Indie. Disebutkan bahwa orang Banten dan orang Jawa telah menyerang
Batavia dengan kekuatan 50,000 orang yang ditahan oleh pasukan yang dipimpin
oleh Jenderal Koenen. Orang-orang Benten dan Jawa telah mengepung kota,
Jenderal Koenen telah mempersempit ruang gerak setengah dari kota dan
membakarnya setengah yang tersisa agar bisa lebih bertahan.
Dalam berita ini juga disebutkan kapal kargo Enckhuysen
yang telah beberapa bulan ke Oost Indie yang secara tidak sengaja melintas,
telah dikepung oleh 10.000 orang dan
kapal telah dibakar, Hanya sebanyak 50 orang awak kapal yang berhasil
menyelamatkan diri. Dimana kejadian ini berlangsung tidak disebutkan secara
jelas. Jika keterangan pertempuran ini digabungkan pihak Belanda (VOC) telah
kehilangan setengah kota dan satu buah kapal kargo. Berapa korban di pihak
Mataram (termasuk Banten) tidak diketahui. Berita tambahan adapat dibaca pada
surat kabar Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 21-09-1629 bahwa
orang-orang Jawa dan Banten telah meninggalkan teritori Batavia dengan
kehilangan banyak orang. Dalam berita ini juga disebutkan sisa muatan kargo (yang
terselematkan) Enckhuysen telah tiba di Cardiff dibawa kapal Inggris pada
tanggal 18 Maret 1629.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar