*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Sebelum ada (kota) Serang, kota (pelabuhan) Banten sudah ada sejak jaman kuno. Kota Tangerang bediri jauh sebelum lahirnya kota Serang. Namun introduksi pendidikan modern (aksara Latin) tidak selalu mengikuti tingkat kosmopolitan sebuah kota. Bahkan untuk urusan pendidikan bagi pribumi, introduksi pendidikan modern justru lebih awal di kota Serang dibandingkan di kota metropolitan Batavia dan kota satelit Tangerang. Mengapa? Itulah pertanyaan pentingnya. Pertanyaan yang sejauh ini belum pernah ditanyakan.
Sebelum ada (kota) Serang, kota (pelabuhan) Banten sudah ada sejak jaman kuno. Kota Tangerang bediri jauh sebelum lahirnya kota Serang. Namun introduksi pendidikan modern (aksara Latin) tidak selalu mengikuti tingkat kosmopolitan sebuah kota. Bahkan untuk urusan pendidikan bagi pribumi, introduksi pendidikan modern justru lebih awal di kota Serang dibandingkan di kota metropolitan Batavia dan kota satelit Tangerang. Mengapa? Itulah pertanyaan pentingnya. Pertanyaan yang sejauh ini belum pernah ditanyakan.
Pendidikan
bagi pribumi di Hindia Belanda belumlah lama. Pada era VOC tidak pernah
terdeteksi pendidikan modern apakah untuk orang Eropa/Belanda maupun orang
pribumi. Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda (setelah 1816), pendidikan juga
belum menjadi prioritas. Baru beberapa tahun kemudian pendidikan bagi anak-anak
orang Eropa/Belanda dimulai dan hanya terbatas di beberapa tempat, terutama di
tempat-tempat utama dimana banyak berdomisili orang Eropa/Belanda seperti di
Batavia, Soerabaja, Semarang dan Padang. Pada tahun 1822 pemerintah
menyelenggarakan prndidikan bagi anak-anak pribumi seperti di Batavia,
Soerabaja dan Padang dengan menyedikan guru-guru Belanda yang mampu berbahasa
Melayu. Namun minim peminat (boleh jadi dianggap tidak berguna). Akhirnya program
ini tidak jelas. Program top-down tidak jalan. Yang kemudian secara
perlahan-lahan adalah program bottom-up pada level daerah yang diinisiasi oleh
Asisten Residen atau Controleur. Di beberapa tempat program bottom-up ini jalan
seperti di Soeracarta dan Fort de Kock.
Afdeeling Tangerang dipimpin oleh seorang Schout
(setingkat Controleur). Schout Tangerang tidak bisa berbuat banyak karena
wilayahnya hampir seluruhnya terdiri
dari land-land partikelir dimana di setiap land yang berkuasa adalah tuan tanah
(landheer). Pemerintah (dalam hal ini Schout) tidak bisa melakukan intervensi di
dalam land. Akibatnya, Schout hanya mengurusi masalah keamanan dan peradilan. Sementara
para landheer hanya berpikir tentang pembangunan (ekonomi dan pertanian) dan kurang
peduli terhadap bidang sosial seperti kesehatan dan pendidikan penduduk. Semua
ini menjadi sebab awal mengapa introduksi pendidikan modern di Afdeeling
(district) Tangerang seakan terlantar. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.