Senin, 21 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (484): Pahlawan Indonesia Dr Sardjito, Studi Kedokteran ke Belanda; Boedi Oetomo Afdeeling Batavia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dr Sardjito belum lama ini ditabalkan sebagai pahalwan Indonesia berstatus Pahlawan Nasional. Nama Dr Sardjito tentulah sangat dikenal karena menjadi rektor Universitas Gadjah Mada yang pertama. Namanya juga menjadi nama rumah sakit di lingkungan Universitas Gadjah Mada. Dalam laman Wikipedia narasi sejarah Dr Sardjito sangat minim. Namun demikian dalam blog ini nama Sardjito sudah pernah dinarasikan dalam artikel sendiri.

Prof. Dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H. (13 Agustus 1889 – 5 Mei 1970) adalah dokter yang menjadi Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Pada masa perang kemerdekaan, ia ikut serta dalam proses pemindahan Institut Pasteur di Bandung ke Klaten. Selanjutnya ia menjadi Presiden Universiteit (sekarang disebut Rektor) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang pertama dari awal berdirinya UGM tahun 1949 sampai 1961, selanjutnya menjadi Rektor ketiga Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Namanya diabadikan sebagai nama sebuah rumah sakit pusat rujukan provinsi di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito.Pada tanggal 8 November 2019, Sardjito dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo dalam sebuah upacara di Istana Negara. Yang menerima penghargaan mewakili keluarga ahli waris adalah Dyani Poedjioetomo, Cucu dari Sardjito. Sekolah Rakyat di Purwodadi dan Lumajang (1895—1901); Sekolah Belanda di Lumajang (1901—1907); Sekolah STOVIA di Jakarta (1907—1915); Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam (1921—1922); Mempelajari penyakit-penyakit iklim panas di Leiden (memperoleh gelar doktor, 1923). Ketua Boedi Oetomo Cabang Jakarta dan anggota Pengurus Pusat (1925); Anggota Haminte Jakarta dan Wakil Wethouder. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Dr Sardjito? Seperti disebut di atas, sejarah Dr Sardjito sudah pernah dibuat dalam satu artikel pada blog ini. Tentu saja artikel ini hanya mengulang materi yang dianggap perlua saja, tetapi akan diperkaya dengan data yang tidak terdapat pada artikel sebelumnya. Lalu bagaimana sejarah Dr Sardjito? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 20 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (483): Pahlawan Indonesia–Upaya Peningkatan Pendidikan di Jawa;Medan Perdamaian dan Boedi Oetomo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Soetan Casajangan dan Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon mendirikan Studiefond di Belanda tahun 1911. Dalam satu pertemuan Indische Vereeniging tahun 1913, yang mana Soetan Cassajangan akan kembali ke tanah air, Soetan Casajangan berharap agar dana Studiefond lebih dialokasikan untuk pengiriman guru-guru pribumi studi ke Belanda. Namun itu ditentang oleh RM Noto Soeroto yang lebih menginginkan untuk bantuan siswa-siswa prubumi yang melanjutkan studi ke universitas di Belanda.

Tentu saja Soetan Casajangan berhak mengutarakan pendapat itu sebelum kembali ke tanah air bulan Juli 1913. Soetan Casajangan berinisiatif mendirikan Studiefond dan juga yang bekerja untuk fundraising. Boleh jadi pendapat keduanya berbeda, karena keduanya datang dari arah yang berbeda. Soetan Casajangan adalah seorang guru yang berangkat studi keguruan ke Belanda, sedangkan Noto Soeroto lulusan sekolah Eropa (HBS) yang melanjutkan studi ke universitas (non keguruan). Soetan Casajangan ingin lebih banyak guru pribumi yang berkualitas, sedangakan Noto Soeroto ingin lebih banyak insinyur, dokter, advocaat dan sebagainya. Dalam hal ini keduanya benar. Namuan yang mana yang menjadi prioritas. Itulah yang menjadi perbedaannya.

Lantas bagaimana sejarah upaya peningkatan pendidikan di Jawa? Seperti disebut di atas, perbedaan pendapat antara Soetan Casajangan dan RM Noto Soeroto soal alokasi dana yang terkumpul dalam Studifond, sesungguhnya persoalan yang terus berulang sejak 50 tahun sebelumnya. Lalu bagaimana sejarah upaya peningkatan pendidikan di Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (482): Pahlawan Indonesia - Boedi Oetomo dan Perjuangan Nasional;Mengapa Budi Utomo Balik Arah?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Kekeliruan dalam (penulisan) narasi sejarah yang cenderung terjadi akibat penggunaan Hukum Bilangan Besar dapat diperbaiki sekalipun yang digunakan adalah Hukum Bilangan Kecil. Boedi Oetomo awalnya didirikan dengan Hukum Bilangan Besar tetap terkooptasi oleh sejumlah pihak yang sebenarnya minoritas. Namun kemudian yang terjadi adalah reaksi. Saat inilah para pengurus Boedi Oetomo menyadari telah terjadi kekeliruan. Boedi Oetomo harus melakukan reformasi besar-besaran (kembali ke kittah Mei 1908)..

Pengertian mengenai "tanah air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya. Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik dalam pergerakan orang-orang pribumi. Berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatra, Jawa, Sulawesi maupun Maluku. Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa, sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota.  (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Boedi Oetomo berbalik arah dan mengikuti barisan perjuangan nasional? Seperti disebut di atas, Boedi Oetomo yang awalnya bervisi nasional tetapi kemudian bergeser menjadi bervisi kedaerah, namun dalam perkembanganya mulai muncul suara-suara para reformis. Lalu bagaimana sejarah Boedi Oetomo berbalik arah dan mengikuti barisan perjuangan nasional? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 19 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (481): Pahlawan Indonesia dan Guru Jawa Studi ke Belanda 1874; Willem Iskander - Soetan Casajangan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada dua guru pribumi di Belanda pada generasi berbeda, Sati Nasution alias Willem Iskander dan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Pada tahun 1874 Willem Iskander membawa tiga guru muda ke Belanda umtuk melanjutkan studi di bidang keguruan, Raden Soerono dari Soerakarta, Barnas Lubis dari Tapanoeli dan Raden Adi Sasmita dari Bandoeng. Soetan Casajangan pendiri organisasi mahasiswa pribumi Indische Vereeniging di Belanda 1908, membimbing guru muda dari Jogjakarta kelahiran Solo bernama Sjamsi Sastra Widagda saat persiapan dan selama studi untuk mendapatkan akta guru.

Willem Iskander (lahir dengan nama Sati Nasution lalu bergelar Sutan Iskandar di Pidoli Lombang, Mandailing, Tapanuli, Maret 1840 – meninggal di Amsterdam, Belanda, 8 Mei 1876 pada umur 36 tahun) adalah tokoh pendidikan dari daerah Mandailing. Willem mendirikan sekolah guru sepulang dari pendidikan di Belanda. Ia merupakan pujangga bahasa yang menyair tentang pendidikan dan cinta kampung halaman. Rajiun Harahap (Harajaan:Soetan Casayangan Soripada) (1874-1927) adalah seorang Pendidik dan Pemerakarsa berdirinya Perhimpunan Indonesia. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Kweekschool Padang Sidempuan, Tahun 1904 Ia berangkat ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya. Ia belajar di Harleem untuk Sekolah guru selama satu tahun sembilan bulan. Kemudian ia menjadi asisten dosen Prof Charles Adriaan Van Ophuysen di mata kuliah Bahasa Melayu, Sejarah Indonesia, Islam, Daerah dan Penduduk Indonesia. Selain itu ia mengikuti pendidikan Hoofdacte selama tiga tahun dan menjadi Guru Bahasa Melayu di sekolah dagang, di Rotterdam dan Harleem. Selama empat tahun (1913 - 1917), Sutan Kasayangan mengajar di Bukittinggi dan Amboina dalam banyak mata pelajaran Matematika, Ilmu ukur, Sejarah, Botani, Biologi, Fisika, Geografi disamping ilmu Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda. November 1917 sampai Desember 1918, Ia menjadi Asisten J.H. Nieuwenhuis dan Dr. D.A. Rinkes. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah guru (asal) Jawa melanjutkan studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, guru asal Jawa studi di Belanda dibimbing oleh dua guru asal Angkola Mandailing, Tapanoeli pada dua generasi berbeda. Willem Iskander adalah pribumi pertama studi ke Belanda (1857-1860) dan Soetan Casajangan pendiri organisasi mahasiswa pribumi 1908. Lalu bagaimana sejarah guru (asal) Jawa melanjutkan studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (480): Pahlawan Indonesia dan Boedi Oetomo;Mengapa Arah Visi Bergeser Menjadi Sifat Kedaerahan?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Apakah Boedi Oetomo sebagai organisasi kebangsaan yang pertama? Yang jelas pada tahun 1900 di Padang telah didirikan organisasi kebangsaan yang diberi nama Medan Perdamaian. Penggagas dan ketua pertama adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda. Pada tahun 1902 Dja Endar Moeda memberikan sumbangan dari anggota Medan Perdamaian sebanyak f14.000 untuk membantu peningkatan pendidikan di Semarang. Organisasi kebangsaan Medan Perdamaia bervisi nasional. Namun pertanyaanya mengapa Boedi Oetomo yang didirikan tahun 1908 visinya bergeser menjadi bersifat kedaerahan (Jawa dan Madoera)?

Budi Utomo adalah organisasi pemuda yang didirikan oleh Soetomo dan para mahasiswa STOVIA, yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini digagas oleh Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, dan budaya yang tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal pergerakan yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, walaupun pada awalnya organisasi ini hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Saat ini tanggal berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Pada tahun 1907, Wahidin Sudirohusodo melakukan kunjungan ke STOVIA dan bertemu dengan para mahasiswa yang masih bersekolah di sana. Lalu, ia menyerukan gagasan pada mereka untuk membentuk organisasi yang dapat mengangkat derajat bangsa. Selain itu, Sudirohusodo juga ingin mendirikan sebuah organisasi di bidang pendidikan yang bisa membantu biaya orang-orang pribumi yang berprestasi dan mempunyai keinginan untuk bersekolah, tetapi terhambat biaya. Gagasan ini menarik bagi para mahasiswa di sana, terutama Soetomo, Gunawan Mangunkusumo, dan Soeradji Tirtonegoro. Selanjutnya, Soetomo bersama dengan M. Soeradji mengadakan pertemuan dengan mahasiswa STOVIA yang lain untuk membicarakan gagasan organisasi yang disampaikan oleh Sudirohusodo. Acara itu berlangsung tidak resmi di Ruang Anatomi milik STOVIA saat tidak ada jam pelajaran. Pertemuan tersebut membentuk sebuah organisasi yang diberi nama "Perkumpulan Budi Utomo" sehingga Budi Utomo pun berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Boedi Oetomo? Seperti disebut di atas, oragnisasi kebangsaan Boedi Oetomo awalnya bervisi nasional tetapi kemudian bergeser menjadi bersifat kedaerahan. Mengapa bisa begitu? Lalu bagaimana sejarah Boedi Oetomo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 18 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (479): Pahlawan Indonesia – Goenawan Mangoenkoesoemo; Indische Vereeniging dan Kongres Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam foto yang dimuat di Wikipedia disebut dari kiri ke kanan: Gunawan Mangunkusumo, Mohammad Hatta, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono dan RM Sartono. Tampakanya penulis teks foto itu keliru. Faktanya Goenawan Mangoenkoesoemo lulus dokter di Belanda dan kembali ke tanah air pada tanggal 4 April 1920 (lihat De avondpost. 02-04-1920). Sementara itu Mohamad Hatta lulus HBS di PHS Batavia pada tahun 1921 dan berangkat studi ke Belanda. Bagaimana mereka berdua bertemu dalam satu foto?

Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda didirikan tahun 1908. Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa [Radjioen Harahap gelar] Soetan Casajangan Soripada [dan R.M. Noto Soeroto] yang tujuan utamanya ialah [mengadakan pesta dansa-dansa dan pidato-pidato]. Sejak Cipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) masuk, pada 1913, [mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia]. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah vereeniging ini memasuki kancah politik. Waktu itu pula vereeniging menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, tetapi isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik]. Pada September 1922, saat pergantian ketua antara Dr. Soetomo dan Herman Kartawisastra organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Para anggota Indonesische juga memutuskan untuk menerbitkan kembali majalah Hindia Poetra dengan Mohammad Hatta sebagai pengasuhnya. Saat Iwa Koesoemasoemantri menjadi ketua pada 1923, Indonesische mulai menyebarkan ide non-kooperasi yang mempunyai arti berjuang demi kemerdekaan tanpa bekerjasama dengan Belanda. Tahun 1924, saat M. Nazir Datuk Pamoentjak menjadi ketua, nama majalah Hindia Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka. Tahun 1925 saat Soekiman Wirjosandjojo nama organisasi ini resmi berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta menjadi Voorzitter (Ketua) PI terlama yaitu sejak awal tahun 1926 hingga 1930, [sebelumnya setiap ketua hanya menjabat selama setahun]. (Wikipedia). Catatan: Dicoret untuk dibahas

Lantas bagaimana sejarah Goenawan Mangoenkoesoemo? Seperti disebut di atas, Goenawam Mangoenkoesoemo berbeda generasi dengan Mohamad Hatta di Indische Vereeniging di Belanda. Keduanya sama-sama pernah memimpin Indische Vereeniging/Indonesisch Vereeniging. Lalu bagaimana sejarah Goenawan Mangoenkoesoemo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.