Senin, 02 November 2020

Sejarah Kalimantan (54): Sejarah Bahasa Etnik Kalimantan; Dayak, Melayu, Banjar, Kutai, Berau, Bulungan, Tidung, Lainnya

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Utara di blog ini Klik Disini

Bahasa adalah elemen (ke)budaya(an) yang diturunkan (satu generasi ke generasi lainnya). Bahasa etnik di pulau Kalimantan sungguh sangat banyak. Kode etnik dan kode bahasa sudah disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kode ini sudah diterapkan dalam Sensus Penduduk tahun 2010. Hasilnya sangat menakjubkan. Lantas bagaimana bahasa-bahasa yang banyak ini terbentuk.

Di muara sungai Tjiliwong tempo doeloe bertemu dua pengguna bahasa. Bahasa Melayu dari arah pantai dan bahasa Soenda dari arah pedalaman. Lalu diantara dua pengguna bahasa ini muncul bahasa Betawi, bahasa yang dapat dibedakan dengan bahasa Soenda tetapi sangat mirip dengan bahasa Melayu. Demikian juga di teluk Tapanoeli, Sumatra bertemu dua pengguna bahasa yakni bahasa Melayu dan bahasa Batak. Diantaranya muncul bahasa Tapanuli (campuran kedua bahasa ini dengan tambahan elemen bahasa lainnya). Sudah barang tentu pola ini sangat banyak di berbagai tempat di pulau Kalimantan. Secara umum bahasa bahasa utama adalah bahasa Dayak dan bahasa Melayu. Bahasa Melayu sebagai lingua franca saat itu telah memperkaya bahasa-bahasa etnik yang besar seperti bahasa Banjar, Banyaknya ragam bahasa Dayak di pulau Borneo boleh jadi menjadi sebab munculnya bahasa Melayu (yang bercampur dengan bahasa Sanskerta).

Bagaimana sejarah penggunaan bahasa-bahasa di Kalimantan? Tentu sangat sulit untuk melihat keseluruhan. Yang jelas BPS kini sudah mengklassifikasinya. Namun apakah kode ini berlaku sama pada tempo doeloe? Tidak ada yang mengetahuinya secara pasti karena terbatasnya data. Namun ada baiknya ditelusuri sejauh yang bisa dijangkau. Seperti kata  ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bahasa Melayu: Bahasa Lingua Franca

Sudah berapa lama umur bahasa-bahasa? Tentu sangat sulit menentukan. Bahasa cenderung berkembang, sejauh terjadi interaksi antara satu pengguna bahasa dengan penggua bahasa lainnya. Seperti bahasa Indonesia (yang dasarnya bahasa Melayu) terus berkembang. Antar bahasa etnik juga terjadi perkembangan sendiri. Akibatnya ada bahasa yang terus berkembang dan ada bahasa yang terus mengalami penyusutan (reduksi) yang akhirnya punah. Seperti contoh dominasi penggunaan bahasa Inggris menyebabkan bahasa Wales punah. Bahasa Melayu atau bahasa Indonesia adalah salah satu wujud bahasa yang mengalami promosi (tumbuh berkembang). Berapa banyak bahasa-bahasa yang terdegradasi (punah) tidak diketahui secara pasti.

Bahasa asing (asal India, Arab dan Tiongkok serta Eropa) juga turut mempengaruhi bahasa Melayu. Kita tidak mengetahui bahasa apa yang digunakan sebagai pengantar oleh orang dari India, Arab dan Tiongkok ketika datang berdagang ke Hindia tidak diketahui secara jelas. Juga tidak diketahui bahasa yang digunakan oleh orang-orang Portugis dan Spanyol ketika datang. Namun yang jelas lambat laun orang-orang Portugis mengenal dan menggunakan bahasa Melayu. Orang-orang Belanda datang menysul orang-orang Portugis dan Spanyol sudah menyiapkan bahasa pengantar yakni bahasa Melayu. Orang-orang Belanda sebelum melanjutkan ke Hindia terlebih dahulu mempelajari bahasa Melayu di Madagaskar. Kamus pertama yang disusun adalah kamus yang dibuat oleh Frederik de Houtman (seorang ahli bahasa yang turut dalam pelayaran pertama Cornelis de Houtman). Kamus ini diperkaya Frederik de Houtman di Atjeh pada tahun 1601. Kamus Frederik de Houtman ini diterbitkan pada tahun 1603 di Belanda. Tentu saja kamus ini masih sangat sederhan, namun sudah bisa digunakan sebagai bahasa pengantar dalam perdagangan.

Saat bahasa Melayu menjadi lingua franca, saat itu pula awal adanya bahasa-bahasa (etnik) yang punah. Namun sebaliknya, eksistensi bahasa Melayu sebagai lingua franca dalam perdagangan dapat memperkaya bahasa-bahasa etnik yang ada yang dalam hal tertentu memunculkan kategori bahasa baru.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar