Selasa, 03 November 2020

Sejarah Kalimantan (55): Sejarah Gambut Borneo; Bentuk Pulau Kalimantan Masa Kini Berbeda Pulau Borneo Tempo Doeloe

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Selatan di blog ini Klik Disini

Pada masa ini, pulau Kalimantan termasuk salah satu pulau di Indonesia yang memiliki tanah gambut yang luas. Berdasarkan peta-peta gambut pulau Kalimantan, kawasan gambut ini terdapat di semua provinsi yang berada di kawasan yang bersinggungan dengan lautan (kaasan pantai). Namun kawasan gambut ini juga terdapat di pedalaman di daerah aliran sungai Kapuas dan daerah aliran sungai Mahakam.

Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari endapan lumpur dan sampah tumbuhan seperti daun dan batang pohon yang tinggi kandungan bahan organiknya. Saat kering dapat terbakar, terbakar yang sulit dipadamkan. Tanah gambut Indonesia terluas kedua di dunia (setelah Brazil) yang diperkirakan mencapai 22 juta Ha. Hamparan tanah gambut ini di Indonesia yang terluas di Papua dengan luas 6,3 juta Ha yang kemudian disusul Kalimantan Tengah (2,7 juta Ha), Riau (2,2 juta Ha), Kalimantan Barat (1,8 juta Ha) dan Sumatera Selatan (1,7 juta Ha). Selain di provinsi Kalimantan Tengah tanah gambut terdapat di Kalimantan Timur (0,9 juta Ha), Kalimantan Selatan dan Kalimantan Utara masing-msing sekitar 0,6 juta Ha.

Lantas bagaimana sejarah gambut pulau Kalimantan? Pertanyaan tentu saja menyebabkan pertanyaan lain muncul: Bagaimana terbentuknya kawasan gambut sebagai dampak dari proses sedimentasi jangka panjang akibat faktor banjir dari sungai-sungai besar (seperti Barito, Kapuas, Mahakam, Kayan). Dalam hal ini proses sedimentasi dan terbentuknya gambut (turf atau wetland) menjadi bagian sejarah pulau itu sendiri. Seeperti dikatakan ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Gambut: Awal Sejarah Kalimantan Terbentuk

Gambut adalah suatu kata baru yang merujuk pada tanah basah (wetland). Tanah gambut ditemukan di banyak tempat di Papoea, Borneo dan Sumatra. Di Sumatra Timur ada area yang disebut tanah gambut, sebagai suatu nama kampong, Tanah Gamboet yang dijadikan sebagai konsesi lahan perkebunan (lihat Deli courant, 21-07-1928).

Nama gambut (Gamboet) pertama kali dicatat pada tahun 1886 sebagai salah satu marga orang Belanda (lihat Algemeen Handelsblad, 24-05-1886). Nama gambut juga dicatat di wilaya Tegal sebagai nama sungai, Kali Gamboet (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-12-1900). Nama gambut juga ditemukan di wilayah Atjeh sebagai nama gunung (lihat Deli courant, 14-03-1904). Juga ramboetan oetan disebut gambut (lihat De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel, 30-04-1907). Sebagai nama bukit juga diteukan di Bengkoelen (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 26-08-1931). Tentu saja nama gambut ditemukan di Bandjarmasin sebagai nama suatu area (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-03-1937). Nama gambut juga ditemukan di pantai Afrika Utara (Lybie) sebagai nama kota (lihat De residentiebode, 25-10-1941).

Gambut sebagai suatu jenis lahan tampaknya sudah lama dikenal  di berbagai tempat. Paling tidak hal ini ditemukan di Sumatra Timur dan di Tegal yang tampaknya nama gabut merujuk pada situasi dan kondisi lahan tertentu karena jenis tanahnya berbeda dengan lahan lain di sekitarnya. Gambut dalam bahasa Belanda disebut turf. Penggunaan nama turf sudah lama ada dan orang-orang Belanda menyebut turf untuk jenis tanah yang disebut penduduk sebagai gambut. Dalam pengertian teknis, terminologi gambut di Indonesia besar dugaan masih baru (era Republik Indonesia). Hal ini karena tidak pernah ditemukan pada era kolonial.

Gambut sebagai nama tempat di Bandjarmasing menjadi penting. Gambut sebagai suatu kawasan berada diantara Banjarmasin dan Martapoera. Berdasarkan Peta 1953 kawasan Gambut ini sebagian areal persawahan dan sebagian yang lain masih rawa-rawa.

Nama gambut sebagai suatu jenis tanah adalah satu hal dan gambut sebagai nama tempat adalah hal lain lagi. Sebagaimana di Sumatra Timur dan Tegal, di Bandjarmasin gambut adalah nama tempat yang menunjukkan jenis tanahnya. Tanah gambut di Gambut (Bandjarmasin) tentu saja belum lama adanya. Tanah gambut yang terbentuk di Gambut, belum ribuan tahun tetapi baru sekitar ratusan tahun sehubungan dengan proses sedimentasi di pulau Borneo.

Proses sedimentasi ini diduga terjadi secara intensif sejak kehadiran orang-orang Eropa (Portugis, Belanda dan Inggris) yang menyebabkan karena intensitas perdagangan di hilir dan proses produksi di wilayah hulu. Pembalakan, pembakaran hutan telah menyebabkan sampah (daun dan batang pohon) hanyut ke hilir yang diikuti proses erosi yang membawa lumpur. Jika memperhatikan peta-peta Portugis batas daratan-lautan tidak di posisi GPS yang sekarang, tetapi di Kotawaringin, Sampit, Kota Palangkaraya yang sekarang, Muara Pulau, Muarabahan dan Martapoerra.

Adanya proses sedimentasi jangka panjang dan terbentuknya gambut menyebabkan bentuk pulau Kalimantan pada masa ini sesungguhnya berbeda dengan pulau Borneo tempo doeloe (era Portugis dan VOC). Tentu saja pada saat itu daratan dimana kota Bandjarmasin yang sekarang masih rawa-rawa. Kota-kota kuno (di era Hindoe) berada di Martapoera, Nagara dan Taniampoera (Tanjungpura). Dengan kata lain kota Martapura dan Nagara (Marabahan) yang sekarang tempo doeloe berada di pantai (tepi laut).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Penyelidikan Awal Kawasan Gambut Borneo: Dr CM Swachner (1841-1853)

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar