Tampilkan postingan dengan label Sejarah Jambi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Jambi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 September 2022

Sejarah Jambi (24): Kesehatan Penduduk Jambi; Sejarah Awal Fasiltas Kesehatan di Wilayah Jambi, Dimulai di Pelabuhan?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah wilayah tidak semua bermula di lingkungan kerajaan. Sejumlah aspek sejatah justtu dimulai di tempat lain, bahkan bisa di tempat yang tak terduga di tempat yang kini terpencil. Hal itu juga di berbagai wilayah dimana banyak ibukota provinsi yang sekarang justru masik kampung ketika di tempat lain sudah tumbuh dan berkembang kota-kota. Dalam hal ini, bagaimana dengan sejarah Kesehatan di wilayah Jambi.


Pada zaman Belanda ada salah satu institusi di daerah pelabuhan dengan nama Heven arts dibawah Haven Master (Departemen Perhubungan) pada tahun 1911-1950. Tujuan dari Heven Arts adalah untuk mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina ke Indonesia melaui pelabuhan laut. Dengan terbitnya Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut, Heven Arts menjadi perangkat Departemen Kesehatan, dengan organisasinya disebut Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL). Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/IV/SK/1978, maka organisasi DKPL ada perubahan nama organisasinya menjadi Kantor Kesehatan Pelabuhan. Hingga tahun 2008 dengan diterbitkannya Permenkes No 356/MENKES/PER/IV/2008 dan telah diperbaharui dengan Permenkes Nomor 2348/Menkes/Per/XI/2011 yang menyatakan bahwa KKP adalah unit pelaksana teknis Ditjen PP dan PL Depkes RI, yang mempunyai tugas pokok untuk mencegah masuk dan keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah, surveilan epidemologi, kekarantinaan, pengendalian dampak risiko lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan OMKABA serta pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja pelabuhan. bandara dan pos lintas batas. (https://kkpjambi.id/profil/detail/5/sejarah).. 

Lantas bagaimana sejarah status kesehatan penduduk Jambi? Sejauh ini kurang terinformasikan. Namun pentingnya? Sejarah kesehatan adalah bagian dari sejarah wilayah. Lalu bagaimana sejarah status kesehatan penduduk Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 07 September 2022

Sejarah Jambi (23): Otoritas Pemerintahan Hindia Belanda, Pemberontakan di Wilayah Jambi; Relasi Sultan dan Pejabat Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Pembentukan otoritas pemerintahan antitesisnya adalah pembubaran otoritas melalui perlawanan yang kerap dilabeli sebagai pemberontakan. Dalam hal ini kita tidak membicarakan antara otoritas pemerintahan local dengan para pemimpin local lainnya, tetapi antara otoritas asing (Pemerintah Hindia Belanda) dengan para pemimpin local termasuk dari kalangan kerajaan sendiri. Bagaimana sejarah di daerah aliran sungai Batanghari.


Sebelum cabang Pemerintah Hindia Belanda dibentuk di (wilayah) Jambi, ada satu masa sebelumnya yakni kehadiran orang Eropa sejak era Portugis. Pada era VOC/Belanda ada dua kekuatan perdagangan Eropa di Jambi yakni Belanda dan Inggris. Pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Jambi dapat dikatakan kelanjutan kehadiran orang Eropa di daerah aliran sungai Batanghari. Selama kehadiran otoritas/pemerintah Hindia Belanda di Jambi, banyak perselisihan yang timbul, tidak hanya dari kalangan kraton tetapi juga dari pemimpin penduduk lainnya. Puncak dari berbagai peristiwa yang pernah ada di daerah aliran sungai Batanghari adalah berakhirnya masa kesultanan Jambi seiring dengan meninggalnya Sulthan Thaha Saifuddin tanggal 27 April 1904 yang kemudian Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan (Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906). Pemerintahan Hindia Belanda berakhir tanggal 9 Maret 1942 yang digantikan Jepang.

Lantas bagaimana sejarah otoritas Pemerintahan Hindia Belanda dan pemberontakan di wilayah Jambi? Seperti yang disebut di atas, selama kehadiran Belanda ada relasi yang penting antara Sultan dan pejabat-pejabat Belanda. Namun diantara ada peristiwa-peristiwa yang mengusik otoritas Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah otoritas Pemerintahan Hindia Belanda dan pemberontakan di wilayah Jambi? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (22): Kesultanan Jambi dan Nama Jambi; Kerajaan Jambi Diantara Kerajaan Indragiri dan Kerajaan Palembang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Kerajaan-kerajaan besar di pantai timur Sumatra berada di daerah aliran sungai. Kerajaan Jambi berada di daerah aliran sungai Batanghari. Di daerah aliran sungai Musi adalah kerajaan Palembang, di daerah aliran sungai Indragiri adalah kerajaan Indragisi. Lalu ke arah utara ada kerajaan Siak, kerajaan Aru, sedangkan di selatan ada kerajaan Tulang Bawang. Bagaimana kerajaan-kerajaan pantai timur Sumatra ini muncul terhubung dengan kerajaan-kerajaan di masa lalu di wilayah yang sama, Catatan sejarah raja-raja di pantai timur Sumatra tertua ditemukan dalam prasasti abad ke-7.


Kesultanan Jambi adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di provinsi Jambi. Kesultanan ini sebelumnya bernama kerajaan Melayu Jambi yang didirikan oleh Datuk Paduko Berhalo bersama istrinya, Putri Selaras Pinang Masak di Kota Jambi, pada tahun 1460. Dalam perkembangannya, pada tahun 1615 kerajaan ini resmi menjadi kesultanan setelah Pangeran Kedah naik takhta dan menggunakan gelar Sultan Abdul Kahar. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906 dengan sultan terakhirnya Sultan Thaha Syaifuddin. Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Melayu, dan kemudian menjadi bagian dari pendudukan wilayah Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan vasal Majapahit, dan pengaruh Jawa masih terus mewarnai kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan ke-18. Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah Jambi. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Setelah Istana Tanah Pilih Kota Jambi di hancurkan Belanda, dan Sultan Thaha mundur ke pedalaman Jambi. Oleh kerabat orang kerajaan Jambi dipilih lah Pangeran Singkat Lengan menjadi Sultan menggantikan Thaha dengan gelar Sultan Ahmad Nazaruddin. Masa itu kesultanan Jambi masih mengendalikan Ibukota (Kota Jambi) namun Sultan Ahmad Nazaruddin tinggal di Dusun Tengah, tiga atau empat hari perjalanan dari Ibukota, di sebuah rumah sederhana dari papan. Pada tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah Belanda. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Kesultanan Jambi dan nama Jambi; Kerajaan Jambi diantara Kerajaan Indragiri dan Kerajaan Palembang? Seperti yang disebut di atas, Kerajaan Jambi yang menjadi kesultanan (Islam), adalah simpul peradaban dan kekuasaan di wilayah daerah aliran sungai Batanghari. Lalu bagaimana sejarah Kesultanan Jambi dan nama Jambi; Kerajaan Jambi diantara Kerajaan Indragiri dan Kerajaan Palembang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 06 September 2022

Sejarah Jambi (21): Orang (Kuala) Tungkal Pantai Timur Sumatra; Kota Kuala Tungkal, Diantara Sungai Indragiri-Sungai Batanghari


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Ada perbedaan pengertian antara orang dan warga. Orang mengindikasikan kepada kelompok populasi, sedangkan warga merujuk pada suatu pemerintahan pada suatu wilayah administrasi. Orang Jambi ada yang menjadi warga Jambi dan juga ada yang menjadi warga Palembang. Namun yang jelas Orang Jambi dibedakan dengan Orang Palembang. Orang Jambi dapat diuraikan sebagai terdiri dari orang Batanghari, Orang Tanjung Jabung dsb. Pada level wilayah administrasi yang lebih rendah ada juga yang menguaraikan diri menjadi orang (kecamatan) ini dan orang )desa) itu.


Ada yang mengaku bukan Orang Bali, orang dari yang mana, tetapi lebih menganggap sebagai Orang Indonesia. Lantas apakah Orang Bali adalah Orang Indonesia? Tentu saja. Yang jelas Orang Jawa bukan Orang Bali (atau sebaliknya). Demikian juga Orang Jambi dibedakan dengan Orang Palembang. Namun Orang Jambi bukan Orang Minangkabau. Lalu apakah ada Orang Mingakabau di wilayah Orang Jambi (provinsi Jambi)? Tentu saja ada. Lalu apakah ada Orang Jambi di wilayah Orang Minangkabau? Tentu pula ada. Dalam hal ini siapa yang menjadi warga Kuala Tungkal di kabupaten Tanjung Jabung Barat? Tentu saja ada Orang Minangkabau, ada Orang Jambi dan ada Orang Riau. Apakah Orang Riau dan Orang Jambi adalah Orang Melayu? Tentu saja. Yang jelas Orang Minangkabau bukan Orang Melayu. Lantas siapa Orang Tungkal? Apakah Orang (Tanjung) Jabung? Seperti disebut di atas, setiap orang dapat mengidentifikasi diri siapa dan berafiliasi dengan kelompok populasi yang mana.

Lantas bagaimana sejarah Orang (Kuala) Tungkal di pesisir pantai timur Sumatra? Seperti yang disebut di atas, setiap orang dapat mengidentifikasi diri dan berafiliasi ke atas (kelompok populasi yang lebih besar), seperti setiap warga negara menebut dirinya Orang Indonesia atau ke bawah (kelompok populasi yang lebih kecil) seperti Orang Jambi dan kelompok populasi yang menjadi bagiannya Orang (Kuala) Tunkal atau Orang Tanjung Jabung Barat. Satu hal yang perlu dihubungkan disini adalah  terbentuknya kota Kuala Tungkal diantara sungai Indragiri dan sungai Batanghari. Lalu bagaimana sejarah Orang (Kuala) Tungkal di pesisir pantai timur Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (20): Orang Kerinci Sumatra di Pedalaman Pegunungan Bukit Barisan; Danau Gunung Kerinci - Kota Sungai Penuh

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Seperti Orang Angkola Mandailing dan Orang Agam, Orang Kerinci juga berada di pedalaman Sumatra di pegunungan Bukit Barisan. Kabupaten Kerinci, kini masuk provinsi Jambi, dapat diakatakan satu-satunya di provinsi Jambi yang bernuansa pegunungan. Memang ada Pegunungan 12 dan Pegunungan 30, tetapi yang dimaksud adalah pegunungan Bukit Barisan yang lebih dekat ke pantai barat Sumatra.


Suku Kerinci adalah suku bangsa atau kelompok etnik pribumi Sumatra yang mendiami wilayah Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, Jambi dan daerah lainnya. Bahasa Suku Kerinci termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia, Melayu Polinesia Barat, keluarga bahasa Melayu dan juga Minangkabau. Berdasarkan bahasa dan adat-istiadat termasuk dalam kategori Melayu proto, dan paling dekat dengan Jambi (Melayu deutro) dan juga Minangkabau (Melayu deutro). Sebagian besar suku Kerinci menggunakan bahasa Kerinci yang merupakan bagian dari bahasa Melayu, bahasa Kerinci memiliki beragam dialek, yang bisa berbeda cukup signifikan antar satu dusun dengan dusun lainnya di dalam wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Untuk berbicara dengan pendatang biasanya digunakan bahasa Melayu lainnya seperti bahasa Melayu dialek Jambi untuk berkomunikasi serta bahasa Minangkabau juga digunakan karena pendatang dari Sumatra Barat juga cukup signifikan, bahasa Minang utamanya dipakai di pasar-pasar wilayah kabupaten kerinci khususnya di kota sungai penuh. Bahasa Indonesia juga digunakan untuk berkomunikasi kepada pendatang dari luar, dan menjadikan bahasa ini menjadi bahasa kedua setelah bahasa daerah disana. Suku Kerinci memiliki aksara yang disebut aksara incung yang merupakan salah satu variasi surat ulu. Sebagian penulis seperti Van Vollenhoven memasukkan Kerinci ke dalam wilayah adat (adatrechtskring) Sumatra Selatan, sedangkan yang lainnya menganggap Kerinci sebagai wilayah rantau Minangkabau. Suku Kerinci merupakan masyarakat matrilineal. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Orang Kerinci di pedalaman Sumatra pegunungan Bukit Barisan? Seperti yang disebut di atas, geografi kabupaten Kerinci adalah khas dan juga masyarakatnya diantara penduduk provinsi Jambi yang dikenal sebagai Orang Kerinci, yang awalnya berpusat di sekitar danau Kerinci. Kota terbesar di kabupaten Kerinci adalah Kota Sungai Penuh. Lalu bagaimana sejarah Orang Kerinci di pedalaman Sumatra pegunungan Bukit Barisan?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 05 September 2022

Sejarah Jambi (19): Era Hindia Belanda di Jambi; Pemerintahan Belanda di Hindia Jadi Cikal Bakal Negara Kesatuan Indonesia (RI)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Sejarah zaman kuno adalah dasar pembentukan cabang pemerintahan. Selama era Portugis dan Belanda/VOC secara teknis belum terbentuk cabang pemerintahan, tetapi baru terjadi pada era Hindia Belanda (pasca dibubarkannya VOC tahun 1799). Pembentukan cabang pemerintahan di Jambi dimulai di Palembang dalam rangka pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda yang berpusat di Palembang (Residentie Palembang). Lalu dalam perkembangannya Jambi menemukan jalan sendiri hingga menjadi suatu provinsi (hingga ini hari).


Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sulthan Thaha Saifuddin tanggal 27 April 1904, Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan (Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906). Pemerintahan Hindia Belanda berakhir tanggal 9 Maret 1942 yang digantikan Jepang. Serelah proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945, dimana  kemudian Sumatera menjadi satu provinsi (Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya). Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera bersidang di Bukittinggi memutuskan provinsi Sumatera dilikuidasi dengan membentuk tiga provinsi (Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan). Provinsi Sumatera Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Tarik menarik Keresidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah ternyata cukup alot dan akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara pada Sidang KNI Sumatera tersebut dan Keresidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah (UU nomor 10 tahun 1948). Dalam UU.No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Keresidenan Jambi terdiri dari 2 Kabupaten dan 1 Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko dan Batanghari terdiri dari kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota, dan Kuala Tungkal. Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang ingin keresidenan Jambi untuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan dibagian lain ingin tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Kerinci kembali dikehendaki masuk Keresidenan Jambi, karena sejak tanggal 1 Juni 1922 Kerinci, bagian dari Kesultanan Jambi dimasukkan ke keresidenan Sumatera Barat (bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci). Keresidenan Jambi menjadi provinsi seiring dengan pemberontakan PRRI, Keresidenan Jambi secara de facto menjadi provinsi tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya menandatangani di Denpasar Bali. UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 UU Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau. (https://jambiprov.go.id/profil-sejarah-jambi)

Lantas bagaimana sejarah era Hindia Belanda di Jambi? Seperti yang disebut di atas, wilayah Jambi masa ini adalah salah satu provinsi di Indonesia. Dalam hal ini era Hindia Belanda adalah era pemerintahan Belanda di Hindia yang menjadi cikal bakal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lalu bagaimana sejarah era Hindia Belanda di Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (18): Jambi Era Portugis dan VOC/Belanda; Simpul Sejarah Zaman Kuno Nusantara dan Sejarah Modern Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Perbedaan waktu adalah unit analisis dalam penyelidikan sejarah. Namun satuan unit analisis waktu ini harus dibedakan dalam skala (interval waktu) ukuran tahun, windu, decade, paruh/abad dan era/zaman. Semakin jauh di masa lampau, ukuran waktu yang digunakan dalam analisis harus ukuran makro, sebaliknya semakin dekat ke masa kini ukuran waktu yang digunakan, bahkan kalua bisa dalam satuan unit waktu tahun/an. Dalam hal ini kita ingin memahami sejarah Jambi dari sudut kurun waktu abad yang sinonim dengan era/zaman, yakni era Portugiis/VOC(Belanda) yang dibedakan dengan era modern (Pemerintah Hindia Belanda).


Dalam penyelidikan sejarah, para penulis narasi sejarah hendaknya bisa menggunakan satu waktu sejarah secara baik dan benar. Kita tidak bisa menggabungkan ukuran waktua abad den tahun dalam satu fikus analisis. Harus dibedakan secara tegas. Secara teknis tidak terlalu dibutuhkan penanggalan yang tepat (dd/mm/yy) pada analisis sejarah dengan ukuran abad (era/zaman kuno), tetapi itu menjadi penting dalam analisis penulisan sejarah yang lebih modern (sejak era Pemerintah Hindia Belanda). Hal ini semata-mata karena faktor ketersediaan data. Sumber data sejarah zaman kuno antara lain teks yang langka (prasasti dan bentuk medium lain seperti kulit kayu/lempengan meta;), sketsa/peta dan dan sumber tertulis lainnya. Ini berbeda dengan era Portugis dan VOC/Belanda (yang dianggap awal narasi sejarah modern) yang sudah tersedia dokumen dalam berbagai jenis dan bentuk teks apakah surat kabar. Jurnal, buku-buku dan jenis dokuman lain seperti plakaat. Oleh karena itu dalam narasi sejarah Jambi, juga wilayah lainnya, ada baiknya dibedakan antara era Portugis/VOC dengan era Hindia Belanda. Era sebelum Portugis/VOC dikategorikan sendiri sebagai era zaman kuno, dan setelah era Hindia Belanda dalam kategoro era Republik Indonesia.

Lantas bagaimana sejarah era Portugis dan VOC/Belanda di Jambi? Seperti yang disebut di atas, wilayah Jambi adalah satu bagian dari sejarah Nusantara dan sejarah Indonesia, Pada artikel ini focus pada era Portugis dan VOC/Belanda. Pada artikel berikut focus pada era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah era Portugis dan VOC/Belanda di Jambi?. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 04 September 2022

Sejarah Jambi (17): Orang Jambi dan Orang Minangkabau di Sumatra; Simpul Peradaban Melayu di Daerah Aliran Sungai Batanghari


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Pada era Hindia Belanda nama Melayu secara generik diterapkan sebagai Melayu Minangkabau dan Melayu Jambi. Namun dalam perkembangannya orang Minangkabau menolak label Melayu dalam Minangkabau dan lebih memilih nama Minangkabau (saja). Apakah pada masa ini Orang Melayu Jambi lebih memilih dengan nama Orang Jambi (saja). Okelah itu satu hal. Hal yang dibicarakan dalam hal ini adalah simpul peradaban Melayu di daerah aliran sungai Batanghari: Orang Minangkabau di wilayah hulu dan Orang Jambi di wilayah hilir.


Suku Jambi atau Melayu Jambi merupakan suku bangsa pribumi yang berasal dari provinsi Jambi. Mereka mendiami wilayah kota Jambi, kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung, Batanghari dan Bungo-Tebo. Dusun-dusun mereka saling berjauhan dengan rumah-rumah yang dibangun di pinggiran sungai besar atau sungai kecil.  Jambi merupakan wilayah yang terkenal dalam literatur kuno. Nama negeri ini sering disebut dalam prasasti-prasasti dan juga berita-berita Tiongkok. Ini merupakan bukti bahwa, orang Cina telah lama memiliki hubungan dengan Jambi khususnya Suku Jambi, yang mereka sebut dengan nama Chan-pei. Diperkirakan, telah berdiri tiga kerajaan Melayu Kuno di Jambi, yaitu Koying (abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M) dan Kantoli (abad ke-5). Seiring perkembangan jaman, kerajaan-kerajan ini perlahan terlupakan dan sisa-sisa reruntuhan atau peninggalan kerajaan-kerajaan tersebut masih dalam proses penyelidikan dan penelitian lebih lanjut. Dalam sejarah kerajaan di Nusantara, Jambi dulu merupakan wilayah Minanga Kamwa (nama Minangkabau Kuno 1 M) adalah tanah asal pendiri kerajaan Melayu dan Sriwijaya dari wilayah Minanga Kamwa inilah banyak lahir raja-raja di Nusantara, baik sekarang yang berada di Malaysia, Brunei dan Indonesia di negeri Jambi ini pernah dikuasai oleh beberapa kekuatan besar, mulai dari Sriwijaya, Malaka hingga Johor-Riau. Terkenal dan selalu menjadi rebutan merupakan tanda bahwa Jambi sangat penting pada masa lalu. Bahkan, berdasarkan temuan beberapa benda purbakala, Jambi pernah menjadi pusat kerajaan Sriwijaya. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Orang Jambi dan Orang Minangkabau Sumatra Barat? Seperti yang disebut di atas, pada masa ini dibedakan Orang Jambi dan Orang Minangkabau di daerah aliran sungai Batanghari. Orang Minangkabau di wilayah hulu dan Orang Jambi di wilayah hilir. Dimana simpul peradaban Melayu di daerah aliran sungai Batanghari? Lalu bagaimana sejarah Orang Jambi dan Orang Minangkabau Sumatra Barat? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (16): Orang Kubu Berbahasa Melayu, Apakah Penduduk Asli di Jambi? Sebaran Populasi Penduduk Masa ke Masa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Persebaran populasi  penduduk adalah bagian dari sejarah, sejarah yang panjang bahkan sejak zaman kuno. Pulau Sumatra termasuk wilayah Nusantara yang memiliki catatan sejarah yang terbilang awal. Dalam hal ini wilayah Sumatra bagian tengah menjadi satu wilayah tersendiri di Sumatra tenntang persebaran populasi. Terbentuknya (peradaban) Melayu, khususnya di pantai timur Sumatra menjadikan wilayah Jambi yang sekarang menjadi penting. Dalam perkembangannya Orang Kubu berbahasa Melayu, pada masa ini menjadi terpinggirkan dalam peradaban baru.


Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam merupakan penyebutan untuk masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dataran rendah di Sumatera Tengah khususnya Jambi. Penyebutan ini menggenarilasasi dua kelompok masyarakat yaitu Orang Rimba dan Suku Batin Sembilan. Kubu berasal dari kata ngubu atau ngubun dari bahasa Melayu yang berarti bersembunyi di dalam hutan. Orang sekitar menyebut suku ini sebagai “Suku Kubu”. Namun, baik Orang Rimba maupun Batin Sembilan tidak ada yang menyebut diri dan kelompok mereka sebagai Suku Kubu. Oleh karena itu, panggilan ini kurang disukai karena bermakna peyorasi atau menghina. Sebaran Orang Rimba di Jambi berada di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas. Sebagian kecil ada di wilayah selatan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Orang rimba juga dapat ditemukan di hutan-hutan sekunder dan perkebunan kelapa sawit sepanjang jalan lintas Sumatra hingga ke batas Sumatra Selatan. Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari wilayah Pagaruyung, yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem kekeluargaan matrilineal. Mayoritas suku Anak Dalam menganut kepercayaan animisme atau kepercayaan kepada agama tradisional. Akan tetapi, beberapa keluarga khususnya kelompok yang hidup di kawasan jalan lintas Sumatra telah beragama Kristen atau Islam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik provinsi Jambi tahun 2010, dari 3.205 jiwa orang Rimba yang tercatat, sebanyak 2.761 jiwa atau 86,15% menganut kepercayaan leluhur, kemudian sebanyak 333 jiwa (10,39%) menganut agama Kristen dan sebanyak 111 jiwa (3,46%) menganut agama Islam. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Orang Kubu berbahasa Melayu, apakah penduduk asli Jambi? Seperti yang disebut di atas, Orang Kubu dibedakan dengan etnik lainnya di wilayah Sumatra khususnya di wilayah Jambi. Lalu bagaimana sejarah Orang Kubu berbahasa Melayu, apakah penduduk asli Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 03 September 2022

Sejarah Jambi (15): Muara Sabak di Tanjung Jabung Timur di Kabupaten Pintu Gerbang Jambi Sungai Batanghari;Kapal Hang Tuah?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini

Seperti pada artikel sebelum ini, kabupaten Tanjung Jabung (kini terbagi Tanjung Jabung Timur ibu kota di Muara Sabak dan Tanjung Jabung Barat di Kuala Tungkal) adalah pintu gerbang provinsi Jambi di perairan Laut Jawa dan Laut Cina (Selatan). Meski Kuala Tungkal berada di pantai, namun yang menjadi pelabuhan utama provinsi Jambi di Muara Sabak (pelabuhan sungai di daratan di DAS Batanghari, jauh di belakang pantai, di hilir Kota Jambi). Satu hal yang menarik di wilayah Tanjung Jabung Timur ditemukan sisa zaman kuno yang ada yang menduga itu adalah kapal Hang Tuah. Benarkah?   


Muara Sabak adalah ibu kota Kabupaten Tanjung Jabung Timur, provinsi Jambi. Awalnya Muara Sabak adalah sebuah kecamatan. Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah salah satu kabupaten yang berada dibagian paling timur provinsi Jambi. Kabupaten ini hasil dari pemekaran Kabupaten Tanjung Jabung (2000). berada di tepi pantai, dan berbatasan dengan provinsi Kepulauan Riau (kabupaten Lingga), dan juga provinsi Sumatra Selatan (kabupaten Banyuasin). daerah hinterland segitiga pertumbuhan ekonomi Singapura-Batam-Johor. Wilayah perairan laut kabupaten ini merupakan bagian dari alur pelayaran kapal nasional dan internasional. Wilayah kabupaten berada ketinggian 0-100 m dpll dimana kota-kota kecamatan dalam kabupaten berkisar antara 1–5 m dpl. Batas wilayah di utara Selat Berhala; di timur Laut Cina Selatan; di selatan Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Banyuasin; di barat Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Muaro Jambi. Topografi daerah pada umumnya dataran rendah terdiri dari rawa/gambut dengan permukaan tanah banyak dialiri pasang surut air laut. Berdasarkan hasil studi, semua elevasi di daerah rawa-rawa sepanjang Sungai Batanghari dinyatakan dalam acuan ketinggian yang sama. Tanah yang selalu dipengaruhi oleh air, yaitu tanah-tanah yang berumur muda dan tanah organik atau tanah gambut. Gambut sendiri terbentuk karena pengaruh iklim terutama curah hujan yang merata sepanjang tahun dan topografi yang tidak merata sehingga terbentuk daerah-daerah cekungan. Pada daerah cekungan dengan genangan air terdapat longgokan bahan organik. Hal ini disebabkan suasana yang langka oksigen menghambat oksidasi bahan organik oleh jasad renik, sehingga proses hancurnya jaringan tanaman berlangsung lebih lambat daripada proses tertimbunnya, Sementara itu potensi gambut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tersebar di Kecamatan Mendahara dan Kecamatan Dendang. Pada masa ini lahan sebagian besar tanaman yang ada adalah tanaman sawit. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Muara Sabak di Tanjung Jabung Timur, berada di hilir Kota Jambi daerah aliran sungai Batanghari? Seperti yang disebut di atas, Muara Sabak kini menjadi pelabuhan utama provinsi Jambi. Kota Muara Sabak juga menjadi ibu kota kabupaten Tanjung Jabung Timur. Lalu bagaimana sejarah Muara Sabak di Tanjung Jabung Timur, berada di hilir Kota Jambi daerah aliran sungai Batanghari? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (14): Kuala Tungkal Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Luar Batang Hari Jambi;Selengkuh Dayung Serentak Ketujuan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini

Nama Jambi kini menjadi nama provinsi di Sumatra: Provinsi Jambi. Suatu provinsi yang identik dengan daerah aliran sungai Batanghari. Suatu sungai berhulu di pegunungan Bukit Barat sebelah barat Sumatra, dan bermuara di pantai timur Sumatra (di Tanjung Jabung Timur). Satu kabupaten dengan menggunakan nama Tanjung Jabung (kabupaten Tanjung Jabung Barat) seakan terpencil sendiri. Wilayah kabupaten tidak berada di daerah aliran sungai Batanghari; ibu kota kabupaten di Kuala Tungkal seakan membelakangi Kota Jambi (ibu kota provinsi). Apakah karena itu motto kabupaten ‘Selengkuh Dayung Serentak Ketujuan’.


Kota Kuala Tungkal adalah kota letak pusat pemerintahan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Wilayah kota ini berada di dalam lingkup Kecamatan Tungkal Ilir. Kabupaten Tanjung Jabung Barat merupakan pemekaran dari Kabupaten Tanjung Jabung. Batas Wilayah di utara Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau; di timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Selat Berhala; di selatan Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Muaro Jambi; di barat Kabupaten Tebo. Sejarah Indonesia bermula tahun 1946 pulau Sumatra di bagi menjadi 3 provinsi. Provinsi Sumatra Tengah, salah satu Daerah Keresidenan Jambi terdiri dari Batanghari dan Sarolangun Bangko. Pada tahun 1957, Keresidenan Jambi menjadi Provinsi terdiri dari: Kabupaten Batanghari, Kabupaten Sarolangun Bangko dan Kabupaten Kerinci. Pada tahun 1965 wilayah Kabupaten Batanghari dipecah menjadi 2 (dua) bagian yaitu: Kabupaten Batanghari dengan Ibu kota Kenaliasam dan Kabupaten Tanjung Jabung dengan Ibu kotanya Kuala Tungkal. Kabupaten Tanjung Jabung terdiri dari Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Tungkal Ilir dan kecamatan Muara Sabak. Pada tahun 1999 pemekaran wilayah kabupaten menjadi dua wilayah yaitu: 1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebagai kabupaten induk dengan Ibu kota Kuala Tungkal dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebagai kabupaten hasil pemekaran dengan Ibu kota Muara Sabak. Wilayah kabupaten memiliki masyarakat yang heterogen. Suku Melayu, Banjar, Jawa, Bugis, Batak, Minangkabau, Melayu Palembang, Tionghoa, Melayu Kerinci dan berbagai etnis berbaur di kabupaten yang terkenal dengan julukan kota bersama ini. Kekayaan minyak bumi dan gas yang saat ini dikelola oleh perusahaan asing juga merupakan kekayaan asli dari daerah ini. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Kuala Tungkal di Tanjung Jabung Barat, kabupaten berada di luar daerah aaliran sungai Batanghari di Jambi? Seperti yang disebut di atas, Kuala Tungkal seakan berada membelakangi Jambi. Ibu kota kabupaten Tanjung Jabung Barat yang berada di luar daerah aliran sungai Batanghari. Lalu bagaimana sejarah Kuala Tungkal di Tanjung Jabung Barat, kabupaten berada di luar daerah aaliran sungai Batanghari di Jambi? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 02 September 2022

Sejarah Jambi (13): Pegunungan 30, Sisa Zaman Kuno dan Penduduk Asli; Taman Nasional Orang Utan Harimau Gajah Badak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini

Salah satu penanda zaman kuno di pantai timur Sumatra, khususnya di wilayah provinsi Jambi yang sekarang adalah Pegunungan 30 (Bukit Tigapuluh). Sejumlah pulau-pulau sebelum terbentuk dataran rendah Jambi yang mana salah satu pulau tersebut kini dikenal Pegunungan 30. Tentu saja saat itu bukan habitat hewan besar Sumatra (yang berbeda dengan masa ini). Wilayah Pegunungan 30 adalah sisa Zaman Kuno yang kini ditetapkan menjadi Taman Nasional yang sesui ecositem flora danm fauna khususnya hewan besar Sumatra.


Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (juga disebut Bukit Tigapuluh) adalah taman nasional yang terletak di Sumatra, Indonesia. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh terletak pada lintas provinsi dan kabupaten, yaitu di Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Indragiri Hilir di provinsi Riau, dan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat di provinsi Jambi. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh ditetapkan sebagai kawasan taman nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 539/KPTS-II/1995. Taman ini memiliki luas kira-kira 143.143 hektare dan secara ekologi, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan kawasan yang memiliki tipe ekosistem hutan tropis dataran rendah, sehingga mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi dan hampir seluruh spesies flora dan fauna di Pulau Sumatera, terdapat di kawasan taman nasional ini. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan tempat terakhir bagi spesies terancam seperti orang utan sumatra, harimau sumatra, gajah sumatra, badak sumatra, tapir asia, beruang madu dan berbagai spesies burung yang terancam. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh juga merupakan tempat tinggal bagi Orang Rimba dan Orang Talang Mamak.(Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah pegunungan 30 sisa zaman kuno dan penduduk asli Sumatra? Seperti yang disebut di atas, wilayah Pegunungan 30 atau Bukit 30 kini dijadikan sebagai Taman Nasional yang sangat berguna untuk habitat orang utan, harimau, gajah, badak dan tapir. Tman nasional juga menjadi ekologi bagi penduduk asli. Lalu bagaimana sejarah Pegunungan 30 sisa zaman kuno dan penduduk asli Sumatra? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (12): Pegunungan 12, Sisa Zaman Kuno Daerah Tangkapan Air Sungai Batanghari; Taman Nasional-Ekologi Asli


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini

Sebagaimana pada artikel-artikel sebelum ini, sejarah zaman kuno pantai timur Sumatra, khususnya di wilayah provinsi Jambi yang sekarang. Jauh sebelum terbentuk daratan datar wilayah Jambi, di suatu teluk besar terdapat sejumlah pulau-pulau yang mana salah satu pulau tersebut adalah Pegunungan 12 (Bukit Duabelas). Wilayah ini dikenal sebagai wilayah tangkapan air di daerah aliran sungai Batanghari. Dalam hal ini bagaimana hubungan antara sungai Batanghari dan wilayah Pegunungan 12.


'Taman Nasional Bukit Duabelas (disingkat TN Bukit Duabelas) adalah sebuah taman nasional yang terletak di Provinsi Jambi. Dalam pembagian administratif, lokasinya masuk ke dalam Kabupaten Tebo, Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun. Luas lahan yang digunakan adalah 54.780,41 hektare. Namanya berasal dari kondisi geografis daerahnya yang berbukit-bukit. Beberapa bukit tertingginya yaitu bukit Punai (164 meter), Panggang (328 meter), dan Kuran (438 meter). Daerah ini merupakan daerah tangkapan air dari daerah aliran sungai dari Sungai Batanghari. Di Taman Nasional Bukit Duabelas ada lebih kurang 120 jenis flora yang hidup, termasuk ulin, menggeris setinggi 80 meter, jelutung berdiameter 2 meter, dan rotan jerenang. Di dalam Taman Nasional Bukit Duabelas ini berdiam Suku Anak Dalam atau Suku Kubu atau Orang Rimba. Jumlah Orang Rimba di sini pada tahun 2018 mencapai 2960, naik dari tahun 2013 sebanyak 1775 orang. Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan perwakilan bagi hutan hujan tropis di provinsi Jambi. Bagian utara taman nasional ini terdiri dari hutan primer, sementara sisanya merupakan hutan sekunder, sebagai akibat dari penebangan kayu. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Pegunungan 12, sisa zaman kuno di daerah tangkapan air sungai? Seperti yang disebut di atas, Pegiunungan 12 atau Bukit 12 bukanlah wilayah baru tetapi merupakan sisa zaman kuno dalam perkembangan peradaban. Kini Pegunungan 12 menjadi Taman Nasional yang menjadi ekologi penduduk asli. Lalu bagaimana sejarah Pegunungan 12, sisa zaman kuno di daerah tangkapan air sungai? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.