Senin, 05 September 2022

Sejarah Jambi (19): Era Hindia Belanda di Jambi; Pemerintahan Belanda di Hindia Jadi Cikal Bakal Negara Kesatuan Indonesia (RI)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Sejarah zaman kuno adalah dasar pembentukan cabang pemerintahan. Selama era Portugis dan Belanda/VOC secara teknis belum terbentuk cabang pemerintahan, tetapi baru terjadi pada era Hindia Belanda (pasca dibubarkannya VOC tahun 1799). Pembentukan cabang pemerintahan di Jambi dimulai di Palembang dalam rangka pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda yang berpusat di Palembang (Residentie Palembang). Lalu dalam perkembangannya Jambi menemukan jalan sendiri hingga menjadi suatu provinsi (hingga ini hari).


Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sulthan Thaha Saifuddin tanggal 27 April 1904, Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan (Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906). Pemerintahan Hindia Belanda berakhir tanggal 9 Maret 1942 yang digantikan Jepang. Serelah proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945, dimana  kemudian Sumatera menjadi satu provinsi (Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya). Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera bersidang di Bukittinggi memutuskan provinsi Sumatera dilikuidasi dengan membentuk tiga provinsi (Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan). Provinsi Sumatera Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Tarik menarik Keresidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah ternyata cukup alot dan akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara pada Sidang KNI Sumatera tersebut dan Keresidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah (UU nomor 10 tahun 1948). Dalam UU.No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Keresidenan Jambi terdiri dari 2 Kabupaten dan 1 Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko dan Batanghari terdiri dari kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota, dan Kuala Tungkal. Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang ingin keresidenan Jambi untuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan dibagian lain ingin tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Kerinci kembali dikehendaki masuk Keresidenan Jambi, karena sejak tanggal 1 Juni 1922 Kerinci, bagian dari Kesultanan Jambi dimasukkan ke keresidenan Sumatera Barat (bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci). Keresidenan Jambi menjadi provinsi seiring dengan pemberontakan PRRI, Keresidenan Jambi secara de facto menjadi provinsi tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya menandatangani di Denpasar Bali. UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 UU Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau. (https://jambiprov.go.id/profil-sejarah-jambi)

Lantas bagaimana sejarah era Hindia Belanda di Jambi? Seperti yang disebut di atas, wilayah Jambi masa ini adalah salah satu provinsi di Indonesia. Dalam hal ini era Hindia Belanda adalah era pemerintahan Belanda di Hindia yang menjadi cikal bakal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lalu bagaimana sejarah era Hindia Belanda di Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Era Hindia Belanda di Jambi; Pemerintahan Belanda di Hindia, Cikal Bakal Negara Kesatuan Republik Indonesia

Awal pembentukan cabang pemerintahan di Jambi, sejatinya dimulai di Palembang. Hal serupa juga terjadi di seluruh Hindia, dimulai dari satu titik, dimana Pemerintah Hindia Belanda menetapkan satu titik permulaan, yang kemudian dikembakan ke seluruh penjuru wilayah. Seperti halnya di Jawa, dimulai di Batavia (kini Jakarta) lalu secara bertahap menyeluruh di seluruh wilayah (pulau) Jawa. Di (pulau) Sumatra dimulai di dua titik yang berbeda waktu: di pantai timur Sumatra di Palembang dan kemudian di pantai barat Sumatra dimulai di Tapanuli.


Pasca pendudukan Inggris (1811-1816), Pemerintah Hindia Belanda yang sempat terhenti lima tahun, cabang-cabang pemerintahan direorganisasi, dengan memodifikasi kembali system pemerintahan terakhir yang dijalankan oleh Inggris. Pada tahun 1917 Pemerintah Hindia Belanda memulai kegiatan (cabang) pemerintahan di Palembang dengan menempatkan seorang Residen. Hal yang sama juga pada tahun yang sama dimulai di Semarang, Soerabaja, Bandjarmasin dan Makassar. Pembentukan cabang pemerintahan di pantai barat Sumatra sedikit telah karena kekuatan Inggris di pantai barat Sumatra masih eksis (meski sudah ada serah terima dari Inggris ke Belanda tahun 1916). Pada tahun 1819 Pemerintah Hindia Belanda memulainya dengan pusat pemerintahan di Tapanoeli dengan menempatkan pejabat setingkat Asisten Residen. Pada fase ini tampaknya Inggris masih bingung, personel dan pejabat Inggris mau ditempatkan dimana. Setelah mendapatkan (pulau) Penang, Inggris kemudian mendapatkan Singapoera (1819). Sisa pemerintahan Inggris di pantai barat Sumatra yang berpusat Bengkulu (dan menumpang paksa di Padang) terus melakukan konsolidasi sehingga ditemukan jalan keluar, yakni dilakukan tukar guling antara Malaka (Belanda) dengan Bengkulu (Inggris) dalam perjanjian 1824 di London (Traktat London 1824). Seiring dengan terbentuknya koloni baru si Semenanjung Malaya (The Strait Settlement) dengan basis di Penang dan Singapoera plus Malaka, maka Inggris yang tidak menentu di pantau barat Sumatra akhirnya bedol desa ke The Strait Settlement yang berpusat di Penang. Lalu pada tahun 1826 Pemerintahan Hindia Belanda merapihkan struktur cabang pemerintahan (Residentie Pantai Barat Sumatra) dengan merelokasi ibu kota dari Tapanoeli ke Padang dengan meningkatkan status dari Asisten Residen menjadi Residen. Lalu setahun kemudian pantai barat Sumatra bagian selatan dibentuk satu residentie baru dengan ibu kota di Bengkulu. Praktis pada tahun 1827di (pulau) Sumatra sudah terbentuk tiga residentie, dengan ibu kota di: Pelembang, Padang dan Bengkulu. Namun seiring dengan peningkatan eskalasi politik di pantai barat Sumatrea dengan Gerakan Padri yang semakin luas dan intens, dibentuk satu residentie baru (Residenti Air Bangis, yang terdiri dari Air Bangis, Natal, Angkola Mandailing dan Tapanoeli). Pembentukan residentie baru ini untuk melengkapi statuus pantai barat Sumatra dijadikan sebagai satu provinsi dengan menempatkan seorang gubernur di Padang. Pada saat Gubernur pantai barat Sumatra, Kolonel AV Michiels perlawanan Padri berhasil ditaklukkan pada tahun 1838. Seiring dengan situasi yang mulai kondusif, Residentie Padangsche (Benelanden) dimekarkan dengan membentuk residentie baru (Residentie Padangsche Bovenlanden). Ini dengan sendiri, residentie Bengkulu dipisahkan dari provinsi Sumatra’s Westkust sebagai residentie Mandiri (seperti halnya Residentie Palembang). Pada tahun 1840 Residentie Air Bangis dilikuidasi dengan membentuk Residentie Tapanoeli (jumlah residentie di provinsi tetap tiga).

Selama penataan cabang-cabang pemerintahan Hindia Beland di pantai barat Sumatra, banyak hal yang terjadi di pantai timur Sumatra (Residentie Palembang). Dalam Almanak 1827 di Residentie Palembang dipimpin oleh Residen JC Reynar yang berkedudukan di Palembang. Residen Reynar dibantu oleh dua asisten residen, yakni asisten residen urusan di Palembang dan satu asisten residen untuk urusan luar Palembang (wilayah Lampung dan wilayah Jambi). Dalam Almanak ini wilayah Bangka sendiri sudah dipisahkan dari Palembang dengan membentuk residentie sendiri dengan struktur pemerintahan yang masih sangat sederhana (dimana di pulau Belitung ditempatkan seorang Asisten Residen). Pada fase ini di wilayah pantai timur Sumatra yang berpusat di Palembang sudah sejak awal kehadiran Pemerintahan Hindia Belanda 1816 terbilang kondisif (setelah kerusuhan sebelumnya).


Cababf pemerintahan Hindia Belanda suda sejak awal, setelah terbentuknya Pemerintahan Hindia Belanda sebagai kelanjutan pemerintahan VOC yang dibubarkan pada tahun 1799. Pada era Gubernur Jenderal Daendels, sejak 1809 sudah banyak kemajuan di Jawa, tetapi di pulau Sumatra, Residen Palembang masih bekerja sendiri di wilayah yang jauh dan sunyi (tidak ada cabang pemerintahan terdekat), hanya berinteraksi langsung ke Batavia. Pada tahun 1811 terjadi pendudukan Inggris di Jawa, Daendels menyerah. Seluruh Jawa dengan segera dikuaasi Inggris. Dalam kesibukan Inggris di Jawa, dan terputusnya wilayah luar seperti Palembang dengan Jawa), maka pemerintahan Hindia Belanda di Palembang seakan terisolasi dan semakin melemah (karena tidak bertuan lagi di Batavia). Pada fase inilah seorang pangeran Palembang melakukan pemberontakan (meski tidak direstui sang ayah, Radja Palembang: Sultan Mahmud Badaruddin) dan terjadi perang berdarah yang mana Residen dan keluarganya terbunuh. Tidak ada pejabat/orang Belanda yang tersisa. Pada tahun 1812 satu detasemen Inggris dikirim dari Jawa untuk menggantikan posisi cabang pemerintahan Hindia Belanda, tetapi yang ditemukan berita yang sangat mencekam. Pasukan Inggris segera paham dan segera pula melakukan tindakan (sesame Eropa meski bermusuhan). Pemerintahan Hindia Belanda Kembali menggantikan Inggris. Permasalahan yang tersisa dari Inggris diambil alih Belanda, lebih-lebih dengan dendam yang membara karena tragedi terbunuhnya Residen sebelumnya. Pangeran Palembang menjadi target: dead or alive. Singkat kata perlawanan Pangeran Palembang berakhir tahun 1821. Pangeran yang kini dikenal Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan dan cabang pemerintahan Hindia Belanda di Palembang mulai secara perlahan kondusif.

Dalam Almanak 1831 struktur pemerintahan di Palembang sudah lengkap dan menyeluruh. Residen dijabat oleh CFE Praetorius. Struktur pemerintahan di Bangka juga sudah lengkap. Kelengkapan ini karena pemerintahan local juga sudah terbentuk yang juga dibentuknya pengadilan local (Landraad). Dalam struktur pemerintahan di Palembang, fungsi asisten residen urusan luar (daerah) dihapuskan, sementara struktur pemerintahan lokal hanya terbatas di wilayah Palembang (daerah aliran sungai Musi) yakni di Ogan, Komering Ilir, Komering Oeloe, Rawas, Limatang, Moedi Ilir, Moesi Tanga dan Moesi Oeloe.


Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dalam struktur pemerintahan baru di Palembang (dan Bangka) tidak ada yang mengindikasikan hal yang terkait dengan di Jambi. Fungsi asisten residen urusan luar (buitenland) dihapus. Apakah ini ada indikasi Jambi dilepaskan, sementara fungsi pemerintahan hanya diintensifkan di Palembang dan Bangka? Kita lihat nanti. Yang jelas dalam almanac 1831 sudah terbentuk cabang pemerintahan di Riau setingkat residen.

Dalam konteks pembentukan cabang pemerintahan di Jambi, yang mengejutkan adalah pembentukan cabang pemerintahan di (kepulauan) Riau. Dalam Almanak 1836) tiga residentie yang sudah ada (Palembang, Bangka dan Riau) semakin berkembang. Namun ada apa di Jambi. Satu yang membedakan dalam pemerintahan lokal di Riau fungsi Sultan masih berkuasa (dipimpin oleh Sultan Lingga dan wakilnya Sultan Riau di Penyengat. Dalam Almanak ini di Jambi fungsi Sultan Jambi Mohamad Fahruddin di Jambi. Sebelum pengakuan ini, Sultan Jambi telah melakukan perlawanan pada paruh kedua tahun1833.


Drentsche courant, 14-01-1834:’Laporan dari Palenibang~ sampai 10 Agustus. sangat menguntungkan. Pada awal Juli, asisten residen Andriesse telah mengikuti detasemen pasukan, yang dikomandani oleh letnan satu artileri, Vrijdaq ke dataran tinggi untuk mengarahkan langkah-langkah sendiri untuk menaklukkan Sultan Jambi. Pada tanggal 14 bulan itu, kekuatan musuh di Sereka direbut oleh badai, pada saat itu Letnan Vrijdag, Letnan 2 Erencron, Sergant de la Bare, Kopral Lobster, yang pertama kali menembus tikungan. Kemudian kampong Keban diduduki oleh kami, dan pada saat mereka mendekati kaampong Maeara Rawas, dimana musuh telah membentengi diri terutama di sungai. Selanjutnya ke arah timur musuh melancarkan serangan terhadap kampong Maeara Rawas yang dilaporkan, yang telah ditempatkan dalam status pertahanan oleh kita, tetapi dipukul mundur dengan kekalahan. Posisinya disekitarnya kemudian direbut dan pada saat itu ia kembali menderita kerugian yang cukup besar, dimana Sultan Jambi mundur dan pada tanggal 7 Agustus ia telah mundur ke perjalanan sehari dari perbatasan Jambi. Sementara bala bantuan dari Batavia telah tiba di Palembang, dibawah komando Overste (AV) Michiels. Para kepala suku asli telah sangat berjasa dan akan menerima penghargaan dari Pemerintah untuk ini” 

Besar dugaaan bahwa kehadiran pasukan Overste AV Michiels telah berhasil melumpuhkan kekuatan Sultan Jambi. Dalam Almanak 1836, seorang pejabat Belanda (setingkat Controleur) telah ditempatkan di Moara Kompeh (dan seorang militer berpangkat Luitenant untuk fungsi Controleur ditempatkan di Lahat).  Ini mengindikasikan di Jambi, Sultan sudah diakui Pemerintah Hindia Belanda. Ini menandai cikal bakal pemerintahan Hindia Belanda di Jambi (bagian dari Residentie Palembang). Catatan: Prestasi AV Michiels di Palembang/Jambi ini menjadi modalnya kemudian dalam menaklukkan perlawanan di pantai barat Sumatra (Padri). Salah satu anak buah terbaik Michiels yang juga menyertainya dalam penaklukan Pasdri adalah Letnan A van der Hartt.


Cabang-cabang pemerintahan Hindia Belanda di Residentie Palembang semakin diperluas ke Jambi dan Lahat. Sebagaimana diketahui di Palembang sendiri sudah sejak lama fungsi Sultan dihapuskan. Sultan Jambi di daerah aliran sungai Batanghari dengan kraton di Jambi dilibatkan dalam pemerintahan local. Dapat ditambahkan seiring dengan penempatan pejabat di Jambi, di district Lampong juga ditempatkan seorang pejabat militer pangkat kapten yang menjalankan fungsi Controleur yang dibantu oleh seorang kommies.

Pada tahun 1836 Cabang-cabang pemerintahan di (pulau) Sumatra semakin meluas. Selain di pnatai barat sudah mencapai Tapanoeli, di pantai timur Sumatra sudah mencapai Jambi. Di wilayah kepulauan dari Bangka diperluas ke Riau. Di pedalaman Sumatra sudah mencapai Lahat serta di pantai selatan Sumarta di Lampong (Telok Betoeng). Yang masih tersisa adalah wilayah Riau daratan, Sumatra Timur plus Atjeh.


Di wilayah pedalaman Sumatra, praktis di pnatai timur Sumatra baru dibentuk hanya di Lahat. Sementara di pantai barat Sumatra di pedalaman sudah terbentuk di Agam (residentie Padangsche Bovenlanden) dan di Angkola Mandailing (Residentie Air Bangis). Satu yang khusus dalam hal ini, jika dari arah pantai timur cabang pemerintahan terjadi di Lahat, maka dari arah pantai barat cabang pemerintahan terjauh di Ampat Lawang (yang menjadi bagian wilayah Residentie Bengkoelen). Lahat (kini berpusat di Lubuk Linggau) berada di utara dan Ampat Lawang di selatan (kini berpusat di Tebing Tinggi, yang masuk Sumatra Selatan). Harus dicatat dalam hal ini bahwa fase ini di Sumatra bagian utara di pedalaman Padangsche Borvenlanden (Agam dan sekitar) dan Air Bangis (Angkola Mandailing dan sekitar serta Rao dan sekitar) terjadi pertarungan antara militer Belanda dan galongan Padri. Seperti disebut di atas perlawanan Padri ini berakhir tahun 1838 di Bondjol dan kemudian tahun 1839 di Padang Lawas (Dalu-Dalu). Lalu bagaimana di wilayah Sumatra bagian selatan? Seperti kita lihat nanti mulau ada riak-riak perlawanan di pedalaman, seperti di Lahat, Lampong dan tentu saja di Jambi.

Dalam Almanak 1840, yang sebelumnya Ampat Lawang masuk Residentie Bengkoelen, sebaliknya telah dimasukkan ke wilayah Residentie Palembang. Tidak hanya Ampat Lawang juga Redjang. Sementara itu di (Residentie) Padangsche Bovenlanden semakin meluas ke Lima Poeloeh Kota (Paijakoemboe), Tanah Data dan Solok. Sedangkan di wilayah Residentie Air Bangis semakin meluas ke Portibi yang mencakup wilayah Padang Lawas, Pane, Bila dan Tambusai (Dalu0Dalu). Seorang Controleur di tempatkan do wilayah Bila, yang ini mengindikasikan Residentei Air Bangis dalam rentang coast to coast (pantai barar dan pantai timur). Bagaimana dengan di Jambi?


Di wilayah Jambi tetap hanya terbatas di Moeara Kompeh, seorang pejabat sipil setingkat Controleur. Sementara di wilayah Lampong cabang pemerintahan telah meluas ke seluruh wilayah distrik Lampong seperti di Manggala. Kini, wilayah Jambi dan wilayah di utara (Siak), yang di satu sisi masih terbatas di Jambi, masih indepensn diantara Palembang/Jambi di selatan, di barat Padangsche Bovenlanden/Lima Poeloeh Kota dan Solok, di utara Air Bangis/Bila dan Tambusai, dan di timur (kepulauan) Riau. Dalam hal ini di Jambi masih cabang pemerintahan permulaan.

Dalam Almanak 1846 situasi dan kondisi di Jambi masih tetap sama seperti sebelumnya, seorang pejabat sipil setingkat Controleur di Moara Kompeh. Namun yang agak berubah adalah di Lahat sudah ditempatkan seorang pejabat sipil, tetapi sebaliknya di Tebing Tinggi (Ampat Lawang) yang ditempatkan adalah seorang militer dengan pangkat Kapiten yang berfungsi sebagai Controleur. Ada apa? Perlawanan penduduk mulai muncul terhadap kehadiran otoritas Pemerintah Hindia Belanda.


Sejak 1845 Residentie Air Bangis dilikuidasi, sebagai penggantinya dibentuk Residentie Tapanoelie. Afdeeling Air Bangis dan Rau dimasukkan ke residentie Padangsche Benelanden. Residentie baru ini terdiri dari Natal, Angkola Mandailing, Sibolog dan sekitarm Baros dan Singkil serta Padang Lawas. Yang menjadi residen pertama adalah Luitenan Colonel A van der Hart, seorang anak buah Kolonel AV Michiels pada tahun 1838 yang berhasil memasuki benteng Bondjol (masih panhkat kapten). Pada fase ini Hart tengah menghadapi ancaman dari utara (Atjeh) dan sisa Padri di Padang Lawas. Dalam hal ini AV Michiels sendiri adalah mantan salah satu komandan di Palembang dalam ekspedisi melumpuhkan perlawanan Pangeran Palembang 1820 (masih berpangkat kapten).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pemerintahan Belanda di Hindia, Cikal Bakal Negara Kesatuan Republik Indonesia: Proses Pembentukan Cabang Pemerintahan di Jambi

Pada tahun 1850 di Residenti Palembang yang menjabat sebagai residen adalah seorang militer dengan pangkat Luitenant Colonel (CA de Brauw). Boleh jadi ini karena peningkatan eskalasi politik di pedalaman Lampong dan Palembang. Status pemerintahan di Tebing Tinggi ditingkatkan dari Controleur menjadi Asisten Residen. Cabang pemerintahan di Lahat di Likuidasi, yang boleh jadi dipusatkan semua di Tebing Tinggi. Boleh jadi perlawanan penduduk semakin nyata, Ini juga dengan penempatan seorang pejabat di Rawas seorang militer berpangkat Luitenan. Residentie Palembang mulai tergoncang setelah perlawanan beberapa decade yang lalu dipimpin oleh Pangeran Palembang (Sultan Mahmud Badaruddin II). Lalu bagaimana di Jambi?


Dalam Almanak 1853 Jambi telah dipisahkan dari Residentie Palembang. Meski demikian, di Jambi hanya pemerintahan terbatas di Moeara Kompeh. Yang membedakan dengan sebelumnya adalah pejabat tersebut kini seorang militer dengan pangkat kapten. Ada apa? Apakah karena eskalasi politik yang terjadi di pedalaaman selatan di Lampong, dan di barat pedalaman Pallembang di Lahat? Perlawanan di pedalaman Palembang ini dipimpin oleh Radja Tíangalam (di wilayah Komering Oeloe). Catatan: Sejak 1852 Residentie Palembang terdiri dari lima afdeeling: (1) Palembang dan sekitar; (2) Tebing Tinggi dan sekitar; (3) Ogan Oeloe dan sekitar, (4) daerah aliran sungai Rawas; (5) Djambi. Suatu wilayah kerajaan Jambi dibawah sultan kecuali Moara Kompeh yang langsung oleh pejabat Belanda dimana tahun 1858 dilakukan kontrak (plakat) antara Pemerintah Hindia Belanda dan Sultan.

Setelah sekian lama, di Jambi mulai ada perubahaan cabang pemerintahan yakni pemimpin tertinggi berkedudukan di Jambi, seorang militer pangkat kapten dan di Muara Kompeh seorang pejabat militer dengan pangkat eerste luitenant (lihat Almanak 1864). Namun dalam hal ini perlu dicatat Redjang/Lebong masih menjadi bagian dari Residentie Palembang. Di wilayah daerah aliran sungai Musi semakin lengkap cabang-cabang pemerintahan dengan penempatan pejabat Belanda. Di wilayah hanya ada satu pejabat setingkat Asisten Residen di Tebing Tinggi dan yang lainnya setingkat Controleur di sejumlah afdeeling/onderafdeeling termasuk di onderafdeeling Ampat Lawan dan onderafdeeling Redjan Lebong. Pada tahun 1865 distrik Lampong ditingkatkan menjadi sebuah Residentie.


Pada tahun 1867 yang menjadi Residen Palembang adalah JAW van Ophuijsen. Seorang yang humanis yang memulai karir sebagai Controleur di Natal (Tapanuli) pada tahun 1850. Pada tahun 1857 dipromosikan menjadi Asisten Residen di Padangsche Bovenlanden. Anak pertamanya Charles Adrian van Ophuijsen lahir tahun 1854 (kelak menjadi penyusun tata bahasa Melayu, ejaan van Ophuijsen). Pada tahun 1866 di Lematang Oeloe en Ilir ditambahkan satu Asisten Residen di Lahat. Ini mengindikasikan bahwa di wilayah daerah aliran sungai Musi cabang pemerintahan semakin meningkat.

Pada tahun 1870 Residentie Palembang menjadi Sembilan afdeeling (lihat Almanak 1870). Residen masih dijabat oleh JAW van Ophuijsen. Di wilayah Jambi masih seperti sebelumnya. Namun seorang sipil yang mendamping Sultan di Jambi (tetapi masih letnan di Moara Kompeh). Ini masih mengindikasikan di wilayah Jambi masih kondusif di bawah kepemimpinan Sultan.


Di Residentie Riau, residen dijabat oleh Elisa Netscher (sejak 1861). Sejak 1863 Residentie Riau diperluas dengan membentuk Afdeeling Siak Indrapoera (pantai timur Sumatra) dengan menempatkan Controleur di Bengkalis, Asahan dan Deli dan satu pejabat di Laboehan Batoe. Wilayah Laboehan Batoe awalnya masuk ke pantai barat Sumatra). Di Residentie Tapanoeli, pantai barat Sumatra juga cabang pemerintahan sejak 1865 sudah mencapai pedalaman di Silindoeng dan Toba (namun ada perlawanan keras dari Sisingamangardja). Ini mengindikasikan bahwa cabang-cabang pemerintahan Hindia Belanda sudah meliputi seluruh Sumatra (minus Atjeh). Meski begitu, di wilayah Jambi, sekalipun sudah lama ada cabang pemerintahan tetapi masih setingkat Controleur. Mengapa begitu? Sisa perlawanan yang signifikan terhadap otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Sumatra hanya di wilayah Toba dan sekitar dan wilayah Atjeh.

Namun demikian, wilayah Jambi meski masih berada di bawah langsung Sultan (kecuali di Moara Kompeh), secara tidak langsung wilayah Jambi telah diapit oleh sejumlah pejabat Pemerintah Hindia Belanda yakni: Asisten Residen di Lingga (Residentie Riau): Residen Palembang yang dibantu pejabat di Banyuasin dan di Lahat; Asisten Residen di Solok (Residentie Padangsche Bovenlanden); Controleur di Indrapoera (Afdeeling Painan, res Padangsche Benelanden) yang meliputi wilayah Kerinci. Dan tentu saja Asisten Residen di Siak Indrapoera. Andaikan ada perlawanan di Jambi, tidak ada lagi jalur escape. Namun yang jelas system pemerintahan di Jambi yang masih bersifat local terkesan special dengan kedudukan Sultan (dan minimnya pengaruh langsung Pemerintah Hindia Belanda). Singkat kata: pada tahun 1906 situasi dan kondisi di Jambi berubah. Boleh jadi hal yang di Jambi ini terkait dengan hamper berakhirnyan Perang Atjeh dan Perang Batak.


Meski sudah sejak lama dipisahkan dari Residentie Palembang, wilayah Jambi secara resmi dipisahkan dengan membentuk Residentie Jambi pada tahun 1906 yang mana didalamnya termasuk landscbap Koertntji (Stbls. 1906 No. 187 dan 259). Sementera pembentukan residentie berdasarkan Stbls. 1906 No. 261, 286 dan 461), kemudian Stbls. 1907 No. 295 dan Srbls 1908 No. 324, yang mana wilayah Residentie Djambi terdiri dari empat afdeeling: (1) Djambi (hoofdplaats Djambi); (2) Moearotembesi (hoofdplaats Moearotembesi); (3)  Moearatebo (hoofdplaats Moearotebo); (4) Djambische Bovenlanden (hoofdplaats Bangko) yang terdiri dari empat onderafdeeling: (a) Bangko (hoofdplaats Bangko'); (b) Moearoboengo (hoofdplaats Moearoboengo); (c) Sarolangoen (hoofdplaats Sarolangoen); (d) Koerintji (hoofdplaats Soengai Penoeh).

Residen pertama di residentie Jambi adalah OI Helfrich (Stbls 1905 No 20) lalu digantikan AJN Engelenberg pada bul;an Desember 1908. Controleur di Afd Jambi adalah H F van Oa; di Afd Moeara Tembesi AF Meijer; di afd. Moera Tebo LC Ouwerling. Sementara di afd Djambi Bovenlanden setingkat Asisten Residen RC van den Bor dimana di masing-masing Bangko, Moeara Boengo dan Soengei Penoeh serta Saeolangoen ditempatkan Controleur. Masing-masing pejabat Controleur didamping oleh seorang demang.


Di wilayah Onderafdeeling Moera Boengo di Moeara Boengo, Controleur dijabat oleh EWF van Walchren. Sedangkan demangnya adalah Si Ali alias Si Kali gelar Soetan Oloan (Harahap). Soetan Oloan memulai karir di dalam pemerintahan di Padang Sidempoean. Demang di Soengai Penoeh adalah juga berasal dari Padang Sidempoean Ihrahim gelar Soetan Goeroe. Satu lagi demang yang berasal dari Padang Sidempoean adalah Mangaradja Gading yang mengawali karir sebagai opziener di Sarolangun yang kemudian diangkat menjadi demang. Salah satu anaknya lahir di Sarolangoen pada tahun 1905 diberinama Abdoel Hakim. Kelak, Abdoel Hakim Harahap menjadi Residen Tapanoeli (1948-1929), Wakil Perdana Manteri RI di Jogjakarta (1950) dan Gubernur Sumatra Utara (1951-1953) dan Menteri Negara bidang pertahanan 1955.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar