Senin, 27 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (16): Orang Bali di Kota Batavia, Orang Batak di Jawa; Sejarah Awal Migrasi Etnik di Indonesia Sejak Era VOC


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Sejak jaman kuno, ada beberapa suku bangsa (etnik) di nusantara yang bukan pelaut, diantaranya orang Bali dan orang Batak. William Marsden (1811) heran mengapa orang Batak bukan pelaut padahal teluk Tapanoeli selain banyak ikannya adalah pelabuhan terbaik di pantai barat Sumatra. Heinrich Zollinger (1847) menyatakan pantai-pantai Bali banyak ikannya dan teluk-teluknya banyak yang dapat dijadikan pelabuhan yang baik, tetapi orang Bali bukan pelaut. R van Eck (1878) menyatakan orang Bali bukan pelaut, karena itu mereka tidak pernah meninggalkan tanah mereka atas kehendak sendiri. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga, orang Bali mendatangkan ikan dari orang Bugis dan orang Mandar.

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk, 2010 di Provinsi Jawa Timur tercatat hanya lima etnik asli yang menjadi penduduk asli Jawa Timur, yakni  Jawa, Madura, Osing, Bawean, dan Tengger. Dari 37,476,757 jiwa penduduk Jawa Timur, persentase terbesar adalah etnik Jawa (79.58 persen) yang disusul kemudian etnik Madura (17.53 persen). Tiga etnik asli lainnya, Osing di Banyuwangi (0.76 persen), Bawean (0.19 persen) dan Tengger (0.13 persen). Sedangkan etnik pendatang sendiri hanya sebanyak 1.81 persen saja dari total penduduk Provinsi Jawa Timur. Persentase etnik pendatang terbesar adalah etnik Tionghoa (0.73 persen)  dan kemudian pada urutan berikutnya adalah etnik Batak (0.15 persan) dan etnik Sunda (0.12 persen). Ini berarti etnik Batak merupakan penduduk terbanyak kedua di luar penduduk asli. Jika persentase etnik Batak di Provinsi Jawa Timur sebesar 0.15 persen maka ini setara dengan 56.215 jiwa. Jumlah ini tidak ada artinya jika dibandingkan dengan etnik Jawa dan etnik Madura yang masing-masing 29.824.950 jiwa dan 6.568.438 jiwa. Namun jika jumlah etnik Batak di Jawa Timur dibandingkan dengan etnik Tionghoa  (236.124 jiwa) dan etnik Sunda (45.262 jiwa) dan  etnik Bali (19.316), jumlah etnik Batak ini menjadi begitu berarti (signifikan). Keberadaan etnik Batak sendiri di Jawa Timur tidak hanya terdapat di ibu kota provinsi (Kota Surabaya) tetapi juga tersebar merata di semua kabupaten/kota di Jawa Timur.

Pada Sensus Penduduk tahun 1920 di Jawa jumlah etnik Batak sebanyak 868 jiwa dan etnik Bali sebanyak 607 jiwa. Lalu mengapa pada masa ini (berdasarkan Sensus Penduduk 2010) orang Bali di Jawa Timur relatif begitu sedikit jika dibandingkan orang Batak? Padahal Bali begitu dekat dengan Jawa Timur (hanya dibatasi oleh selat). Apakah ini suatu anomali? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 26 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (15): Sejarah Organisasi Sosial di Bali; Medan Perdamaian di Padang hingga Bali Darma Laksana di Singaradja


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Lembaga sosial (social institution) sudah ada sejak lama di jaman kuno seperti kerajaan dan subak. Lembaga sosial terkecil adalah keluarga. Namun organisasi sosial masih terbilang baru untuk semua penduduk di Indonesia. Lembaga cenderung disebut bersifat tradisi(onal) sedangkan organisasi bersifat modern. Lembaga dan organisasi kurang lebih sama yang membedakan sifatnya. Contoh organisasi misalnya sekolah, OSIS, perusahaan dan pemerintahan. Kita sendiri hidup dalam berbagai organisasi-organisasi bahkan sejak lahir (rumah sakit) hingga mati (TPU).

Dalam sejarah Indonesia, yang sering disebut adalah organisasi sosial Boedi Oetomo. Namun organisasi sosial masyarakat Indonesia banyak yang telah didirikan, seperti Pagoejoeban Pasoendan, Kaoem Betawi, Perserikatan Nasional Indonesia, Jong Java, Jong Batak dan lain sebagainya. Organisasi sosial ini ada yang berubah menjadi organisasi partai. Organisasi-organisasi sosial ini mengambil peran masing-masing dalam merajut persatuan yang kemudian terbentuk persatuan yang lebih besar seperti PPPKI, Madjelis Rakjat Indonesia dan NKRI.

Lantas bagaimana dengan sejarah organisasi sosial di (pulau) Bali? Yang jelas tempo doeloe terdapat satu organisasi sosial yang terkenal di Bali yang diberi nama Bali Darma Laksana. Seperti halnya Boedi Oetomo bukan yang pertama, di Bali juga ada organisasi sosial yang lebih tua dari Bali Darma Laksana. Untuk itu, agar menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.

Sabtu, 25 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (14): Sejarah Pers Bali, Sejak Kapan Bermula? Mengenal Muriel S Walker alias Ktoet Tantri, Sang Republiken


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Kota adalah tempat lahirnya pers. Ada dua kota besar di Bali tempo doeloe: Singaradja dan Denpasar. Lantas apakah di dua kota ini pernah terbit media seperti surat kabar atau majalah? Seperti kata Dja Endar Moeda (1898), pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya, sama-sama untuk mencerdaskan bangsa. Pertanyaan tentang sejarah pers di Bali, khususnya di Denpasar tentu sangat penting, karena pers juga adalah bidang pencerdasan bangsa.

Presiden Soekarno dan K'toet Tantri van Bali
Dja Endar Moeda lahir di kota Padang Sidempoean, Tapanoeli pada tahun 1861. Setamat sekolah dasar, Dja Endar Moeda melanjutkan pendidikan di sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean. Salah satu gurunya yang terkenal adalah Charles Andriaan van Ophuijsen. Lulus tahun 1884, Dja Endar Moeda diangkat menjadi guru. Pensiun guru di Singkil dan kemudian berangkat haji ke Mekah. Sepulang dari haji, Dja Endar Moeda membuka sekolah swasta di kota Padang tahun 1895. Ketika, Dja Endar Moeda menawarkan novelnya ke penerbit tahun 1897, Dja Endar Moeda mendapat bonus ditawari untuk menjadi editor surat kabar berbahasa Melayu, Pertja Barat. Dja Endar Moeda mengambil tawaran itu. Jadilah Dja Endar Moeda sebagai editor pribumi pertama. Sejak itulah Dja Endar Moeda kerap menyebut sekolah dan jurnalistik sama pentingnya. Lalu pada tahun 1902 penerbit surat kabar Sumatra post di Medan merekrut pribumi untuk dijadikan editor. Lalu pada tahun 1903 di Batavia. mantan editor Sumatra post, Karel Wijbran pemilik surat kabar berbahasa Melayu, Pembrita Betawi merekrut orang pribumi ketiga yakni Tirto Adhi Soerjo (kini lebih dikenal sebagai Bapak Pers Indonesia).  

Satu nama penting yang dikaitkan dengan pers Bali adalah seorang perempuan Muriel Stuart Walker yang menyebut dirinya K’toet Tantri. Oleh karena dia merasa orang Bali, lalu dia menjadi seorang Republiken (pembela Republik Indonesia). Okelah itu satu hal. Lantas bagaimana dengan sejarah pers di Bali sendiri? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 24 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (13): Sejarah Jembrana Ibu Kota Negara; Dari Untung Suropati (VOC) hingga Negara Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah Jembrana adalah sejarah lama. Ibu kota berada di Negara (kini Negara lebih dikenal sebagai ibu kota kabupaten Jembrana). Kabupaten ini berbatasan di sebelah timur dengan kabupaten Tabanan dan di sebelah utara kabupaten Buleleng. Kabupaten ini dengan pulau Jawa (Banyuwangi) dipisahkan oleh selat Bali. Satu nama yang kerap dikaitkan dengan wilayah Jembrana sejak awal (era VOC) adalah seorang pemuda tangguh yang dikenal sebagai Oentoeng Soeropati.

Menurut cerita, Oentoeng Soeropati adalah seorang pangeran yang lahir dari Poeger, bernama Sangadja, yang dipaksa pada usia enam tahun oleh pamannya, Soesoehoenan, untuk melarikan diri ke Blambangan, untuk mencari perlindungan dengan pangeran wilayah Blambangan. Namun pangeran Blambangan tidak berani menjaga pemuda belia itu bersamanya, lalu menyarankan Oentoeng Soeropati untuk menyeberang dengan pengasuhnya ke Djambrana di Bali. Disini mereka disambut dengan ramah oleh Shabandar, yang kemudian menerima pangeran kecil ini sebagai putranya dan memberinya panggilan (gelar) Bagoes Mataram. Setelah pemuda ini tumbuh menjadi seorang pemuda yang hebat (lihat Dr R van Eck dalam majalah Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1878).

Okelah, itu satu hal. Hal lain yang lain juga penting adalah bagaimana dengan sejarah Jembrana sendiri sebagai suatu wilayah penting di pulau Bali? Sudah barang tentu sudah ada yang menulisnya. Namun tentu itu tidak cukup. Untuk memenuhi kecukupan itu, dan untuk menambah pengetahuan serta untuk meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 23 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (12): Islam, Orang Arab dan Haji di Bali; Orang Bali Hindu Tidak Mau Diganggu dan Terganggu (Toleransi)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
 

Dalam sejarah Bali, sesungguhnya jarang, jika tidak ingin dikatakan tidak pernah, pertikaian antar agama yang menyulut perang. Pertikaian yang intens terjadi justru antar kerajaan di Bali yang sama-sama penganut agama Hindu. Perang yang terjadi di masa lampau yang dilancarkan oleh orang Bali, baik antar sesama maupun dengan asing (Belanda) hanya karena atas dasar ekonomi. Aneksasi Karangasem (Hindoe) ke Lombok (Sasak Islam) juga hanya semata-mata motif ekonomi (bukan motif agama).

Agama Hindu Bali dapat dikatakan adalah sisa Hindoe di Jawa. Pulau Bali melestarikan ajaran Hindoe yang sebelumnya berkembang di Jawa. Sejumlah peneliti Bali di masa lampau menjelaskan bahwa orang-orang (dari pulau) Jawa yang membawa ajaran Hindoe ke pulau Bali (pasca jatuhnya Majapahit). Namun orang-orang Jawa yang beragama Hindoe tidak semua penduduk Bali menjadi Hindoe. Penduduk asli Bali ini tetap dengan kepercayaan lamanya (ada yang menyatakan sebagai Budha atau Bodha di Lombok). Mereka ini dikenal sebagai penduduk dari desa-desa Bali Aga yang di era kolonial Hindia Belanda masih banyak ditemukan. Dua yang lebih dikenal pada masa ini desa Tenganan dan desa Trunyan.

Desa-desa Bali Aga dengan desa-desa Bali umumnya (Hindoe) sama-sama eksis. Desa-desa Bali umumnya yang mayoritas dapat hidup berdampingan dengan desa-desa Bali Aga. Gambaran yang menyebabkan orang Bali Hindoe dapat menerima pendatang baru (Arab/Islam) dan orang-orang Cina. Orang Bali Hindu tidak mau diganggu dan terganggu. Mereka membiarkan Islam, orang Arab dan (ber)haji berkembang sendiri. Nah, bagaimana itu semua terbentuk? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 22 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (11): Sejarawan Bali, Para Pionir Penulisan Sejarah Pulau Bali; Sejarah Seharusnya Memiliki Permulaan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Jangan bilang saya sejarawan. Saya hanyalah seorang ekonom peminat sejarah. Dalam sejarah Bali, haruslah ada orang yang memulainya. Mereka itu ternyata bukan kita, tetapi adalah orang-orang gila yang berani bertarung nyawa. Kita pada masa ini tidak ada apa-apanya. Kita hanya sekadar penyalin. Yang lebih buruk lagi ada diantara kita yang sengaja tidak sengaja menambah yang tidak pernah ada. Lalu kemudian muncul golongan yang aneh yang melebih-lebihkan satu hal dan juga mengerdilkan hal lainnya.

Menurut Wikipedia: Sejarah (bahasa Yunani: ἱστορία, historia (artinya "mengusut, pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian"); bahasa Arab: تاريخ, tārīkh; bahasa Jerman: geschichte) adalah kajian tentang masa lampau, khususnya bagaimana kaitannya dengan manusia. Dalam bahasa Indonesia, sejarah, babad, hikayat, riwayat, tarikh, tawarik, tambo, atau histori dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah. Ini adalah istilah umum yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu serta penemuan, koleksi, organisasi, dan penyajian informasi mengenai peristiwa ini. Istilah ini mencakup kosmik, geologi, dan sejarah makhluk hidup, tetapi sering kali secara umum diartikan sebagai sejarah manusia. Para sarjana yang menulis tentang sejarah disebut ahli sejarah atau sejarawan. Peristiwa yang terjadi sebelum catatan tertulis disebut Prasejarah.

Sejarah adalah narasi fakta dan data. Suatu fakta dan data yang dinarasikan secara proporsional yang jauh dari maksud untuk mengelabui pembaca. Sejarah haruslah memberi edukasi pada generasi mendatang. Dalam membaca fakta dan data jelas diperlukan analisis yang cermat agar memberikan dampak pada narasi sejarah yang baik dan benar. Dalam hubungan ini, artikel ini dimaksudkan untuk merangkum siapa saja sejarawan awal pulau Bali, orang-orang yang telah memberi kontrinusi dalam penulisan sejarah masa kini. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 21 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (10): Masakan Khas Bali Tempo Dulu; Direkomendasikan Para Bule, Babi Guling Kuliner Terbaik (R v Eck 1878)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Setiap daerah di Indonesia memiliki masakan khas. Makanan khas tentu saja umumnya nasi. Namun untuk mendampingi nasi, berbagai lauk, beragam sayuran dan buah-buahan menyertainya. Diantara menu makanan itu ada yang khas. Masakan khas dalam hal ini adalah makanan spesial yang disajikan apakah untuk makanan harian atau acara tertentu (seperti jamuan makan). Diantara makanan khas yang enak-enak itu, tempo doeloe para bule di Bali merekomendasikan kepada orang Eropa-Belanda lainnya adalah bali yang dipanggang dengan cara diguling-guling (sebut saja babi guling).

Untuk urusan makan, orang Eropa-Belanda dan orang pribumi tidak ada bedanya.Sama-sama lahap untuk masakan yang membuatnya nikmat. Yang berbeda adalah jenis makanan dan cara memasaknya. Orang Eropa-Belanda jika ke daerah apakah untuk tujuan dinas atau melancong (wisata), dimana tidak ditemukan masakan Eropa, mereka sudah mengidentifikasi makanan yang akan dipesan (misalnya di pesanggrahan). Jika tidak bisa memesan seperti di perjamuan atau secara tidak terduga tuan rumah menyajikan makan siang, pejabat lokal sudah tahu apa yang disiapkan (karena jarang terjadi) yakni masakan khas yang akan digemari tamu bule. Di Bali, masakan khas itu salah satu diantaranya adalah babi panggang guling.

Apa saja daftar masakan khas penduduk Bali tempo doeloe? Nah, itu dia. Tampaknya belum ada yang menulisnya. Buku yang sudah ada hanya ditulis berdasarkan menu makanan yang berlaku pada beberapa dekade terakhir. Lantas bagaimana dengan daftar menu lebih dari satu abad yang lalu?Apakah masih ada yang sama dengan bebera dekade terakhir? Yang jelas bahwa babi guling dengan rempah-rempah sudah direkomendasikan para bule lebih dari satu abad yang lalu. Okelah, untuk menambah pegetahuan tentang masakan khas Bali tempo doeloe, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 20 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (9): Orang Bali, Bali Aga, Bali Moela, Buddha, Islam dan Hindu; Kirtya Liefrinck van der Tuuk di Singaraja


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Bali, tidak hanya tentang alam pulau Bali, tetapi juga tentang orang yang berada di pulau itu. Pulau Bali sendiri sejak awal adalah pulau yang terbuka, pulau dimana bermukim penduduk asli, penduduk yang paling asli (origin). Namun dalam rentang waktu sejarah pulau Bali yang sudah lama, sejak origin hingga ini hari, masih ditemukan sisa penduduk aseli pulau Bali. Penduduk paling aseli ini disebut orang Bali Aga. Orang-orang aseli ini masih melakukan praktek budaya lama (oesana Bali). Sejarah Bali juga termasuk orang-orang yang ahli di bidangnya tentang Bali.

Bagaimana cara mempelajari (sejarah) orang Bali, seorang peneliti bernama Lekkerkerker.dalam risalahnya yang dimuat pada majalah Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1933 menyatakan bahwa studi tentang masyarakat Bali seharusnya tidak dimulai dari ujung yang salah, tidak dengan masyarakat kasta dan lembaga-lembaga Hindoe, tetapi di desa-desa, dimana banyak kelompok populasi kuno masih dapat ditemukan. Salah satu desa kuno yang terkenal adalah desa Tenganan Pagringsingan. Hingga masa ini oesana Bali masih eksis di desa Tenganan Pagringsingan. Nama dua orang ahli yang terbilang sangat intens tentang sejarah orang Bali adalah FA Liefrinck dan N van der Tuuk. Oleh karena itu, jika terkait dengan urusan sejarah orang Bali, generasi ahli berikutnya mendirikan perpustakaan di Bali dengan nama Kirtya Liefrinck van der Tuuk.

Bagaimana sejarah orang Bali dan bagaimana sejarah orang-orang yang meneliti tentang (pulau) Bali menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam penulisan sejarah Bali. Seperti orang Bali harus ada yang bermula (orang Bali yang paling awal), juga dalam penulisan sejarah Bali harus ada orang yang memulainya. Yang memulainya adalah orang-orang Eropa-Belanda. Kita, pada masa kini hanyalah sekadar melanjutkan. Okelah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 19 Juli 2020

Sejarah Lombok (45): Orang Sasak Lombok di Desa Tenganan Pegringsingan Pulau Bali; Monogami, Endogami dan Hukum Waris


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Di Lombok banyak orang Bali. Lantas apakah ada orang Sasak dari pulau Lombok di Bali? Ternyata ada. Mereka menetap sudah lama di kampong Tenganan Pegringsingan, Karangasem, pulau Bali. Bagaimana mereka bisa tinggal di Bali? Itu satu hal, Hal lain adalah ketika kerajaan Bali Selaparang mengirim pasukan asal Lombok untuk membantu kerajaan Karangasem dalam berperang melawan kerajaan Kloengkoeng. Hal lainnya adalah orang Sasak yang disebut Bodha ini menetap di kampong Tenganan Pegringsingan. Menurut S van Praag (1934) asal-usul penduduk Tenganan Pegringsingan sebagian berasal dari orang Sasak dari Lombok.

Pada masa ini desa Tenganan Pegringsingan lebih dikenal sebagai sebuah desa tradisional di pulau Bali. Desa Tenganan Pegringsingan berada di kecamatan Manggis, kabupaten Karangasem. Pada masa ini desa Tenganan Pegringsingan adalah salah satu dari tiga desa Bali Aga. Dua desa lainnya adalah desa Trunyan dan desa Sembiran. Bali Aga adalah penduduk asli Bali yang masih mempertahankan kepercayaan lama. Sedangkan penduduk asli Lombok adalah orang Sasak. Sebagian besar orang Sasak telah menganut agama Islam. Orang Bodha adalah orang Sasak yang masih mempertahankan kepercayaan lama (seperti halnya orang Bali Aga di Bali). Dua kelompok masyarakat memiliki kesamaan sehingga bisa berbaur.

Lantas bagaimana sejarah desa Tenganan Pegringsingan? Yang jelas menurut Dr VE Korn dalam monografnya berjudul De Dorpsrepubliek Tnganan Pagringsingan (1933) desa Tenganan Pegringsingan berbeda dengan desa-desa Bali umumnya. Desa Tnganan Pagringsingan menurut Dr VE Korn adalah Republik Desa yang mana penduduknya memiliki ciri khas yang unik: monogami, endogami dan hukum waris sendiri. Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 18 Juli 2020

Sejarah Lombok (44): Sejarah Bodha Tempo Doeloe di Lombok Utara dan Orang Bodha Juga Ada di Bima; Bali Aga di Pulau Bali


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Satu hal yang nyaris terlupakan dalam sejarah Lombok adalah tentang eksistensi orang Bodha sebagaimana tentang orang Bali Aga di Bali. Orang Bodha adalah orang Sasak dan orang Bali Aga adalah orang Bali. Namun kepercayaan (cara beragam) orang Bodha berbeda dengan orang Sasak umumnya yang beragama Islam. Idem dito orang Bali Aga dengan orang Bali umumnya yang beragama Hindoe. Tempo doeloe, orang Bodha juga ditemukan di pulau Soembawa (Bima).

Di Lombok juga ada yang diidentifikasi sebagai orang yang disebut orang Waktoe Teloe. Mereka teridentifikasi berada di Lombok Utara di sekitar gunung Rindjani. Pada era Hindia Belanda, para akademisi sering memperdebatkan dua terminologi ini yang khas ada di pulau Lombok. Perdebatan ilmiah dalam rangka menemukan kerangka pemahaman yang sama diantara para akademisi tentang orang Bodha dan orang Waktoe Teloe. Orang Bodha dihubungkan dengan agama Budha dan orang Waktoe Teloe dihubungkan dengan agama Islam. Pada sensus 1920, orang Bodha dimasukkan dalam kategori (etnik) Sasak, sebagaimana orang Bali Aga dimasukkan dalam kategori (etnik) Bali.

Lalu bagaimana sejarah orang Bodha? Nah, itu dia, kurang terinformasikan. Sejarah orang Bodha adalah bagian dari sejarah pulau Lombok dan juga bagian dari sejarah pulau Soembawa terutama di Bima. Penduduk asli di pulau Lombok menyebut diri dengan orang Sasak. Dalam hal ini orang Sasak juga termasuk orang Bodha. Terminologi Lombok, Sasak dan Bodha adalah tiga terminologi yang digunakan berbeda. Okelah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 17 Juli 2020

Sejarah Lombok (43): Sejarah Gerung, Ibu Kota Kabupaten Lombok Barat; Riwayat Laboehan Tring Menjadi Pelabuhan Lembar


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini ibu kota kabupaten Lombok Barat berada di Gerung. Pemindahan ibu kota ini dari kota Mataram ke Gerung sehubungan dengan ditingkatkannya status kota (administratif) Mataram menjadi Kota pada tahun 1993. Kota Mataram terdiri dari tiga kecamatan (Ampenan, Mataram dan Cakranegara). Sementara kabupaten Lombok Barat menjadi hanya terdiri dari sembilan kecamatan (Gunungsari, Tanjung, Gangga, Bayan, Labuapi, Kediri, Gerung, Sekotong Tengah  dan Narmada. Perpindahan ke kecamatan Gerung ini dilakukan secara bertahap pada periode (1999-2003).

Sejak tahun 2001 kabupaten Lombok Barat bertambah lima kecamatan baru yakni Lingsar (pemekaran dari Narmada), Lembar (pemekatan dari Gerung), Kayangan (pemekaran dari Bayan), Pemenang (pemekaran dari Tanjung) dan Batu Layar (pemekaran Gunugsari). Pada tahun 2008 kabupaten Lombok Barat dimekarkan (kembali) dengan membentuk kabupaten Lombok Utara yang terdiri dari lima kecamatan: Bayan, Gangga, Tanjung, Kayangan dan Pemenang. Kota yang dipilih sebagai ibu kota kabupaten Lombok Utara adalah kota Tanjung (di kecamatan Tanjung).

Kecamatan Gerung (sebelum pemekaran) tempo doeloe adalah sutau district di Onderafdeeling Wesst Lombok, Afdeeling Lombok, Residentei Bali en Lombok. Kepala districr Geroeng berada di kampong Geroeng. Kampong terdekat dari kampong Geroeng adalah kampong Lembar. Kini, kanmpong Lembar menjadi pelabuhan utama di pulau Lombok dan kampong Geroeng menjadi ibu kota kabupaten Lombok Barat. Lalu, bagaimana perjalanan sejarah kampong Geroeng menjadi ibu kota kabupaten Lombok Barat. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lombok (42): Perang Selong di Lombok Timur 1903; Mamiq Sapian dan Perang Praya di Lombok Tengah (1896)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Ada Perang Bali dan juga ada Perang Lombok. Ada Perang Praja dan ada pula Perang Selong. Perang Bali dimulai ketika Pemerintah Hindia Belanda ingin menghukum pangeran Boeleleng yang didukung kerajaan Karangasem di Bali pada tahun 1846. Kerajaan Bali Selaparang di Lombok turut membantu Pemerintah Hindia Belanda dalam perang ini. Sementara Perang Lombok terjadi pada tahun 1894, idem dito, Pemerintah Hindia Belanda ingin menghukum Kerajaan Bali Selaparang di Lombok. Dalam perang ini pangeran Karangasem (Goesti Djelantik) turut membantu Pemerintah Hindia Belanda. Lantas mengapa muncul Perang Praja dan Perang Selong?

Dalam Perang Lombok, kerajaan Bali Selaparang yang beribukota di Mataram, militer Pemerintah Hindia Belanda berhasil menghancurkan kota Mataram. Lalu kerajaan Bali Selaparang menyerah dan dilakukan perundingan. Dalam perundingan ini Pemerintah Hindia Belanda turut (empat) pemimpin penduduk Sasak. Syarat dan ketentuan yang disodorkan Pemerintah Hindia Belanda adalah penduduk Bali dan penduduk Sasak sama haknya dalam pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok. Para pemimpin Sasak mengajukan kehadiran pangeran Karangasem (Goesti Djelantik) dan pasukannnya di Lombok. Syarat dan ketentuan ini dianggap berat oleh para pangeran Bali Selaparang. Lalu tidak diduga, pasukan Bali Selaparang menyerang militer Pemerintah Hindia Belanda. Banyak yang tewas dan bahkan komandannya yang berpangkat Generaal Majoor. Lalu, kembali dikirim ekspedisi militer (yang sebelumnya sebagian sudah sempat pulang ke Jawa) ke Lombok. Akhirnya pasukan Bali Selaparang berhasil dilumpuhkan setelah puri Tjkaranegara hancur. Berakhir sudah Perang Lombok pada tangg 19 Noverber 1894. Lalu Pemerintah Hindia Belanda mulai menata cabang pemerintah di Lombok.

Pasca Perang Lombok, setelah terbentuknya cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok muncul pemberontakan di Praya (1906). Residen Bali en Lombok mengirim ekspedisi militer ke Praja (sebut saja Perang Praja). Dalam Perang Praja ini kepala distrik Praja, Mamiq Sapian tewas. Beberapa tahun kemudian terjadi pemberontakan di Sakra (sebut saja Perang Selong). Dalam Perang Selong ini kapala pemberontak Mamiq Darmadji dihukum. Lantas apa sesungguhnya yang menyebabkan terjadinya Perang Selong? Lalu apakah Perang Selong berbeda dengan Perang Praja? Yang jelas kurang terinformasikan. Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 16 Juli 2020

Sejarah Lombok (41): Perdagangan Budak di Lombok dan Pangeran Bali Selaparang; Sejarah Perbudakan dari Masa ke Masa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Sejarah perbudakan boleh jadi seumur dengan peradaban manusia. Mungkin tidak pernah habis-habisnya. Pada era VOC sistem perbudakan itu eksis sebagai bagian dari pedagangan. Pada era Pemerintah Hindia Belanda praktek perbudakan itu terdapat di berbagai wilayah yang kemudian secara perlahan-lahan dibatasi hingga akhirnya dilarang. Namun praktek perbudakan, seperti disebut seumur dengan peradaban itu sendiri, pada masa ini praktek perbudakan itu muncul dalam wujud lain yang dikenal sebagai human traficking.

Perbudakan adalah bentuk intervensi manusia terhadap manusia lainnya sebagai hak kepemilikan bagai pemilik dengan barangnya. Praktek perbudakan secara geografis berada di tiga area utama: daerah pemasok atau pengirim, daerah pengguna atau penerima dan pusat perdagangan (pasar budak). Oleh karena itu, budak dianggap sebagai salah satu komoditi perdagangan yang ada harganya bagi pemilik, tetapi bagi buda itu senidiri dia merasa tidak punya harga diri, karena haknya yang paling azasi telah dikapitalisasi oleh pemilik (sebagai barang). Hak azasi para budak sebelumnya telah direkrut dari masyarakatnya dengan jalan damai atau dengan jalan kekerasan. Jalan damai umumnya karena orang tua menjual anggota keluarganya karena ingin menebus utang sedangkan jalan kekerasan adalah penculikan (perampokan) atau peperangan yang mana yang kalah dijadikan sebagai budak. Para radja-radja juga memainkan peran penting dalam dunia perbudakan.

Tempo doeloe, wilayah perairan pulau Lombok juga termasuk salah satu situs dalam praktek perbudakan. Para budak dipasok dari pulau-pulau lainnya dan para budak diangkut ke berbagai tempat terutama ke pulau Jawa, khususnya Batavia. Tentu saja ada budak yang bersumber dari Lombok. Sebagaimana juga di tempat lain (pulau-pulau lainnya di Hindia Belanda), wujud lain dari sistem perbudakan di Lombok adalah eksploitasi para pangeran kerajaan Bali Selaparang terhadap penduduk Sasak. Eksploitasi yang berlebihan menjadi faktor penting yang menyebabkan penduduk Sasak melakukan pemberontakan terhadap kerajaan Bali Selaparang. Bagaimana semua itu terjadi di Lombok? Nah, untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.