Jumat, 17 Juli 2020

Sejarah Lombok (42): Perang Selong di Lombok Timur 1903; Mamiq Sapian dan Perang Praya di Lombok Tengah (1896)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Ada Perang Bali dan juga ada Perang Lombok. Ada Perang Praja dan ada pula Perang Selong. Perang Bali dimulai ketika Pemerintah Hindia Belanda ingin menghukum pangeran Boeleleng yang didukung kerajaan Karangasem di Bali pada tahun 1846. Kerajaan Bali Selaparang di Lombok turut membantu Pemerintah Hindia Belanda dalam perang ini. Sementara Perang Lombok terjadi pada tahun 1894, idem dito, Pemerintah Hindia Belanda ingin menghukum Kerajaan Bali Selaparang di Lombok. Dalam perang ini pangeran Karangasem (Goesti Djelantik) turut membantu Pemerintah Hindia Belanda. Lantas mengapa muncul Perang Praja dan Perang Selong?

Dalam Perang Lombok, kerajaan Bali Selaparang yang beribukota di Mataram, militer Pemerintah Hindia Belanda berhasil menghancurkan kota Mataram. Lalu kerajaan Bali Selaparang menyerah dan dilakukan perundingan. Dalam perundingan ini Pemerintah Hindia Belanda turut (empat) pemimpin penduduk Sasak. Syarat dan ketentuan yang disodorkan Pemerintah Hindia Belanda adalah penduduk Bali dan penduduk Sasak sama haknya dalam pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok. Para pemimpin Sasak mengajukan kehadiran pangeran Karangasem (Goesti Djelantik) dan pasukannnya di Lombok. Syarat dan ketentuan ini dianggap berat oleh para pangeran Bali Selaparang. Lalu tidak diduga, pasukan Bali Selaparang menyerang militer Pemerintah Hindia Belanda. Banyak yang tewas dan bahkan komandannya yang berpangkat Generaal Majoor. Lalu, kembali dikirim ekspedisi militer (yang sebelumnya sebagian sudah sempat pulang ke Jawa) ke Lombok. Akhirnya pasukan Bali Selaparang berhasil dilumpuhkan setelah puri Tjkaranegara hancur. Berakhir sudah Perang Lombok pada tangg 19 Noverber 1894. Lalu Pemerintah Hindia Belanda mulai menata cabang pemerintah di Lombok.

Pasca Perang Lombok, setelah terbentuknya cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok muncul pemberontakan di Praya (1906). Residen Bali en Lombok mengirim ekspedisi militer ke Praja (sebut saja Perang Praja). Dalam Perang Praja ini kepala distrik Praja, Mamiq Sapian tewas. Beberapa tahun kemudian terjadi pemberontakan di Sakra (sebut saja Perang Selong). Dalam Perang Selong ini kapala pemberontak Mamiq Darmadji dihukum. Lantas apa sesungguhnya yang menyebabkan terjadinya Perang Selong? Lalu apakah Perang Selong berbeda dengan Perang Praja? Yang jelas kurang terinformasikan. Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Perang Lombok (1894) dan Pemberontakan Praya (1894)

Laporan Residen Beli en Lombok (Laporan tahunan 1892 yang dikutip Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 28-10-1892) mencatat bahwa selama puasa, yang jatuh pada bulan April tahun ini, pertempuran sengit lebih sedikit antara kedua belah pihak (kerajaan Bali Selaparang vs penduduk Sasak). Akan tetapi tampaknya pasukan pemberontak akan segera menyerang lagi. Para pemberontak tampaknya tidak kekurangan makanan, sementara panen yang sangat memadai dapat diharapkan segera berkat bantuan penduduk. Garis pertempuran itu antara pelabuhan Ampenan (barat) dan pelabuhan Pidjoe (timur) di daerah pedalaman Lombok. Goeroe Bangkol di lanskap Praja, Mamiq Norsasay di lanskap Sakra dan Raden Pringga di lanskap Pringgaraja dapat disebut sebagai para pemimpin pemberontak.

Dalam laporan ini juga disebutkan bahwa pedagang Arab Said Abdullah yang baru-baru ini disebutkan dalam Laporan 1890 (halaman 23) memainkan peran yang sangat ambigu dalam kerumitan ini. Akhir-akhir ini, pengaruhnya telah berkurang secara nyata terutama hubungannya dengan (pangeran) Anak Agoeng Made, yang menyebabkan telah membawanya bergabung dengan para pemberontak. Ketika kerajaan Bali Selaparang Lombok akhirnya berhasil mendapatkan bukti pengkhianatannya, ia akan seperti dua putranya dan penulisnya dijatuhi hukuman mati yang hukumannya dijatuhkan dengan menggunakan keris menurut adat Bali.

Latar belakang pemberontakan ini menurut Laporan 1892 bermula ketika pangeran Mengwi terbunuh pada tanggal 22 Juni 1891, pangeran Karangasem Goesti Gde Djelantik segera membantu kerajaan Mangwi. Kerajaan Karangasem mendapat pasukan tambahan sebanyak 500 orang pada tanggal 24 Juni dari kerajaan Bali Selaparang di Lombok. Namun dalam perang melawan pasukan kerajaan Kloengkoeng pasukan dari Lombok banyak yang terbunuh karena kurang terlatih dan persediaan makanan yang tidak begitu memadai. Pasukan Lombok ini adalah orang-orang Sasak yang dikirim oleh pangeran Bali Selaparang. Sejak inilah muncul ketidakpuasan dari penduduk dan pemimpin Sasak. Saat munculnya perekrutan baru pasukan untuk dikirim ke Bali lalu munculnya pemberontakan penduduk Sasak terhadap kerajaan Bali Selaparang. Hal ini juga dikaitkan dengan belakangan ini pangeran Anak Agoeng Made sangat kejam terhadap penduduk Sasak.

Pemberontakan penduduk Sasak tidak berhasil dibendung pasukan kerajaan Bali Selaparang. Untuk segera melumpuhkan para pemberontak, kerajaan Bali Selaparang meminta bantuan dari pasukan dari kerajaan Karangasem yang dipimpin oleh Goesti Gde Djelantik. Akhirnya pasukan Sasak terdesak sehingga para pemimpin Sasak meminta Pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan intervensi. Dalam intervensi ini, pasukan Karangasem yang dipimpin oleh Goesti Gde Djelantik turut membantu Pemerintah Hindia Belanda. Kerajaan Bali Selaparang dalam dilema. Lalu ekspedisi militer Pemerintah Hindia Belanda memasuki Ampenan pada bulan Juli 1894. Perang ini disebut Perang Lombok.

Dalam Perang Lombok, kerajaan Bali Selaparang yang beribukota di Mataram, militer Pemerintah Hindia Belanda berhasil menghancurkan kota Mataram. Lalu kerajaan Bali Selaparang menyerah dan dilakukan perundingan pada bulan Agustus 1894. Dalam perundingan ini Pemerintah Hindia Belanda turut (empat) pemimpin penduduk Sasak. Syarat dan ketentuan yang disodorkan Pemerintah Hindia Belanda adalah penduduk Bali dan penduduk Sasak sama haknya dalam pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok. Para pemimpin Sasak mengajukan kehadiran pangeran Karangasem (Goesti Djelantik) dan pasukannnya di Lombok. Syarat dan ketentuan ini dianggap berat oleh para pangeran Bali Selaparang. Lalu tidak diduga, pasukan Bali Selaparang menyerang militer Pemerintah Hindia Belanda. Banyak yang tewas dan bahkan komandannya yang berpangkat Generaal Majoor. Lalu, kembali dikirim ekspedisi militer (yang sebelumnya sebagian sudah sempat pulang ke Jawa) ke Lombok. Akhirnya pasukan Bali Selaparang berhasil dilumpuhkan setelah puri Tjkaranegara hancur. Berakhir sudah Perang Lombok pada tangg 18 Noverber 1894.

Pasca Perang Lombok, Pemerintah Hindia Belanda mulai menata cabang pemerintahan lokal di Lombok. Sejumlah district dibentuk, suatu wilayah administratif yang dipimpin oleh orang pribumi sebagai kepala district. District Ampenan en Ommelanden dipimpin oleh Goesti Gde Djelantik. Untuk district Praja diangkat Mamiq Sapian sebagai kepala district. Di district Sakra Mamiq Kertawang diangkat sebagai kepala district.

Sebelumnya cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok, sudah terbentuk cabang pemerintah di Bali dengan judul Residentie Bali en Lombok dengan ibu kota Boeleleng. Pengaruh langsung Pemerintah Hindia Belanda hanya terbatas di Afdeeling Boeleleng dan afdeeeling Djembranan (pasca Perang Bali 1846-1849).. Pada permulaan ekspedisi militer di Lombok bulan Juli 1894 seorang Controleur ditempatkan di Ampenan. Lalu pasca Perang Lombok (November 1894) pulau Lombok dibentuk sebagai sebuah afdeeling di dalam Residentie Bali en Lombok dengan seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Ampenan. Afdeeling Lombok dibagi menjadi dua onderfadeeling yakni Onderafdeeling West Lombok ibu kota Ampenan yang langsung dipimpin oleh Asisten Residen dan onderafdeeling Oost Lombok dengan ibu kota Sisik yang dipimpin oleh Cotroleur.  Onderafdeeling Oost Lombok terdiri dari tujuh district diantaranya district Pringgabaja, district Sakra dan district Praja.

Pengangkatan kepala district Ampenan en Ommelanden yakni Goesti Gde Djelantik bukan tanpa masalah. Di mata Pemerintah Hindia Belanda Goesti Gde Djelantik jelas pemilik portofolio tertinggi karena ikut membantu Pemerintah Hindia Belanda dalam menghukum kerajaan Bali Selaparang. Tetapi bagi penduduk Bali di Lombok, Goesti Gde Djelantik adalah seorang penghianat. Tapi orang-orang Bali tidak berdaya lagi, radja dan para pengeran sudah tiada, demikian juga pasukan telah hancur. Orang-orang Bali di Lombok hanya tinggal menggerutu (pasrah). Namun tidak demikian di district Praja, muncul pemberontakan di Praja.

Sementara penduduk Sasak serasa di atas angin. Namun persoalan muncul karena Mamiq Sapian sebagai kepala district di Praya dipandang bukan murni bangsawan Sasak. Pasca Perang Lombok dua pemimpin Sasak yang ikut berunding sebelumnya yakni Mamiq Norsasay (Sakra) dan Goeroe Bangkol (Praja) sudah lengser keprabon. Isu inilah yang kemudian berkembang sehingga muncul pemberontakan di Praja yang digalang oleh sekelompok orang tertentu. Goeroe Bangkol dianggap tidak terlibat dalam pemberontakan di Praja. Lalu Residen Bali en Lombok mengirim satu detasemen militer yang bermarkas di Ampenan untuk membantu garnisun militer di Praja. Dalam Perang Praja ini Mamiq Sapian terbunuh.

Pasca pemberontakan Praja, kemudian Pemerintah Hindia Belanda membentuk onderafdeeeling Midden Lombok dengan ibu kota Praja. Seorang Controleur ditempatkan di Praja. Situasi yang mulai lebih kondusif, Residen Bali en Lombok meminta ibu kota onderafdeeeling Oost Lombok dipindahkan dari Sisik ke Selong (1897). Ibu kota onderafdeeling West Lombok juga ditetapkan di Mataram sehubungan dengan pengangkatan Controleur untuk onderafdeeeling West Lombok (sementara Asisten Residen tetap di Ampenan).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perang Selong di Sakra

Setelah pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok, district-district penduduk Sasak mengalami kemajuan yang pesat dalam pembangunan. Perdagangan mulai marak, pencetakan sawah baru bermunculan. District Sakra di Onderafdeeling Osost Lombok juga sangat tenang dan pengembangan pertanian berjalan baik. Boleh jadi karena itu, kepala district Sakra Mamiq Kertawang ingin beristirahat dan pensiun diri karena alasan tidak sehat pada tahun 1903. Pemerintah Hindia Belanda melalui Controleur dan Asisten Residen mengabulkan permintaan pengunduran diri Mamiq Kertawang pada tanggal 15 Oktober 1903. Namun menjadi persoalan ketika pengganti Mamiq Kertawang yang diangkat adalah Mamiq Saerah. Lalu muncul protes dari oposisi di Sakra, Mamiq Saerah tidak layak, Hal ini karena Mamiq Saerah dianggap tidak murni bangsawan Sasak. Menjelang pelantikan Mamiq Saerah inilah muncul protes dari kelompok tertentu yang dipimpin oleh Mamiq Darmadji.

De locomotief, 12-11-1903: ‘Selong (Oost Lombok) 12 November. Kemarin, ketika seorang kepala district Sakra, district penduduk Sasak di Oost Lombok diangkat, oposisi yang dipimpin Mamiq Darmadji, dengan ancaman terhadap Asisten Residen (Udo de Haes) dan Controleur (Affelen van Saemsfoort). Sekitar seratus orang bersenjata berkumpul, tetapi para pejabat berhasil mundur ke kampong Mandar desa Pidjot tepat waktu. Mamiq Dermadji telah menyatakan bahwa ia akan menentang pemerintah yang dipersenjatai. Ratusan pradjurit dari Mataram (ibukota afdeeeling) dan Praja (ibukota onderfadeeeling Midden Lombok) sedang dalam perjalanan menuju Selong untuk memperkuat ibu kota onderafdeeeling Oost Lombok’.

Pemberontakan di Oost Lombok ini mirip dengan awal mula pemberontakan di Praja pada tahun 1896. Isu yang mengemuka adalah soal preferensi siapa yang diangkat menjadi kepala district. Kasus pemberontakan Praja karena kepala district Mamiq Sapian dianggap sebagai tidak murni bangsawan. Kasus pemberontakan di Oost Lombok (Sakra) juga soal kemurnian darah bangsawan Mamiq Saerah yang kakek buyutnya adalah orang Bali. Tampaknya soal Bali vs Sasak belum dilupakan sepenuhnya. Padahal Mamiq Saerah lebih merasa orang Sasak daripada orang Bali. Ada satu titik pertemuan darah di dalam diri Mamiq Saerah (kakek buyutnya) sudah berlalu satu abad yang lalu. Persoalan ini sedikit membuat bingung Controleur Oost Lombok karena itu sudah terjadi seratus tahun lalu dan Mamiq Saerah dipandang Controleur bahwa Mamiq Saerah adalah seorang Sasak. Hal ini mirip yang dialami oleh Mamiq Sapian di Praja yang membawanya tewas dalam pertempuran melawan pemberontak.

Controleur Oost Lombok coba bernegosiasi dengan pemimpin pemberontak Mamiq Darmadji. Controleur akan mempertimbangkan protes Mamiq Darmadji, namun pelantikan tetap dijalankan hanya dengan status kepala district sementara untuk mengganti kekosongan yang yang ditinggalkan oleh Mamiq Kertawang. Namun Mamiq Darmadji tetap mendesak untuk membatalkan pengangkatan Mamiq Saerah sebagai kepala district Sakra apa pun statusnya dengan tetap menebarkan ancaman perlawanan kepada pemerintah. Dalam situasi yang tidak kondusif ini, Asisten Residen Lombok yang sudah tiba, terpaksa membatalkan acara dan segera menyingkir ke (pelabuhan) Pijoe dan kemudian dari Pijoe berangkat ke Selong. Esoknya tidak lama setelah Asisten Residen tiba di Selong, bantuan militer dari Praja tiba di Selong.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar