Jumat, 24 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (13): Sejarah Jembrana Ibu Kota Negara; Dari Untung Suropati (VOC) hingga Negara Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah Jembrana adalah sejarah lama. Ibu kota berada di Negara (kini Negara lebih dikenal sebagai ibu kota kabupaten Jembrana). Kabupaten ini berbatasan di sebelah timur dengan kabupaten Tabanan dan di sebelah utara kabupaten Buleleng. Kabupaten ini dengan pulau Jawa (Banyuwangi) dipisahkan oleh selat Bali. Satu nama yang kerap dikaitkan dengan wilayah Jembrana sejak awal (era VOC) adalah seorang pemuda tangguh yang dikenal sebagai Oentoeng Soeropati.

Menurut cerita, Oentoeng Soeropati adalah seorang pangeran yang lahir dari Poeger, bernama Sangadja, yang dipaksa pada usia enam tahun oleh pamannya, Soesoehoenan, untuk melarikan diri ke Blambangan, untuk mencari perlindungan dengan pangeran wilayah Blambangan. Namun pangeran Blambangan tidak berani menjaga pemuda belia itu bersamanya, lalu menyarankan Oentoeng Soeropati untuk menyeberang dengan pengasuhnya ke Djambrana di Bali. Disini mereka disambut dengan ramah oleh Shabandar, yang kemudian menerima pangeran kecil ini sebagai putranya dan memberinya panggilan (gelar) Bagoes Mataram. Setelah pemuda ini tumbuh menjadi seorang pemuda yang hebat (lihat Dr R van Eck dalam majalah Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1878).

Okelah, itu satu hal. Hal lain yang lain juga penting adalah bagaimana dengan sejarah Jembrana sendiri sebagai suatu wilayah penting di pulau Bali? Sudah barang tentu sudah ada yang menulisnya. Namun tentu itu tidak cukup. Untuk memenuhi kecukupan itu, dan untuk menambah pengetahuan serta untuk meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Nama Jembrana: Djambrana, Djambangrana, ...

Nama Djembrana adalah suatu nama kerajaan di pulau Bali, Kerajaan ini awalnya berpusat di Djambrana lalu kemudian relokasi ke Negara. Wilayah Djembrana di pulau Bali ini kali pertama Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan pada tahun 1855. Ini sehubungan dengan berakhirnya Perang Bali pertama (1846-1849). Relokasi ibu kota ini sehubungan dengan penempatan Controleur di Negara.

Peta 1597
Pada peta kuno, peta yang dibuat berdasarkan ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman (1597) di barat daya pulau Bali diidentifikasi suatu kerajaan dan suatu sungai besar. Sungai besar ini menurut Heinrich Zollinger (1847) adalah sungai Loloan dimana di dekat muara terdapat perdagangan yang ramai. Menurut Zollinger dari Loloan masih harus mendayung sekitar satu jam ke kota utama Negara. Sungai Loloan kemudian dikenal sebagai sungai Djogading [kini Ijogading]. Nama Loloan menurut beberapa peneliti Belanda haruslah dikaitkan dengan nama tempat yang disebut dalam ekspedisi Gadjah Mada.

Informasi tentang Djembrana dipublikasikan pada tahun 1845 oleh seorang perwira angkatan laut P Baron Mervill dengan judul deskripsi geogtrafis (termasuk peta) pulau Bali yang dimuat pada majalah Moniteur de Indes 1845). Sehubungan dengan ekspedisi militer menghukum pangeran (radja) Boeleleng tahun 1846, Pemerintah Hindia Belanda mengirim seorang Jerman ahli geologi dan botanis Heinrich Zollinger untuk melakukan studi ilmiah di pulau Bali (dan juga pulau Lombok). Dalam dua laporan ini mengidentifikasi (sungai) Loloan sebagai salah satu pelabuhan terpenting di barat daya pulau Bali.

Dalam laporan Heinrich Zollinger disebutkan geologi dan vegetasi pulau Jawa dan Bali tidak berbeda. Lebih ke barat pulau lebih mirip Jawa. Heinrich Zollinger menyebutkan harimau hanya ditemukan di wilayah Boeleleng dan Djembrana. Di dua wilayah ini juga ditemukan banteng liar. Perdagangan luar negeri di Bali menurut Zollinger sepenuhnya berada di tangan orang Bugis, Cina, dan Eropa. Orang Bali tidak berdagang barang asing, tidak pernah meninggalkan negeri mereka atas kehendak sendiri. Orang Bali sama sekali tidak memiliki kapal komersial. Namun ada satu hal bahwa ada kecenderungan mereka untuk mengambil kapal-kapal yang memiliki nasib sial dan terdampar ke pantai mereka. Di antara barang-barang impor, opium yang paling penting.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pembentukan Cabang Pemerintah Hindia Belanda di Djambrana

Pada tahun 1841 ada perjanjian damai (placaat) antara Pemerintah Hindia Belanda dengan radja Boeleleng. Ini sehubungan dengan Pemerintah Hindia Belanda telah membuka pos perdagangan  (lihat Algemeen Handelsblad, 20-03-1840). Lalu perjanjian ini kemudian diperbarui pada bulan Mei 1843. Kerajaan Djembrana berada di bawah kekuasaan pangeran (radja) Boeleleng. Oleh karena itu perjanjian antara kedua belah pihak meliputi kerajaan Boeleleng dan kerajaan Djembrana. Namun tidak lama kemudian muncul sengketa,

Pada bulan Januari 1844 penduduk Djembrana (di bawah kekuasaan Radja Boeleleng) menjarah kapal yang berlayar di bawah bendera Belanda di atas kapal milik warga negara Hindia. Atas kejadian ini Pemerintah Hindia Belanda meminta pertanggungjawaban kepada Radja Boeleleng. Konpensasi yang dijanjikan belum diberikan. Radja tidak menerima dan memperlakukan utusan-utusan pemerintah sebagai wakil dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda tetapi disikapi sebagai musuh. Surat Gubernur Jenderal tidak dijawab. Sebagaimana telah ada kerjasama seperti yang diperjanjikan radja tidak menampilkan bendera Belanda sebagaimana mestinya.

Penyelesaian sengketa mengalami jalan buntu. Pemerintah Hindia Belanda lalu menyimpulkan pintu negosiasi dengan radja Boeleleng sudah tertutup. Pemerintah Hindia Belanda kemudian meningkatkannya dengan memutuskan untuk mengirim ekspedisi (militer) ke Boeleleng. Keputusan Pemerintah Hindia Belanda ini didukung oleh radja-radja lainnya di Bali. Sebelum dilakukan pendaratan, surat ultimatum telah dikirimkan kepada Radja dengan tempo 3X24 jam. Namun itu juga tidak mengubah pendirian radja Boeleleng. Lalu pasukan angkatan laut mendarat di Boeleleng pada bulan Juni 1846.

Dalam ekspedisi militer ini, tidak hanya didukung oleh radja-radja Bali lainnya seperti Kloengkong, Gianjar dan Badoeng, tetapi pangeran (radja) Bali Selaparang juga turut membantu Pemerintah Hindia Belanda dengan mengirim pasukan dari Lombok yang diangkut oleh kapal laut milik seorang Inggris. Radja Boeleleng yang juga berkuasa atas pageran (radja) Djembrana hanya radja Karangasem yang mendukungnya. Uniknya kerajaan Karangasem Bali dan kerajaan Bali Selaparang Lombok terbilang masih bersaudara.

Perlawanan Boeleleng ini berakhir pada tahun 1849. Sejak inilah Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahannnya di Bali. Pemerintahan yang dibentuk terbatas di wilayah Boeleleng dan wilayah Djembrana dengan membentuk afdeeling Boeleleng dan afdeeling Djembrana.

Dalam pembentukan pemerintahan ini seorang Asisten Residen ditempatkan di Boeleleng yang dibantu seorang Controleur di Djembrana. Untuk mengawasi pemerintahan yang baru ini, Asisten Residen Banjoewangi dilibatkan yang berada di bawah Residen Basoeki.

Pada tahun 1882 Pemerintah Hindia Belanda memisahkan Bali dari Jawa (Residentie Basioeki) dan kemudian membentuk Residentie Bali en Lombok dengan ibu kota di Singaradja. Dalam pemerintahan residentie ini hanya afdeeling Boeleleng dan afdeeeling Djembrana yang berada langsung di bawah (pejabat) Pemerintah Hindia Belanda. Untuk kerajaan-kerajaan lainnya di pulau Bali dan kerajaan Bali Selaparang di Lombok mengelola pemerintahannya sendiri-sendiri. Hubungan antara Pemerintah Hindia Belanda dengan radja-radja lainnya hanya didasarkan pada perjanjian yang dibuat pada masing-masing radja. Perjanjian Pemerintah Hindia Belanda dengan radja Bali Selaparang Lombok dibuat pada tahun 1846 (dan diperbarui lagi pada tahun 1882).

Isi perjanjian antara Pemmerintah Hindia Belanda dengan radja-radja pada intinya adalah tentang perdagangan timbal balik, upaya bersama untuk menjaga perdamaian di kawasan dan keadilan pada penduduk masing-masing. Dalam perjanjian ini juga termasuk larangan impor senjata dari luar negeri (luar wilayah Hindia Belanda). Dalam perjanjian yang terakhir (1882) yang diperbarui termasuk pelarangan perdagangan budak. Hal ini karena Pemerintah Hindia Belanda sejak 1860an telah meratifikasi perdagangan budak dan pembebasan budak. Namun untuk wilayah Bali dan Lombok hanya sebatas untuk larangan perdagangan budak saja (kepemilikan budak masih ditoleransi).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kisah Untung Suropati

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar