*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Amir Sjarifoeddin Harahap dan Kota Soerakarta
adalah dua hal yang berbeda. Namun Kota Soerakarta bukan asing bagi Amir Sjarifoeddin
Harahap. Mengapa? Yang jelas Amir Sjarifoeddin Harahap adalah seorang aktivis
politik sejak usia muda dan pada era perang kemerdekaan Amir Sjarifoeddin
Harahap membebaskan Soetan Sjahrir di Soerakarta. Mengapa? Dalam hubungan
itulah Kota Soerakarta tidak terpisahkan dengan perjalanan politik Amir
Sjarifoeddin Harahap. Namun sangat disayangkan narasi sejarahnya pada masa ini
terkesan simpang siur, tidak didukung bukti.
Amir lahir dari keluarga bangsawan Batak Angkola asal Pasar Matanggor. Kakeknya, Sutan Gunung Tua, seorang jaksa di Tapanuli. Ayahnya, Baginda Soripada, juga seorang jaksa di Medan. Amir lahir dalam keluarga berada dan memiliki tradisi intelektual. Ia melanjutkan pendidikan hukum di Batavia. Selama bersekolah di Belanda, Amir mempelajari filsafat Timur dan Barat. Amir beralih agama Islam ke Kristen tahun 1931, pernah kotbah di gereja HKBP Batavia. Amir pendidikan di ELS di Medan pada tahun 1914 hingga selesai Agustus 1921. Atas undangan saudara sepupunya, T.S.G. Mulia yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad dan belajar di kota Leiden sejak 1911, Amir pun berangkat ke Leiden. Tak lama setelah kedatangannya dalam kurun waktu 1926-1927 dia menjadi anggota pengurus perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem, selama masa itu pula Amir aktif terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok kristen misalnya dalam CSV-op Java yang menjadi cikal bakal GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Ia tinggal di rumah guru pemeluk Kristen Calvinis, Dirk Smink, dan di sini juga Mulia menumpang. Namun pada September 1927, sesudah lulus ujian tingkat kedua, Amir kembali ke kampung halaman karena masalah keluarga. Kemudian Amir masuk Rechtshoogeschool te Batavia dengan bantuan beasiswa pemerintah kolonial, dan menumpang di rumah Mulia (sepupunya) yang telah menjabat sebagai direktur sekolah pendidikan guru di Jatinegara. Kemudian Amir pindah ke asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, Kramat 106, ia ditampung oleh senior satu sekolahnya, Mr. Muhammad Yamin. Amir pernah divonis penjara karena dituduh bersalah dalam kasus delik pers pada tahun 1933. Ia nyaris dibuang ke Boven Digoel namun diselamatkan oleh Gunung Mulia dan salah satu gurunya (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Amir Sjarifoeddin
Harahap dan Kota Soerakarta? Seperti disebut di atas, Amir Sjarifoeddin Harahap
bukan orang biasa, tetapi memiliki banyak peran penting dalam perjalanan bangsa
hingga mencapai kemerdekaan. Akan tetap sejarahnya banyak yang tidak terinformasikan,
dari narasi yang ada saat ini terkesan simpan siur. Namun yang tetap menjadi
pertanyaan mengapa Amir Sjarifoeddin Harahap harus dibunuh oleh orang-orang bangsa
sendiri? Lalu bagaimana sejarah Amir Sjarifoeddin Harahap, masa ke masa? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.