*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa Indonesia di blog ini Klik Disini
Pada
masa ini orang asing kerap menyingkat nama “Bahasa Indonesia” dengan menyebut
hanya dengan sebutan “Bahasa” saja. Sudah barang tentu perihal semacam itu
harus diluruskan oleh orang Indonesia. Mengapa? Sebab, sadar atau tidak sadar orang
asing (terutama orang Belanda dan orang Inggris) akan menyebarkan penyebutan
yang keliru tersebut. Bagaimana asal usul munculnya sebutan “bahasa”? Yang
jelas sebelumnya sudah terlebih dahulu terjadi pada sebutan nama “Indon” untuk
nama “Indonesia”.
Terdapat perbedaan mendasar antara istilah "bahasa" dan "bahasa Indonesia", meskipun dalam percakapan sehari-hari keduanya sering kali digunakan secara bergantian. Secara umum, kata "bahasa" berarti sistem komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi. Kata ini dapat merujuk pada bahasa apa saja yang ada di dunia, seperti bahasa Inggris, bahasa Jepang, bahasa Sunda, dan sebagainya. Jika seseorang berkata, "Aku sedang belajar bahasa," pernyataan ini tidak spesifik, karena tidak jelas bahasa apa yang dimaksud. Istilah "Bahasa Indonesia" mengacu pada satu bahasa spesifik, yaitu bahasa resmi dan nasional yang digunakan di Indonesia. Secara tata bahasa, "Bahasa Indonesia" berarti 'bahasanya orang Indonesia'. Penggunaan istilah yang lengkap ini sangat penting untuk menghindari kerancuan, terutama dalam konteks formal atau ketika berkomunikasi dengan orang dari negara lain yang tidak menggunakan bahasa Melayu. Kesalahpahaman sering muncul, terutama di luar negeri, ketika kata "Bahasa" digunakan tanpa embel-embel "Indonesia". Beberapa penutur bahasa Inggris sering kali menyebut bahasa Indonesia sebagai "Bahasa" saja, padahal kata tersebut bermakna 'bahasa' secara umum. Contohnya: Tidak tepat: "Do you speak Bahasa?". Tepat: "Do you speak Indonesian?" atau "Do you speak Bahasa Indonesia?". Namun, dalam percakapan sehari-hari di Indonesia, penyebutan "bahasa" saja sering kali sudah dipahami sebagai "bahasa Indonesia" karena konteks yang jelas bagi sesama penutur (AI Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah asal-usul mengapa “mereka” menyebut “bahasa”? Seperti disebut di atas, gejala itu sudah berlangsung lama, sebagaimana juga sebutan “Indon”. Oleh karena itu, ‘kita’ harus meluruskan penyebutan nama “Indonesia” dan nama “Bahasa Indonesia”. Lalu bagaimana sejarah asal-usul mengapa “mereka” menyebut “bahasa”? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Asal-Usul Asal-Usul Mengapa ‘Mereka’ Sebut ‘Bahasa’; Mari Kita Luruskan Nama ‘Indonesia’, ‘Bahasa Indonesia’
Pendokumentasian bahasa Melayu sejak era VOC sangat intens dilakukan oleh orang-orang Belanda, baik di Amboina dan di Batavia. Rujukan pertama yang digunakan adalah karya Frederik de Houtman (yang diterbitkan tahun 1603). Sebastiaan Danckaerts di Amboina menghasilkan karya dengan judul “Grammaticale observation” diterbitkan tahun 1623 dan karya “Vocabularium ofte Woortboeck” diterbitkan tahun 1628. Lalu berikutnya Johannes Roman, dengan karya berjudul “Kort Bericht van de Maleysche letter-konst” terbit tahun 1655 dan berjudul “Grondt ofte Kort bericht van de Maleysche tale” (dua jilid) diterbitkan tahun 1674. Pada akhir era VOC muncul nama George Henric Werndly seorang Swiss yang bekerja untuk VOC pada tahun 1736 menerbitkan karya berjudul “Maleische spraakkunst: uit de eigen geschriften d. Maleiers opgemaakt” diterbitkan di Amsterdam.
Sejarah Bahasa Indonesia
adalah sejarah yang lama. Awalnya dikenal sebagai bahasa-bahasa Austronesia di
nusantara. Pengaruh bahasa-bahasa asing seperti bahasa Sanskerta terbentuk polarisasi
bahasa-bahasa Austronesia yang membentuk bahasa di Jawa (seperti bahasa Jawa)
dan bahasa di Sumatra (seperti bahasa Batak). Prasasti Kedoekan Boekit (682)
ditulis dengan aksara Pallawa menggunakan bahasa Batak (bahasa Austonesia) dengan
muatan bahasa (asing) Sanskerta. Dalam hal ini, bahasa Batak di Sumatra adalah
sisa bahasa Austronesia di Sumatra yang paling orisinal (bahkan hingga masa
ini). Bahasa-bahasa Austronesia lainnya di Sumatra yang kemudian lebih intens berinteraksi
dengan bahasa asing (Sanskerta, Arab dan Persia) menjadi awal terbentuknya
bahasa Melayu (di wilayah pesisir dan pulau-pulau). Bahasa Melayu inilah yang
kemudian ditemukan orang-orang Eropa (Portugis dan Spanyol) saat kehadiran
mereka pertama di Hindia Timur (pada permulaan abad ke-16). Frederik de Houtman
adalah orang Eropa/Belanda pertama yang mencoba membukukan bahasa Melayu, yang
bukunya diterbitkan di Amsterdam pada tahun 1603 dengan judul “Spraeck ende
woord-boeck in de Maleysche ende Madagaskarsche talen”.
Sudah lebih dari 200 tahun orang-orang Belanda mempelajari bahasa Melayu di Hindia Timur yang berpusat di Batavia. Yang dipelajari dalam bentuk kamus juga dalam bentuk tatabahasanya. Lalu kemudian muncul seorang Inggris di pantai barat Sumatra William Marsden yang mempelajari bahasa Melayu, yang karyanya diterbitkan pada tahun 1812 (saat ini Inggris sudah menduduki Jawa). Tentu saja, William Marsden juga merujuk pada karya-karya orang Belanda terdahulu di era VOC.
VOC dibubarkan pada tahun
1799. Lalu kemudian Kerajaan Belanda di bawah kekusaan Napoleon (Prancis) mengakuisisi
semua property VOC dan kemudian membentuk Pemerintah Hindia Belanda tahun 1800.
Pada saat Gubernur Jenderal dijabat Daendels, pasukan Inggris (dari
India/Bengkulu) menduduki Jawa pada tahun 1811. Sebagaimana diketahui Inggris
sudah beberapa lama di pantai barat Sumatra yang berpusat di Bengkulu dan di
Tapanoeli. Namun pada tahun 1816 Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan.
Berdasarkan Traktat London 1824 wilayah Inggris di Bengkuli ditukar guling
dengan wilayah Belanda di Malaka. Sejak inilah garis batas kekausaan Inggris
dan Belanda di Hindia Timur dipisahkan secara tegas (plus Spanyol di Filipina
dan secuil Portugis di Timor).
Orang-orang Belanda di Hindia Belanda kemudian mengintensifkan studi-studi bahasa, termasuk studi bahasa Melayu. Mereka itu antara lain Roorda van Esinga (1825), JJ de Hollander (1845) dan J Pijnappel (1862). Pada masa inilah orang Belanda yang ahli bahasa dan peminat bahasa mulai menginisiasi ke arah kodifikasi bahasa Melayu ke bentuk standar (disistematisasi). Dua diantara yang peduli kodifikasi ini adalah HN van der Tuuk (1856) dan HC Klinkert (1866). Dalam konteks inilah kemudian terbentuk tatabahasa Melayu di Hindia Belanda yang terstruktur (standar) yang menjadi cikal bakal Bahasa Indonesia pada masa ini. Kamus dan tatabahasa Melayu karya CA van Ophuijsen pada tahun 1902 dijadikan Pemerintah Hindia Belanda untuk digunakan di sekolah-sekolah.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Mari Kita Luruskan Nama ‘Indonesia’, ‘Bahasa Indonesia’: Orang Inggris di Wilayah Bahasa Melayu, Orang Belanda di Wilayah Bahasa Indonesia
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar