Selasa, 31 Januari 2023

Sejarah Surakarta (69): Amir Sjarifoeddin Harahap dan Kota Surakarta; Mengapa Amir Sjarifuddin Dibunuh Orang Bangsa Sendiri?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Amir Sjarifoeddin Harahap dan Kota Soerakarta adalah dua hal yang berbeda. Namun Kota Soerakarta bukan asing bagi Amir Sjarifoeddin Harahap. Mengapa? Yang jelas Amir Sjarifoeddin Harahap adalah seorang aktivis politik sejak usia muda dan pada era perang kemerdekaan Amir Sjarifoeddin Harahap membebaskan Soetan Sjahrir di Soerakarta. Mengapa? Dalam hubungan itulah Kota Soerakarta tidak terpisahkan dengan perjalanan politik Amir Sjarifoeddin Harahap. Namun sangat disayangkan narasi sejarahnya pada masa ini terkesan simpang siur, tidak didukung bukti. 


Amir lahir dari keluarga bangsawan Batak Angkola asal Pasar Matanggor. Kakeknya, Sutan Gunung Tua, seorang jaksa di Tapanuli. Ayahnya, Baginda Soripada, juga seorang jaksa di Medan. Amir lahir dalam keluarga berada dan memiliki tradisi intelektual. Ia melanjutkan pendidikan hukum di Batavia. Selama bersekolah di Belanda, Amir mempelajari filsafat Timur dan Barat. Amir beralih agama Islam ke Kristen tahun 1931, pernah kotbah di gereja HKBP Batavia. Amir pendidikan di ELS di Medan pada tahun 1914 hingga selesai Agustus 1921. Atas undangan saudara sepupunya, T.S.G. Mulia yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad dan belajar di kota Leiden sejak 1911, Amir pun berangkat ke Leiden. Tak lama setelah kedatangannya dalam kurun waktu 1926-1927 dia menjadi anggota pengurus perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem, selama masa itu pula Amir aktif terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok kristen misalnya dalam CSV-op Java yang menjadi cikal bakal GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Ia tinggal di rumah guru pemeluk Kristen Calvinis, Dirk Smink, dan di sini juga Mulia menumpang. Namun pada September 1927, sesudah lulus ujian tingkat kedua, Amir kembali ke kampung halaman karena masalah keluarga. Kemudian Amir masuk Rechtshoogeschool te Batavia dengan bantuan beasiswa pemerintah kolonial, dan menumpang di rumah Mulia (sepupunya) yang telah menjabat sebagai direktur sekolah pendidikan guru di Jatinegara. Kemudian Amir pindah ke asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, Kramat 106, ia ditampung oleh senior satu sekolahnya, Mr. Muhammad Yamin. Amir pernah divonis penjara karena dituduh bersalah dalam kasus delik pers pada tahun 1933. Ia nyaris dibuang ke Boven Digoel namun diselamatkan oleh Gunung Mulia dan salah satu gurunya (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Amir Sjarifoeddin Harahap dan Kota Soerakarta? Seperti disebut di atas, Amir Sjarifoeddin Harahap bukan orang biasa, tetapi memiliki banyak peran penting dalam perjalanan bangsa hingga mencapai kemerdekaan. Akan tetap sejarahnya banyak yang tidak terinformasikan, dari narasi yang ada saat ini terkesan simpan siur. Namun yang tetap menjadi pertanyaan mengapa Amir Sjarifoeddin Harahap harus dibunuh oleh orang-orang bangsa sendiri? Lalu bagaimana sejarah Amir Sjarifoeddin Harahap, masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 30 Januari 2023

Sejarah Surakarta (68):Perang Kemerdekaan Indonesia,1945-49;Mengapa Ibukota Negara Dipindah di Jogjakarta, Bukan ke Surakarta?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Perang kemerdekaan Indonesia adalah satu hal, pemindahan ibu kota negara adalah hal lain lagi. Semua bermula ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam penetapan statute negara dan penentuan (para kepala) pemerintahan disebutkan ibu kota berada di Djakarta dan pemimpin pemerintahan tertinggi RI adalah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta. Lengkap sudah negaras Republik Indonesia. Namun tidak lama kemudian terjadi peristiwa demi peristiwa yang pada akhirnya ibu kota pemerintahan dipindahkan ke Jogjakarta. Mengapa? Apakah situasinya darurat? 


Mengapa Ibu Kota Indonesia Pernah Dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta? Kompas.com - 22/02/2022. Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945. Bangsa penjajah masih berusaha mengambil alih kedaulatan Indonesia. Hal itu memberi dampak pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta 4 April 1946 karena situasi keamanan di Jakarta semakin memburuk. Setibanya di Indonesia, pasukan Sekutu melakukan razia dan penangkapan pada para pejuang kemerdekaan. Bahkan, juga terjadi upaya penculikan dan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno dan para pejabat tinggi. Kondisi di Jakarta yang tidak aman, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Pakualam VIII mengirimkan surat 2 Januari 1946. Isi dari surat itu adalah apabila pemerintah RI bersedia, mereka bisa memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta hingga kondisi aman kembali. Dalam sidang kabinet tertutup, tawaran tersebut didiskusikan oleh Soekarno bersama kawan-kawannya, Presiden Soekarno setuju memindah ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta. Pada 3 Januari 1946, Presiden Soekarno melakukan evakuasi, mengingat saat itu Jakarta diawasi ketat NICA, maka salah satunya jalan untuk bisa melakukan proses evakuasi adalah lewat kereta api. Pada 3 Januari 1946 tengah malam, gerbong kereta api C. 2809 buatan Jerman yang melintas dimatikan lampunya. Harapannya, Sekutu atau NICA akan mengira kereta api tersebut hanyalah kereta biasa yang sedang melintas menuju Stasiun Manggarai. Soekarno menyusup ke dalam gerbong.  Pada 4 Januari 1946 pagi buta, kereta api membawa Soekarno dan rombongan ke Yogyakarta. Setiba di Stasiun Tugu, Soekarno dijemput Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Pakualam VIII, Panglima TKR Jenderal Soedirman, dan pejabat tinggi negara lainnya. Pada 4 Januari 1946, ibu kota Indonesia dipindahkan secara diam-diam dari Jakarta ke Yogyakarta. Sampai 1948, Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia, sebelum akhirnya Agresi Militer II pada 19 Desember 1948, seluruh pemimpin Indonesia ditangkap dan diasingkan, akibatnya, pemerintah RI terpaksa membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara di Sumatera Barat. Ibu kota Indonesia kembali lagi ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949 dan baru dipindahkan kembali ke Jakarta pada 17 Agustus 1950 (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah perang kemerdekaan Indonesia, 1945-1949? Seperti di berbagai tempat di Indonesia ibu kota (pemerintahan daerah) dipindahkan ke kota lain, demikian yang terjadi dengan ibu kota yang pada akhirnya dipindahkan dari Djakarta. Pemindahan itu mengapa ibu kota negara ke Jogjakarta, bukan ke Soerakarta? Lalu bagaimana sejarah perang kemerdekaan Indonesia, 1945-1949? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (67): Hari-H Proklamasi Kemerdekaan di Djakarta 17 Agustus 1945; Status Situasi dan Kondisi di Soerakarta


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Pada tanggal 14 Agustus 1945, meklalui radio, Kaisar Jepang menyatakan takluk kepada pimpinan Sekutu/Amerika Serikat. Oleh karena berita ini dapat diketahui di kapal-kapal yang sandar di pelabuhan Tandjoeng Priok, berita itu cepat menyebar ke darat yang kemudian direspon para pemuda revolusioner untuk bertindak menuntut penyegeraaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Para pemimpin Indonesia, akhirnya membacakan teks proklmasi kemerdekaan di Djakarta tanggal 17 Agustus 1945. Dengan demikian, secara politis Indonesia telah merdeka. Bagaimana hal ini di berbagai temopat di Indonesia? 


Tanggal 19 Agustus 1945, Daerah Istimewa Surakarta Berdiri. 6 September 2020. Ttibunsolowiki.com. Euforia proklamasi kemerdekaan Indonesia pada Jum'at, 17 Agustus 1945, menjalar cepat ke penjuru wilayah nusantara, termasuk Surakarta, Yogyakarta dan Mangkunegara. Ucapan selamat disampaikan oleh Paku Buwono XII dan KGPAA Mangkunegara VIII melalui telegram. Kasunanan Surakarta menjadi wilayah pertama mengakui kedaulatan Indonesia sebagai negara melalui maklumat 1 September 1945, baru kemudian diikuti oleh Yogyakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran. Pada 6 September 1945, Sukarno, Presiden Republik Indonesia memberikan Piagam Kedudukan daerah istimewa dua wilayah Surakarta dan Yogyakarta, diberikan melalui Menteri Negara, Mr. Sartono dan Mr. Maramis 19 Agustus 1945. Pembagian wilayah itu merupakan perpaduan antara Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman yang bersatu menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan Daerah Istimewa Surakarta mengalami kendala, dua wilayah kekuasaan Kasunanan dan Mangkunegaran berbeda pendapat perihal keistimewaan daerah mereka. Sejarawan Universitas Gadjah Mada, Muhammad Aprianto, akibat kekisruhan tersebut, rakyat tergabung dalam gerakan perjuangan seperti, BKR, Hizbullah dan Tentara Pelajar, menentang keberadaan Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran adanya feodalisme di Surakarta dianggap sebagai representasi Belanda. Akibatnya pada tahun 1946, status "daerah istimewa" dicabut melalui Penetepan Presiden No.16/SD Tahun 1946. Selain gejolak internal keraton, masyarakat Kota Surakarta juga melakukan aksi menolak keinginan para raja, membakar kediaman Patih Kasunanan Surakarta. Pada tahun 1950, memutuskan Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran menjadi wilayah dibawah administrasi pemerintahan Provinsi Jawa Tengah (Undang-Undang 1950 No.16). (https://tribunsolowiki.tribunnews.com)

Lantas bagaimana sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia di Djakarta 17 Agustus 1945? Seperti disebut di atas, teks proklamasi kemerdekaab dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir Soekarno. Itu semua bermula Ketika tanggal 14 Agustus Kaisar Jepang menyatakan takluk kepada Sekutu/Amerika Serikat. Lalu bagaimana sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia di Djakarta 17 Agustus 1945? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 29 Januari 2023

Sejarah Surakarta (66): Pendudukan Jepang di Soerakarta, Bagaimana Masa Pendudukan Inggris; Era Belanda Berlalu, RI Masa Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Pendudukan Jepang terjadi di Hindia Belanda (1942-1945). Pada saat yang sama Indonesia sudah terbebaskan dari rezim colonial Belanda. Apakah dalam kebebasan ini Jepang melakukan tindakan penjajahan di wilayah Indonesia (eks Hindia Belanda)? Secara khusus, bagaimana dengan situasi dan kondisi di wilayah Jawa khususunya di di wilayah Soerakarta? 


Eksploitasi Ekonomi Pendudukan Jepang di Surakarta (1942-1945). Julianto Ibrahim. Abstrak. Tulisan ini mengungkapkan eksploitasi ekonomi yang dilakukan pemerintah militer Jepang di Surakarta. Kebijakan dilakukan dengan cara mengumpulkan sumber bahan makanan pokok dan penanaman paksa terhadap tanaman yang menguntungkan untuk perang. Sumber bahan makanan pokok yang wajib dikumpulkan adalah padi, gaplek, jagung, kapas, dan rosela. Pengumpulan padi dan gaplek yang sangat eksploitatif menyebabkan masyarakat Surakarta mengalami kekurangan pangan, sehingga banyak di antara mereka mengkonsumsi makanan yang tidak layak dimakan, yaitu bonggol pisang dan bonggol sente (https://journal.ugm.ac.id)

Lantas bagaimana sejarah pendudukan Jepang di Soerakarta, bagaimana masa pendudukan Inggris? Seperti disebut di atas, lain Belanda lain pula Inggris dan Jepang. Dalam hal ini apakah Jepang penjajah atau tidak? Lalu bagaimana sejarah pendudukan Jepang di Soerakarta, bagaimana masa pendudukan Inggris? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (65):Detik-Detik Berakhir Belanda di Indonesia, Orang Jepang Berada di Berbagai Tempat; Indo vs Belanda Totok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Kehadiran orang Belanda sudah sejak lama, sejak Banten dan Arosbaja menyerang pelaut-pelaut Belanda pada tahun 1596. Setelah rentang waktu tiga setengah abad, tiba pula berakhirnya Belanda di Indonesia. Dalam rentang waktu itu terbentuk kelompok populasi baru disebut Orang Indo. Sementara itu sejak kemajuan Jepang, orang-orang Jepang mulai berdatangan pada akhir abad ke-19 dan semakin massif pada era kebangkitan Indonesia. Kehadiran Jepang menjadi memperkuat anti Belanda, yang kemudian Belanda harus berakhir pada awal tahun 1942.


Orang Indo (Indo-Europeanen) adalah kelompok etnik di Indonesia dan sekarang menjadi kelompok etnik minoritas terbesar di Belanda. Kelompok etnis ini dicirikan dari kesamaan asal usul rasial, status legal, dan kultural. Kaum Indo merupakan keturunan campuran antara orang dari etnik tertentu di Eropa (terutama Belanda, tetapi juga Portugal, Spanyol, Jerman, Belgia, dan Prancis/Huguenot). Secara hukum, sebagian besar berstatus sebagai warga Eropa di Hindia Belanda (Europeanen). Mereka menjunjung nilai-nilai budaya Eropa (terutama Belanda) dengan banyak pengaruh lokal Indonesia pada derajat tertentu dalam kehidupannya sehari-hari. Meskipun demikian, ke dalam kelompok etnik ini dimasukkan pula orang Eropa yang datang dan menetap cukup lama di tanah Indonesia atau yang lahir di Indonesia, karena di antara kalangan kaum keturunan campuran sendiri terdapat rentang fenotipe yang luas, sehingga faktor penampilan tidak bisa dijadikan satu-satunya pembatas untuk kelompok etnik ini. Kelompok "berdarah murni" Eropa dikenal sebagai totok (Mel.), blijvers (Bld.), atau kreol. Perang Dunia Kedua dan sesudahnya menjadi titik awal diaspora bagi kaum Indo, sehingga saat ini keturunan mereka banyak dijumpai di Belanda, Indonesia, Amerika Serikat (AS), Australia, Selandia Baru, Kanada, serta beberapa negara lain (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah detik-detik berakhir Belanda di Indonesia, orang Jepang berada di berbagai tempat? Seperti disebut di atas, ada awal kehadiran dan juga ada awal berakhirnya Belanda di Indonesia. Itu rentang waktu yang sangat lama tiga setengah abad. Dalam rentang waktu tersebut terbentuk kelompok populasi baru, antara orang Belanda Totok dengan pribumi, yang disebut Orang Indo. Lalu bagaimana sejarah detik-detik berakhir Belanda di Indonesia, orang Jepang berada di berbagai tempat? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 28 Januari 2023

Sejarah Surakarta (64): Sjamsi Widagda dari Solo Studi di Belanda; Doktor Ekonomi dan 7 Revolusioner Indonesia ke Jepang 1933


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Siapa Sjamsi Sastra Widagda? Meski sudah ada yang menulis, tetapi masih banyak perjalanan hidupnya yang belum terinformasikan. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, Sjamsi Sastra Widagda disebut berasal dari Soerakarta. Saat mana remaja Sjamsi Sastra Widagda tiba di Belanda lalu dibimbing oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (ketua Indische Vereeniging di Belanda 1808-1811). Sjamsi Sastra Widagda mendapat beasiswa dari Boedi Oetomo hingga selesai sarjana dan kemudian membiayai sendiri untuk mencapai gelar Doktor.   


Dr. Samsi Sastrawidagda (13 Maret 1894-wafat 1963) adalah Menteri Keuangan Pertama Indonesia. Ia menempuh pendidikan ekonomi dan hukum negara di Handels-hogeschool Rotterdam. Gelar akademik terakhir yang didapat tahun 1925 adalah gelar Doktor dengan disertasi De Ontwikkeling v.d handels politik van Japan. Lahir di Solo dan selama di Rotterdam. ia dikenal sebagai pemukul gong dalam perkumpulan gamelan pribumi. Perjalanan karier di Kementerian Keuangan dirintis sejak Sidang PPKI yang kedua (19 Agustus 1945). PPKI menunjuk Samsi Sastrawidagda, Kepala Kantor Tata Usaha dan Pajak di Surabaya pada masa pendudukan Jepang, sebagai Menteri Keuangan kabinet RI pertama. Sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet Republik Indonesia (RI) pertama Dr. Samsi mempunyai peranan besar dalam usaha mencari dana guna membiayai perjuangan dan jalannya pemerintahan RI. Ia memperoleh informasi dari Laksamana Shibata bahwa di gedung Bank Escompto Surabaya tersimpan uang peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang disita Jepang. Karena hubungannya yang dekat dengan para pemimpin pemerintahan Jepang di Surabaya ia berhasil membujuk mereka. Uang tersebut diambil melalui operasi penggedoran bank. Sebagai Menteri Keuangan, Samsi tidak pernah memimpin Kementerian Keuangan secara langsung. Bahkan belum sempat menyusun perencanaan. Kondisi fisiknya yang sering sakit-sakitan menjadikan ia lebih memilih tinggal di Surabaya. Pada tanggal 26 September 1945 ia mengundurkan diri menjadi Menteri Keuangan kemudian A.A. Maramis yang sebelumnya Menteri Negara dilantik menjadi Menteri Keuangan. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Sjamsi Widagda van Solo studi di Belanda, sarjana ekonomi bergelar doctor? Seperti disebut di atas, Sjamsi Widagda meski pembawaannya biasa-biasa saja tetapi bukanlah orang biasa. Sjamsi Widagda yang terkesan tenang dan pendiam adalah salah satu tujuh revolusioner Indonesia ke Jepang 1933. Lalu bagaimana sejarah Sjamsi Widagda van Solo studi di Belanda, sarjana ekonomi bergelar doctor? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.