Jumat, 25 Juli 2025

Sejarah Pendidikan (28): Sejarah Indonesia Daftar Buku Sejak Dulu; Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Indonesia biasanya diasosiasikan dengan kronologis sejarah mulai dari masa pra sejarah hingga ke sejarah masa kini. Tidak sedang membicarakan itu. Namun kurang terinformasikan daftar buku sejarah Indonesia dari masa ke masa. Bahwa setiap masa, buku sejarah Indonesia tidak hanya berbeda batas masa, juga berbeda penguasa (rezim). Buku Sejarah Indonesia masa kini adalah bagian dari buku sejarah Indonesia masa ke masa. Pada hari ini Jumat, 25 Juli 2025 diadakan Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia di Universitas Indonesia.


Sejarah Indonesia mulai ditulis sejak zaman Hindu-Buddha, ditandai dengan munculnya naskah-naskah tradisional seperti babad dan wawacan. Periode ini disebut juga dengan historiografi tradisional. Sebelum masa ini, belum ada catatan tertulis mengenai sejarah Indonesia, karena manusia masih dalam masa prasejarah. Berikut adalah penjelasan lebih detail: 1. Historiografi Tradisional (Zaman Hindu-Buddha dan Islam): Penulisan sejarah pada masa kerajaan Hindu-Buddha dan Islam dilakukan dalam bentuk naskah-naskah tradisional seperti babad, wawacan, dan kitab-kitab. Tujuan utama penulisan ini adalah untuk melegitimasi kekuasaan raja dan mencatat silsilah keluarga kerajaan. Contoh historiografi tradisional antara lain Babad Tanah Jawi, Babad Parahiangan, dan Negarakertagama. Kelemahan historiografi tradisional adalah kurangnya struktur kronologi dan bias terhadap penguasa. 2. Historiografi Kolonial: Penulisan sejarah pada masa penjajahan Belanda (abad ke-17 hingga ke-20) dilakukan oleh para sejarawan Belanda. Fokus historiografi kolonial adalah pada kehidupan orang Eropa di Hindia Belanda dan kepentingan pemerintah kolonial. Contoh historiografi kolonial adalah "History of Java" karya Thomas Stamford Raffles. Historiografi kolonial cenderung bersifat Eropa-sentris dan kurang memperhatikan sudut pandang masyarakat lokal. 3. Historiografi Nasional: Penulisan sejarah Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan bertujuan untuk membangun identitas nasional dan semangat kebangsaan. Sejarahwan Indonesia mulai menulis sejarah dari sudut pandang Indonesia-sentris. Historiografi nasional berusaha menghilangkan bias dan ketidakadilan yang terdapat dalam historiografi kolonial. Perkembangan historiografi nasional terus berlanjut hingga saat ini dengan munculnya berbagai pendekatan dan perspektif baru dalam penulisan sejarah (AI Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah daftar buku sejarah Indonesia masa ke masa? Seperti disebut di atas, pada hari ini di Universitas Indonesia diadakan Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia dengan judul “Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global” yang teridiri 10 jilid. Lalu bagaimana sejarah daftar buku sejarah Indonesia masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 23 Juli 2025

Sejarah Pendidikan (27): Pameran Buku dari Masa ke Masa; Presiden Soekarno Tantang Penerbit tentang Buku Tan Malaka Madilog


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Sebelumnya disebut pameran buku (boektentoonstelling), tetapi kemudian lebih dikenal sebagai pekan baku (boekenweek). Namun kini yang lebih popular disebut pameran buku (Book Fair). Pada tahun 1940 di Medan sudah diselenggarakan Boekenweek buku (berbahasa) Belanda yang ke-9 (yang diselenggarakan tiap tahun). Bagaimana dengan di Batavia? Hanya ada beberapa kali diadakan pekan buku (berbahasa) Jerman. Mengapa? Bagaimana dengan buku berbahasa Melayu dan daerah? Pameran buku (boektentoonstelling) Hindia pertama kali diadakan di Batavia pada tahun 1941 (lihat De Indische courant, 15-11-1941).


Pameran buku di Indonesia, atau lebih dikenal dengan Indonesia International Book Fair (IIBF), memiliki sejarah yang cukup panjang. IIBF pertama kali diselenggarakan pada tahun 1980 dengan nama Indonesia Book Fair (IBF) oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Pameran ini kemudian berkembang menjadi salah satu ajang literasi terbesar di Asia Tenggara dan menjadi momen yang dinanti para pecinta buku. Sejarah Awal: Tahun 1954: Pameran buku pertama di Indonesia diselenggarakan di Medan oleh Tjoe Wie Tay dari Gunung Agung, bertepatan dengan Kongres Bahasa Indonesia. Tahun 1980: IBF pertama kali diadakan, menjadi cikal bakal IIBF yang kita kenal sekarang. Perkembangan IIBF: Tahun 2014: IBF berubah nama menjadi Indonesia International Book Fair (IIBF) untuk memperluas jangkauan. Tujuan: IIBF bertujuan untuk memfasilitasi akses buku bagi semua orang dan menjadi pusat industri kreatif berbasis kekayaan intelektual. Acara: Selain penjualan buku, IIBF juga menyelenggarakan berbagai acara seperti seminar, diskusi, dan peluncuran buku (AI Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pameran buku masa ke masa? Seperti disebut di atas, kegiatan pameran buku sudah lama diadakan di Eropa. Di Hindia baru menjelang berakhirnya Belanda. Dalam pameran buku Indonesia pertama tahun 1954, Ir Soekarno menantang penerbit untuk menyediakan buku Tan Malaka berjudul Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika). Lalu bagaimana sejarah pameran buku masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 19 Juli 2025

Sejarah Pendidikan (26): Hari Lahir Menteri Kebudayaan dan 17 Oktober 1951; Abdoel Haris Nasoetion-Peristiwa 17 Oktober 1952


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Fadli Zon Ungkap Pengusul Hari Kebudayaan Nasional 17 Oktober (detikNews: Kamis, 17 Juli 2025). Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan penetapan Hari Kebudayaan Nasional (HKN) pada 17 Oktober bertepatan dengan peluncuran Bhineka Tunggal Ika oleh Presiden ke-1 RI Soekarno (17 Oktober 1951). Ini sesuai dengan usulan dari Jogjakarta (lihat TVRI Yogyakarta Official: https://www.youtube.com/watch?v=o-C2DXYflXM). Tentu saja banyak hal yang terjadi pada tanggal 17 Oktober di masa lampau (lihat Wikipedia). Tanggal 17 Oktober juga bertepatan dengan hari bulan tahun lahir Presiden Prabowo 17 Oktober 1951. Fadli Zon lahir 1 Juni bertepatan hari Lahir Pancasila (beda tahun).


Peristiwa 17 Oktober 1952 adalah unjuk rasa dilakukan sejumlah perwira militer dan ribuan demonstran di depan Istana Merdeka, Jakarta menuntut pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) dan percepatan pemilu. Aksi ini dipicu konflik internal di tubuh TNI AD dan ketidakpuasan terhadap DPRS yang dianggap menghambat jalannya pemerintahan. Latar Belakang: Kekecewaan terhadap DPRS dinilai lamban mengatasi masalah negara, termasuk masalah internal TNI AD. Selain itu, terjadi konflik internal di tubuh TNI AD, terutama terkait rencana reorganisasi dan rasionalisasi yang diajukan KSAD AH Nasution. Tuntutan: Para perwira militer dan demonstran menuntut DPRS dibubarkan dan pemilu dipercepat. Mereka juga ingin mengakhiri konflik internal di tubuh TNI AD. Aksi: Demonstrasi ini melibatkan sekitar 30.000 demonstran dan beberapa tank serta meriam yang diarahkan ke Istana. Meskipun terkesan menekan, aksi ini tidak bertujuan kudeta melainkan menyampaikan aspirasi. Tanggapan Soekarno: Presiden Soekarno menanggapi tuntutan tersebut dengan meminta waktu untuk mempertimbangkan dan menjelaskan bahwa pembubaran DPRS tidak bisa dilakukan secara sepihak. Akibat: Peristiwa ini menyebabkan AH Nasution mengundurkan diri dari jabatan KSAD (AI Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah hari lahir, Menteri Kebudayaan, 17 Oktober 1951? Seperti disebut di atas Menteri Kebudayaan Fadli Zon menetapkan Hari Kebudayaan tanggal 17 Oktober 1951. Bagaimana dengan Abdoel Haris Nasoetion dan Peristiwa 17 Oktober 1952? Yang jelas secara kebetulan juga bertepatan dengan hari bulan tahun lahir Presiden Prabowo. Lalu bagaimana sejarah hari lahir, Menteri Kebudayaan, 17 Oktober 1951? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 16 Juli 2025

Sejarah Pendidikan (25): Sejarah Penulisan Sejarah (Nasional) Indonesia; Dari Era Dulu Mohamad Jamin hingga Era Kini Fadli Zon


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Hingga menjelang tenggat waktu—penulisan Sejarah Indonesia yang terdiri dari 10 jilid yang akan dipublikasikan pada tanggal 17 Agustus 2025 (hadiah dalam 80 tahun RI)—diskusi publik masih terus berlangsung. Penulis pertama Sejarah Indonesia sendiri adalah Sanoesi Pane terdiri empat jilid diterbitkan di Djakarta tahun 1945. Jilid terakhir, jilid IV berisi tentang “Zaman Pendjadjahan Baroe hingga Kedatangan Balatentara Dai Nippon”. Pada tahun 1951 Mohamad Jamin terinformasikan akan menulis buku berjudul "Prea Sedjarah Indonesia" (lihat Indische courant voor Nederland, 14-11-1951). Disebutkan buku tersebut, sebuah buku prasejarah Indonesia, yang kemungkinan akan diterbitkan pertengahan tahun depan.


Fadli Zon mempresentasikan hasil disertasi di program studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia tahun 2016 topik “economic policy” berjudul “Pemikiran ekonomi kerakyatan Mohammad Hatta 1926-1959” dengan promotor Mohammad Iskandar dan co-promotor Susanto Zuhdi. Satu diskusi yang menarik dapat diperhatikan dalam Webinar Penulisan Sejarah Indonesia yang diadakan tanggal 12 Juli 2025 pukul 19.30 yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI): Moderator: Berthold DH Sinaulan SS, Ketua IAAI Komda Jabodetabek; Sambutan: Drs Marsis Sutopo MSi, Ketua Umum IAAI; Pernyataan Pembuka: Prof Dra Anggraeni MA, PhD, Guru Besar Arkeologi FIB UGM; Narasumber 1: Prof Dr Susanto Zuhdi M.Hum, Sejarawan; Narasumber 2: Prof Dr R Cecep Eka Permana SS MSi, Guru Besar Arkeologi UI; Narasumber 3: Dr Andi Achdian MSi, Dosen Prodi Sosiologi UNAS; Narasumber 4: Prof (Ris) Dr H Truman Simanjuntak DEA, Arkeolog dan Ketua CPAS; Pernyataan Penutup: Prof (Ris) Dr Harry Widianto DEA, Arkeolog dan Peneliti BRIN (https://www.youtube.com/watch?v=a4p8ry-TxHg)

Lantas bagaimana sejarah penulisan Sejarah (Nasional) Indonesia? Seperti disebut di atas, penulisan Sejarah Indonesia sudah dimulai sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Dalam hal ini penting mengetahui sejarah penulisan Sejarah Indonesia dari era Mohamad Jamin (1951) hingga era Fadli Zon (2025). Lalu bagaimana sejarah penulisan Sejarah (Nasional) Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 14 Juli 2025

Sejarah Pendidikan (24): Era Transisi Docter Djawa School Jadi STOVIA; M Hamzah, H Rasjid, TA Soerjo, A Moeis, Tjipto, A Hakim


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Sekolah kedokteran di Batavia telah melahirkan banyak tokoh Indonesia. Sekolah yang didirikan tahun 1851 ini kemudian dikenal sebagai Docter Djawa School. Suksesi sekolah ini pada tahun 1902 dengan nama STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Sejumlah siswa, pada masa transisi ini, dari Docter Djawa School ke STOVIA, kelak dikenal sebagai tokoh yang berpengaruh diantara pribumi selama Pemerintah Hindia Belanda.


Mohamad Hamzah Harahap lulus ujian akhir mendapat gelar dokter tahun 1902; adiknya bernama Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan mendirikan organisaasi Perhimpoenan Hindia (Indisch Vereeniging) di Belanda tahun 1908. Haroen Al Rasjid lulus menjadi dokter pada tahun 1902; putri ‘boroe panggoaran’ bernama Ida Loemongga Nasoetion perempuan pribumi pertama meraih gelar doktor (PhD) di Belanda pada tahun 1932 (juga dikenal sebagai cucu Dja Endar Moeda, Radja persuratkabaran di Sumatra). Tirto Adhi Soerjo gagal ujian dari kelas 4 ke kelas 5 pada tahun 1901; kemudian terjun ke dunia pers. Abdoel Moeis, gagal ujian dari kelas 3 tingkat persiapan ke kelas 1 tingkat medik tahun 1902; kemudian masuk pegawai pemerintah (klein ambtenaar) dan kemudian terjun ke dunia sastra dan pers. Tjipto Mangoenkosoemo dan Abadoel Hakim Nasoetion sama-sama lulus ujian akhir dengan gelar dokter tahun 1905. Dr Tjipto Mangoenkosoemo di Bandoeng pada tahun 1913 mendirikan NIP (Nationale Indisch Partij); Dr Abdoel Hakim Nasoetion menjadi ketua NIP di pantai barat Sumatra dan kemudian menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang tahun 1919, dan menjadi wakil walikota (locoburgemeester) Padang tahun 1930.

Lantas bagaimana sejarah masa transisi Docter Djawa School menjadi STOVIA? Seperti disebut di atas, pada masa ini banyak lahir tokoh pribumi berpengaruh di Hindia Belanda seperti siswa Dokter Djawa School M Hamzah, HA Rasjid, TA Soerjo, A Moeis, Tjipto dan A Hakim. Tokoh berpengaruh siswa STOVIA antara lain Dr Soetomo, Dr Sardjito dan Dr Abdoel Rasjid Siregar. Lalu bagaimana sejarah masa transisi Docter Djawa School menjadi STOVIA? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 12 Juli 2025

Indonesia Jilid 7-1: Perang Mempertahankan Kemerdekaan; Koffiekultuur, Koffiestelsel Arabica Robusta Elxelsa di Jawa - Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, (orang) Belanda kembali dengan bendera NICA. Sebagian besar rakyat Indonesia menentang dan mengangkat senjata dan perang tidak terhindarkan. Perang inilah yang dikenal sebagai perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Semangat perang itu muncul karena bangsa Indonesia pernah dijajah dengan kebijakan cultuurstelsel yang pada intinya adalah koffiekultuur dengan penerapan koffiestelsel (semangat perang gerilya). 


Tanam paksa (Cultuurstelsel) adalah sistem yang diterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, tepatnya mulai tahun 1830 hingga 1870. Latar Belakang Tanam Paksa: (1) Pemerintah Belanda mengalami krisis keuangan setelah Perang Jawa (1825-1830) dan membutuhkan sumber pendapatan baru. Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch memperkenalkan sistem tanam paksa untuk mengatasi krisis keuangan dan mendapatkan keuntungan dari hasil bumi Hindia Belanda. Pelaksanaan Tanam Paksa: (1) Setiap desa diwajibkan menyisihkan sebagian tanahnya (biasanya 20%) untuk ditanami tanaman ekspor; (2) Hasil panen dari tanaman ekspor tersebut kemudian diserahkan kepada pemerintah kolonial, bukan petani; (3) Penduduk desa juga diwajibkan untuk bekerja di perkebunan milik pemerintah kolonial dengan waktu yang panjang dan upah yang rendah. Dampak Tanam Paksa: (1) Penderitaan bagi rakyat Indonesia, seperti kemiskinan, kelaparan, dan kehilangan tanah; (2) Mendapat banyak kritik dan penentangan, salah satunya dari Douwes Dekker (Multatuli) yang menulis buku "Max Havelaar" yang mengkritik sistem tanam paksa (AI Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah perang mempertahankan kemerdekaan? Seperti disebut di atas, perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang mana bangsa Indonesia telah menyatakan kemerdekaan. Bagaimana hubungannya dengan wilayah-wilayah koffiekultuur, koffiestelsel dimana terdapat kopi Arabica, Robusta dan Elxelsa. Lalu bagaimana sejarah perang mempertahankan kemerdekaan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.