Senin, 10 April 2017

Sejarah Kota Padang (10): Soetan Iskandar, Regent van Padang; Marah Oejoep, Regent Terakhir (Padang Menjadi Gemeente)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Sumatra’s Westkust adalah satu-satunya yang berstatus provinsi di Sumatra. Ibukota Province Sumatra’s Westkust adalah Kota Padang dimana Gubernur sejak 1834 berkedudukan. Dalam fase permulaan provinsi ini, Province Sumatra’s Westkust memiliki tiga residentie: Padangsche Benelanden, Padangsche Bovenlanden dan Bengcoelen. Satu residentie yang sudah terbentuk lama adalah Residentie Palembang en Banca (termasuk Lampong).

Rumah pemimpin lokal di Padang (1870)
Hingga tahun 1827 Pemerintah Hindia Belanda yang beribukota di Batavia baru tiga afdeeling: Batavia, Semarang dan Soerabaja. Struktur Pemerintah Hindia Belanda masih tampak sederhana. Meski demikian, sejak 1815 dua Residen sudah ditempatkan di luar Jawa yakni di Palembang en Banca dan Banjermasin. Satu Asisten Residen di Macassar (Almanak 1815). Pada tahun 1829 Wilayah Sumatra’s Westkust masih disebut Padang en Onderhoorigheden yang dikepalai oleh seorang Residen (sejak 1822, Residen pertama, Kolonel Raff) dengan dibantu tiga asisten residen: Asisten Residen van Padang (di Padang), Asisten Residen Zuidelijke Afdeeling (di Indrapoera) dan Asisten Residen di Bengkulu. Pada tahun 1830 dibentuk Residentie Sumatra’s Westkust dengan memisahkan sendiri Bengkulu sebagai sebuah Residentie. Sementara Residen di Residentie Sumatra’s Westkust dibantu dua asisten residen di Padangsche Benelanden dan di Padangsche Bovenlanden. Pada tahun 1834 dibentuk Province Sumatra’s Westkust yang dibantu tiga residen (Padangsche Benelanden, Padangsche Bovenlanden dan Bengkoelen).

Gubernur Province Sumatra’s Westkust yang pertama (1834) adalah Kolonel AV Michiels. Di jajaran pemerintahan di Province Sumatra’s Westkust posisi pemimpin lokal tertinggi adalah Soetan Iskandar sebagai Resident van Padang. Jabatan ini sebelumnya dipegang oleh Soetan Mansoer Alam Shah (tokoh yang dikaitkan dengan aristokrasi Pagarroejoeng). Untuk regent van Pagarroejoeng dipegang oleh Soetan Alam Bagagar Shah (yang diangkat Belanda untuk menggantikan Moening Shah, radja terakhir Pagarroejoeng). Pemerintah Hindia Belanda sendiri di Batavia akan copy paste system pemerintahan lokal yang sudah berhasil diterapkan di Preanger (Preanger Regentshappen yang dikoordinasikan oleh regent van Bandoeng sebagai hoofd regent).

Jumat, 07 April 2017

Sejarah Kota Padang (9): Ini Riwayat Keluarga Intveld di Padang, Nenek Moyang PM Kanada J. Trudeau; Gadis Nias Jelita

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


PM Kanada, Justin Trudeau (foto Liputan 6)
Beberapa hari yang lalu dari Australia terungkap bahwa Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau memiliki garis keturunan dari Kota Padang. Disebutkan nenek moyang Justin Trudeau di Kota Padang bermarga Intvelt dan wanita seorang Nias. Ini menarik, karena Justin Trudeau banyak dibicarakan karena perdana menteri terganteng di dunia. Juga disebutkan, nenek moyang Perdana Menteri Kanada ini masih sangat sulit dilacak. Artikel ini coba menelusuri siapa nenek moyang Justin Trudeau di Kota Padang. Penelusuran ini didasarkan pada surat kabar dan majalah berbahasa Belanda sejaman (1700-1900), foto, peta dan buku. Mari kita lacak.

Keluarga Intveld di Kota Padang

Pada tahun 1819 Inggris menyerahkan Kota Padang kepada Belanda setelah sejak 1795 mendudukinya. Peralihan kekuasaan kepada Belanda dari Inggris, di Kota Padang banyak orang-orang Inggris yang bekerja untuk Pemerintah Hindia Belanda. Hal serupa ini juga terjadi sebelumnya, ketika Inggris berkuasa di Jawa (1811-1816), orang-orang Belanda banyak yang bekerja untuk Inggris di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles. Singkat kata: yang bertikai adalah pemerintah, para pengusaha dan professional bekerja mengikuti siapapun yang menjadi penguasa (pemerintahan).

Ketika Pemerintah Hindia Belanda memulai pemerintahan di Residentie Sumatra’s Westkust dengan ibukota Padang tahun 1821, pemerintah merekrut sejumlah professional untuk bekerja di dalam pemerintahan yang baru. Pejabat-pejabat tersebut hampir sebagian besar adalah nama-nama Inggris yang ditempatkan di Tapanoeli (kini Sibolga), Baros, Pariaman, Air Bangie, Pariaman dan Padang. Nama-nama Belanda hanya muncul sebagai pemimpin utama dan komandan militer. Dari nama-nama pejabat yang direkrut terdapat sejumlah nama dari marga Intveld. Penulisan marga Intveld saling tertukar dengan Indvelt, Intvelt, dan In'tveld..

Sejarah Kota Padang (8): Metropolitan Pertama Luar Jawa; Kopi Mandailing Harga Tertinggi Dunia, Mr. WA. Hennij

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Kota Padang sejak 1834 adalah ibukota Province Sumatra’s Westkust. Secara bertahap Kota Padang juga menjadi ibukota Residentie Padangsche Benelanden, Residentie Padangsche Bovenlanden dan Residentie Tapenoeli. Ini dengan sendirinya Kota Padang akan semakin tumbuh dan berkembang pesat. Ekonomi kopi menjadi ‘garansi’ pembiayaan pembangunan di Province Sumatra’s Westkust. Denyut nadi pembangunan wilayah Pantai Barat Sumatra berpusat di Kota Padang.

Gudang kopi di Kota Padang (foto 1860)
Koffiecultuur yang dimulai di Padangsche Bovenlanden, perhatian pemerintah pusat (Batavia) semakin intens sejak 1834 (dengan meningkatkan status Sumatra’s Westkust dari residentie menjadi province) yang dengan sendirinya mengangkat seorang gubernur (kali pertama) . Penerapan koffiestelsel mengikuti program sejenis yang telah berhasil diterapkan di Preanger (1830). Peningkatan permintaan kopi dunia menjadi salah satu sebab mengapa Pemerintah Hindia Belanda sangat bernafsu dari West Java untuk melakukan ekspansi ke Sumatra’s Westkust. Pemerintah Hindia Belanda telah banyak kehilangan resources akibat Perang Djawa dan mandeknya ekonomi gula. Singkat kata pemerintah butuh recovery dan membutuhkan sumber pendapatan baru. Meski ada halangan ketika melirik Sumatra’s Westkust (Padri), itu tidak menjadi soal lagi. Hal ini karena Perang Jawa sudah mulai mereda. Kekuatan militer di Jawa sudah dapat dialihkan ke Sumatra’s Westkust untuk membuka ruang pengembangan ekonomi ekonomi kopi.

Pada saat mulai ekspansi besar-besaran di Sumatra;s Westkust, dengan menempatkan seorang gubernur di Kota Padang, situasi dan kondisi Kota Padang sudah sejak lama tidak mengalami perubahan yang berarti. Kota Padang hanya berpusat di sekitar muara sungai Batang Arau. Loji yang telah dibangun sejak dua abad sebelumnya (era VOC) hanya itu-itu saja. Pertambahan bangunan, rumah, kantor, militer dan situs lainnya hanya berada disepanjang sungai Batang Arau.

Rabu, 05 April 2017

Sejarah Kota Padang (7): Koffiecultuur, Koffiestelsel dan Koffiesocieteit; Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Gudang Kopi (koffiepkhuizen) di Kota Padang, 1867
Kota Padang telah menjadi kota pelabuhan kopi di Sumatra. Kopi-kopi itu mengalir dari Padangsch Bovenlanden, Mandailing dan Angkola. Produksi kopi sejak 1847 telah melonjak tajam dan mendapat apresiasi harga kopi tertinggi dunia tahun 1862. Lelang kopi di Kota Padang semakin menjadi perhatian perusahaan perdagangan dari Batavia. Itulah hasil introduksi budidaya kopi (koffiecultuur) yang kemudian ‘digenjot’ dengan system yang baru (koffiestelsel). Ketika harga kopi Mandailing dan Angkola menjadi kopi terbaik dan harga tertinggi dunia, kopi telah dianggap sebagai berkah dan bukan siksaan lagi tetapi telah menjadi bagian terindah dalam kehidupan penduduk di pedalaman (koffiesocieteit).

Dampaknya, penduduk diberi fasilitas pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah. Penduduk juga semakin mudah mendapat akses pelayanan kesehatan. Infrstruktur jalan dan jembatan dibangun. Pembangunan infrastruktur yang semula hanya ruas Kota Padang, Fort de Kock dan Lima poeloeh Kota telah diperluas ke Tapanoeli hingga ke Sibolga melalui Padang Sidempuan. Era baru moda transportasi darat dimulai. Itu semua karena ekonomi kopi. Kota Padang dengan sendirinya lebih cepat tumbuh dan berkembang.

Introduksi Kopi

Ekonomi gula di Jawa telah mulai terseok-seok. Introduksi kopi dimulai tahun 17??. Keberhasilan koffiecultuur di Preanger telah meluas hingga ke Semarang dan sekitarnya. Ekspansi kofficultuur terjadi pasca Perang Jawa (yang dipimpin Pangeran Diponegoro). Para Bupati di Preanger semakin giat, karena hubungan psikologis antara Preanger dan Jawa telah terputus. Para bupati mulai leluasa memimpin penduduknya untuk menggiatkan kembali kofficultuur.

Selasa, 04 April 2017

Sejarah Perjalanan Haji (2): Kapal Dagang Arab dan Persia Sebagai Awal Moda Transportasi Haji; Masjid di Berbagai Kota

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Perjalanan Haji dalam blog ini Klik Disin


Jamaah Haji (1851)
Kapal-kapal dagang Persia dan Arab lambat laun digantikan oleh kapal-kapal dagang Inggris sebagai pengangkut jamaah haji dari Nusantara (Indonesia). Kapal-kapal dagang Belanda menjadi hanya terbatas pada pelayaran jarak jauh (Batavia-Amsterdaam via Afrika Selatan). Pengaruh Belanda yang telah memudar di India (khususnya Coromandel dan Malabar) dan semakin meluasnya pengaruh Inggris di Timur Tengah menjadi faktor penting mengapa kapal-kapal dagang Inggris sebagai moda transportasi haji Nusantara. Pelabuahn Colombo di bawah Inggris menjadi pelabuhan transit.

Setelah berakhirnya VOC (1799) dan digantikan Pemerintah Hindia Belanda, belum sepenuhnya Belanda tertarik dengan bisnis pelayaran haji. Kapal-kapal Inggris masih leluasa. Pemerintah Hindia Belanda yang beribukota di Batavia, lambat laun mulai melirik haji, namun tidak dalam urusan memfasilitasi tetapi lebih melihat jamaah haji yang terus meningkat dari waktu ke waktu hanya karena melihat potensi pajaknya. Kegiatan perjalanan haji (moda pelayaran) dibiarkan melalui mekanisme pasar, namun potensi pajaknya Pemerintah Hindia Belanda mulai mengendus ‘fulus’. Lukisan: Jamaah Haji di Loear Batang. Batavia, 1851

Kampong Loear Batang: ‘Embarkasi’ Haji Pertama

Selama kehadiran VOC (1619-1799) satu-satunya kota yang dibangun di Nusantara adalah Batavia. Kota ini telah meluas ke arah hulu sungai Ciliwung hingga area Gambir yang sekarang. Sementara itu, di berbagai tempat di nusantara hanya dibangun pos-pos pedagangan seperti di Baros, Padang, Palembang, Gontong (Siak), Semarang, Soerabaja. Tentu saja Macassar, Ambon, dan Ternate.

Senin, 03 April 2017

Sejarah Perjalanan Haji (1): Makkah dan Madinah Sejak Kesultanan Utsmaniyah (Turki); VOC Mulai Koloni di Indonesia

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Perjalanan Haji dalam blog ini Klik Disin


Orang Indonesia pergi ke Saudi Arabia untuk menunaikan ibadah haji dan umroh tidak pernah putus hingga ini hari. Jumlah jamaah dari waktu ke waktu bahkan terus meningkat. Kunjungan Radja Salman, baru-baru ini adalah suatu momentum untuk melihat kembali ke belakang serupa apa perjalanan haji dari Indonesia pada masa lampau. Serial artikel ini coba menelusuri bagaimana riwayatnya berdasarkan berbagai sumber-sumber tempo doeloe: surat kabar, majalah, foto, lukisan, peta, sketsa yang didukung oleh buku-buku yang ditulis pada masa lampau. Semuanya masih berbahasa Belanda. Sumber-sumber tersebut dapat dianggap valid karena masih ditemukan dalam keadaan otentik pada masa ini. Mari kita mulai dengan artikel pertama.

Sesungguhnya, sejarah perjalanan haji Indonesia adalah sejarah perjalanan haji yang panjang, bahkan sudah terdeteksi sejak masa lampau, terutama setelah kehadiran Belanda di Hindia Timur (Nusantara). Saat kedatangan Belanda 1595, kapal-kapal Arab, Persia dan Tiongkok lalu lalang di perairan Nusantara.

Lukisan tertua Masjidil Haram dan Ka'bah (1750)
Untuk melakukan ibadah haji, para jamaah di Nuasantara melakukan perjalanan haji dari tempat masing-masing ke dua masjid suci agama Islam di Tanah Arab: Masjid Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.

Kota suci Makkah dan Madinah di masa lampau silih berganti penguasa. Semuanya ingin menjaga dan memelihara dengan baik. Sejak 1517 dua kota suci ini di bawah Kesultanan Utsmaniyah, Turki yang beribukota Istambul (Negara Saudi Arabia yang kita kenal sekarang belum terbentuk).

Penguasaan kota suci Makkah dan Madinah di masa Kesultanan Utsmaniyah, pelaut-pelaut Belanda memasuki Nusantara di bawah pimpinan ekspedisi (1595-1997): Cornelis de Houtman. Saat itu, di Nusantara, Portugis sudah sejak 1511 melakukan kontak dagang dengan pribumi yang berbasis di Kota Malaka. Keberadaan Makkah dan Madinah tidak terdeteksi di Malaka.

Kamis, 30 Maret 2017

Sejarah Kota Padang (6): Surat Kabar Sumatra Courant di Padang; Orang Mandailing dan Angkola Ikut Berlangganan

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Jacobus Anthonie Meessen pada tahun 1867 dan 1870 telah memberi kontribusi besar untuk pengetahuan tentang Kota Padang melalui kegiatan fotografi. Kegiatan serupa juga telah dilakukan perusahaan Woodbury en Page (Walter B. Woodbury dan James Page).

Edisi terakhir Sumatra Courant (1900)
Tentang Kota Padang sebelumnya hanya bersumber dari surat kabar-surat kabar yang terbit di Belanda, seperti di Amsterdam, Haarlem, Rotterdam dan Leyden. Namun intensitas berita tentang Kota Padang hanya terbatas dan muncul tidak menentu. Surat kabar-surat kabar yang terbit di Hindia Belanda semakin intens mengenai situasi dan kondisi local termasuk di Kota Padang. Surat kabar di Hindia Belanda tersebut antara lain Het Bataviaasch Advertentieblad dan De Java Bode di Batavia; De Locomotief di Semarang dan Het Soerabaijasch Handelsblad di Surabaya.

Kota Padang terus tumbuh dan berkembang karena komoditi primadona, kopi yang mengalir deras dari Padangsche Bovenlanden dan Tapanoeli. Pada tahun-tahun ini volume perdagangan kopi di Kota Padang terus meningkat dari tahun ke tahun dengan harga yang terus meningkat di pasar dunia (Eropa dan Amerika Utara). Saat pertumbuhan dan perkembangan Kota Padang inilah muncul surat kabar bernama Sumatra Courant di Kota Padang.

Senin, 27 Maret 2017

Sejarah Kota Padang (5): Lukisan, Sketsa, Peta, Foto Kota Padang Tempo Doeloe; Mesin Waktu Kembali ke Masa Lampau

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Banyak sumber data untuk mengolah dan merekonstruksi sejarah kota-kota, termasuk sejarah Kota Padang. Yang paling umum digunakan adalah buku. Informasi dari buku menjadi terbatas karena data dan informasi telah mengalami reduksi (oleh penulisnya). Untuk mengatasi masalah tersebut surat kabar, majalah dan publikasi statistik sangat berguna. Secara khusus, data dan informasi yang bersumber dari surat kabar sangat jarang digunakan penulis-penulis Indonesia masa kini, padahal data surat kabar bagaikan data ‘real time’ yang mampu menyediakan informasi dalam memahami perubahan setiap tahapan waktu.

Lukisan tertua Kota Padang (1846)
Penulis-penulis Indonesia, lebih mengandalkan buku-buku, padahal buku-buku yang ditulis adalah kompilasi dari surat kabar, majalah dan statistik berkala. Uniknya, para penulis menganggap bahwa semakin langka sebuah buku (sulit diakses) maka semakin dikultuskan. Oleh karena hanya dia yang memiliki buku tersebut, maka dia merasa sebagai pionir. Padahal buku itu sendiri telah mengalami reduksi terhadap suatu peristiwa atau suatu momen yang sesungguhnyanya. Solusi terbaik adalah mengkombinasikan semua sumber agar mendapat gambaran yang utuh.

Sumber data lainnya yang bisa dimaksimumkan adalah lukisan, sketsa, peta dan foto. Sumber data lukisan atau foto dapat memberikan gambaran vertical (visual) masa lalu yang lebih kompak, sedangkan sketsa atau peta dapat memberikan gambaran horizontal tentang spasial yang lebih luas. Kedua sumber ini dapat saling melengkapi. Baik foto/lukisan atau peta/sketsa jika masing-masing diurutkan sesuai waktu akan menyediakan ‘data panel’ yang dapat menghasilkan informasi yang maksimum (akurat dan lengkap). Time series data (verbatim, visual dan metric) adalah syarat perlu dalam penulisan sejarah. Namun itu tidak cukup dan harus didukung ruang spasial. Dengan demikian, untuk memahami suatu peristiwa atau momen semakin teruji.

Minggu, 26 Maret 2017

Sejarah Kota Padang (4): Nama-Nama Kampong Tempo Doeloe di Kota Padang; Dari Rural (Etnik) Hingga Urban (Wijk)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Cikal bakal Kota Padang berawal dari suatu tempat yangt berada pada sisi barat muara sungai Batang Arau, suatu perkampuangan yang diduga dihuni oleh para migran orang-orang Nias. Di tempat inilah pelaut-pelaut Eropa mulai membangun pos perdagangan karena posisinya yang strategis terlindung dari lautan India.

Sketsa Kota Padang, 1879
Seiring dengan perkembangan pos perdagangan tersebut dan kebutuhan bangunan yang semakin banyak, lambat-laun areal permukiman orang-orang Nias tersebut terokupasi dan para pemukim menyingkir ke area kosong di belakang. Para migran ini tidak merasa dirugikan karena dengan kehadiran pos perdagangan tersebut mereka juga mendapat pekerjaan.

Pada tahun 1819 ibukota Padang dihuni oleh berbagai (suku) bangsa. Penduduk Eropa sebanyak 150 orang, Melayu sekitar 6.000-7.000 jiwa, Tionghoa sebanyak 200 orang, Bengalen sebanyak 200 orang dan Nias sebanyak 1.500 jiwa (lihat PJ Veth, 1869).

Bangunan-bangunan utama terdapat di sepanjang sisi barat sungai Batang Arau. Bangunan-bangunan yang sudah ada sejak lama adalah benteng benteng yang melindungi kota, penjara, kantor pabean, gudang impor, gudang ekspor rempah-rempah, barak, rumah sakit militer besar, kantor pemerintah, dan beberapa beberapa gudang lainnya.

Sejarah Kota Padang (3): Kota Padang, Kota Tiga Lurah, Kota Melting Pot; Berkembang Pesat Selama Periode ‘Booming’ Kopi

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Kota Padang adalah rantau orang Minangkabau, juga rantau orang Kerinci dan rantau orang Bengkulu. Kota Padang juga adalah rantau orang-orang Mentawai dan orang-orang Nias. Tentu saja jangan lupa, Kota Padang juga adalah rantau orang-orang Tapanuli, Baros, Singkel, Mandailing dan Angkola.

Muaro, cikal bakal Kota Padang
Sebagaimana diketahui, pada tahun 1837 Kota Padang adalah ibukota Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Ibukota dari pusat-pusat perdagangan di pantai barat Sumatra dari kota-kota pantai mulai dari Bengkulu hingga Singkel seperti Moco-moco, Indrapoera, Priaman, Air Bangies, Natal, Tapanoeli dan Baros.

Kota Padang juga ibukota dari sentra-sentra produksi pertanian dan kehutanan mulai dari Komering hingga Alas seperti Kerintji, Solok, Fort de Kock, Bondjol, Rao, Mandailing, Angkola, Silindoeng, Toba dan Dairi.

Orang Minangkabau dan Orang Batak Bukan Pelaut

Orang Minangkabau bukanlah pelaut, demikian juga orang Batak bukan juga pelaut. Orang Minangkabau adalah petani yang ulet; dan orang Batak juga adalah petani yang ulet.

Rabu, 15 Maret 2017

Sejarah Kota Padang (2): Padang, Ibukota 'Pantai Barat Sumatra'; AV. Michiels, A. van der Hart dan AP. Godon

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Kota Padang adalah ibukota Provinsi Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Kota Padang baru dikenal sebagai sebuah pos perdagangan di era VOC (1660) dan baru tumbuh dan berkembang pada Pemerintah Hindia Belanda (pasca Traktat London, 1824). Lalu pertumbuhan dan perkembangannya semakin cepat pada saat Pantai Barat Sumatra ditetapkan sebagai Provinsi dengan menaikkan status Residen yang berkedudukan di Kota Padang menjadi Gubernur.

Monumen AV Michiels di Kota Padang (foto 1910)
Kota Padang awalnya dijadikan sebagai ibukota Residentie Sumatra’s Westkust yang meliputi Bengkulu dan Padangsche (Bovenlanden dan Benelanden). Ketika wilayahnya diperluas ke utara (hingga ke Singkel) statusnya dinaikkan menjadi Province yang terdiri dari empat residentie: Padangsche Benelanden, Padangsch Bovenlanden, Bencoelen dan Tapanoeli. Namun dalam perkembangannya, Bengkulu dipisahkan dari Sumatra’s Westkust dan kemudian Residentie Tapanoeli. Pada tahun 1905 Provice Sumatra’s Wetskust hanya tinggal Padangsche Benelanden dan Padangsch Bovenlanden (yang menjadi wilayah Provinsi Sumatra Barat yang sekarang).

Perubahan administrasi pemerintahan di Sumatra’s Westkust (Pantai Barat Sumatra) terjadi secara gradual sesuai dengan perkembangan geopolitik dan penetapan suatu wilayah sebagai region ekonomi kolonial. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut berdampak langsung pada pasang surut pertumbuhan dan perkembangan Kota Padang sebagai pusat pengembangsan sosial, ekonomi dan budaya yang utama di Pantai Barat Sumatra. Sementara itu, perubahan yang terjadi di Pantai Timur Sumatra (Sumatra’s Ooskust) juga memberi kejutan terhadap dinamika perkembangan Kota Padang. Semakin intensnya industry perkebunan kolonial di Sumatra Timur,  kota Padang secara perlahan perkembangannya melambat dan kemudian tertinggal jauh dari Kota Medan, sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kolonial yang baru. Dalam hubungan ini, sebagaimana agen-agen pembangunan dari Tapanoeli, agen-agen pembangunan kota Padang juga melakukan eksodus ke Kota Medan. Aset-aset pengusaha, baik orang-orang Eropa, Tionghoa atau pribumi juga turut direlokasi dari Kota Padang ke Kota Medan.

Selasa, 14 Maret 2017

Sejarah Kota Padang (1): Muaro, Perkampungan Migran Orang Nias; Origin Perkembangan Kota Padang

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini


Cikal bakal Kota Padang berawal dari suatu tempat yangt berada pada sisi barat muara sungai Batang Arau, suatu perkampuangan yang diduga dihuni oleh para migran orang-orang Nias. Di tempat inilah pelaut-pelaut Eropa mulai membangun pos perdagangan karena posisinya yang strategis terlindung dari lautan India. Seiring dengan perkembangan pos perdagangan tersebut dan kebutuhan bangunan yang semakin banyak, lambat-laun areal permukiman orang-orang Nias tersebut terokupasi dan para pemukim menyingkir ke area kosong di belakang. Para migran ini tidak merasa dirugikan karena dengan kehadiran pos perdagangan tersebut mereka juga mendapat pekerjaan.

Foto Hoofd uit Nias te Padang1865
Bagaimana asal mula adanya orang-orang Nias di muara Batang Arau tersebut adalah suatu hal, bagaimana orang-orang Eropa memulai okupasi adalah hal yang akan ditelusuri lebih lanjut. Sebab awal okupasi orang-orang Eropa inilah yang dapat dijadikan sebagai starting point untuk mengidentifikasi kapan Kota Padang yang sekarang mulai terbentuk di masa lampau.

Penelusuran ini akan dapat memperjelas asal-usul Kota Padang yang sekarang. Agak sedikit membingungkan mengapa hari jadi Kota Padang ditabalkan sebagai hari yang mana terjadi penyerangan yang dilakukan penduduk Pauh dan Kota Tengah terhadap VOC pada 7 Agustus 1669. Hal serupa ini tidak hanya Kota Padang, juga ditemukan dalam penetapan hari jadi Kota Medan, hari jadi Jakarta, hari jadi Kota Bogor, hari jadi Kota Bandung dan beberapa kota utama lainnya.

Serial artikel Sejarah Kota Padang ditulis atas permintaan seorang kawan yang ingin mendapatkan gambaran sejarah kota tempat kelahirannya dengan seutuhnya, karena dirasakannya kronologis dan deskripsi sejarah yang ada dirasakannya kurang mengena. Permintaan beliau ini terdorong karea beliau sudah lama mengetahui saya menulis artikel-artikel tentang perkembangan awal sejarah kota. Awalnya saya enggan, karena saya tahu kawan-kawan dari Kota Padang banyak yang lebih paham dari saya tentang sejarah, dan saya sendiri bukan ahli sejarah, melainkan seorang ekonom yang membutuhkan aspek sejarah dalam pemahaman ekonomi dan bisnis Indonesia.

Rabu, 01 Maret 2017

Sejarah Bandung (36): Faisal bin Abdul Azis, Raja Arab Saudi Pernah ke Bandung (1955); Kini, Raja Salman bin Abdul Azis ke Bogor


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

De nieuwsgier, 25-04-1955
Radja Arab Saudi tiba di Indonesia tanggal 1 Maret 2017. Kunjungan bersejarah ini diagendakan berakhir tanggal 9 Maret 2017. Saya berangkat tanggal 2 Maret 2017 ke Arab Saudi dan pulang tanggal 10 Maret 2017 di Indonesia, Saya dalam rangka melaksanakan umroh, Radja Saudi dalam tugas kenegaraan. Jumlah hari kami sama—sembilan hari. Ketika Raja Arab Saudi datang saya masih ada di Indonesia, ketika dia selesai berkunjung saya masih ada di Arab Saudi. Jadi, saya seakan harus menunggu kedatangannya dan juga saya baru pulang setelah berakhir kunjungannya di Indonesia. 

Dalam kunjungan Raja Salman, di hari kedatangan (2 Maret) di Istana Bogor langsung dilakukan penandantanganan MoU yang dilakukan para menteri kedua Negara di hadapan Raja Salam dan Presiden Jokowi. Kesepatatan mencakup peningkatan hubungan kedua negara di antaranya mencakup kerja sama hubungan luar negeri, kesehatan, kebudayaan, transportasi, perdagangan, keagamaan serta pendidikan. Dalam pertemuan tersebut, sejumlah menteri kedua negara turut serta di dalamnya. Dari Indonesia, hadir Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan (detik.com).

Artikel ini tidak dalam membicarakan tentang kewajiban saya sebagai hamba Allah dan juga tidak dalam mendiskusikan tugas Raja Arab Saudi sebagai pemimpin Negara Arab Saudi. Artikel ini sekadar menelusuri hubungan antara Negara Arab Saudi dengan Negara Indonesia di masa lampau, spesifiknya saling mengunjungi antara Raja Arab Saudi dan Presiden Indonesia.

Hubungan antara Indonesia dengan Arab Saudi sesungguhnya sudah terjalin sejak masa lampau, terutama pada penggal sejarah antara era Batavia dan Jeddah. Pada masa ini terus berlangsung antara hubungan Jakarta dan Jeddah dan hubungan Arab Saudi dan Indonesia.

Sejarah Bandung (35): Sungai Cikapundung, Air Mengalir Dari Curug Dago Sampai Dayeuh Kolot; Riwayatmu Kini

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Curug Dago, Lukisan Groneman 1860
Sungai Tjikapoendong adalah sungai terbesar di Kota Bandoeng yang mengalir dari utara ke selatan. Batas paling utara dari sungai Tjikapoendong adalah Tjoeroeg Dago dan batas paling selatan dari sungai Tjakopendoeng adalah Kampong Dajeuh Kolot.

Kota Bandoeng dalam hal ini adalah kota yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1829 ketika kali pertama Controleur ditempatkan di Bandoeng. Lalu dalam perkembangannya, sejak 1946, ketika Asisten Residen Bandoeng ditempatkan, kota Bandoeng berkembang semakin pesat. Saat itu, sungai Tjikapoendoeng sebagai sungai terbesar di Kota Bandoeng masih tampak deras, jernih dan indah. Sungai Tjikapoendoeng saat itu airnya disodet di hulu dengan membangun kanal-kanal untuk mengairi perkebunan dan persawahan yang dikerjakan oleh penduduk di bawah arahan Bupati Bandoeng.