Jumat, 07 April 2017

Sejarah Kota Padang (9): Ini Riwayat Keluarga Intveld di Padang, Nenek Moyang PM Kanada J. Trudeau; Gadis Nias Jelita

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


PM Kanada, Justin Trudeau (foto Liputan 6)
Beberapa hari yang lalu dari Australia terungkap bahwa Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau memiliki garis keturunan dari Kota Padang. Disebutkan nenek moyang Justin Trudeau di Kota Padang bermarga Intvelt dan wanita seorang Nias. Ini menarik, karena Justin Trudeau banyak dibicarakan karena perdana menteri terganteng di dunia. Juga disebutkan, nenek moyang Perdana Menteri Kanada ini masih sangat sulit dilacak. Artikel ini coba menelusuri siapa nenek moyang Justin Trudeau di Kota Padang. Penelusuran ini didasarkan pada surat kabar dan majalah berbahasa Belanda sejaman (1700-1900), foto, peta dan buku. Mari kita lacak.

Keluarga Intveld di Kota Padang

Pada tahun 1819 Inggris menyerahkan Kota Padang kepada Belanda setelah sejak 1795 mendudukinya. Peralihan kekuasaan kepada Belanda dari Inggris, di Kota Padang banyak orang-orang Inggris yang bekerja untuk Pemerintah Hindia Belanda. Hal serupa ini juga terjadi sebelumnya, ketika Inggris berkuasa di Jawa (1811-1816), orang-orang Belanda banyak yang bekerja untuk Inggris di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles. Singkat kata: yang bertikai adalah pemerintah, para pengusaha dan professional bekerja mengikuti siapapun yang menjadi penguasa (pemerintahan).

Ketika Pemerintah Hindia Belanda memulai pemerintahan di Residentie Sumatra’s Westkust dengan ibukota Padang tahun 1821, pemerintah merekrut sejumlah professional untuk bekerja di dalam pemerintahan yang baru. Pejabat-pejabat tersebut hampir sebagian besar adalah nama-nama Inggris yang ditempatkan di Tapanoeli (kini Sibolga), Baros, Pariaman, Air Bangie, Pariaman dan Padang. Nama-nama Belanda hanya muncul sebagai pemimpin utama dan komandan militer. Dari nama-nama pejabat yang direkrut terdapat sejumlah nama dari marga Intveld. Penulisan marga Intveld saling tertukar dengan Indvelt, Intvelt, dan In'tveld..

Nama-nama dari marga Intveld tersebut (Almanak 1822) adalah J. Intveld yang menjabat sebagai Algemeene Outvanger blast met het oppertoezigt; AH Intveld sebagai Haven en Parkhuismeester di Natal, dan A. Intveld sebagai Posthouder di Baros dan Natal. Nama-nama Intveld tampaknya hanya ditemukan di Sumatra’s Westkust (tidak ada di Jawa). Pada tahun 1829 muncul nama Ths Intveld sebagai Ontvanger der inkomende en Uitgande Regten dan JJ Intveld sebagai Kommies Ontbanger der inkomende en uitgaanderegten yang merangkap sebagai Hevenmeester en Pakhuismeester. Pada tahun 1830 hanya Ths Intveld )di Padang) dan AH Intveld (di Natal) yang tetap berdinas (untuk selanjutnya)..

Andries Carel dan Gadis Jelita Nias


Stambuk keluarga Justin Trudeau (PM Kanada)
Andries Carel disebut menikah dengan seorang gadis Nias. Andries diperkirakan lahir antara 1711 dan 1771 dan tidak diketahui dimana lahir. Dari perkawinan antara Eropa dan Nias ini lahir putri tunggal mereka di Padang bernama Anna Francina yang lahir 13 Oktober 1776. Anak semata wayang ini menikah dengan Teunis Jans Intveld yang lahir di Hellevoetsluis, Nederland, 20 January 20, 1768. Mereka memiliki 11 orang anak, diantaranya Jacobus Frederik Intveld (Kommies Ontbanger der inkomende en uitgaanderegten yang merangkap sebagai Hevenmeester en Pakhuismeester pada tahun 1829 di Padang) dan Cornelia Louisa Intveld.

Cornelia Louiza Intveld yang lahir di Padang tahun 1808 menikah dengan William Purvis pada tanggal 22 Desember 1822. Pernikahan William Purvis  dengan Cornelia Louiza Intveld diumumkan dalam surat kabar Bataviasche courant, 18-01-1823. William Purvis sendiri pada tahun 1822 menjabat sebagai Havenmeester di Padang. Mereka memiliki anak Robert Raaff Purvis, William Purvis, Christiana Purvis, Thomas Intveld Purvis dan Mary Gwynne.

Bataviasche courant, 18-01-1823
Thomas Intveld Purvis, putra Cornelia Louiza Intveld menikah dengan Laura Cook. Pasangan ini kemudian hijrah ke Batavia. Mereka dikaruniai seorang putri yang diberi nama Annie Oliphant Cornelia yang lahir tanggal 5 December 1870 di Batavia (kini Jakarta). Cucu Cornelia Louisa Intveld ini menikah dengan Charles Bugden Grant Bernard. Mereka memiliki 10 anak diantaranya Thomas Kirkpatrick Bernard.

Thomas Kirkpatrick Bernard yang lahir tanggal lahir 15 Juni 1891 di Singapura menikah dengan Rose Edith. Mereka dikaruniai dua anak, Doreen Louise dan Doris Kathleen. Kemudian Doris Kathleen menikah dengan James Sinclair. Mereka memiliki beberapa anak, salah satu diantaranya adalah Margaret, sebagaimana kita ketahui yang menjadi ibu dari Perdana Menteri Kanada yang sekarang, Justin Trudeau.

Marga Justin, Trudeau diturunkan dari marga ayahnya, Pierre Elliott Trudeau, seorang mantan Perdana Menteri Kanada. Kini, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau telah meneruskan posisi yang pernah diraih oleh ayahnya. Dengan kata lain, tidak jauh buah dari pohonnya.

Satu hal yang tetap menjadi pertanyaan adalah siapa Andries Carel (masih sedang ditelusuri). Satu hal lain lagi yang menyisakan pertanyaan adalah siapa gadis van Nias. Jika diperhatikan nama buah hasil perkawinan dua anak bangsa ini, diberi nama Anna Francina (lahir 13 Oktober 1776). Nama tengah Francina, bukan Fransisca atau yang mirip dengannya. Nama Francina hanya sedikit yang menggunakan bahkan pada waktu itu. Oklah, Akan tetap nama Francina mungkin sesuai dengan anak gadis van Nias,  Anna Francina. Boleh jadi mirip dengan wajah Cina (mirip ibunya). Sebagaimana umumnya, orang Nias sepintas mirip orang Cina dan berkulit putih. Hanya bedanya, orang Nias putih susu, sedangkan orang Cina putih kekuningan.
Keluarga Intveld sangat jelas keberadaannya di Padang dan Sumatra’s Westkust. Turunannya sangat banyak yang menjadi pejabat Pemerintah Hindia Belanda. Jacobus Frederik Intveld adalah Hevenmeester (kepala pelabuhan) en Pakhuismeester (kepala gudang) pada tahun 1829 di Kota Padang. Jabatan ini sangat strategis bagi seorang Indo yang harus berurusan dengan orang-orang Eropa dan orang-orang pribumi dalam urusan perdagangan utama (pelabuhan dan gudang). Demikian juga AH Intveld sebagai Haven en Parkhuismeester di Natal serta A. Intveld sebagai Posthouder (kepala pos perdagangan) di Baros dan Natal. Dengan kata lain, pelabuhan utama di Sumatra’s Westkust dipegang oleh keluarga Intveld, cucu dan cicit gadis van Nias.
Silsisah dan Stambuk: Family Name dan Marga

Semua suku bangsa memiliki tradisi apa yang disebut nama keluarga (family name). Namun tidak semua memiliki tradisi menulis dan menjaga family name tersebut. Diantara bangsa-bangsa Eropa, Nederland adalah bangsa yang paling konsisten untuk tugas-tugas tersebut. Kita bisa lihat, bahkan di era teknologi informasi yang sekarang, situs-situs stamboom (stambuk atau silsilah) yang dikelola oleh orang-orang Belanda adalah yang terbilang rapi, memiliki data yang paling valid (lengkap dan akurat). Stambuk keluarga Justin Trudeau (PM Kanada) yang disajikan di atas, saya susun kembali berdasarkan stamboon orang-orang Belanda yang dapat diakses di internet.

Sketsa sebaran marga di Angkola oleh peneliti Belanda (1886)
Nederland (baca: Belanda), di antara negara-negara di dunia ini adalah negara yang paling rapi dalam soal urusan kependudukan. Belanda sangat konsisten melakukan pendataan terhadap penduduknya, orang per orang tentang kejadian vital: kelahiran, kematian, migrasi plus perkawinan termasuk soal naturalisasi. Sistem registrasi Belanda terus berlangsung sejak doeloe hingga kini. Bandingkan dengan system registrasi kita, Indonesia sampai sejauh ini masih jauh dari memuaskan (belum sempurna). Oleh karenanya, Indonesia tidak bisa menggunakan data hasil registrasi untuk berbagai kebutuhan seperti pemilu atau pilkada. Belanda sangat mengandalkan data hasil registrasi, karena memang andal. Keterandalan system registrasi Belanda bahkan sejak doeloe mengakibatkan sensus penduduk tidak pernah dilakukan. Indonesia hingga sekarang harus melakukan sensus penduduk setiap 10 tahun. Sensus Penduduk Indonesia terakhir tahun 2010 (berakhiran tahun nol). Semoga saja dengan system registrasi Indonesia yang baru, data elektronik yang disebut E-KTP yang berbasis NIK dapat saja terwujud agar sensus penduduk yang membutuhkan daya dan dana yang besar tidak perlu lagi. Namun itu masih membutuhkan waktu karena kita tidak terbiasa mencatat dan menjaga konsistensinya seperti halnya Nederland dan orang-orang Belanda.

Diantara etnik di Indonesia, orang Batak termasuk yang peduli terhadap silsilah yang dicatat sebagai silsilah keluarga yang dikenal sebagai stambuk atau buku tarombo. Silsilah ini didasarkan pada garis keturunan berbasis marga (family name). Stambuk atau buku tarombo ini diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya (minimal tetap berada di tangan satu orang yang bersaudara) berdasarkan garis keturunan langsung (direct genealogy). Oleh karenanya setiap orang Batak dapat mempertemukan (kembali) stambuk dengan orang satu marga (dimanapun berada), pada generasi ke berapa (doeloe) nenek moyang mereka berpisah karena perubahan territorial (migrasi).

Tarombo marga tokoh penting di Kota Padang (1900)
Peneliti-peneliti Belanda di masa lampau sangat kaget ketika mengetahui orang Batak sudah sejak lama mencatat silsilah keluarga mereka dengan baik dan rapih. Silsilah itu dapat ditemukan dalam berbagai medium, seperti bamboo, kulit pohon dan sebagainya. Di makam-makam leluhur mereka tidak jarang penulisan kelahiran kematian di dalam batu (nisan) tetap terjaga (bahkan hingga sekarang). Mungkin Pemerintah Hindia Belanda langsung tersenyum dengan hanya memperhatikan stambuk-stambuk yang dikumpulkan oleh peneliti sudah mengetahui perkiraan seberapa banyak populasi penduduk orang Batak di suatu wilayah tertentu seperti onderafdeeling tanpa harus melakukan pendataan (semacam sensus).

Dalam hubungan ini, fungsi stamboon yang telah disusun oleh orang-orang Belanda telah mengabarkan kembali (baca: membuktikan) bagaimana relasi Justin Trudeau (PM Kanada) dengan leluhurnya, meskipun jauh di Kota Padang, pada saat yang tepat ketika orang-orang lain (baca: seantero dunia) menanyakan atau mempertanyakannya. Bagi kita di Indonesia, tentu saja cukup tersenyum saja, jika dan hanya jika, Justin Trudeau memiliki garis hubungan darah di Indonesia, tepatnya dengan orang-orang Nias di Kota Padang. Itulah kekuatan stambuk atau tarombo, sisa kearifan lokal suku/bangsa di masa lampau yang masih berguna di era millennium ini. Perhatikan contoh (cuplikan) tarombo marga dari keluarga tokoh penting di Kota Padang tahun 1900an yang seseorang mengirimkan kepada saya (terlihat update terakhir, generasi ke-26).

Justin Trudeau Berdarah Nias

Dengan memperhatikan silsilah keluarga Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, tampak bahwa dalam dirinya terdapat beragam darah yang diturunkan dari orang tua dan kakek-nenek moyangnya termasuk dari darah yang diturunkan dari Nias di Kota Padang. Mungkin kita tidak menjadi soal, Justin Trudeau memiliki hubungan darah atau tidak dengan Nias. Yang menarik sesungguhnya, mengapa darah Nias ada di dalam diri Justin Trudeau.

Kita dapat kembali ke asal. Andries Carel disebut menikah dengan seorang gadis Nias. Mereka hidup lama di Kota Padang. Yang menjadi penting, ibu muda Nias di Kota Padang ini telah melahirkan putri semata wayang, Anna Francina yang lahir 13 Oktober 1776. Anna Francina dalam hal ini yang meneruskan darah Nias hingga sampai kepada Justin Trudeau.

Sayang tidak disebutkan nama gadis Nias ini. Di dalam situs geni.com hanya tercatat sebagai ‘unknown Indonesian (van Nias)’. Identifikasi inilah yang menjadi pangkal perkara menjadi kisahnya menjadi menarik, lebih-lebih gadis van Nias tersebut berdasarkan silsilah yang dapat ditelusuri berkaitan dengan Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau.

Hubungan darah Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau dengan gadis van Nias jauh memang. Keragaman darah yang terdapat dalam darah Justin Trudeau jelas porsi darah Nias menjadi sangat kecil, karena antara gadis van Nias dan Justin Trudeau berjarak enam generasi dan beragam suku bangsa telah terjadi perkawinan campuran diantara generasi tersebut baik yang melalui garis keturunan ibu (Sinclair) maupun garis keturunan ayahnya (Trudeau).

Oleh karenanya, kita tidak perlu memikirkan hak orang Indonesia umumnya dan hak orang Nias khususnya. Justin Trudeau sendiri boleh jadi tidak terlalu memikirkannya dan bahkan boleh jadi Justin Trudeau tidak akan pernah peduli dengan itu. Apalagi untuk mencari tahu siapa itu gadis van Nias dan dimana itu Kota Padang tempat dimana ditemukan banyak orang Nias.

Yang menjadi tugas kita dan itu sangat penting adalah bagaimana Andries Carel dan gadis van Nias di Kota Padang bisa menjalin hubungan pernikahan (sebagai pangkal perkara). Saat itu kejadiannya sekitar tahun 1777/1776 (yang mengacu pada tahun kelahiran putri semata wayang mereka). Andries Carels sendiri adalah seorang Belanda yang bekerja untuk VOC (Perhimpunan Dagang Belanda). Lantas siapa gadis van Nias?.

Perseteruan di Pantai Barat Sumatra: Belanda, Inggris dan Perancis

Pada sekitar decade itu, di Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust) adalah wilayah perdagangan yang kaya rempah-rempah, yang menjadi perebutan tiga ‘negara adikuasa’: Belanda, Inggris dan Perancis. Penguasaan wilayah dan kota-kota di Panatai Barat Sumatra, termasuk Kota Padang silih berganti terutama antara dua rivalitas Belanda dan Inggris.

Di Pantai Barat Sumatra Belanda mengawali dengan membuka pos perdagangan di Kota Padang tahun 1660, Baros dan Natal (1668) dan Singkel (1678). Pada tahun 1684 Inggris mendirikan pos perdagangan di Pariaman (lihat Oprechte Haerlemsche courant, 11-04-1686). Pada tahun 1685 terjadi pertempuran berdarah antara Inggris dan Belanda, lalu Inggris pindah ke Bengcoelen 1686. Pada tahun 1693 Belanda membuat kontrak dengan Raja Baros, namun datang Inggris memprovokasi agar Baros tetap independen. Lalu lambat laun Belanda mundur ke Air Bangies dengan pusat di Kota Padang dan juga memperluas perdagangan di Indrapoera.

Di pihak Inggris, Raflles ingin Padang dan Bengkulu disatukan lalu pada tahun 1714 mendirikan benteng Malborough (di Bencoelen). Pada tahun 1752 mendirikan maskapai di Natal dan Tapanoeli. Pada tahun 1755-1760 Baros diambil alih oleh Inggris; Kekuasaan Baros termasuk sampai ke Natal dimana Inggris membangun benteng yang setara dengan dengan benteng Malborough di Natal.

Pada tahun 1761 terjadi pertempuran dan Perancis mengambil alih pantai barat Sumatra dari Inggris. Laporan mengenai perseteruan Perancis dan Inggris ini dapat dibaca pada surat kabar Leeuwarder courant edisi no 219 tanggal 15-07-1761. Dalam perkembangan berikutnya, Inggris kembali mendapatkan kekuasaannya di pantai barat Sumatra.

Struktur pemerintahan Belanda (VOC) pada tahun 1764 di Pantai Barat Sumatra adalah sebagai berikut:  yang diangkat sebagai Letnan Gubernur yang berkedudukan di Padang adalah Henry van Haveren dengan perangkat-perangkatnya termasuk di Pulau Chinco, Air Bangies dan Baros (lihat Leydse courant, 04-05-1764).

Pada waktu itu, pelabuhan Belanda di Kota Padang seakan terjepit diantara dua kekuatan Eropa lainnya, yakni Inggris di Natal, Tapanoeli dan Bencoelen dan Perancis di Air Bangies.

Pada tahun 1773 suatu ekspedisi Inggris memasuki Angkola (kini Padang Sidempuan) untuk eksplorasi kulit manis. Ekspedisi ini melalui Loemoet dari pangkalan Inggris yang berada di Pulau Pontjang (Teluk Tapanoeli). Ekspedisi ini dipimpin oleh seorang botanis Miller (lihat W. Marsden 1911). Pusat kekuatan Inggris di Pantai Barat Sumatra pada nantinya berpusat di Bengkoelen (sebagai bagian dari Gubernur Jenderal Inggris di India).

Haven en Parkhuizen, latar kampung Nias di Padang (1867)
Pada tahun 1781 Inggris mengambil alih milik Belanda di pantai barat Sumatra dan Sir Stamford Raffles diangkat menjadi Gubernur Bengkulu (lihat Groninger courant, 14-12-1824). Pada tahun 1783 Belanda damai dengan Inggris. Properti di pantai barat Sumatra dan di Pantai Coromandel (kecuali Negapatnam) dikembalikan kepada Belanda.

Pada tahun 1781 (Inggris) jumlah orang Eropa di Kota Padang sebanyak 66 orang, sementara di Poelaoe Chinco dan Ajer Hadji (Painan) masing-masing 12 orang Eropa. Bandingkan dengan jumlah orang-orang Belanda saja (VOC) di Kota Padang setelah tahun 1783 sebanyak 477 orang. Sementara Hollander yang lain di Pariaman 24 orang, Poelaoe Chinco, Ajer Hadji dan Baros masing-masing 59 orang dan Aier Bangies sebanyak 58 orang.

Kota Padang yang menjadi kota pelabuhan strategis di Pantai Barat Sumatra semakin tinggi jumlah orang-orang Eropa. Mereka itu yang terlibat dalam perdagangan utamanya orang-orang Inggris dan orang-orang Belanda. Para pedagang ini sebagian terpengaruh dengan eskalasi politik antara Inggris vs Belanda, sebagian yang lain tidak memedulikannya siapapun yang berkuasa. Bisns ya bisnis, Kota Padang adalah kota bisnis terpenting di Pantai Barat Sumatra.

Namun dalam perkembangannya VOC semakin melemah hingga akhirnya tahun 1800 Inggris memblokir Batavia (pusat dagang dan pemerintahan Belanda) dan menghacurkan maskapai Belanda di pulau Onrust. Pada tahun 1882 Belanda dan Inggris damai kembali. Meski demikian di beberapa tempat, Inggris masih sebagai ancaman. Pemerintah Hindia Belanda kemudian pada tahun 1808 di bawah kepemimpinan Daendles mulai menunjukkan kepercayaan diri. Namun karena adanya eskalasi politik di Eropa, kepercayaan diri Belanda sejenak terhenti.

Inggris mengambilalih Jawa hingga tahun 1815 di bawah kepemimpinan Raffles. Dalam Almanak 1815 pemerintahan Inggris hanya terkonsentrasi di Jawa dan beberapa tempat di Kalimantan. Di dalam Almanak ini tidak teridentifikasi administrasi Inggrsi di Pantai Barat Sumatra. Pada tahun 1816 komisaris Belanda, Mr. Cornelis Theodorus Elout, Godert Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen en Arnold Adriaan Buyskes mengambilalih kembali kekuasaan Inggris. Baru pada tahun 1819 Belanda mengakuisisi kembali properti di Pantai Barat Sumatera di bawah kepemimpinan Kommissaris J. du Puy.

Kota Padang dan Orang Nias

Pada masa-masa perseteruan tiga negara adikuasa (Belanda, Inggris dan Perancis) di Sumatra’s West muncul kisah cinta dua anak bangsa (1775): Andries Carel (Belanda) dan gadis van Nias. Kota Padang sendiri belum menjadi kota besar dan bahkan masih setara dengan kota pelabuhan Bencoelen, Pariaman, Natal dan Baros. Struktur pemerintahan Belanda (VOC) pada tahun 1764 di Pantai Barat Sumatra adalah sebagai berikut:  yang diangkat sebagai Letnan Gubernur yang berkedudukan di Padang adalah Henry van Haveren dengan perangkat-perangkatnya termasuk di Pulau Chinco, Air Bangies dan Baros (lihat Leydse courant, 04-05-1764).  Pada tahun 1781 Inggris mengambil alih milik Belanda di Pantai Barat Sumatra dan Sir Stamford Raffles diangkat menjadi Gubernur Bengkulu. Pada tahun 1783 Belanda damai dengan Inggris. Properti di Pantai Barat Sumatra dan di Pantai Coromandel (kecuali Negapatnam) dikembalikan kepada Belanda. Dengan kata lain Kota Padang 1781-1783 dikuasai Inggris, sementara sebelum dan sesudahnya dikuasai oleh Belanda.

Javasche courant, 13-11-1841
Andries Carel adalah seorang anggota VOC. Sangat besar kemungkinan, Andries Carel adalah kepala pelabuhan Kota Padang atau yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan di pelabuhan Kota Padang seperti parkhuizen (pergudangan), jiwa dari kolonial. Sebagaimana kita sudah lihat, keluarga turunan Andries Carel dan gadis van Nias ini yang mengepalai hampir seluruh pelabuhan dan gudang di kota-kota pantai di Sumatra’s Westkust. Ini masuk akal, semacam pewarisan (yang kala itu masih umum berlaku). Hubungan perkawinan marga Carel dan Intveld (kembali) atau sebaliknya terjadi (antara lain lihat Javasche courant, 13-11-1841).

Di Kota Padang sendiri, sebelum VOC datang pada tahun 1660, muara sungai Batang Arau yang menjadi cikal bakal pelabuhan Padang sudah dihuni oleh para migran dari Nias. Jumlah orang-orang Nias di perkampungan yang menjadi pelabuhan VOC ini semakin bertambah seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan pelabuhan sebagai pusat utama aktivitas dagang Belanda (VOC). Para migran baru ini awalnya sebagai tenaga kerja yang direkrut dari Pulau Nias, namun setelah usai kontrak tidak kembali dan menetap di Padang sebagaimana para migran swakarsa dari Nias terdahulu. Kota Padang menjadi identik dengan perkampungan orang-orang Nias.

Foto Hoofd uit Nias di Padang (1865)
Pada tahun 1819 Padang dihuni oleh berbagai (suku) bangsa. Penduduk Eropa sebanyak 150 orang, Melayu sekitar 6.000-7.000 jiwa, Tionghoa sebanyak 200 orang, Bengalen sebanyak 200 orang dan Nias sebanyak 1.500 jiwa (lihat Veth, 1869). Jumlah orang Nias sudah sangat banyak, mereka ini diduga menjadi pemukim utama kota pelabuhan Padang (Moearo dan sekitarnya). Mereka juga memiliki pemimpin sendiri. Foto pemimpin Nias di Padang merupakan satu-satunya foto yang diidentifikasi diantara para pemimpin pribumi lainnya, Tionghoa atau Bengalen

Kota Padang terus tumbuh dan berkembang. Perkampungan Moeara (kota pelabuhan) telah terintegrasi dengan perkampungan lainnya yang menjadi Kota Padang sebagai kota besar. Pada tahun 1869 populasi kota besar Kota Padang telah mencapai 12.000 jiwa yang mana terdapat 300 orang-orang Tionghoa, 2.500 jiwa Nias dan pulau-pulau Batoe. Jumlah orang-orang Melayu (termasuk Minangkabau) sangat pesat pertambahannya, sementara Nias dan Tionghoa sangat lambat alias tumbuh hanya secara alamiah (kelahiran dan kematian). Rumah pemimpin  local di Kota Padang, 1870.

Orang-orang Nias tidak hanya di Padang, tetapi juga dominan di pulau-pulau dekat Padang. Pada tahun 1889 di Pulau Tello penduduk sebanyak 3.375 jiwa yang terdiri dari 2.015 Niassers, 950 Maleiers en 410 Chineezen. Sementara di Batoe-eilanden terdapat sebanyak 8.627 jiwa yang terdiri dari 6.787 Niassers, 1.430 Maleiers en 410 Chineezen (lihat Herinneringen aan Poeloe Tello door W. Frickenschmidt, tanpa tahun).

Lantas kita kembali ke pertanyaan semula. Siapa gadis van Nias yang menjadi istri Andries Carel, sesepuh turunan keluarga Intveld yang sangat berkuasa untuk urusan pelabuhan dan pergudangan. Gadis van Nias itu besar dugaan adalah anak gadis pemimpin local di Kota Padang van Nias yang sejak dahulu sudah migrasi ke muara sungai Batang Arau yang disebut perkampungan Moearo. Orang-orang Nias dalam hal ini diduga kuat dan pendiri dan pewaris pelabuhan Padang (cikal bakal Kota Padang yang sekarang). Dalam situs myheritage.com, Andries Carels lahir tahun 1776 dan menikah dengan gadis Nias terkenal (Onbekende inlandse vrouw van Nias). Andries Carels meninggal di Kota Padang tahun 1833.

Arsitektur rumah pemimpin  lokal di Kota Padang, 1870
Dalam hubungan socio-historis serupa inilah kemungkinan bertemunya yang dilanjutkan ke dalam perkawinan seorang Eropa (pejabat VOC) bernama Andries Carel dengan gadis van Nias di Kota Padang. Gadis van Nias tersebut adalah putri cantik jelita dari pemimpin local di Padang yang berasal (migran) dari Nias. Perkawinan dua bangsa berbeda ini, nyatanya sangat langgeng dan bahkan turunan mereka kawin dengan sejumlah pejabat Belanda yang datang kemudian (setelah era VOC/era Pemerintahan Hindia Belanda). Namun satu hal, untuk urusan pelabuhan dan pergudangan tidak ada yang menggantikan (seakan semacam pewarisan) untuk rentang waktu yang lama.

Oleh karenanya, ketika masa kini dikaitkan Justin Trudeau (Perdana Menteri Kanada) yang ganteng berdarah Nias tentu tidak ada salahnya dan tidak ada cacatnya, meski hal ini tidak terlalu dipedulikannya. Namun demikian, yang perlu dicatat, gadis van Nias yang menjadi nenek moyang keluarga Intveld di Padang dan menjadi pemicu adanya darah Nias di dalam tubuh Justin Trudeau, bukanlah gadis sembarangan. Gadis van Nias adalah gadis cantik berkulit putih susu, putri pemimpin lokal di Kota Padang yang berasal dari (pulau) Nias, Indonesia. Kini, pandanglah wajah Justin Trudeau, sedikit banyak ada raut wajah Nias.

Padangsch nieuws-en ad. 26-01-1861
Tambahan: Anna Francina dilaporkan meninggal dunia tahun 1833 di Kota Padang. Teunis Jans Intveld melaporkannya di surat kabar Javasche Courant. Teunis Jans Intveld sendiri meninggal tahun 1846 di Padang. Situs geni.com tidak menyebutkan Adries Carels dan gadis van Nias kapan dan dimana meninggal. Surat kabar Padangsch nieuws-en advertentie-blad, 26-01-1861 mengindikasikan Adries Carels meninggal di Kota Padang. Sedangkan Wed. Carels/Janda Carels (gadis van Nias) juga meninggal di Kota Padang. Daftar ini bersumber dari memori dari Padangsch Opperhoofd, CH. van Eratts yang dibuat tanggal 31 December 1790 yang menyusun daftar warga tertua di Kota Padang. Yang tertua adalah Wed. Lesnou. Sementara Andries Carels adalah orang keenam tertua, sedangkan istrinya, Wed. Carels/Janda Carels (gadis van Nias) orang tertua ke-15. Deskripsi ini (yang lebih lengkap) juga dapat ditemukan dalam buku Overzicht van de Geschiedenis van Sunmatra’s Westkust en van de Stad Padang door JK. Koops Dekker, 1919. Dalam buku ini nama Adries Carels  yang juga disebut Andries Karel dan Andre Cale. Dalam buku ini, Adries Carels  sebagai salah satu warga kota yang cukup terkenal (Padangers welbekend).


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

1 komentar:

  1. Saya berdarah (papa sy Zebua) dan isi artikel ini bagus banget ... jelas ... dan runut... terimakash

    BalasHapus