Minggu, 05 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (276): Pahlawan Nasional TB Simatupang; Dari Djogjakarta Bersama Hamengkubuwono IX ke Djakarta

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

TB Simatupang adalah Pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, mengikuti pendidikan militer di Akademi Militer di Bandoeng bersama Abdoel Haris Nasoetion dan AE Kawilarang. Mereka bertiga yang pribumi satu angkatan lulus dengan baik. Namun tidak lama kemudian terjadi pendudukan militer Jepang. Tamat sudah era Pemerintah Hindia Belanda. Pada era perang kemerdekaan ketiga mantan KNIL ini memiliki jabatan strategis dan sangat heroik berjuang. Kolonel TB Simatupang sangat dekat dengan Soeltan Djogjakarta, Hamengkoeboewono IX. Mengapa bisa begitu?.

Letnan Jenderal Tahi Bonar Simatupang (28 Januari 1920 – 1 Januari 1990) adalah seorang tokoh militer di Indonesia. TB Simatupang pernah ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KASAP) setelah Panglima Besar Jenderal Soedirman wafat pada tahun 1950. Ia menjadi KASAP hingga tahun 1953. Jabatan KASAP secara hierarki organisasi pada waktu itu berada di atas Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara dan berada di bawah tanggung jawab Menteri Pertahanan. TB Simatupang meninggal dunia pada tahun 1990 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Pada tanggal 8 November 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada TB Simatupang. Saat ini namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan besar di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikan beliau di pecahan uang logam rupiah baru, pecahan Rp. 500 (Wikipedia).:

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Letnan Jenderal TB Simatupang? Seperti disebut di atas, Soeltan Djogjakarta sangat begitu dekat dengan Kolonel TB Simatupang dan Mojor Jenderal Abdoel Haris Nasoetion di Djogjakarta. Masih di Djogjakarta, satu hal yang dilupakan adalah ajudan Soeltan Djogjakarta Hamengkoeboewono adalah Kapten (Infantri) Karim Lubis; sementara dokter pribadi Jenderal Soedirman adalah Overste (Letnan Kolonel) Dr W Hoetagaloeng. Lho, koq? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (275): Pahlawan-Pahlawan Indonesia Beragama Kristen dan Katolik; Bhinneka Tunggal Ika Perjuangan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Indonesia sangat beragam sejak doeloe. Berbeda pulau berbeda suku bangsa. Demikian juga dalam perjuangan melawan penjajah untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, berbeda agama dan berbeda ideologi. Ada agama Islam, Kristen, Katolik, Hindoe dan sebagainya. Ada yang berfaham Pan-Islam dan ada yang komunis dan ada yang sosialis dan nasionalis. Diantara kelompok-kelompok itu ada yang satu haluan dan ada yang berbeda haluan dengan yang lainnya. Untuk pahlawan Indonesia yang berstatus Pahlawan Nasional hal lain lagi.

Berbedan dengan orang Indonesia yang berjuang, orang asing (Eropa/Belanda) di era kolonial (Pemerintah Hindia Belanda) juga tidak membeda-bedakan suku bangsa dan agama penduduk Indonesia. Bagi Pemerintah Hindia Belanda semua penduduk Indonesia (sebagai subjek) sama saja apakah Islam, Kristen atau pagan. Yang membedakannya di mata pemerintah adalah siapa yang bersedia membangun jembatan dan jalan untuk meningkatkan arus ekonomi penduduk dan lalu lintas perdagangan Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda tidak ada hubungannya dengan agama (Kristen). Hubungan pemerintah (Hindia Belanda) dengan gereja (organisasi agama) terpisah. Namun hubungan pejabat pemerintah Hindia Belanda secara personal cukup dekat karena sama-sama beragama Kristen/Katolik. Meski begitu penduduk yang beragama Kristen/Katolik juga banyak yang turut berjuang untuk mengentaskan kaum penjajah. Jadi perbedaannyua adalah soal perbedaan politik (antara penjajah versus terjajah), bukan perbedaan agama.  

Lantas bagaimana sejarah perjuangan penduduk Indonesia yang beragama Kristen/Katolik, Hindu dan lainnya? Seperti disebut di atas, perjuangan di Indonesia bukan perjuangan antar agama tetapi antara Pemerintah Hindia Belanda (penjajah) dengan penduduk Indonesia beragama dan tidak beragama (terjajah). O. begitu? Iya, memang begitu. Berbeda-beda melawan musuh yang sama (kaum penjajah). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 04 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (273): Pahlawan Indonesia Abdoel Hakim Nasution di Kota Padang;Locoburgemester Walikota Pertama

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hingga tahun 2017 tidak pernah ditulis sejarah Abdoel Hakim. Di lama Wikipedia nama Abdoel Hakim hanya ditulis tiga kalimat sebagai orang yang pernah menjadi Wali Kota Padang. Dari daftar Wali Kota Padang hanya namanya yang ditulis di Wikipedia sangan minim narasi. Lalu saya bertanya-tanya siapa nama Abdoel Hakim? Hasil penelusuran data yang saya lakukan ternyata dia adalah Dr Abdoel Hakim Nasution gelar Soetan Isrinsjah. Abdoel Hakim dalam narasi sejarah Indonesia menjadi ‘anak tiri’. Dr Abdoel Hakim kelahiran Padang Sidempoean satu kelas dan sama-sama lulus tahun 1905 dengan Dr Tjipto Mangoenkoesoemo (yang karir politiknya sebagai ketua NIP cabang Pantai Barat Sumatra). Last but not least. Dr Abdoel Hakim adalah besan dari MH Thamrin. Itulah sejarah Indonesia ada yang sadar tidak sadar mengerdilkan yang lain saat menggelembungkan yang lain. Nasib Abdoel Hakim sama dengan nasib Radjamin Nasution di Soerabaja.

Abdoel Hakim adalah seorang dokter pada era Hindia Belanda. Ia menjadi Wali Kota Padang periode 1947–1949. Sebelumnya, ia pernah menjabat Wakil Wali Kota Padang (Loco-Burgemeester Padang) pada masa pemerintahan Hindia Belanda periode 1931–1942. Ia tercatat sebagai pembina Kongres Jong Sumatranen Bond di Padang. Lulus dari Sekolah Dokter Djawa pada 1905, Abdoel Hakim pertama kali ditempatkan di Padang Sidempuan, kampung kelahirannya. Pada 1910, ia dipindahkan ke Binjai. Lalu, ia sempat bertugas di Tanjung Pura. Kariernya di Sumatra Barat dimulai pada 1919. Ia ditugaskan untuk mengepalai dinas kesehatan setempat. Pada 1921, ia terpilih sebagai anggota Dewan Kota (Gemeenteraad) Padang. Ia terus terpilih sebagai anggota dewan hingga 1942 (kecuali dari tahun 1934 sampai 1938 karena cuti). Freek Colombijn mencatat perannya sangat penting karena kepribadiannya disukai oleh para anggota dewan dari kalangan orang Eropa sehingga mereka menjadi lebih bersedia untuk mendengar anggota dewan pribumi. Pada 1923, ia sempat dipindahkan ke Boyolali dan Labuhan Deli. Setahun berikutnya, ia kembali ditugaskan ke Padang sebagai kepala dinas kesehatan Padangsche Benedenlanden. Pada 1931, ia diangkat sebagai Wakil Wali Kota Padang karena wakil yang sebelumnya mengundurkan diri. Ia memegang jabatan ini sampai tahun 1942, ketika Jepang menduduki Sumatra Barat. Saat Agresi Militer Belanda I, Abdoel Hakim dilantik oleh Belanda untuk menjadi Wali Kota Padang mengisi kekosongan pimpinan setelah tertembaknya Wali Kota Bagindo Aziz Chan pada 19 Juli 1947. Sebagai wali kota, ia mendukung negara Indonesia federal. (Wikipedia).:

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Dr Abdoel Hakim Nasution? Seperti disebut di atas, Dr Abdoel Hakim bukanlah orang biasa, tetapi pelaku sejarah yang intens memperjuangkan rakyat. Anaknya Mr Egon Hakim yang menculik (dan menyembunyikannya) Ir Soekarno saat mau dievakuasi Belanda di Padang ke Australia saat awal penduduk militer Jepang. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (272): Pahlawan-Pahlawan Indonesia Memulai Politik Dewan Kota; Onderafdeeling Padang Sidempoean

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pahlawan-pahlawan Indonesia berasal dari banyak jalur. Ada jalur politik sejak era VOC dan juga ada lewat jalur pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia (kesehatan, pendidikan dan jurnalistik). Ada yang mengangkat senjata dan ada pula yang menulis dengan pena yang tajam. Ada yang cooperative dan ada yang non-cooperative. Segi demografi ada yang muda dan ada yang tua, tentu saja ada yang mewakili perempuan. Mereka berjuang untuk negeri dan penduduknya. Salah satu jalur politik adalah melalui dewan, seperti dewan di daerah (gemeente atau gewest) maupun di dewan pusat (Volksraad).

Dewan kotamadya (Gemeenteraad) adalah sejumlah wakil warga kota yang dipilih dalam sebuah kotamadya. Badan ini mengawasi manajemen sehari-hari kota yang dipimpin oleh Wali Kota. Seorang anggota dewan kota harus berusia minimal 18 tahun. Di Amsterdam dan Rotterdam, selain dewan kota, ada juga komite administratif sebagai bagian dari perwakilan rakyat di distrik kota. Antwerpen memiliki distrik dengan dewan distrik terpilih mereka sendiri. Dewan Kota di Indonesia (baca: Hindia Belanda) merujuk pada dewan kota di Belanda (Wikipedia). Dewan Kota ini justru dimulai pertama di Medan. Lalu dalam perkembangannya diadopsi pemerintah (Gubernur Jenderal) sejak 1901 untuk di Batavia kemudian menyusul di Soerabaja dan demikian seterusnya hingga banyak kota-kota di wilayah Hindia Belanda. Dewan Kota (gemeenteraad) ini awalnya dipimpin oleh Residen/Asisten Residen dan baru sejak 1918 diangkat secara definitif Wali Kota (Burgemeester) dan kemudian juga diperkenalkan wakil wali kota (Locoburgemeester). Anggota dewan kota yang senior disebut Wethouder. Salah satu wethouder ini yang dapat diangkat sebagai wakil wali kota (Aldeman).:

Lantas bagaimana sejarah pahlawan-pahlawan Indonesia yang berasal dari dewan kota? Seperti disebut di atas, mereka ini muncul seiring dengan perkembangan pembentukan kotamadya (Gemeente) dan pembentukan dewan kota (Gemeenteraad). Disamping itu juga mulai dibentuk dewan daerah (gewest). Dewan daerah terkecil yang pernah ada hanya setingkat onderafdeeeling terdapat di Padang Sidempoan. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 03 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (271): Pahlawan Indonesia Assaat; Presiden RIS Soekarno di Djakarta, Presiden RI Assaat di Jogjakarta

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada satu masa dimana dua Republiken sama-sama menjabat Presiden pada waktu yang sama. Ir Soekarno sebagai Presiden RIS (Republik Indonesia Serikat) dan Mr Assaat sebagai Presiden RI (Republik Indonesia). Mengapa bisa begitu? Nah, itu dia. Orang Indonesia saat itu terbelah. Sebagian pemimpin Indonesia ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia dan sebagian yang lain tetap ingin Republik Indonesia eksis. Semua itu karena pecah belah Belanda (NICA). Ir Soekarno dan Drs Mohammad Hatta sempat sebentar ‘mengingkari’ Republik Indonesia dan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS. Para Republiken sejati di Jogjakarta ogah bersentuhan dengan negara-negara federal (yang memisahkan diri dari Republik Indonesia). Oleh karena itu untu tetap mempertahankan eksistensi Republik Indonesia di Djogjakarta dibentuk pemerintahan Republik Indonesia (RI) yang mana Presidennya Mr Assaat, Perdana Menteri Dr Abdoel Halim dan Wakil Perdana Menteri Abdoek Hakim Harahap.

Assaat gelar Datuk Mudo (18 September 1904 – 16 Juni 1976) adalah seorang politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta. Ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Indonesia. Assaat menikah dengan Roesiah dari Sungai Puar, Agam di Rumah Gadang Kapalo Koto pada tanggal 12 Juni 1949. Dari pernikahan ini ia dikaruniai dua orang putra dan seorang putri. Assaat belajar di Perguruan Adabiah dan MULO Padang, selanjutnya ke School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) Batavia. Merasa tidak cocok menjadi seorang dokter, dia keluar dari STOVIA dan melanjutkan ke AMS. Dari AMS, Assaat melanjutkan studinya ke Rechtshoogeschool te Batavia. Ketika menjadi mahasiswa RHS, ia memulai berkecimpung dalam gerakan kebangsaan, dalam gerakan pemuda dan politik. Saat itu Assaat giat dalam organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond. Karier politiknya makin menanjak dan berhasil menjadi Pengurus Besar Perhimpunan Pemuda Indonesia. Ketika Perhimpunan Pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam Indonesia Muda ia terpilih menjadi Bendahara Komisaris Besar Indonesia Muda. Dalam kedudukannya sebagai mahasiswa, Assaat masuk ke kancah politik dengan bergabung dalam Partai Indonesia atau Partindo. Dalam partai ini, Assaat bergabung dengan pemimpin Partindo, seperti Adenan Kapau Gani, Adam Malik, Amir Sjarifoeddin dan beberapa tokoh lainnya. Kegiatannya di bidang politik pergerakan kebangsaan, diketahui oleh pengajar dan pihak Belanda, sehingga dia tidak diluluskan walau sudah beberapa kali mengikuti ujian akhir. Tersinggung atas perlakuan itu, dia memutuskan meninggalkan Indonesia pergi ke Belanda. Di Belanda dia memperoleh gelar Meester in de Rechten (Mr) atau Sarjana Hukum. Sebagai seorang non-kooperator terhadap penjajah Belanda, sekembalinya ke tanah air pada tahun 1939 Assaat berpraktik sebagai advokat hingga masuknya Jepang pada tahun 1942. Di zaman Jepang ia diangkat sebagai Camat Gambir, kemudian Wedana Mangga Besar di Jakarta (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Mr Assaat? Seperti disebut di atas, Mr Assaat adalah Presiden Republik Indonesia pada saat yang sama Ir Soekarno sebagai Presiden RIS (Republik Indonesia). Memang ada bedanya? Nah, itu dia. Lalu bagaimana sejarah Mr Assaat? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (270): Pahlawan-Pahlawan di Seluruh Negeri; Orang-Orang Indonesia Terkemuka di Era Hindia Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada era Pemerintah Hindia Belanda tidak belumlah ada presiden dan menteri. Semua pemimpin tertinggi dalam Pemerintah Hindia Belanda dijabat oleh orang-orang Belanda. Kedudukan tertinggi yang dapat dicapai oleh orang pribumi adalah anggota dewan pusat (Volksraad) karena terbilang anggota Volksraad adalah penerima gaji tertinggi. Jabatan tinggi lainnya yang dapat dicapai orang pribumi adalah pangkat majoor (militer), kepala sekolah (sekolah guru). Disamping itu ada beberapa pengecualian satu dua orang sebagai dekan fakultas dan wakil wali kota (locoburgemeester).

Pada era pendudukan militer Jepang (1942-1945) pernah didata orang-orang Indonesia terkemuka di seluruh Indonesia. Hasil pendataan itu diterbitkan dalam bentuk buku yang berjudul Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa’ (Gunseikanbu, 1944), Buku ini menjadi pedoman pemerintah dan juga didistribusikan kepada sejumlah lembaga dan orang penting. Dalam buku ini disarikan riwayat orang terkemuka tersebut seperti nama dan gelar, tempat dan tangga;l lahir, pendidikan, jabatan yang pernah diduduki dan hasil karya utama yang dianggap penting. Buku ini menjadi sangat penting pada masa ini sebagai sumber data sekunder dalam penulisan sejarah Indonesia. Pada era Pemerintah Hindia Belanda buku semacam ini tidak pernah ada kecuali daftar alumni dan sebagainya. Namun demikian pada era Pemerintah Hindia Belanda setiap tahun terbit buku Almanak (Regering) yang berisi tentang struktur pemerintah dan nama-nama pejabat termasuk pejabat lokal (sejak kapan menjabat). Buku ini juga menjadi register yang baik yang dapat dijadikan sumber sekunder dalam penulisan sejarah Indonesia. Pada era VOC hal serupa ini tidak ditemukan, hanya tersedian dalam bentuk catatan harian (daghregister) di Kasteel Batavia yang juga dapat digunakan sebagai sumber sekunder dalam penulisan sejarah Indonesia.

Lantas bagaimana sejarah orang-orang Indonesia (baca: pribumi) terkemuka pada era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, sumbernya dapat dilacak pada berbagai media seperti surat kabar, majalah dan buku-buku register seperti Alamak (Regering) yang dapat dikombinakan dengan buku tentang orang-orang Indonesia terkemuka pada masa pendudukan militer Jepang. Lalu bagaimana sejarah orang-orang terkemuka Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.