*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Palembang dalam blog ini Klik Disini
Baru-baru ini budayawan Ridwan Saidi membuat penyataan yang kontroversi: ‘Kerajaan Sriwijaya adalah fiktif’. Ridwan Saidi bersikukuh kesimpulan itu berdasarkan analisis yang dilakukannya bertahun-tahun. Tentu saja banyak yang terperanjat, sebab penemuan kerajaan Sriwijaya sudah paten bahkan sejak era Pemerintahan Hindia Belanda. Budayawan Vebri Lintani akan melaporkan Ridwan Saidi. Vebri Lintani membantah keras pernyataan Ridwan Saidi, Vebri Lintani meminta Ridwan membuktikan pernyataannya.
Baru-baru ini budayawan Ridwan Saidi membuat penyataan yang kontroversi: ‘Kerajaan Sriwijaya adalah fiktif’. Ridwan Saidi bersikukuh kesimpulan itu berdasarkan analisis yang dilakukannya bertahun-tahun. Tentu saja banyak yang terperanjat, sebab penemuan kerajaan Sriwijaya sudah paten bahkan sejak era Pemerintahan Hindia Belanda. Budayawan Vebri Lintani akan melaporkan Ridwan Saidi. Vebri Lintani membantah keras pernyataan Ridwan Saidi, Vebri Lintani meminta Ridwan membuktikan pernyataannya.
Petunjuk S Beal (1887) dan candi Padang Lawas (1920) |
.
Apakah Ridwan Saidi dan Vebri
Lintani memiliki kapasitas untuk urusan teliti meneliti? Artikel ini tidak
dalam konteks itu. Akan tetapi lebih pada seluk beluk penemuan awal situs-situs
kuno tersebut oleh para pemerhati dan peneliti. Penemuan awal ini kemudian kita
ketahui menjadi jalan bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mendalami,
mendefinisikan, menganalisis dan tentu saja merekonstruksi kembali situs-situs
tersebut.
Sumber utama yang digunakan dalam
artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena
sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*
Petunjuk Samuel Biel: Kerajaan Besar
Berlokasi di Moesi
Hingga tahun 1920 tidak
ada sedikit pun tercetus nama Sriwijaya. Memori kolektif warga Palembang kosong
soal adanya Sriwijaya. Pendapat umum di Hindia Belanda, soal kekaisaran di
nusantara selalu menganggap Sumatra berada di belakang Jawa. Penemuan candi
Borobudur oleh Raffles tahun 1814 telah menghipnotis orang-orang Belanda bahwa
peradaban dan kekaisan agung di jaman kuno hanya ada di Jawa: Madjapahit.
Penemuan candi di Padang Lawas,
Tapanoeli tahun 1843 juga tidak digubris. Padahal yang menemukan dan melaporkan
pertama kali adalah seorang geolog terkenal Jung Huhn. Meski, lukisan candi
Padang Lawas sudah dipublikasikan oleh pelukis terkenal Rosenberg (1857) tetap
tidak mendapat perhatian. Konsentrasi orang-orang Belanda hanya tertuju di Jawa
(khususnya Borobudur dan Prambanan).
Seorang peneliti Inggris,
S. Beal menemukan arah suatu kekaisaran besar yang letaknya menuju sungai Moesi
dimana kota Palembang berada. S. Beal adalah Sinoolog yang telah lama melakukan
riset di Tiongkok. Kegundahan S. Beal memberanikan diri untuk menyurati lembaga
ilmu pengetahuan (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen) di
Batavia pada tahun 1887. Dalam suratnya, Beal menyatakan bahwa ia sampai pada
kesimpulan bahwa sebuah kota Hindu yang besar pastilah berada di lokasi
Palembang yang sekarang. Dalam surat itu juga Beal bertanya apakah Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen tertarik untuk memulai penyelidikan di
ibukota Palembang untuk menyelidiki kemungkinan sisa-sisa pusat yang kekaisaran
yang kuat tersebut.
Wakil Presiden van den Raad van
Indie yang juga anggota Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, WP
Groenevelt menjawab surat dan dalam surat tersebut WP Groenevelt menyangkal dan
menganggap hipotesis Beal tidak masuk akal dan karena itu lembaga ilmu
pengetahuan tertinggi di Batavia tersebut tidak memiliki alasan untuk
mengabulkan permintaannya.
Bataviaasch Genootschap
van Kunsten en Wetenschappen di Batavia telah membuat keputusan yang sangat keliru.
Pada tahun 1920 Mr LC Westenenk, Residen Palembang mengumumkan penemuannnya di
Bukit Sigoentang menemukan puing-puing patung Buddha yang bertarih 684 M (lihat
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-11-1920).
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 19-11-1920: ‘Residen Westenenk mengumumkan kemarin menemukan
dimana Palembang memiliki inscriptie (tulisan kuno) Hindoe sebanyak tujuh belas
catatan dan tidak rusak. Tulisan kuno ini menunjukkan kemiripan yang sangat
besar dengan tulisan di Kota Kapoar di Banka dan karena itu mungkin sudah
berusia lebih dari sepuluh abad. Ini adalah prasasti Hindoe Melayu pertama yang
ditemukan di Sumatera Selatan’.
Batavia geger. Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen kecolongan. Berbagai media (bahkan
juga media di Belanda) menyindir kita kehilangan waktu 30 tahun studi untuk memperluas
pengetahuan kita tentang Sriwidjaja.
Disebut kehilangan waktu 30 tahun karena S Beal pada tahun 1887 telah mendorong
peneliti-peneliti untuk melakukan penyelidikan di Palembang. Sindiran ini seakan
mencemooh bahwa kembali Inggris selalu lebih maju selangkah di depan dari
Belanda.
Mr LC Westenenk (Residen Palembang 14
Mei 1920 - 25 Mei 1921), bukanlah seorang peneliti apalagi bukan seorang
arkeolog. Mr LC Westenenk hanyalah pejabat pemerintah yang memiliki perhatian
terhadap perihal kepurbakalan. Media menyindiri mungkin untuk mengolok-olok
dimana berada para peneliti dan para arkelolog Belanda selama ini. Peneliti
terkenal Inggris S Beal telah diabaikan oleh peneliti Belanda dan temuan Mr LC
Westenenk seorang awam justru membuat gempar dunia ilmu pengetahuan Belanda.
Dalam hal ini head to head peneliti Belanda kalah cepat dibandingkan Inggris.
Surat S Beal itu sesungguhnya
telah menjadi isu di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, namun
entah bagaimana surat S Beal ini kembali masuk laci. Pembicaraan surat S Beal
baru intens setelah Mr LC Westenenk melaporkan penemuannya (1920).
Uniknya, setelah
penemuan Mr LC Westenenk, peneliti-peneliti Belanda tidak hanya memulai langkah
untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut temuan awal Mr LC Westenenk tetapi
juga laporan Jung Huhn tahun 1843 tentang keberadaan candi di Padang Lawas
dibuka kembali dan dibicarakan serius. Area percandian di Padang Lawas sangat luas
yang berpusat di (kampong) Binanga (pertemuan sungau Batang Pane dengan sungai
Baroemoen) dan kampong Pertibie (sungai Batang Pane). Nama-nama Binanga
(Minanga); Pane (Panai), Baroemoen (aroe=sungai) dan Pertibie (Pritivi=dunia)
diduga kuat berasal dari India.
Langkah inilah yang
kemudian memunculkan gagasan pendirian Pusat Kepurbakalan di Palembang (bukan
di Jawa). Pusat kepurbakalaan ini akan menjadi pusat kajian dalam penyelidikan
lebih lanjut situs-situs tua di Palembang, Bangka, Padang Lawas dan berbagai tempat
dimana akan ditemukan situs baru di Sumatra. Orang yang ditempatkan di pusat
kepurbakalaan yang baru ini adalah seorang arkeolog bernama FM
Schnitger.
Puluhan titik lokasi candi di Padang Lawas |
Simangambat, Pertibi dan Binanga (Peta 1919) |
Pada tahun 1935, Schnitger seorang arkeolog melakukan beberapa minggu
penelitian di Palembang (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 16-02-1935).
Disebutkan Schnitger menemukan artefak dan candi-candi yang berasal dari abad
ke-13 dan 14.
Candi Simangambat |
Laporan FM Schnitger
tersebut kemudian diterbitkan dalam bentuk brosur 38 halaman 'Oudheidkundige
Vondsten in Palembang' oleh penerbit EJ Brill, Leiden. 1936. Isi laporan
tersebut hasilnya sangat menggemparkan: 'Candi (Hindu) Simangambat adalah candi
tertua di Sumatra dan candi yang mendahului pembangunan candi (Budha) Borobudur
di Jawa Tengah'.
Isi laporan Schnitger, 1935: Simangambat abad ke-8 |
Para Ahli Sriwijaya
Samuel Beal adalah orang
pertama yang dapat dimasukkan pada jajaran para peneliti Sriwijaya. Samuel Beal
adalah orang pertama yang meyakini, meski belum menyebut Sriwijaya, ada suatu
kerajaan besar yang (pernah) beribukota di Palembang. Keyakinan itu
diteruskannya dengan mengirim surat ke lembaga ilmu pengetahuai Hindia Belanda
di Batavia tahun 1887.
Samuel Beal bukanlah orang
sembarangan. Samuel Beal adalah seorang sarjana Inggris yang kompeten. Samuel
Beal lahir di Devonport, Devon, Britania pada tanggal 27 November 1825. Samuel
Beal memperoleh gelar sarjana dari Trinity College, Cambridge pada tahun 1847.
Sebelum menjadi kapten kapal laut Inggris, Samuel Beal adalah pejabat perguruan
tinggi. Setelah bertugas di China dan pensiun dari angkatan laut Inggris tahun
1877, Samuel Beal kemudian diangkat sebagai Professor of Chinese di University
College, London. Samuel Beal pernah menjadi rektor di Falstone, Northumberland
1877–80 dan rektor di Wark, Northumberland sejak 1880. Saat menjadi rektor
inilah Samuel Beal mengirim surat tentang kerajaan besar (Sriwijaya) ke lembaga
ilmu pengetahuan di Batavia tahun 1887. Dua tahun sebelum menulis surat ke
Batavia ini tahun 1885i, Samuel Beal telah mendapat penghargaan DCL (Durham) sebagai
pengakuan terhadap hasil penelitiannya tentang Chinese Buddhism. Samueal Beal seorang
yang memiliki reputasi dan telah menghasilkan banyak karya terutama terkait
dengan Chinese Buddhists di India dari abad kelima hingga abad ketujuh. Bukunya
tentang Buddhism telah menjadi buku referensi para ahli. Samuel Beal meninggal
pada tanggal 20 August 1889 di Greens Norton, Northamptonshire, Britania.
Orang kedua yang dapat
dimasukkan sebagai peneliti sejarah Sriwijaya adalah Mr LC Westenenk, sebab
dialah yang kali pertama menemukan bukti-bukti awal tentang keberadaan sejarah
Sriwijaya. Louis Constant Westenenk adalah seorang sarjana Indologi, lulusan
Delf. Sebagai sarjana Indologi yang menjadi pejabat Hindia Belanda, tentu saja
dia telah memhami metologi riset dan sangat tertarik tentang sejarah awal
Hindia Belanda lebih-lebih dirinya adalah putra daerah (Hindia Belanda)
kelahiran Semarang. Setelah penemuan awalnya tahunn 1920 tentang bukti
Sriwijaya di Palembang, Mr LC Westenenk pada tahun 1922 telah menerbitkan
laporan tentang aksara Rencong (Kerinci).
Mr LC Westenenk memiliki keberanian
dan banyak kepandaian. Mr LC Westenenk menguasai sejumlah bahasa nusantara
diantara bahasa Kerinci dan bahasa Minangkabau. Mr LC Westenenk diduga memhami
bahasa Armenia (masih masuk wilayah Turki) karena pernah menjadi perwakilan
Belanda di Armenia sebelum menjadi Residen di Palembang. Mr LC Westenenk,
selain karya aksara Rencong juga menghasilkan
sejumlah karya lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar