*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Tangerang adalah salah satu wilayah yang catatan sejarahnya terang benderang. Cukup banyak data tertulis yang bisa diakses pada masa ini. Demikian juga sejarah terbentuknya kota Tangerang, datanya cukup tersedia yang dapat diurutkan secara kronologis. Begitu kayanya data sejarah wilayah Tangerang dan kota Tangerang, kita pada masa ini tidak perlu lagi menggunakan cerita rakyat atau hikayat. Demikian juga soal analisis, penulis-penulis Belanda juga telah melakukan analisis-analisi awal yang dapat meningkatkan pemahaman kita terhadap data yang ada.
Sejarah Tangerang adalah salah satu wilayah yang catatan sejarahnya terang benderang. Cukup banyak data tertulis yang bisa diakses pada masa ini. Demikian juga sejarah terbentuknya kota Tangerang, datanya cukup tersedia yang dapat diurutkan secara kronologis. Begitu kayanya data sejarah wilayah Tangerang dan kota Tangerang, kita pada masa ini tidak perlu lagi menggunakan cerita rakyat atau hikayat. Demikian juga soal analisis, penulis-penulis Belanda juga telah melakukan analisis-analisi awal yang dapat meningkatkan pemahaman kita terhadap data yang ada.
Tangerang: dari tempo doeloe hingga masa kini |
Artikel ini berisi susunan kronologis yang memuat
sari sejarah Tangerang dan kota Tangerang. Sejarah Tangerang dan kota Tangerang dalam
kronoligi ini hanya mendaftar hal yang penting-penting saja. Penting dalam
mendukung kronologis sejarah yang lengkap (bersifat kontinu). Untuk itu mari
kita mulai dari nama Tangerang sendiri.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Nama Tangerang Kali Pertama Dicatat Joao de Barros (1527)
Nama Tangerang sudah ada sejak lama, bahkan
sebelum terbentuknya Kerajaan Jacarta dan Kesultanan Banten. Ini merujuk pada
laporan seorang Portugis, Joao de Barros di dalam laporannya (1527) yang
menyebutkan di pantai utara Jawa terdapat tujuh pelabuhan penting, yakni:
Chiamo, Xacatara, Caravam, Tangaram, Cheguide, Pondang dan Bantam.
Penulis-penulis geografi Belanda mengidentifikasi Chiamo sebagai Tjimanoek (Indramajoe),
Xacatara sebagai Jacatra, Caravam sebagai Karawang, Tangaram sebagai Tangerang,
Cheguide (Tjikande), Pondang (Pontang) dan Bantam (lihat Tijdschrift van het
Aardrijkskundig Genootschap, 1906, 01-01-1906).
Peta-peta
awal tentang Hindia Timur dibuat olej orang-orang Portugis. Peta-peta Portugis
masih tampak sederhana seperti peta tertua tahun 1525. Pada peta yang dibuat
oleh ekspedisi Cornelis de Houtman (1595-1597) yang diterbitkan tahun 1598 peta
Sumatra dan peta Jawa sudah lebih detail tentang nama-nama tempat di pantai.
Peta ini merupakan peta tertua yang dibuat oleh Belanda. Peta 1524 (Portugis).
Peta-peta ini terus diperbarui dengan bertambahnya ekspedisi-ekspedisi yang
dilakukan oleh VOC/Belanda.
Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1906 |
Pada saat kedatangan ekpedisi pelaut/pedagang
Belanda (1595-1597), dalam laporan pemimpin ekspedisi Houtman tidak menyebut
nama-nama tersebut kecuali pelabuhan Banten dan Soenda Kalapa (lihat Journael
vande reyse der Hollandtsche schepen ghedaen in Oost Indien, haer coersen,
strecking hen ende vreemde avontueren die haer bejegent zijn, seer vlijtich van
tijt tot tijt aengeteeckent, ...1598). Banten dan Soenda Kalapa saat itu sudah
menjadi pelabuhan penting dari dua kerajaan (Banten dan Jacatra). Batas antara
dua kerajaan ini berada pada titik (demarkasi) di pulau Oentoeng Djawa
(Belanda: Ontong Java) dan sungai Tangerang/sungai Tjisadane.
Sumatra (Peta 1598) |
Sejak itu, orang-orang Belanda dengan intens
memetakan secara detail setiap sisi dan sudut geografis. Peta-peta tersebut
berbeda dengan yang kita lihat sekarang melalui googlemap. Satu sudut geografis
yang penting yang telah dipetakan oleh orang Belanda/VOC adalah wilayah sekitar
pulau Ontong Java dan muara sungai Tangerang. Sebagaimana diketahui sejak 1667 muncul
kebijakan baru VOC/Belanda untuk menjadikan penduduk sebagai subjek.
Indoneis (Peta 1619) |
Muara sungai Tangerang berada di dalam sebuah
teluk, dimana di dalam teluk digambarkan terdapat sejumlah pulau-pulai sedimem.
Kampong Moera ini pada masa ini terkesan berada di daratan (pedalaman), tetapi
pada masa lampau lokasinya berada di pantai. Peta muara sungai Tangerang ini
pada peta termuda (1690) masih relatif sama dengan gambaran peta-peta
terdahulu. Tiga kampong yang teridentifikasi di teluk ini adalah kampong Moera
di muara sungai yang diduga dihuni orang-orang Tionghoa. Di sepanjang pantai ke
arah timur, kampong kedua adalah kampong Malajoe (diduga perkampungan orang
Melayu) dan kampong yang ke arah timurnya lagi adalah kampong Tegal Angoes
(yang diduga dihuni oleh orang Jawa). Satu informasi penting dari Peta 1690 ini
adalah sungai yang mengarah ke utara adalah cabang sungai Tangerang (spruit
Tangerang). Peta 1619
Palisade (benteng) Tangerang, 1701 |
Cornelis Snock yang memulai eksploitasi dan
okupasi di daerah aliran sungai Tangerang menyadari hubungan VOC/Belanda dengan
Kesultanan Banten yang pasang surut, untuk menjaga keberadaannya dan para
pekerja membangun palisade yang terbuat dari kayu dan bambu. Kelak palisade ini
dibangun permanen yang kemudian dikenal sebagai benteng (fort) Tangerang (cikal
bakal kota Tangerang).
Peta 1690 |
Pulau Ontong Java (Peta 1700) |
Sultan Tirtajasa membangun kekuatan dengan
berkolaborasi dengan Inggris dan Denmark. Sultan Titajasa ingin kembali ke
kraton dan hubungan antara Inggris dan Belanda juga tidak kondusif. Akhirnya
kraton Banten dapat diduduki 1680. Sang anak (Sultan Hadji) tersingkir. Saat
inilah Sultan Hadji melalui penasehatnya orang Belanda (Cardeel) meminta
bantaun Belanda/VOC di Batavia. Namun pasukan yang dikirim dari Batavia yang
dipimpin Kapitain Jonker gagal dan terbunuh. Anakbuahnya yang masih hidup
ditawan, termasuk Letnan Moody.
Kampong Baroe, Tangerang, 1706 |
Sejak selesainya kanal Mookervaart pada tahun
1687 dan situasi dan kondisi keamanan yang semakin kondusif di district
Tangerang (yang sudah diperluas hingga batas sungai Tjikande), maka
pedagang-pedagang Eropa/Belanda semakin banyak yang membuka lahan dari benteng
Tangerang hingga ke sisi barat sungai dan ke daerah hulu sungai
Tjisadane/sungai Tangerang hingga ke Serpong. Untuk mendukung keamanan yang
prima, VOC/Belanda meningkatkan benteng Tangerang tahun 1695 dan juga membangun
benteng baru di Sampoera (Serpong). Adanya benteng Sampoera di Serpong,
pedagang VOC/Belanda juga semakin jauh membuka lahan hingga Tjiampea.
Peta 1724 |
Lalu lintas Batavia-Tangerang menjadi terpusat di
kanal Mookervaart. Lalu lintas via sungai Tjisadane/sungai Tangerang semakin
sepi. Hal ini karena sungai Tangerang/sungai Tjisadane di hilir telah mengalami
pendangkalan (dampak letusan gunung Salak) Lebih-lebih muara sungai telah
bergeser dari kampong Moeara (lama) ke arah timur, yang lebih dekat dengan
pulau Onrust (jalur sungai ini membentuk jalur utama sungai Tangerang;
sedangkan jalur yang kearah utara menjadi cabang sungai atau spruit). Persoalan
yang muncul adalah navigasi pelayaran sungai menjadi semakin jauh (antara
pantai dan benteng Tangerang).
Gambaran masa kini |
Pada satu sisi jalur pelayaran ke Batavia (atau
sebaliknya), kanal Mookervaart semakin berkembang, pada sisi lain jalur
pelayaran ke Batavia melalui sungai, via kampong Moeara (baru) semakin sepi.
Pada dua sisi jalur kanal Mookervaart berkembang land-land baru yang dimiliki
oleh orang Eropa. Sedangkan pada sisi selatan hilir sungai Tangerang hingga
kampong Moeara (baru) berkembang pemukiman-pemukiman baru pribumi. Mengapa sisi
selatan hal itu karena di hilir sungai Tangerang hanya sisi selatan yang
terbilang kering, sedangkan sisi utara yang merupakan delta bersifat basah dan
kerap mengalami banjir.
Kampong-kampong
yang berkembang di sisi selatan hilir sungai Tangerang, selain kampong
Teloknaga, kampong Malajoe dan kampong Tagal Angoes, juga muncul perkampongan
baru seperti kampong Lemo, kampong Moeara (baru) dan kampong Pangkalan dan sebagainya.
Jalur navigasi sungai di sepanjang hilir sungai Tangerang ini terus berkembang
(utamanya bagi orang-orang Tionghoa dan pribumi).
Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan orang Cina
terutama di Batavia. Pemerintah VOC melakukan perang frontal yang justru
mengarah kepada genosida. Lebih dari 10.000 orang Cina terbunuh. Perlawanan
orang Cina tidak hanya di Batavia, tetapi juga di Bekasi dan Tangerang,
Mereka
ini adalah imigran dari Tiongkok yang didatangkan oleh para pedagang VOC dalam
industri gula. Sementara itu orang-orang Tionghoa sudah ada sejak lama. Orang-orang
Tionghoa bahkan sudah ada yang membuka kampong di dekat Depok (kini dikenal
sebagai Pondok Cina).
Berdasarkan catatan harian Kasteel batavia,
Orang-orang Cina yang berada di Batavia yang masih selamat dari kejaran militer
VOC/Belanda banyak yang melarikan diri ke Tangerang. Mereka ini mengumpul di
Kadaoeng (kini berada di kecamatan Neglasari, Tangerang) dan Moeara (de Qual).
Mereka yang berada di daerah aliran sungai Tangerang ini tidak lagi ‘diburu’
oleh militer tetapi hanya dilokalisir dan diawasi. Mereka yang mengumpul di
Kadaoeng diduga orang-orang Tionghoa yang berada di Tangerang sedangkan yang
mengumpul di Moeara de Qual (kini desa Muara) diduga yang melarikan diri dengan
perahu dari Batavia. Para imigran Cina yang terus menetap (tidak kembali ke
Tiongkok) diduga kemudian berbaur dengan orang-orang Tionghoa yang berada di
daerah aliran sungai Tangerang. Populasi orang-orang Tionghoa di daerah aliran
sungai menjadi bertambah.
Muara (Teluknaga), Kedaung (Neglasari) dan Tangerang |
Setelah tragedi 1740, pemerintah VOC/Belanda
mulai memulihkan situasi dan kondisi orang-orang Tionghoa. Orang-orang Tionghoa
di daerah aliran sungai Tangerang dipusatkan di sekitar benteng Tangerang.
Untuk memudahkan pengawasan terhadap mereka, pemerintah VOC membuat kebijakan
bahwa orang-orang Tionghoa dikumpulkan dalam satu perkampongan yang khusus di
Tangerang. Perkampongan ini berada di sebelah selatan benteng Tangerang.
Sementara area pemukiman orang-orang Eropa.Belanda berada di sekitar benteng.
Perkampongan (kampement) orang-orang Tionghoa ini menempati kampong Baroe
(kampong yang sudah sejak lama ditempati oleh orang-orang Sulawesi seperti dari
Makassar.
Pada
era pemerintah Hindia Belanda para pemilik land mulai diizinkan untuk membangun
pasar. Pemilik land Tangerang membangun pasar di dekat kampement Tionghoa.
Pasar inilah yang kemudian menjadi pasar Tangerang (masih eksis hingga ini
hari).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar