*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Di Jakarta, dekat Monas terdapat satu kawasan (area) yang disebut Pacenongan. Kawasan Pacenongan ini berpusat di Jalan Pacenongan. Dengan memperhatikan namanya, kawasan ini dapat dibilang sebagai kawasan tertua di Indonesia. Kawasan ini awalnya disebut kawasan para Pembunuh (Moordenaars), namun dalam perkembangannya diperhalus menjadi hanya Pacenongan. Apa arti pacenongan? Kita lihat nanti.
Di Jakarta, dekat Monas terdapat satu kawasan (area) yang disebut Pacenongan. Kawasan Pacenongan ini berpusat di Jalan Pacenongan. Dengan memperhatikan namanya, kawasan ini dapat dibilang sebagai kawasan tertua di Indonesia. Kawasan ini awalnya disebut kawasan para Pembunuh (Moordenaars), namun dalam perkembangannya diperhalus menjadi hanya Pacenongan. Apa arti pacenongan? Kita lihat nanti.
Javasche courant, 21-08-1841 |
Tentu saja sejauh ini sejarah Pacenongan belum
pernah ditulis. Oleh karena di Pacenongan tempo doeloe terdapat situs-situs
penting dan kejadian-kejadian penting, maka oada ini hari perlu kiranya
didokumentasikan kembali agar tidak gagal paham tentang Kawsan Pacenongan.
Untuk memahami sejarah Paconangan lebih jauh, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.
Gang Patjenongan (Foto udara, 1943) |
Moordenaarslaan dan Chinezenmoord, 1740
Kawasan Pacenongan pada masa ini, dulunya masih berupa jalan setapak
(jalan kampong) antara kanal (kini jalan Juanda) dengan jalan Prinsenlaan (kini
jalan Mangga Besar). Jalan setapak ini melintasi kebun-kebun dan sawah-sawah
luas. Sawah yang luas itu diantaranya sawah besar (yang kini menjadi
area/kawasan Sawah Besar. Jalan setapak ini belum terindentifikasi pada Peta
1740 (era VOC/Belanda). Jalan setapak ini paling tidak sudah terindentifikasi
pada 1824 (era Pemerintah/Hindia Belanda).
Molenvlietlaan (kini jalan Hayam Wuruk/Gajah Mada) adalah jalan kuno yang
sudah terbentuk sejak era Pakwan/Padjadjaran.Pasca serangan Metaram ke Kasteel
Batavia tahun 1629 dibangun dua benteng terjauh ke arah hulu di sisi barat
sungai Tjiliwong )fort Noordwijk) dan di sisi timur sungai Krokot (fort Riswjik).
Pada tahun 1640 dibangun kanal untuk pengendali banjir di kota (Stad Batavia) antara
dua benteng (kini kanal di sisi jalan Juanda). Pada tahun 1650an kanal dibangun
dari fort Riswijk ke kota sejajar dengan jalan kuno yang kemudian disebut jalan
Molenviliet. Kanal ini juga difungsikan untuk sumber irigasi (dalam pencetakan sawah
baru). Jalan Prinsenlaan sendiri dibangun pada awal pendudukan Jacatra oleh
VOC/Belanda (setelah 1619). Setelah terbentuknya jalan di sisi kanal (jalan
Juanda sekarang) lalu kemudian muncul jalan setapak yang kelak disebut Gang
Patjenongan. Wilayah sebelah selatan kanal kerap disebut wilayah Roswijk
sedangkan wilayah sebelah sebelah utara sebagai wilayah Noordwijk. Rijswijk,
1775.
Pemerintah Hindia Belanda menggantikan VOC/Belanda pada tahun 1800. Para
Gubernur Jenderal yang baru menganggap Batavia tidak lagi layak sebagai tempat
pemerintahan. Gubernur Jenderal meninggalkan Stadhuis (Balai Kota Batavia) dan
menyewa rumah seorang orang kaya di jalan Molenvliet sebagai rumah dan kantor
Gubernur Jenderal (kini menjadi gedung Arsip Negara). Pada era Gubernur
Jenderal Daendels (1809-1811) mulai dipikirkan istana yang baru yakni dengan
membeli istana peninggalan Gubernur Jenderal Parra di Weltevreden (kini RSPAD).
Di kawasan ibu kota yang baru ini juga dibangun garnisun militer dan juga
disediakan lapangan yang cukup luas yang disebut Waterlooplein (kini Lapangan
Banteng). Sejak inilah jalan setapak yang berada di sisi kanal (jalan Juanda
sekarang) ditingkatkan sebagai jalan post).
Setelah
adanya jalan pos (Stad Batavia, Riswijk, Noordwijk dan Weltevreden) ini diduga
muncul jalan perlintasn (yang baru( dari jalan Prinsenlaan ke
Riswijk/Noordwijk. Jalan perlintasan ini melalui kebun-kebun dan sawah-sawah
(yang kini menjadi kawasan Sawah Besar). Jalan setapak inilah yang
diidentifikasi pada Peta 1824.
\
Setelah terbentuknya jalan pos (ruas Riswijk/Noordwijk)
dan jalan setapak (menuju Prinsenlaan), lambat laun jalan setapak tersebut ditingkatkan
sebagai jalan alternatif yang kemudian disebut jalan Moordenaarslaan. Nama
jalan ini paling tidak teridentifikasi pada tahun 1828 (lihat Javasche courant, 29-04-1828).
Kawasan
Noordwijk dan Weltevreden perkembanganya sedikit melambat pada era pendudukan
militer Inggrsi (1811-1816). Hal ini karena Letnan Gubernur Jenderal Inggris,
Raffles lebih memilih ibu kota di Buitenzorg dan Semarang. Hal in boleh jadi
istana di Weltevreden belum selesai dibanguun, sementara istana/villa di
Buitenzorg sudah sejak lama eksis.
Pasca pendudukan Inggris, jual beli tanah di Moordenaarslaan
atau Gang Patjenongan juga semakin intens terjadi di jalan alternatif tersebut.
Di jalan ini paling tidak diketahui keberadaan percetakan pemerintah, Lands
Drukkerij (lihat Javasche courant, 29-10-1836). Dari nama-nama orang yang
melakukan jual dan beli lahan di jalan Moordenaarslaan adalah orang-orang
Eropa.
Yang
menjadi pertanyaan adalah mengapa namanya disebut Moordenaars (Para Pembunuh).
Apa tidak ada nama lain? Apakah nama ini awalnya senagaja dibiarkan? Jika itu
yang menjadi sebab, boleh jadi di gang tersebut sebelumnya bermukim
gang/kelompok pembunuh. Nama itu digunakan atau disebut untuk maksud
menakut-nakuti pihak lain.
Satu
peristiwa terdekat di masa lalu yang terkait pembunuhan adalah kejadian
pembantaian orang Cina oleh pemerintah/militer VOC Belanda pada tahun 1740.
Kejadian yang mengerikan ini kerap disebut Chinezenmoord, 1740. Deskripsi
kejadian yang diperkirakan telah mengakibatkan korban pembantaian sebanyak
10.000 dapat dibaca pada surat kabar Oprechte Haerlemsche courant edisi
15-07-1741 dan edisi 18-07-1741. Lantas apakah para pembunuh itu kemudian yang
membangun tempat tinggal di area tersebut?
Bagaimana
kejamnya pembunuhan tersebut terungkap kelak. Namun pada berita-berita yang
dapat dibaca dalam Daghregister pada bulan Oktober 1740 tidak ada yang
mengindikasikan pembunuhan (hanya pengepungan dan penembakan yang dikategorikan
sebagai perang militer VOC melawan pemberontakan Cina). Pada tahun 1972 kasus
pembunuhan ini terbongkor karena ditemukan bukti ketika pembangunan sebuah
pusat perbelanjaan baru di Jakarta ditemukan kerangka ratusan Cina yang
dieksekusi oleh tentara Belanda yang mana para korban dalam kondisi diborgol
pada saat kematian mereka. Kerangka ratusan korban itu ditemukan di sebuah
lubang yang dalamnya lima meter (lihat NRC, 29-09-1972).
Setelah kembalinya Pemerintah Hindia Belanda
berkuasa, area Riswijk dan Noordwijk kembali semarak. Hal ini karena Gubernur
Jenderal van der Capellen (1816-1826) yang awalnya tinggal di Weltevreden
(suatu kota yang dirintis oleh Gubernur Jenderal Daendels), namun dalam
perkembangannya Capellen lebih memilih menyewa tempat tinggal di Rijswijk. Disamping
itu memilih tinggal di Rijswijk memungkinkan terhubung dengan baik dengan
hotel-hotel yang sudah ada di Molenvliet dan keberadaan Societeit Harmonie di
Rijswijk. Rumah Gubernur Jenderal ini disebut Hotel van Zijne Excellentie den
Heere Gouverneur Generaal. Boleh jadi karena itulah di gang Patjenongan
didirikan percetakan negara Lands Drukkerij. Apakah karena faktor ini nama Moordenaarslaan
berubah menjadi Patjenongan? Entahlah.
Yang
jelas, rumah yang dimiliki oleh JA van Braam di Rijswijk yang disewa untuk
tempat tinggal Gubernur Jenderal Capellen kemudian dibeli oleh Pemerintah.
Lahan milik JA van Braam yang berada di belakang Hotel Gubernur Jenderal juga
dibeli oleh Pemerintah. Hotel dan lahan yang menghadap Koningsplein itu kelak menjadi
menarik bagi pemerintah untuk pengembangan lebih luas dengan membangun istana
yang baru menghadap ke selatan. Meski demikian, acara-acara kenegaraan seperti
peringatan yang terkait dengan raja tetap dipusatkan di Weltevreden. Pada masa
ini kediaman GG menghadap ke utara dikenal sebagai Istana Negara, sedangkan
gedung yang diabngun baru menghadap ke selatan (ke Koningsplein) dikenal
sebagai Istana Merdeka.
Gang Patjenongan: Pusat Percetakan
Dalam perkembangannya nama jalan Moordenaarslaan
adakalanya disebut Gang Patjenongan. Mengapa muncul nama buru Patjenongan tidak
diketahui secara jelas. Yang jelas, nama Gang Patjenongan telah menggantikan
jalan Moordenaars. Nama inilah yang digunakan seterusnya hingga ini hari.
Area
Riswijk dan Noordwijk cepat berkembang. Lebih-lebih di persimpangan Riswijk
telah didirikan gedung yang megah yaitu gedung klub sosial Societeit Harmonie.
Area dua sisi kanal tersebut (area selatan Riswijk dan area utara Noordwijk)
rumah-rumah Eropa/Belanda semakin
banyak, jumlahnya semakin banyak hingga bermunculan gang-gang baru. Gang
Patjenongan sebagai gang yang sudah lama ramai makin ramai lagi. Satu gang baru
yang terbentuk adalah gang yang kini dikenal sebagai jalan di sisi timur Istana
Negara.
Ketika
Gubernur Jenderal Capellen lebih memilih tinggal di Riswijk Istana Negara yang
sekarang) Pemerintah telah memfungsikan eks Fort Rijswijk dijadikan sebagai
markas kaveleri (tidak jauh dari Hotel/Istana Rijswijk yang berada tepat di
seberang jalan gedung Societeit Harmonie). Lantas muncul pertanyaan apakah
markas kavelery ini awalnya bermarkas di Moordenaarslaan, sebagai kavelery
pembunuh? Entahlah. Kepindahan ke eks Fort Riswijk sebagai upaya menjauhkan
militer dari lingkungan kediamanan GG?
Pada
tahun 1818 Pemerintah Hindia Belanda mulai menata Koningsplein dengan meminta
swasta untuk mengerjakannya sebagaimana diiklankan pada surat kabar Bataviasche
courant, 11-07-1818. Dalam penataan ini, jalan kuno (sejak era Pakwan-Padjadjaran)
di sisi timur lapangan digeser mengikuti tata ruang baru. Kereta dan pedati yang
datang dari Buitenzorg akan mengikuti jalur yang akan dibangun. Setelah
selesainya penataan Koningsplein, secara perlahan-lahan mulai bermunculan
bangunan-bangunan di sisi luar jalan-jalan yang mengitari Koningsplein.
Gang Patjenongan, 1880 |
Percetakan Lands Drukkerij di Patjenongan dapat
dipandang sebagai situs tua terpenting di Gang Patjenongan. Percetakan Lands
Drukkerij ini turut mendampingi kehadiran Pemerintah Hindia Belanda untuk
melanjutkan pemerintahan VOC. Namun Lands Drukkerij sempat disela oleh
percetakan orang Inggris pada era pendudukan militer Inggris (1811-1816).
Edisi perdana dari tiga surat kabar pertama |
Percetakan Lands Drukkerij kembali eksis di
Batavia pada tahun 1816 dengan menerbitkan surat kabar baru Bataviasche courant.
Percetakan orang Inggris diketahui berada di Molenvliet tetapi percetakan Lands
Drukkerij yang dimiliki oleh orang Belanda tidak diketahui secara jelas dimana
kantornya. Yang jelas sejak 1817 Lands Drukkerij yang menerbitkan surat kabar Bataviasche
courant diketahui telah menerbitkan buku Almanak 1817 (lihat Bataviasche
courant, 05-04-1817).
Seperti
telah disebutkan di atas, Lands Drukkerij beralamat di Patjenongan (paling
tidak berdasarkan informasi tahun 1836). Besar dugaan Lands Drukkerij telah
beralamat setelah 1817 dan sebelum tahun 1836. Hal ini sehubungan dengan ibu
kota secara permanen pindah ke Weltevreden/Koningsplein. Gang Petjenongan tetap
berada di seberang jalan/kanal istana/rumah Gubernur Jenderal. Percetakan ini terkesan
bersifat monopoli atau suatu badan satu-satunya yang diduga diizinkan oleh
pemerintah. Percetakan ini telah menjadi milik pemerintah (Nieuw Amsterdamsch
handels- en effectenblad, 11-02-1859).
Dalam perkembangannya Lands Drukkerij menerbitkan
surat kabar baru dengan nama Javasche courant dengan edisi kedua tanggal 3
Januari 1828. Sebagaimana diebutkan pada halaman terakhir diterbitkan Lands
Drukkerij, logo logo surat kabar terlihat tidak berubah. Ini dengan sendiirinya
Javasche courant hanya menggantikan nama lama Bataviasche courant. Boleh jadi
perubahan nama ini untuk memperluas pemasaran, tidak hanya terbatas di Batavia
tetapi juga seluruh Jawa.
Direktur
perusahaan Lands Drukkerij diketahui bernama Jacob Eduard de Meijieir. Sang
pionir percetakan di Batavia dan Semarang ini dikabarkan telah meninggal dunia
di Malang pada tanggal 8 April 1859 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-05-1859). Catatan: Surat kabar Java
Bode terbit kali pertama tanggal 5 Januari 1853 di bawah pimpinan W Bruning. Javasche
courant sendiri terakhir terbit pada tahun 1849 yang kemudian muncul surat
kabar baru di Semarang yang diberi nama Samarangsch advertentie-blad (terbit sejak
Januari 1850). Penerbit surat kabar di Semarang ini adalah De Groot. Kemudian
pada 1863 surat kabar ini digantikan dengan nama De locomotief : Samarangsch
handels- en advertentie-blad di bawah penerbit D Groot, Kolff en Co.
Berakhirnya surat kabar Javasche courant tahun
1849 diduga menjadi awal dari pengakuisisian percetakan Lands Drukkerij oleh
pemerintah. Ketiadaan surat kabar di Batavia memicu munculnya surat kabar baru
yakni Java Bode yang terbit pertama kali di Batavia pada tanggal 5 Januari 1853
di bawah pimpinan W Bruning (yang kemudian diakuisisi oleh HM van Dorp en Co.)..
Peta 1890 |
Dalam perkembangannya percetakan pemerintah, Lands
Drukkerij relokasi dari Patjenongan ke Struiswijk (kini Salemba). Sementara di
Patjenongan sendiri sudah sejak lama berkembang sebagai kawasan industri
percetakan. Salah satu pengusaha percetakan di Patjenongan adalah seorang
Tionghoa bernama Louis Zecha. Pada tahun 1899 Zecha telah membuka percetakan
baru di Soekaboemi dengan nama Soekaboemische snelpersdrukkerij (lihat De
Preanger-bode, 25-11-1899).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Naskah Patjenongan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar